• Tidak ada hasil yang ditemukan

Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Januari 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Majalah Dit-TK-SD Depdiknas FASILITATOR, terbit di Jakarta, Edisi Januari 2007"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PROFESI, PROFESIONAL, PROFESIONALISME,

DAN PROFESIONALITAS GURU

DALAM UNDANG-UNDANG

Oleh : Ki Supriyoko

A

.

PENGANTAR

Semenjak dahulu masalah profesi, profesional, profesionalisme, dan profesionalistas guru menjadi topik pembicaraan yang tidak terselesaikan, bahkan pernah menjadi perdebatan berkepanjangan yang tak kunjung selesai. Masalahnya sederhana, sampai saat ini tidak pernah ada definisi tentang profesi, profesional, profesionalisme, dan profesionalitas yang disepakati oleh masyarakat luas, utamanya para guru itu sendiri. Pada sisi yang lain keempat terminologi tersebut sampai sekarang juga mengandung pengertian yang berbeda di antara pihak-pihak yang berkepentingan.

Apakah guru termasuk profesi tersendiri? Apakah para penyandang predikat guru itu dapat disebut kaum profesional sebagaimana penyandang predikat dokter, bankir, kontraktor, dan sebagainya? Apakah para guru di Indonesia sudah memiliki standar profesionalisme dan profesionalitas yang memadai sebagaimana tuntutan pendidikan itu sendiri?

(2)

Pertanyaan-perta-nyaan seperti ini sudah terlalu lama menggelayut di pundak insan-insan pendidikan; dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini seringkali tidak dapat memuaskan para guru; bahkan tidak jarang menimbulkan pertanyaan baru yang ujung pangkalnya di sekitar pertanyaan dasar itu sendiri.

Meskipun tidak berarti dapat menyelesaikan seluruh permasalahan tersebut di atas, keluarnya UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen atau yang lazim disebut dengan UU Guru dan Dosen sedikit banyak dapat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Beberapa pasal dalam UU tersebut secara eksplisit menyebutkan guru sebagai tenaga profesional, bahkan ada juga pasal yang menyebutkan guru sebagai pendi-dik profesional misalnya.

B

.

TENAGA PROFESIONAL

Profesi, profesional, profesionalisme, dan profesionalitas merupakan empat terminologi yang saling berkaitan. Wikipedia dalam “Profesi” yang dapat dibaca pada situs http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi mendefinisikan istilah profesi sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesional, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, dan teknik.

Mengacu pada pendefinisian tersebut, guru dapat disebut sebagai profesi kalau pekerjaan guru memang membutuhkan pelatihan dan pengua-saan terhadap pengetahuan khusus; di luar itu (biasanya) juga memiliki

(3)

asosiasi profesional, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Dengan kriteria seperti ini kiranya guru (di Indonesia) dapat disebut sebagai suatu profesi karena pekerjaannya memerlukan penguasaan terhadap pengetahuan khusus.

Lebih lanjut Delio, dkk, dalam “Etika Profesi dan Tanggung Jawab Profesi” yang dapat dibaca dalam situs http://students.udkw.ac.id menyata-kan bahwa istilah profesi adalah suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi; akan tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksaan, dan penguasaan teknik intelektual yang merupakan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Maka orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan mudahnya disalahgu-nakan oleh seseorang seperti pada penyalahgunaan profesi seseorang di bidang komputer misalnya pada kasus kejahatan komputer yang berhasil mengcopy program komersial untuk diperjualbelikan lagi tanpa ijin dari hak pencipta atas program yang dikomersialkan itu.

Implikasi dari pengertian tersebut, guru dapat dikatakan sebagai suatu profesi apabila memiliki pendidikan dan keahlian tertentu di samping ia dalam bekerja berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Dengan kriteria seperti ini pun kiranya guru di Indonesia dapat disebut sebagai profesi. Untuk menjadi guru di SD misalnya; seseorang dipersyaratkan memiliki

(4)

pendidikan minimal Diploma Empat (DIV) atau Sarjana (S1); di samping yang bersangkutan memiliki keahlian mengajar. Di luar itu, yang bersang-kutan pun dalam menjalankan pekerjaannya sebagai guru SD juga harus mengacu kepada kepentingan masyarakat.

Masih menurut sumber yang sama, Wikipedia, seseorang yang memi-liki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olah raga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi. Sementara itu masih menurut Wikipedia dalam “Profesional” yang dapat diakses dari situs http://id.wikipedia.org/wiki/Profesional, seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu entitas atau organisasi yang didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah. Meskipun begitu, seringkali seseorang yang merupakan ahli dalam suatu bidang juga disebut “profesional” dalam bidangnya meskipun bukan merupakan anggota sebuah entitas yang didirikan dengan sah. Sebagai contoh, dalam dunia olah raga terdapat olahragawan profesional yang merupakan kebalikan dari olahragawan amatir yang bukan berpartisipasi dalam sebuah turnamen/kompetisi demi uang.

Dalam bidang anestesi, perawat anestesi profesional adalah perawat terdaftar (RN= registered nurse) yang telah diberi pendidikan dan memiliki kompetensi untuk melakukan layanan dalam pelayanan anestesi. Perawat anestesi memiliki rasa tanggung jawab dan pekerjaannya dapat

(5)

dipertang-gungjawabkan dalam praktik profesionalnya secara individu dan yang bersangkutan mampu menetapkan keputusan sesuai kemampuannya. Hal ini ditemukan dalam “Perawat Anestesi di Amerika Serikat” tulisan Yuswana yang dapat diakses dalam situs http://www.ipai.info/usa.htm.

Apabila definisi tersebut diberlakukan pada guru maka yang disebut guru profesional adalah guru terdaftar yang telah diberi pendidikan dan memiliki kompetensi untuk melakukan layanan dalam pelayanan keguruan. Seorang guru memiliki rasa tanggung jawab dan pekerjaannya dapat dipertanggungjawabkan dalam praktik profesionalnya secara individu dan yang bersangkutan mampu menetapkan keputusan sesuai kemampuannya. Dengan definisi seperti ini meskipun guru merupakan sebuah profesi akan tetapi secara empiris tidak semua guru di Indonesia dapat disebut sebagai tenaga profesional.

Bagaimanakah dengan kedudukan guru dalam UU Guru dan Dosen? Dalam Pasal 1 Butir (1) disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sementara itu pada Butir (4) ayat yang sama disebutkan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memer-lukan pendidikan profesi.

Mengacu ketentuan Butir 1 tersebut ada yang berpendapat bahwa semua guru di Indonesia sudah profesional, setidak-tidaknya secara yuridis;

(6)

di sisi yang lain ada yang berpendapat tidak semua guru di Indonesia sudah profesional, setidak-tidaknya secara empiris. Memang demikianlah adanya, antara yuridis dengan empiris terkadang dapat sejalan akan tetapi seringkali memang tidak sejalan.

Ketentuan dalam butir tersebut di atas sedikit banyak memang bersi-fat multi-interpretasi; artinya menimbulkan banyak penafsiran. Kalau kita mengacu pada Butir 1 maka semua guru apa pun predikatnya, misalnya guru negeri, guru swasta, guru tetap yayasan, guru tidak tetap, guru honor, guru senior, guru yunior, dsb, adalah profesional. Namun kalau kemudian kita mengacu pada Butir 4 maka guru yang profesional hanyalah terbatas pada guru yang menjadikan hasil dari pekerjaannya sebagai sumber kehi-dupan dengan catatan pekerjaannya tersebut sudah disertai dengan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu. Disinilah letak multi-interpretasinya!

C

.

PROFESIONALITAS GURU

Antara profesi, profesional, profesionalisme, dan profesionalitas me-rupakan kata dan/atau istilah yang saling berdekatan. Meski istilah profesi dan profesional ditulis secara eksplisit dalam UU Guru dan Dosen akan tetapi tidak ada satu patah pun istilah profesionalisme; yang ada dalam UU adalah istilah keprofesionalan, misalnya pada Pasal 1 Butir 10, Pasal 1 Butir 16, Pasal 7 ayat (1), dan sebagainya.

Seandainya saja istilah keprofesionalan tersebut dapat disama-artikan dengan istilah profesionalisme maka profesionalisme tersebut mengandung

(7)

banyak arti. Arti profesionalisme memang banyak sekali, baik yang berasal dari para ahli di Dunia Timur maupun di Dunia Barat; baik yang ditulis secara teoretik maupun yang diformulasi dari berbagai kasus empirik yang pernah terjadi di masyarakat.

Alkisah dalam sebuah latihan perang, Sun Tzu berani menghukum anaknya sendiri (yang jadi kepala prajurit) yang gagal menjalankan latihan perang-perangan. Jika kita gunakan logika umum, mana mungkin seorang ayah mau menyakiti anak yang dicintainya? Bahkan melukainya di depan orang banyak, seolah seperti sengaja mempermalukannya. Satu prinsip strategi perang ditunjukkan langsung oleh Sun Tzu di hadapan para prajuritnya. Bahwa dalam perang tidak ada hak istimewa bagi keluarga atau anak jenderal. Siapa pun yang dipilih sebagai komandan atau pemimpin perang, dia harus memiliki kecakapan perang dan mampu memimpin pasukan. Untuk soal kemampuan kemiliteran dan kepemimpinan tidak ada sedikit pun kompromi. Inilah prinsip profesionalisme sejati yang diajarkan Sun Tzu sejak ribuan tahun yang lalu. Selain bidang kemiliteran, prinsip profesionalisme sejati ini juga berlaku di segala bidang kehidupan. Yaitu di bidang politik, birokrasi, manajemen, bisnis, karir, hingga di kehidupan pribadi setiap orang. Hal ini dapat kita baca pada “Profesionalisme Sejati” karya Andrie Wongso yang dapat diakses dalam www.andriewongso.com. Sementara itu menurut Syamsul Ma’arif dalam disertasinya yang berjudul “Militer dalam Masyarakat, Menuju TNI Profesional di Era Reformasi”, dengan mengutip pendapat Huntington disebutkan bahwa profesionalisme itu mengandung tiga aspek; masing-masing adalah keahlian (expertise), tanggung jawab sosial (social responsibility), serta kekerjasa-maan (corporateness). Artinya, profesionalisme seseorang dapat diukur dari

(8)

tiga aspek tersebut; yaitu memiliki keahlian dalam menjalankan profesinya, memiliki tanggung jawab sosial dalam menjalankan profesinya, serta mampu bekerja sama dengan sesama penyandang profesi maupun profesi lain dalam menjalankan profesinya.

Profesi guru kalau dikaitkan dengan profesionalismenya memang menarik. Untuk meningkatkan profesionalisme guru maka banyak cara bisa dilakukan; di Amerika Serikat misalnya, untuk meningkatkan profesio-nalisme guru dilakukan dengan membuat standar. Dalam tulisan Sufian Husni Salam, “Standar Pengembangan Profesi Ala Amerika” yang dapat diakses di http://acehtenggara.com/ disebutkan di Amerika Serikat pengembangan profesionalisme guru harus memenuhi standar tertentu sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar pengembangan profesi guru. Keempat standar pengembangan yang dimaksud yaitu;

Pertama, standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam;

Kedua, standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif

(9)

dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan repre-sentasi apa yang bisa membantu siswa belajar.

Ketiga, standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar.

Keempat, Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.

Pengembangan profesi berdasarkan standar tersebut belum berlaku di Indonesia; hal ini dikarenakan masalah profesionalisme guru masih mencari bentuk. Amerika Serikat sudah merdeka lebih dari tiga abad, sedangkan Indonesia belum genap satu abad. Lamanya jangka waktu kemerdekaan ini berkait dengan tingkat kemapanan profesi guru; makin lama suatu negara telah merdeka tentunya semakin mapan profesi guru yang ada di negara yang bersangkutan. Dalam hal ini guru di Amerika Serikat tentu saja lebih mapan kedudukannya bila dibandingkan dengan guru di Indonesia; dengan demikian wajarlah kalau pengembangan profesionalisme guru di Amerika Serikat juga lebih bagus daripada di Indonesia.

(10)

Profesionalisme guru di Amerika Serikat memang sudah diakui oleh masyarakat dunia; sementara itu profesionalisme guru di Indonesia masih banyak kalangan yang meragukan. Meskipun demikian hal ini tidak boleh menjadi penghalang dalam usaha mengembangkan profesionalisme guru.

Pada sisi yang lain UU Guru dan Dosen secara eksplisit memuat istilah profesionalitas yang pengertiannya lebih luas daripada profesional-isme. Bab III UU mengatur masalah profesionalitas; dan pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: a). memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; b). memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; c). memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; d). memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; e). memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas profesionalisme; f). memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; g). memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; h). memiliki jaminan perlin-dungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalisme; dan g). memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas profesionalisme guru.

Dari ketentuan tersebut di atas jelaslah bahwa guru bukan sekedar pekerjaan yang dapat menghasilkan uang bagi pekerjanya; lebih daripada itu guru merupakan sebuah profesi yang memerlukan banyak persyaratan bagi penyandangnya. Di samping harus memiliki komitmen untuk mening-katkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; seorang penyandang profesi guru harus memiliki kualifikasi akademik dan latar

(11)

belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas profesionalisme, dan sebagainya. Seorang penyandang profesi guru juga dituntut menjadi teladan di masyarakat.

D

.

KESIMPULAN

Guru adalah sebuah profesi yang penyandangnya merupakan bagian dari tenaga profesional. Pada sisi yang lain untuk dapat menjalankan profe-sinya dengan baik diperlukan profesionalisme yang memadai. Guru seperti inilah yang dimaksudkan dalam UU Guru dan Dosen !!!*****

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> Prof. Dr. H. Ki Supriyoko, M.Pd. adalah Guru Besar Universitas Sarjanawiyata

Tamansiswa (UST) Yogyakarta, Pengasuh Pesantren “Ar-Raudhah”

Yogyakarta, dan Wakil Presiden Pan-Pacific Association of Private

Education (PAPE) yang bermarkas di Tokyo, Jepang

Referensi

Dokumen terkait

Namun apabila diasumsikan virus ataupun bakteri yang dimaksud adalah dari penyakit lain, maka belum ditemukan adanya virus ataupun penyakit yang cocok dengan yang

This finding is in line with the notion that banks with capital buffers approaching the regulatory minimum either (i) reduce their risk taking until the target capital level is

Saat ini kami sedang melakukan penelitian yang berjudul Hubungan antara Paparan Asap dengan Erosi Gigi (Studi pada Pekerja Pengasapan Ikan di Desa Bandarharjo,

Rasional : untuk mengetahui frekuensi cairan yang keluar pada saat klien muntah 2) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering. Rasional : untuk membantu klien agar

Tanggungjawab merupakan hal yang harus dijaga oleh pihak pengelola bandara terutama hal yang berkaitan dengan informasi yang diberikan kepada masayarakat

Pada bagian ini, penulis membahas peristiwa akuisisi TCL oleh SCC, mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang menjadikan SCC mengakuisisi TCL, dan memberikan

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui sebaran penguasaan materi mata pelajaran Geografi SMA berdasarkan ujian nasional tahun 2010 – 2012, (2) Mengetahui

Metode istinbāṭ fikih perempuan kontemporer, meskipun berbeda dengan usul fikih jumhur ulama, namun bukan sesuatu yang baru dalam usul fikih. Metode tersebut