• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas mengenai teori-teori dasar serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penerapan Algoritma Scanline untuk identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula menggunakan citra fraktur tulang tibia dan fibula.

2.1 Tulang Tibia dan Tulang Fibula

Tungkai bawah terdiri dari dua tulang, yaitu tulang tibia atau tulang kering dan tulang fibula atau tulang betis.

Gambar 2.1 Anatomi Cruris Tibia dan Fibula (diambil dari www.radiologykr.com)

(2)

2.1.1. Tulang Tibia

Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondi-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut.

Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan ke bawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae.

Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian tibio-fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula dan talus. Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan terletak di sebelah medial sesuai dengan os radius pada lengan atas. Tetapi Radius posisinya terletak disebelah lateral karena anggota badan bawah memutar kearah medialis. Atas alasan yang sama maka ibu jari kaki terletak disebelah medialis berlawanan dengan ibu jari tangan yang terletak disebelah lateralis (Jacob, 2013).

2.1.2. Tulang Fibula

Tulang Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat pada tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan (Smeltzer, 2008)..

Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis. Disebelah bawah kira – kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga letaknya lebih posterior. Sisi – sisinya mendatar, mempunyai permukaan anterior dan posterior yang sempit dan permukaan – permukaan me dialis dan lateralis yang lebih lebar. Permukaan anterior

(3)

menjadi tempat lekat dari ligamentum talofibularis anterior. Permukaan lateralis terletak subkutan dan berbentuk sebagai penonjolan lubang. Pinggir lateral alur tadi merupakan tempat lekat dari retinakulum.

Permukaan sendi yang berbentuk segi tiga pada permukaan medialis bersendi dengan os talus, persendian ini merupakan sebagian dari sendi pergelangan kaki. Fosa malleolaris terletak disebelah belakang permukaan sendi mempunyai banyak foramina vaskularis dibagian atasnya. Pinggir inferior malleolus mempunyai apek yang menjorok kebawah. Disebelah anterior dari apek terdapat sebuah insisura yang merupakan tempat lekat dari ligamentum kalkaneo fibularis.

2.1.3 Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2008).

2.1.4. Klasifikasi Fraktur

1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :

a. Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih.

b. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :

 Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di tempat, biasa terjadi di tulang pipih.

 Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius, ulna, clavikula dan costae.

2. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang :

a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu tulang).

b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari sumbu tulang).

c. Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang. d. Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.

(4)

e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur. 3. Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur :

a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:

1) Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat 2) Angulated, membentuk sudut tertentu

3) Rotated, memutar

4) Distracted, saling menjauh karena ada interposisi 5) Overriding, garis fraktur tumpang tindih

6) Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.

4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh

b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.

2.2 Citra

Citra adalah gambar pada dua-dimensi, citra merupakan dimensi spasial atau bidang yang berisi informasi warna yang tidak bergantung waktu (Munir, 2004). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) atas intensitas cahaya pada bidang dua dimennsi. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali seluruh atau sebag ian berkas cahaya kemudian ditangkap oleh alat optis atau elektro optis (Murni dkk, 1992).

Citra digital adalah suatu matriks yang terdiri dari baris dan kolom dimana setiap pasang indeks baris dan kolom menyatakan suatu titik pada citra. Nilai dari setiap matriks menyatakan nilai kecerahan titik tersebut. Titk-titik tersebut dinamakan sebagai elemen citra atau piksel. Citra digital adalah merupakan fungsi dua variabel f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut. Citra digital dapat diklasifikasi menjadi citra biner, citra keabuan, dan citra warna.

(5)

2.2.1 Citra Biner

Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari citra biner. Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morfologi ataupun dithering. Citra biner dibentuk dari citra keabuan melalui operasi thresholding, dimana tiap piksel yang nilainya lebih besar dari threshold akan diubah menjadi (1) menyatakan putih dan piksel yang nilainya lebih kecil dari threshold akan diubah menjadi (0) menyatakan hitam. (Destyningtas, 2010) . Contoh citra biner ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Cita Biner 2.2.2 Citra Keabuan (Grayscale)

Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya, dengan kata lain nilai bagian red = green = blue. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan dan putih. Tingkat keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Sehingga pada citra tidak ada lagi warna melainkan hanya derajat keabuan. Citra grayscale memiliki kedalaman warna 8 bit yang mengandung 256 kombinasi warna keabuan (Cahyadi, 2012). Contoh citra grayscale ditunjukkan pada Gambar 2.3.

(6)

Gambar 2.3. Citra Grayscale 2.3.3 Citra Warna

Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (RGB = Red, Green, Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte (nilai maksimum 255 warna), jadi satu piksel pada citra warna diwakili oleh 3 byte. Warna yang disediakan yaitu 255 x 255 x 255. Warna ini disebut juga dengan true color karena memiliki jumlah warna yang cukup besar (Mardianto, 2008). Contoh citra warna dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Citra Warna 2.3 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah proses pada citra untuk menghasilkan citra sesuai dengan yang kita inginkan, kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia. Pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang keberadaannya untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan berbagai cara, perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra),

(7)

transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra ciri yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra (Efford, 2000). Beberapa teknik pengolahan citra yang digunakan adalah sebagai berikut .

2.3.1. Cropping

Cropping berfungsi untuk mendapatkan bagian region of interest (ROI) dari sebuah citra dengan cara memotong area yang tidak diinginkan atau area berisi informasi yang tidak diperlukan. Cropping dapat digunakan untuk menambah fokus pada objek, membuang bagian citra yang tidak diperlukan, memperbesar area tertentu pada citra, mengubah orientasi citra, dan mengubah aspect ratio dari sebuah citra. Cropping menghasilkan citra baru yang merupakan bagian dari citra asli dengan ukuran yang lebih kecil. Jika citra cropping digunakan untuk proses lain, waktu pemrosesan akan lebih cepat karena bagian yang diproses hanya bagian yang diperlukan (Fuadah, 2014).

2.3.2 Resizing

Pada tahap ini, citra tulang akan diukur ulang dengan mengecilkan piksel dari citra tersebut. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sesuai dan menambah fokus pada suatu objek yang akan diidentifikasi, membuang citra yang tidak memiliki informasi yang penting. Proses ini akan menghasilkan sebuah citra baru yang merupakan bagian citra asli yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari citra awal, hal ini dilakukan untuk memfasilitasi pada tahap selanjutnya (Cahyadi, W. 2012).

2.3.3 Grayscaling

Dalam pengolahan citra, mengubah warna citra menjadi citra grayscale digunakan untuk untuk menyederhanakan model citra. Citra berwarna memiliki 3 komposisi warna yaitu red (R), green (G), dan blue (B). Tiga komponen tersebut dirata-rata supaya mendapatkan citra grayscale, dalam citra ini, tidak ada lagi warna yang ada hanya derajat keabuan (Mardianto, 2008).

Citra grayscaling memggunakan warna putih sebagai warna maksimum dan warna hitam sebagai warna minimum dan warna diantara hitam dan putih, yaitu

(8)

abu-abu. Abu-abu merupakan warna komponen merah, hijau, dan biru yang mempunyai nilai intensitas yang sama. Setiap poin informasi piksel (RGB) disimpan kedalam1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, 8 bit kedua menyimpan nilai hijau dan 8 bit terakhir menyimpan warna merah. Grayscaling dilakukan dengan cara mencari nilai rata-rata dari total nilai RGB, ditunjukkan pada persamaan 2.1.

(2.1) Keterangan :

G = nilai hasil grayscaling R = nilai red dari sebuah piksel G = nilai green dari sebuah piksel B = nilai blue dari sebuah piksel 2.3.4 Penajaman citra (Sharpenning)

Operasi penajaman citra bertujuan memperjelas tepi pada objek di dalam citra. Penajaman citra merupakan kebalikan dari operasi pelembutan karena operasi ini menghilangkan bagian citra yang lembut. Operasi penajaman dilakukan dengan melewatkan citra pada penapis lolos tinggi (high pass filter). Penapis lolos tinggi akan meloloskan (memperkuat) komponen yang berfrekuensi tinggi (tepi/pinggir objek) dan akan menurunkan komponen berfrekuensi rendah. Akibatnya pinggiran akan terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya. Karena penajaman citra lebih berpengaruh pada tepi (edge) objek, maka penajaman citra sering disebut juga penajaman tepi (edge sharpening) atau peningkatan kualitas tepi (edge enhancement) (Mostafa, S. 2004).

2.3.5 Filtering

Filtering adalah suatu proses dimana diambil sebagian sinyal dari frekwensi tertentu, dan membuang sinyal pada frekwensi yang lain. Filtering pada citra juga menggunakan prinsip yang sama, yaitu mengambil fungsi citra pada frekwensi-frekwensi tertentu dan membuang fungsi citra pada frekwensi-frekwensi-frekwensi-frekwensi tertentu. Citra digital yang telah dilakukan deteksi tepi akan mengandung noise, sehingga dibutuhkan filter untuk menghilangkan noise-noise tersebut (Fuadah, 2014).

(9)

2.4 Ekstraksi Fitur

Ekstraksi fitur merupakan proses untuk mendapatkan ciri dari sebuah citra. Ciri yang didapatkan dari ekstraksi fitur ini menjadi masukan dalam proses identifikasi menggunakan algoritma Scanline. Ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini adalah deteksi tepi Canny. Deteksi tepi pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah untuk menandai bagian yang menjadi detail citra, memperbaiki deta il dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Tujuannya adalah :

 Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra

 Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra

Suatu titik (x,y) dikatakan tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya.

Deteksi tepi Canny merupakan salah satu teknik deteksi tepi yang cukup populer penggunaannya dalam pengolahan citra. Salah satu alasannya adalah ketebalan edge yang bernilai satu piksel yang dimaksudkan untuk melokalisasi posisi edge pada citra secara sepresisi mungkin. Metode deteksi tepi akan mendeteksi semua edge atau garis-garis yang membentuk objek gambar dan akan memperjelas kembali pada bagian-bagian tersebut. Tujuan pendeteksian ini adalah bagaimana agar objek di dalam gambar dapat dikenali dan disederhanakan bentuknya dari bentuk sebelumnya (Kurniawan, 2014).

Canny ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi sehingga tepi-tepi yang dihasilkan lebih banyak. alah satu algoritma deteksi tepi modern adalah deteksi tepi dengan menggunakan metode Canny. Deteksi tepi Canny ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti pemodelan persepsi visual manusia. Ada beberapa kriteria pendeteksi tepian paling optimum yang dapat dipenuhi oleh algoritma Canny:

a. Mendeteksi dengan baik (kriteria deteksi)

Kemampuan untuk meletakkan dan menandai semua tepi yang ada sesuai dengan pemilihan parameter-parameter konvolusi yang dilakukan. Sekaligus juga

(10)

memberikan fleksibilitas yang sangat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi ketebalan tepi sesuai yang diinginkan.

b. Melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi)

Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak yang minimum antara tepi yang dideteksi dengan tepi yang asli.

c. Respon yang jelas (kriteria respon)

Hanya ada satu respon untuk tiap tepi. Sehingga mudah dideteksi dan tidak menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra selanjutnya. Pemilihan parameter deteksi tepi Canny sangat mempengaruhi hasil dari tepian yang dihasilkan. Beberapa parameter tersebut antara lain :

Algoritma Canny deteksi tepi secara umum (detilnya tidak baku atau bisa divariasikan) beroperasi sebagai berikut :

o Penghalusan untuk mengurangi dampak noise terhadap pendeteksian edge Menghitung potensi gradien citra

o non-maximal supression dari gradien citra untuk melokalisasi edge secara presisi

o hysteresis thresholding untuk melakukan klasifikasi akhir

2.5. Algoritma Scanline

Algoritma Scanline adalah salah satu dari algoritma Hidden Surface Removal yang digunakan untuk memecahkan masalah penggunaan memori yang besar dengan satu baris scan untuk memproses semua permukaan objek, biasanya Scanline akan men-sweeping layar dari atas ke bawah. Dan sebuah baris scan horisontal bidang y di coba untuk semua permukaan dari objek. Perpotongan antara baris scan dan permukaan adalah berupa sebuah garis. Algoritma melakukan scan dengan arah sumbu y sehingga memotong semua permukaan bidang dengan arah sumbu x dan z dan membuang garis-garis yang tersembunyi.

Sebagai ganti menscan suatu permukaan satu kali dalam satu proses, maka akan berhubungan dengan menscan banyak permukaan dalam satu kali proses. Sebagaimana setiap baris scan diproses, semua permukaan polygon dipotong oleh baris scan untuk menentukan mana yang tampak. Pada setiap posisi sepanjang baris

(11)

scan, perhitungan kedalaman dibuat untuk setiap permukaan untuk menentukan mana yang terdekat dari bidang pandang. Ketika permukaan yang tampak sudah ditentukan, harga intensity dimasukkan ke dalam buffer (Fuadah, 2012).

Gambar 2.5. Ilustrasi proses Scanline

Ilustrasi proses scanline ditunjukkan pada Gambar 2.5. Pada saat scanline mencari titik piksel putih yang paling tinggi, dengan menjumlahkan nilai pada setiap 3 baris, dan setelah didapatkan nilai hasil penjumlahan 3 baris, setelah itu ditemukan titik piksel putih yang paling tinggi, dan titik tertinggi tersebut sebagai titik pusat sebagai lokasi fraktur tulang tibia dan fibula.

2.6. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Mahendran, 2011) deteksi fraktur melalui citra X-ray tulang menggunakan metode segmentasi wavelet dan operator morfologi. Segmentasi citra dilakukan dengan mengklasifikasikan atau menetapkan setiap piksel menjadi kelompok, dimana setiap kelompok mewakili keanggotaan untuk mendefenisikan suatu objek atau wilayah dalam gambar. Untuk ekstraksi fitur menggunakan metode gray level dimana metode ini untuk menganalisis tingkat abu-abu dan metode ekstraksi berbasis tekstur.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Chai, et al (2011), dimana penelitian ini menganalisa tekstur fraktur tulang menggunakan gray level co occurrence matrix (GLCM) bones fracture detection. Citra x-ray tulang dikonversi biner dan deteksi tepi menggunakan Laplacian edge detector, dan kemudian untuk filtering menggunakan metode median filter. Kemudian analisa tekstur cita fraktur tulang menggunakan

(12)

GLCM mean, variance, entropy, homogeneity. Hasil dari analisa tersebut maka citra X-ray tulang dapat diklasifikasikan tulang normal dan fraktur tulang.

Pada penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Fuadah, 2012) analisis deteksi fraktur batang (diafisis) pada tulang tibia dan fibula berbasis pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan backpropagation. Pada penelitian ini deteksi fraktur pada tulang tibia dan fibula dalam tiga tahap, yaitu pre-processing citra, ekstraksi ciri menggunakan algoritma Scanline, dan klasifikasi menggunakan jaringan saraf tiruan backpropagation. Total citra yang digunakan adalah 70 citra, 35 citra pada proses pelatihan dan 35 citra pada proses pengujian. Hasil ekstraksi ciri dari citra latih menjadi vector ciri yang akan dilatih oleh jaringan saraf tiruan backpropagation.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Kurniawan, F.K, 2014) deteksi fraktur tulang menggunakan Open cv, pada penelitian ini system dibangun menggunakan Open cv dikombinasikan dengan metode deteksi tepi Canny. Dimana deteksi tepi Canny mempunyai keunggulan yang optimal dalam penentuan akhir garis threshold dan deteksi Canny tersebut dapat menetukan lokasi dari citra X-ray fraktur tulang.

Tabel 2.1. Penelitian terdahulu No Nama Peneliti /

Tahun

Metode Keterangan

1 Mahendran (2011) metode segmentasi wavelet dan operator morfologi.

Segmentasi citra dengan menetapkan setiap piksel menjadi kelompok

2 Chai, et al (2011)

Gray Level

Co-occurrence Matrix

(GLCM)

Identifikasi fraktur tulang dan tulang normal dengan GLCM

mean, variance, entropy,

homogeneity. Akurasi 86,67%

3 Fuadah (2012) Scanline Algorithm & Backpropagation neural network

Analisis fraktur batang dengan Akurasi 85%

(13)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

4 Kurniawan (2014)

Deteksi tepi Canny Deteksi fraktur tulang menggunakan openCV dengan akurasi 66,7%

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini, identifikasi lokasi fraktur menggunakan gabungan metode Canny sebagai ekstraksi fitur dan algoritma Scanline dalam menentukan titik pusat lokasi fraktur, dan titik pusat tersebut sebagai acuan dalam menentukan lokasi fraktur.

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Cruris Tibia dan Fibula  (diambil dari www.radiologykr.com)
Gambar 2.5. Ilustrasi proses Scanline

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jika pemilihan Ketua Umum Dewan Pengurus Kadin Indonesia yang sekaligus merangkap ketua formatur dan 4 (empat) orang anggota formatur oleh Peserta penuh sebagaimana dimaksud Pasal

1) Pengabdi memberikan paparan materi pembinaan berbentuk ceramah dan mengajak para peserta untuk melakukan praktek langsung kesantunan berbahasa kepada sesama

Dengan alur proses tersebut, minat pembaca terhadap suatu aplikasi media publikasi komik digital sangat bergantung pada kualitas komik yang disediakan serta konsistensi dari

Bersama-sama dengan dan antar Perusahaan Afiliasi, Perseroan membangun kerjasama untuk mencapai sinergi dalam berbagai kegiatan bisnis dan sosial baik di tingkat

Aktivitas siswa selama proses pembelajaran di kelas dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran dengan cara mengisi lembar observasi yang telah disediakan. Hasil yang

2 Tujuan Misi Tujuan misi menurut Yohannes Calvin adalah bahwa misi berhubungan dengan kerajaan Allah, kerajaan Allah harus diwujudnyatakan dalam dunia, artinya

LAMPIRAN :BERITA ACARA PENJELASAN / AANWIJZING DOKUMEN PENGADAAN KONTRAK HARGA SATUAN KEGIATAN : Peningkatan Jalan Buduk Peningkatan Jalan Buduk Peningkatan Jalan Buduk