ANALISIS KUALITAS JALUR PEDESTRIAN DI KAWASAN
KOTA LAMA BANDUNG BERDASARKAN PEQI
ANALYSIS OF PEDESTRIAN PATHWAYS QUALITY IN
KOTA LAMA BANDUNG BASED ON PEQI
Arief Wicaksono1, Ahmad Hadi Prabowo2, Endhi Ibuhindar Purnomo3
1,2Universitas Trisakti, Jakarta
3Jurusan Arsitektur, Universitas Trisakti, Jakarta
*e-mail: 1arief052001600015@std.trisakti.ac.id, 2ahadipra@gmail.com, 3endhi@trisakti.ac.id ABSTRAK
Kota Bandung merupakan salah satu destinasi wisata sejarah. Keberadaan jalur pedestrian menjadi penting untuk memudahkan akses pengunjung. Namun, beberapa ruas jalur di Kota Lama Bandung kurang memadai untuk dilalui oleh pejalan kaki.Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis kualitas jalur pejalan kaki untuk mengetahui kelayakan jalur pejalan kaki dan keberadaan infrastuktur pendukung jalur pedestrian didalam kawasan Kota Lama Bandung. Permasalahan yang ditemukan pada jalur pedestrian ini akan diteliti dan dikaji tentang tingkat kenyamanan pejalan kaki pada jalur pedestrian ini. Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan PEQI ( Pedestrian Environmental Quality Index ) yang dapat memberikan skor kualitas pada masing-masing ruas jalan dan berguna untuk menjadi indikator kelengkapan fasilitas pejalan kaki.
Kata kunci : Bandung,kenyamanan,pejalan kaki,PEQI
ABSTRACT
Bandung is one of the historical tourist destinations. Existence of pedestrian paths is important to facilitate visitor access. However, several lane segments in Kota Lama Bandung are inadequate for pedestrians to pass. Therefore it is necessary to analyze the quality of the pedestrian paths to determine the feasibility of the path. pedestrians and the existence of supporting infrastructure for pedestrian paths within the Kota Lama Bandung area. The problems found in this pedestrian path will be researched and studied regarding the level of pedestrian comfort on this pedestrian path. The method used is the PEQI (Pedestrian Environmental Quality Index) approach which can provides a quality score on each road section and is useful as an indicator of the completeness of pedestrian facilities.
Keywords : Bandung,comfortability,pedestrian,PEQI
A. PENDAHULUAN A.1 Latar Belakang
Kota Bandung memiliki jejak historis yang panjang dari jaman kolonial.Jejak sejarah itu dapat terlihat didalam kawasan Kota Lama Bandung yang masih mempunyai bangunan dengan gaya arsitektur khas kolonial.Namun jejak sejarah tersebut kurang bisa dinikmati oleh masyarakat maupun pengunjung dikarenakan jalur pejalan kaki yang kurang
memadai dan dialihfungsikan sebagai tempat berjualan dan juga parkir.
Levana dan Hanson (2019)
mengemukakan,salah satu perspektif masyarakat untuk datang ke kota lama adalah perspektif apresiatif,yaitu pengunjung yang datang ke kota lama dengan tujuan menghargai warisan cagar budaya yang ada,sehingga kegiatan mereka didalam kawasan ini adalah mengamati bangunan peninggalan kolonial sembari berjalan menikmati suasana di kota
lama.Namun,motivasi pengunjung untuk datang tentu berbeda-beda sehingga faktor pendukung dan perspektif di setiap individu ditentukan oleh keadaannya masing-masing (Sudaryanti, Sukriah, dan Rosita, 2015). Kondisi tersebut menjelaskan bahwa kualitas daya tarik wisata menjadi hal yang penting untuk mendapatkan persepsi positif dari pengunjung (Nieamah, 2014).
Jalur pedestrian adalah contoh prasarana infrastruktur berupa jalur yang diperuntukkan khusus untuk aktivitas pejalan kaki. Pejalan kaki mempunyai hak berupa ketersediaan infrastruktur jalur khusus untuk beraktivitas yang berupa jalur pejalan kaki, sarana penyeberangan,dan prasarana lainnya (UU No.22 Tahun 2009 pasal 131).
Sudah seyogyanya jalur pejalan kaki khusus diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan kegiatan yang dapat mengganggu seperti berdagang maupun parkir kendaraan karena dapat mengurangi kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Perancangan jalur khusus pedestrian ini direncanakan sesuai dengan aturan perencanaan jalur pedestrian dengan mengutamakan aspek kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Perencanaan ini membutuhkan peraturan yang jelas dan sehingga masyarakat lebih sadar untuk tidak melakukan kegiatan lain di jalur pedestrian.Rukmana (2013) mengemukakan, perencanaan jalur pedestrian harus memberikan kemudahan pejalan kaki mencapai tujuan dengan jarak singkat dan jalur pedestrian harus menciptakan konektivitas dan kontinuitas antara satu tempat dengan yang lainnya. Pada daerah kawasan Kota Bandung khususnya area Kota Lama, jalur pedestrian tidak digunakan sebagaimana fungsinya,jalur pedestrian di dalam kawasan Kota Lama dipergunakan sebagai area berjualan kaki lima dan parkir. Sehingga pejalan kaki tidak mendapatkan kenyamanan dan keamanan ketika menggunakan jalur pejalan kaki. Menurut SNI 03-2443-1999, fungsi fundamental dari jalur
pedestrian adalah memberikan kenyamanan dan keamanan pada pejalan kaki secara optimal.Kenyamanan jalur pedestrian dijadikan dalam perencanaan perkotaan khususnya didalam kawasan Kota Lama karena jalur pedestrian akan digunakan untuk pengunjung yang akan menikmati jejak sejarah Kota Bandung. Terlebih didalam kawasan Kota Lama mempunyai arcade pedestrian yang seharusnya menjadi jalur pedestrian yang nyaman sehingga menarik pengunjung untuk datang. Pembangunan jalur pedestrian yang optimal akan menunjukkan kualitas kenyamanan dan kuantitas pejalan kaki yang maksimal sehingga akan berdampak baik pada lingkungan perkotaan dan mengurangi efek rumah kaca,polusi,dan mereduksi konsumsi energi. Jalur pedestrian yang optimal akan memberikan lingkungan perkotaan yang sehat.Seperti yang dikemukakan oleh Denny,Semuel,James (2018), jalur pedestrian yang baik bagi perkotaan seperti didalam kawasan perdagangan memberi dampak yang baik dan menstimulasi kegiatan perdagangan dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor sehingga dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan udara didalam lingkungan kota.
Pada kawasan Kota Lama Bandung mempunyai jalur pedestrian yang cukup dipadati pejalan kaki dikarenakan jalur pedestrian didalam kawasan tersebut merupakan akses yang menghubungkan Stasiun Bandung dengan destinasi wisata yang terdapat di kota Bandung seperti Masjid Agung dan Alun-Alun Bandung. Namun kenyamanan di dalam kawasan ini sulit dirasakan oleh pejalan kaki. Seperti yang telah dikemukakan Hamid Shirvani (1985), jalur pedestrian harus dapat difungsikan secara maksimal dan dapat memberikan rasa nyaman pada penggunanya,sehingga terdapat beberapa ketentuan untuk jalur pedestrian yang maksimal,antara lain :
1) Terhindar dan terbebas dari kendaraan bermotor, contohnya adalah menyediakan ruang bebas pejalan kaki.
2) Rute jalur yang mudah diakses serta sesuai dengan kondisi hambatan pada setiap jalur pejalan kaki, contohnya terdapat penyeberangan yang menghubungkan antar satu tempat ke tempat lainnya
3) Jalur yang mempermudah
penggunanya, sehingga pengguna dapat menuju berbagai tujuan tanpa terganggu perbedaan ketinggian,ruang jalan sempit, dan penggunaan jalur yang tidak sesuai fungsinya,contohnya memiliki kemiringan yang sesuai dengan undang-undang dan ruang bebas pejalan kaki tanpa adanya pkl berjualan di sepanjang jalur.
4) Memiliki aspek estetika yang
memberikan visual yang
menarik,dengan tersedianya fasilitas dan perabot jalan yang memadai antara lain ruang terbuka, tempat duduk, kotak sampah, boillard, lampu penerangan jalan, dan sebagainya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Lily (2010), jalur pedestrian merupakan salah satu kelengkapan suatu kota, yang kehadirannya sangat dibutuhkan oleh publik didalam kota tersebut agar dapat bergerak dengan mudah, aman dan nyaman dari tempat asal ke tempat lainnya. Sehingga jalur ini merupakan komponen penting didalam perkotaan terutama pada zona niaga, karena pengunjung membutuhkan tempat yang memadai untuk melihat toko demi toko sebelum memutuskan untuk membeli.Jalur pedestrian yang berkualitas mempunyai peranan penting pada area komersil untuk memberikan kemudahan berjalan kaki bagi pengunjung (Manlian dan Armila, 2011). Namun jalur pejalan kaki ini juga memiliki keterbatasan seperti kurang
dapat melakukan perjalanan yang jauh, sangat rentan akan gangguan eksternal seperti alam,dan gangguan yang disebabkan oleh jalur kendaraan.
Menurut Unterman (1984), fungsi utama jalur pedestrian adalah memberikan fasilitas untuk pejalan kaki sehingga meningkatkan kualitas pada aspek kelancaran, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki. Namun dari masa ke masa fungsi pedestrian mengalami pergeseran sehingga bukan hanya untuk jalur khusus pejalan kaki, tetapi dapat difungsikan untuk kegiatan rekreatif yaitu bersosialisasi dan berkomunikasi antar masyarakat.
A.2 Rumusan Masalah
Dilandasi paparan yang terdapat pada latar belakang diatas,maka terdapat beberapa
permasalahan yang dapat
dikemukakan,seperti kriteria jalur pedestrian yang nyaman,aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kualitas jalur pedestrian,atau sudahkah jalur pedestrian di Kota Lama Bandung ini memenuhi kriteria jalur yang baik.
A.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari paparan latar belakang
dan rumusan beberapa masalah yang terdapat pada jalur pedestrian di Kota Lama Bandung,maka terdapat tujuan dari penelitian ini yang diharapkan akan dapat menggali,menganalisis,mengidentifikasi beberapa masalah seperti kriteria jalur pedestrian yang nyaman,faktor yang mempengaruhi kualitas jalur pedestrian,dan sudah sesuai atau belum jalur pedestrian di Kota Lama Bandung ini terhadap kriteria-kriteria tersebut.
B. KAJIAN PUSTAKA
Pejalan kaki adalah orang yang melakukan kegiatan jalan kaki dan termasuk kedalam unsur pengguna jalan (Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97). Menurut Iswanto (2006), jalur pedestrian merupakan pergerakan manusia
dari satu tempat menuju tempat tujuan dengan moda jalan kaki.Jalur pejalan kaki pada umumnya dibuat sejajar atau lebih tinggi dari permukaan jalan untuk mewadahi pejalan kaki dapat melewati jalur ini dengan nyaman dan aman (Anggar,2015).
Rubenstein (1992) mendefinisikan jalur pedestrian sebagai sarana pergerakan atau sirkulasi atau perpindahan orang atau manusia dari satu titik asal (origin) menuju titik lain sebagai tujuan (destination) dengan berjalan kaki. Jalur pejalan kaki juga dapat berfungsi sebagai wadah atau ruang pejalan kaki untuk melakukan aktivitas dan sebagai sarana yang memberikan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki (Feybe, Veronica, dan Amanda, 2014).
Unterman (1984) mendefinisikan jalur pedestrian diluar bangunan menjadi beberapa jenis dilihat berdasarkan fungsi dan bentuknya.Jenis-jenis pejalan kaki yang digolongkan berdasarkan fungsinya adalah :
1. Jalur pejalan kaki terpisah dari jalur kendaraan umum dan berdekatan dengan jalur kendaraan sehingga dibutuhkan ruang yang melindungi pejalan kaki dari kendaraan bermotor serta mempunyai permukaan rata dan terletak di tepi jalan raya. Pejalan kaki akan menggunakan ruang ini sebagai
sarana pergerakan yang
menghubungkan dari tempat awal menuju tempat tujuan.
2. Jalur pejalan kaki yang difungsikan sebagai ruas menyeberang dan tidak menimbulkan gangguan bagi moda kendaraan lain, antara lain simpangan penyeberangan jalan, jembatan penyeberangan orang atau jalur penyeberangan yang berada di bawah tanah. Fasilitas penunjang untuk kegiatan ini dapat berupa zebra cross, skybridge, dan subway.
3. Jalur pejalan kaki yang rekreatif dan dapat digunakan untuk aktivitas interaksi sosial yang aman dan nyaman tanpa gangguan kendaraan bermotor. Fasilitas yang dapat menunjang kegiatan pejalan kaki ini antara lain berupa plaza pada taman kota atau ruang publik.
4. Jalur pejalan kaki yang dapat digunakan untuk kegiatan niaga, duduk, dan berjalan melihat etalase toko yang biasa disebut pedestrian mall.
5. Jalur pejalan kaki setapak yang hanya cukup untuk satu pejalan kaki. 6. Alleyways atau pathways (gang)
adalah jalur khusus pejalan kaki yang sempit dan berada di belakang ruas jalan utama yang terbentuk alami sesuai pola kepadatan bangunan. Selain berdasarkan fungsi, jalur pedestrian juga dikelompokkan yang didasari bentuknya, yaitu :
1) Selasar, yaitu jalur pedestrian yang memiliki atap tanpa dibatasi oleh dinding pada sisi-sisinya.
2) Gallery, yaitu sejenis selasar yang ruang jalannya dapat digunakan untuk kegiatan selain berjalan kaki.
3) Jalur pejalan kaki terbuka.
Aspek walkability menggambarkan kondisi berjalan pada suatu daerah secara menyeluruh. Menurut Pedestrian Environmental Quality Index (2008), tingkat kualitas suatu jalur pedestrian memperhatikan beberapa parameter, diantaranya yaitu :
1) Keberadaan penyeberangan, jalur pedestrian yang mempunyai fungsi untuk lajur khusus menyeberang tanpa terganggu kendaraan bermotor.
2) Keberadaan lampu lalu lintas, merupakan bagian perabot jalan yang digunakan sebagai rambu peringatan, larangan, dan perintah, serta menjadi petunjuk bagi pengguna ruas jalan. (Permenhub Nomor 13 tahun 2014) 3) Jarak penyeberangan adalah jauh
dekatnya jarak dari jalur pejalan kaki satu ke yang lainnya. (PEQI,2008) 4) Jumlah lajur kendaraan bermotor,
Semakin banyak jalur kendaraan bermotor, menciptakan keramaian lalu lintas dan mengurangi keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. (PEQI,2008)
5) Lebar jalan pedestrian, jalur pedestrian harus mempunyai lebar yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jumlah pejalan kaki. (PEQI,2008)
6) Hambatan di permukaan jalur pedestrian, kualitas dari permukaan jalur pedestrian mempengaruhi tingkat walkability. (PEQI,2008) 7) Keberadaan tempat duduk publik,
fasilitas ini menjadi salah satu kelengkapan perabot jalan yang menarik pengunjung dan memberikan kenyamanan bagi lansia dan difabel. (PEQI,2008)
8) Keberadaan penerangan jalan, meningkatkan visibility dari jalur pedestrian dan meningkatkan keamanan pejalan kaki. (PEQI,2008)
C. METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai oleh penulis dalam mengukur kualitas jalur pedestrian adalah dengan metode Pedestrian Environment Quality Index. Pendekatan secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui kualitas jalur pedestrian dengan beberapa kriteria.
Indeks PEQI ini memiliki keunggulan dibanding metode analisis yang lain karena metode ini menjelaskan dan menilai kualitas dari jalur pejalan kaki tidak hanya pada jalurnya, tetapi juga pada kebutuhan lingkungan, segmen, dan persimpangan pada pejalan kaki. Beberapa kriteria penilaian kualitas jalur pedestrian yang tertuang didalam metode PEQI akan disesuaikan dengan parameter karakter jalur pedestrian di Indonesia pada umumnya. Beberapa kriteria yang akan dipakai adalah lebar jalur pedestrian, hambatan pada permukaan pedestrian, halangan pada jalur pedestrian,keberadaan curb, keberadaan pohon, vegetasi, tempat duduk, potongan jalan masuk kendaraan, dan keberadaan buffer. Untuk mengetahui kualitas jalur pedestrian didalam kawasan pada setiap ruas jalannya, maka digunakan rumus perhitungan sebagai berikut :
( − ) 100
− Setelah dihitung menggunakan rumus tersebut,maka dihasilkan jumlah kelas yang nantinya akan dibagi dalam lima kelas skoring kualitas pedestrian dalam metode PEQI.
Tabel 1. Klasifikasi kelas kualitas pedestrian.
Skor Keterangan 81-100 Kualitas pedestrian ideal 61-80 Kualitas pedestrian reasonable 41-60 Kualitas pedestrian dasar 21-40 Kualitas pedestrian buruk
1-20 Tidak cocok untuk pejalan kaki (Sumber : PEQI, 2009)
Dalam analisis kualitas jalur pedestrian ini,segmen ruas jalan yang akan diambil pedestrian Jl. Otto Iskandardinata, Jl. Asia Afrika, dan Jl. Sudirman. Jumlah populasi pada penelitian ini merupakan pengguna jalur pedestrian saat pengambilan data secara
menyeluruh. Dari populasi ini kemudian diambil beberapa anggota untuk dijadikan sampel. Dikarenakan kondisi pejalan kaki yang akan selalu berubah/tidak stabil pada setiap tahunnya, maka besarnya anggota sampel akan diambil menggunakan rumus Sample Linear Time Function. Besaran jumlah anggota sampel (n) akan dihitung menggunakan rumus :
= − 1 n : Jumlah anggota sampel T : Waktu penelitian :
30 x 24 jam = 720 jam/bulan to : Waktu tetap survey :
7,5 jam/hari x 30 hari = 225 jam/bulan t1 : Waktu penelitian di masing-masing tempat : 0,25 jam/hari x 30 hari = 7,5 jam/bulan
Dengan rumus dan keterangan data diatas,maka jumlah anggota sampel yang terpilih adalah :
= 720 − 225
7,5 =
495 7,5 = 66
Pada pengambilan sampe untuk keperluan penelitian ini digunakan metode sampling acak (probability sampling) karena jumlah populasinya yang selalu berubah-ubah setiap tahunnya.
Gambar 1. Segmen Ruas Penelitian
(Sumber : Peta RDTR Kota Bandung)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis kualitas jalur pedestrian didalam kawasan Kota Lama Bandung dibagi dalam beberapa segmen ruas jalan. Perhitungan analisis ini akan menggambarkan kualitas keamanan dan kenyamanan jalur pedestrian didalam kawasan menurut indeks PEQI. Hasil penilaian kualitas jalur pedestrian ini akan memberikan nilai kualitas pada setiap ruas jalur pedestrian tersebut yang dapat menjadi jalur pedestrian ideal,reasonable, kualitas dasar jalur pedestrian, buruk, atau jalur yang tidak cocok untuk digunakan pejalan kaki. Berikut penjelasan lebih lengkap analisis kualitas jalur pedestrian di tiap segmen ruas jalurnya.
a. Jl. Otto Iskandar Dinata
Tabel 2. Kualitas Jl. Otto Iskandardinata
Variabel Eksisting Nilai
Lebar Jalur 2 m 13
Hambatan tidak ada 24
Halangan temporary 10
Curb ada 17
Pepohonan tidak ada 7
Vegetasi tidak ada 4
Tempat
duduk tidak ada 7
Akses
kendaraan tidak ada 5
Buffer tidak ada 4
Total 91
(Sumber : PEQI & Hasil Perhitungan,2020) Kualitas jalur = (91 - 42) x
!"#!= 44,1 Kualitas jalur pedestrian didalam Jl. Otto Iskandardinata menunjukkan nilai 44,1, yaitu kualitas jalur pejalan kaki basis/dasar.
b. Jl. Sudirman
Tabel 3. Kualitas Jl. Sudirman
Variabel Eksisting Nilai
Lebar Jalur 2 m 13
Hambatan tidak ada 24
Halangan tidak ada 15
Curb ada 17
Pepohonan sporadis 11
Vegetasi tidak ada 4
Tempat
duduk ada 13
Akses
kendaraan tidak ada 5
Buffer parkir paralel 13
Total 115
(Sumber : PEQI & Hasil Perhitungan,2020) Kualitas jalur = (115 - 42) x
!"#!= 65,7 Kualitas jalur pedestrian didalam Jl. Sudirman menunjukkan nilai 65,7 yaitu kualitas jalur pejalan kaki yang dapat diterima/reasonable.
c. Jl. Asia Afrika
Tabel 4. Kualitas Jl. Asia Afrika
Variabel Eksisting Nilai
Lebar Jalur 2 m 13
Hambatan sedikit 13
Halangan temporary 10
Curb ada 17
Pepohonan sporadic 11
Vegetasi tidak ada 4
Tempat
duduk ada 13
Akses
kendaraan kurang dari 5 10
Buffer tidak ada 4
Total 95
(Sumber : PEQI & Hasil Perhitungan,2020) Kualitas jalur = (95 - 42) x
!"#!= 47,7 Kualitas jalur pedestrian didalam Jl. Asia Afrika menunjukkan nilai 47,7 yaitu kualitas jalur pejalan kaki basis/dasar.
Secara umum, kualitas pejalan kaki di setiap ruas sudah memiliki kualitas dasar dari jalur pedestrian.Namun jika ditarik dari perhitungan,Jl. Sudirman dan Jl. Asia Afrika merupakan jalur yang paling baik dikawasan kota lama ini karena telah memiliki beberapa
komponen perabot jalan sehingga dapat dilalui dengan nyaman.Poin ini menjadi penting karena Jl. Sudirman dan Jl. Asia Afrika merupakan jalur yang akan dilewati pengunjung yang ingin berwisata didalam kota lama dan jalur ini menghubungkan antara kawasan dan gedung-gedung bersejarah dan tujuan wisata yang ada di sekitar Kota Lama Bandung. Jalur pedestrian Jl. Otto Iskandardinata menurut hasil perhitungan sudah baik namun paling buruk dibanding dua jalur lainnya. Permasalahan pada jalur ini terdapat pada siang hari karena banyaknya pedagang yang memakai jalur pejalan kaki dan perabot jalan belum tersedia pada ruas jalan ini. Sebaiknya jalur ini dibuat senyaman mungkin untuk pejalan kaki karena jalur ini menjadi jalur yang penting didalam kawasan niaga sehingga pengunjung dapat berbelanja dari satu toko ke toko lainnya dengan mudah tanpa terganggu oleh keberadaan pedagang kaki lima.
Gambar 2. Kualitas Jalur Pedestrian
E. KESIMPULAN
Pedestrian Environmental Quality Index (PEQI) mempunyai bermacam aspek-aspek penting untuk menilai kualitas suatu jalur pedestrian dan lingkungannya,seperti permukaan jalan, persimpangan jalan, kondisi lingkungan sekitar, perabot jalan, hingga penerangan didalam jalur pedestrian.
Berdasarkan hasil dari perhitungan menurut indeks PEQI, dapat ditarik kesimpulan bahwa ruas jalur pejalan kaki yang terdapat didalam kawasan Kota Lama Bandung sudah memenuhi kualitas dasar menurut perhitungan indeks PEQI. Hanya yang menjadi catatan adalah keberadaan pedagang kaki lima yang menganggu ruas jalan pedestrian di Jl. Otto Iskandardinata pada keadaan siang hari. Sehingga para pedagang ini harus diberikan ruang khusus yang tidak mengganggu jalur pedestrian.
Ruas jalur pedestrian pada Jl. Sudirman dan Jl. Asia Afrika lebih tertata karena ruas jalur ini merupakan jalur arteri lokal. Namun skor yang ditunjukkan pada Jl. Asia Afrika berbeda sedikit dengan Jl. Otto Iskandardinata, sehingga perlu diberi perhatian khusus terutama penataan pedagang kaki lima agar ruas jalur pedestrian didalam kawasan Kota Lama Bandung dapat menjadi ruas jalur pedestrian yang walkable bagi pengunjung dan masyarakat.
Analisis kualitas di jalur pedestrian Kota Lama Bandung ini menjadi penting agar setiap pihak diharapkan dapat lebih menyadari pentingnya keberadaan jalur pedestrian yang nyaman dan aman di kawasan ini. Jalur pedestrian yang berkualitas khususnya di kawasan Kota Lama Bandung ini akan menjadi poin daya tarik tersendiri bagi para pengunjung maupun masyarakat setempat.
DAFTAR RUJUKAN
Comerford, C. (2008). Pedestrian
Environmental Quality Index
(PEQI)[WWW Page].
Iswanto, D. (2003). Mengkaji Fungsi Keamanan dan Kenyamanan Bagi Pejalan Kaki di Jalur Pedestrian. Universitas Diponegoro.
Kaliongga, F. G., Kumurur, V. A., & Sembel, A. (2014). Kajian aspek kenyamanan jalur pedestrian Jl. Piere Tendean di Kota Manado. Sabua: Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur, 6(2), 243-252. Keputusan Direktur Jendral Perhubungan
Darat: SK.43/AJ 007/DRJD/97
Kumar, P. (2007). The Value of Design A Study of Pedestrian Perception in New Delhi, India. Queen’s University. Mamuaja, D. M., Rompis, S. Y., &
Timboeleng, J. A. (2019). Analisa Tingkat Kenyamanan Pejalan Kaki Di Kota Tomohon. Jurnal Ilmiah Media Engineering, 8(2).
Mauliani, L. (2010). Fungsi dan Peran Jalur Pedestrian bagi Pejalan Kaki Sebuah Studi Banding Terhadap Fungsi Pedestrian. NALARs, 9(2).
Nieamah, K. F. (2014). Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Fasilitas Dan Pelayaan Di Candi Prambanan. Jurnal Nasional Pariwisata, 6(1), 39-45. Permenhub No.13 Tahun 2014 Tentang
Rambu Lalu Lintas.
Pratitis, A. (2015). Kajian Perkembangan Aktivitas Sosial dan Rekreasi di Jalur Pedestrian (Studi Kasus: Jalur Pedestrian
Jalan Pahlawan). JURNAL
PEMBANGUNAN WILAYAH &
KOTA, 11(2), 129-141.
Richard K. Unterman. (1984). Accomodation The Pedestrian. Van Nostrand Reinhold Company.
Rubenstein, H. M. (1987). A Guide To Site and Environment Planning. John Wiley and Sons.
Rubenstein, H. M. (1992). Pedestrian Malls, Streetscapes, and Urban Spaces. John Wiley and Sons.
Rukmana, D. (2013, October). Kebutuhan terhadap pedoman pejalan kaki. In Disampaikan dalam seminar di
Kementerian Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Penataan Ruang (Vol. 26).
Salsabila, L., & Kusuma, H. (2019). Perspektif terhadap Kawasan Bersejarah: Kategori Pengunjung berdasarkan Korelasi antara Daya Tarik dan Harapan terhadap Kawasan Braga. RUAS (Review of Urbanism and Architectural Studies),
17(1), 32-42. Retrieved
from https://www.ruas.ub.ac.id/index.ph p/ruas/article/view/271
Shirvani, H. (1985). The Urban Design
Process. Van Nostrand Reinhold
Company.
Simanjuntak, M. R. A., & Adityawati, A. (2011). Analisis Pengaruh Kualitas Area Pedestrian Terhadap Kemudahan Akses Pengunjung Bangunan Mal Di Jalan Asia-afrika Jakarta. Jurnal Ilmiah Media Engineering, 1(2).
SNI 03-2443-1999.
Sudaryanti, I. J., & Sukriah, E. (2015). Rosita.(2015). Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Motivasi
Wisatawan dalam Melakukan Wisata Heritage di Kawasan Braga Kota Bandung. Jurnal Manajemen Resort & Leisure, 12(1).