• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada. masyarakat dalam bentuk kredit ataupun bentuk-bentuk lainnya dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada. masyarakat dalam bentuk kredit ataupun bentuk-bentuk lainnya dalam"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit ataupun bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Seiring dengan perjalanan waktu sesudah kredit direalisasikan, tidak dapat dipungkiri bank akan dihadapkan pada permasalahan risiko yaitu risiko kredit bermasalah.

Perbankan sebagai lembaga keuangan yang banyak dipercaya oleh masyarakat, tentu mempunyai sistem kerja yang profesional. Dari cara kerja profesional tersebut, bank memperoleh banyak keuntungan yang lebih besar dari lembaga keuangan lainnya. Namun untuk mendapat bayak keuntungan, bank menjadi lebih “sensitif” dalam mengelola aliran kredit yang akan diberikan kepada nasabah. Salah satu wujud kesensitifan tersebut ditunjukkan lewat prinsip mengenal nasabah.1

Akibatnya, nasabah terkadang akan merasa sedikit terganggu mengenai sistem kerja yang sedikit “Possesive” tersebut. Apalagi bagi orang yang ingin mengajukan kredit, bersiap-siaplah dicecar bank untuk memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya. Bank sangat ketat dalam memberi aturan bagi para nasabah yang ingin mengakses kredit

1Sutedi. Adrian.2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta h. 27

(2)

Pada dasarnya, adanya prinsip 5C ini diadakan untuk dengan harapan sebagai bahan referensi terutama bagi para analis kredit perbankan. Karena bank tentu tidak mau asal memberikan kredit mereka kepada nasabah. 1. Character 2. Capacity 3. Capital 4. Collateral 5. Condition

Nasabah yang memenuhi kriteria 5C adalah orang yang sempurna untuk mendapatkan pembiayaan mereka. Bank melihat orang yang mempunyai karakter kuat, kemampuan mengembalikan uang, jaminan yang berharga, modal yang kuat, dan kondisi perekonomian yang aman bagaikan sebuah mutiara. Orang seperti inilah yang dianggap nasabah potensial untuk diajak bekerja sama atau orang yang layak mendapatkan penyaluran kredit. Pendeknya orang yang bisa memenuhi prinsip 5C yang baik adalah manusia yang ideal.2

Salah satu yang paling penting dalam prinsip 5 c pemberian kredit ini ialah Character atau pengenalan nasabah dalam transaksi perbankan. dalam hal ini para analist kredit pada umumnya mencoba melihat dari data pemohon kredit yang telah disediakan oleh bank. bila dirakan perlu diadakan berbagai hal upaya untuk mengethui secara rinci karakter sesungguhnya dari salon debitur.3

2Untung H. Budi, 2005, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi. Yogyakarta.h 89 3

(3)

Masalah transaksi perbankan terutama dalam hal kredit. Dimasa sekarang ini, transaksi umumnya tidak dilakukan secara tunai, namun berupa transaksi elektronis(cashless). Dengan transaksi elektronis, proses yang terjadi adalah pemindah bukuan yang hanya menghitung angka. Bentuk fisik dari transaksi tersebut tidak ada kecuali jika nasabah melakukan penarikan uang untuk pembayaran.Dalam perkembangannya, mata rantai berupa penarikan uang tersebut mempunyai alternatif yang lebih praktis, yaitu kartu kredit.

Kartu kredit merupakan kartu berisi identitas nasabah dan dapat digunakan untuk melakukan pembayaran secara elektronis. Tabungan nasabah akan didebet oleh pihak bank secara otomatis begitu transaksi dilakukan, lalu pihak bank yang nantinya akan membayar penjual(merchant). Kartu kredit di masa sekarang ini penggunannya sudah umum dan merupakan cara pembayaran yang paling praktis dan aman dalam kehidupan masyarakat modern. Dengan penggunaan komputer/ jaringan dan penelaah pada indentitas nasabah , kesalahan manusia dan juga penipuan dapat diminimalisasi.

Berdasarkan latar belakang yang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengajukan skripsi yang berjudul tentang “PELAKSANAAN PRINSIP MENGENAL NASABAH (KARAKTER) DALAM TRANSAKSI PERBANKAN DENGAN KARTU KREDIT”

(4)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan prinsip mengenal nasabah dalam pemberian kartu kredit ?

2. Bagaimana akibat hukum nasabah kartu kredit yang wanprestasi ?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1.3.1. Tujuan Umum

1. Tujuan bagi ilmu, yaitu pemberian sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu pengetahuan. khususnya Ilmu Hukum. 2. Bagi penulis, tujuannya tiada lain untuk melatih diri dalam

usaha-usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip mengenal nasabah dalam pemberian kartu kredit.

2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap nasabah kartu kredit yang wanprestasi.

1.3.3. Kegunaan Penelitian

Studi ini diharapkan sekurang-kurangnya dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis: untuk menambah hazanah keilmuan mengenal prinsip pengenalan nasabah dalam transaksi perbankkan dengan kartu kredit.Maka dengan itu dapat dijadikan salah satu bahan

(5)

untuk melakukan kajian atau penelitian lanjutan bagi akademisi atau penelitian berikutnya.

2. Secara praktis: dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak pihak yang berhubungan dengan pemberian kartu kredit dengan mepertimbangkan prinsip pengenalan nasabah dalam pemberian kredit dikemudian hari. Bagi praktisi hukum, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah kontribusi pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai masukan bagi para pihak yang berkompeten dan melaksanakan tugasnya, khususnya yang menangani permasalahan serupa.

1.4. Tinjauan Pustaka

Dalam memberikan pembahasan mengenai definisi dan penjelasan dari prinsip mengenal nasabah dalam transaksi bank penulis akan mencoba memberikan penguraian serta pemahaman awal tentangprinsip tersebut itu sendiri dari berbagai sumber yang dapat dijadikan pedoman dalam pembahasan ini.

Definisi Bank (menurut UU No. 10 Tahun 1998) Badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.Usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa

(6)

mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Diberikan balas jasa yang seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut

Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Perbankan Indonesia memiliki asas atau dasar dalam melakukan usahanya, yaitu berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi perbankan Indonesia secara umum sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat. Perbankan Indonesia memiliki tujuan, yaitu menunjang pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan.

a. Agent of Trust ,dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik,

(7)

bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank.

b. Agent of Service Bank,memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitanya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Berupa jasa pengiriman uang,penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan

c. Agent of Development,kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan sektor riil tidak dapat dipisahkan. Sektor riil tidak akan dapat bekerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian sektor riil. Kegiatan bank tersebut dapat mendorong masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa. Dan kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

Istilah kredit sendiri berasal dari bahasa latin “credere”, yang berarti kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditor (yang memberi kredit, lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitor (nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.4

(8)

Sedangkan pengertian kredit dikenal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 angka 11:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Definisi nasabah baru dapat direalisasikan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur perihal nasabah yang terdiri dari dua pengertian yaitu:

1. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

2. Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Setelah mengumpulkan dana, maka bank menyalurkan dana tersebut melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan oleh bank. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang dimasyarakat, terutama pemberian kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

(9)

Kartu kredit adalah , kartu yang diberikan bank kepada seseorang untuk bisa bertransaksi belanja, ambil uang dan lain lainnya , tapi yang dipakai bukan uangnya atau tabungannya sendiri. Dasar hukum kartu kredit adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Bank dan KUHPerdata tentang Perjanjian.

Pemberian kredit kepada seorang calon debitur harus memenuhi persyaratan yang dikenal dengan prinsip 5C, kelima prinsip tersebut adalah:

A. Character

Character Merupakan data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Kegunaan dari penilaian tesebut untuk mengetahui sampai sejauh mana iktikad/kemauan calon calon debitur untuk memenuhi kewajibannya (wiilingness to pay) sesuai dengan janji yang telah ditetapkan. Pemberian kredit atas dasar kepercayaan, sedangkan yang mendasari suatu kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank bahwa calon debitur memiliki moral, watak dan sifat-sifat pribadi yang positif dan koperatif. Disamping itu mempunyai tanggung jawab, baik dalam kehidupan pribadi sebagai manusia, kehidupan sebagai anggota masyarakat, maupun dalam menjalankan usahanya. Karakter merupakan faktor yang dominan, sebab walaupun calon debitur tersebut cukup mampu untuk menyelesaikan hutangnya, kalau tidak mempunyai itikad yang baik tentu akan membawa kesulitan bagi bank dikemudian hari.

(10)

B. Capacity

Capacity dalam hal ini merupakan suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Jadi jelaslah maksud penilaian dari terhadap capacity ini untuk menilai sampai sejauh mana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut akan mampu untuk melunasinya tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

Pengukuran capacity dari calon debitur dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain pengalaman mengelola usaha (business record) nya, sejarah perusahaan yang pernah dikelola (pernah mengalami masa sulit apa tidak, bagaimana mengatasi kesulitan). Capacity merupakan ukuran dari ability to pay atau kemampuan dalam membayar.

C. Capital

Capital Adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan rugi-laba, struktur permodalan, ratio-ratio keuntungan yang diperoleh seperti return on equity, return on investment. Dari kondisi di atas bisa dinilai apakah layak calon pelanggan diberi pembiayaan, dan beberapa besar plafon pembiayaan yang layak diberikan.

D. Condition of economy

Kredit yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon debitur. Ada suatu usaha yang sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu

(11)

perlu mengaitkan kondisi ekonomi dengan usaha calon debitur. Permasalahan mengenai Condition of economy erat kaitannya dengan faktor politik, peraturan perundang-undangan negara dan perbankan pada saat itu serta keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran seperti Gempa bumi, tsunami, longsor, banjir dsb. Sebagai contoh beberapa saat yang lalu terjadi gejolak ekonomi yang bersifat negatif dan membuat nilai tukar rupiah menjadi sangat rendah, hal ini menyebabkan perbankan akan menolak setiap bentuk kredit invenstasi maupun konsumtif.

E. Collateral

Adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata calon debitur benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya .Collateral diperhitungkan paling akhir, artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dalam pertimbangan-pertimbangan yang lain, maka bisa menilai harta yang mungkin bisa dijadikan jaminan. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan bisa juga collateral tidak berwujud, seperti jaminan pribadi (bortogch),letter of guarantee, rekomendasi. Penilaian terhadap collateral ini dapat ditinjau dari 2 (dua) segi yaitu :

a. Segi ekonomis yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang akan digunakan.

b. Segi yuridis apakah agunan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai sebagai agunan.

(12)

1.5. Metode Penelitian

1.5.1. Tipe Penelitian Dan Pendekatan Masalah

Penelitian hukum normatif yaitu merupakan penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya. Adapun ciri dari permasalahan yang dikaji secara normatif ialah :

Pendekatan perundang-undangan dan konseptual yaitu dimana pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi. Sedangkan pendekatan konseptual ialah merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan serta doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum guna memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relavan dengan permasalahan.5

Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tipe penelitian Hukum Normatif. Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan konseptual.

1.5.2. Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian ini digunakan sumber bahan hukum primer, dan sumber bahan hukum sekunder.

1. Sumber Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan. Bahan ini diperoleh dari norma-norma dasar yaitu

5Untung H. Budi, 2005, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi. Yogyakarta

(13)

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Undang Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankkan

2. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang bersumber kepustakaan yaitu berupa literatur-literatur, dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan yang di bahas, dan artikel-artikel yang ada di internet (artikel hukum).

1.5.3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dilakukan dengan teknik menginventarisasi peraturan perundang-undangan, pencatatan, dan dikaitkan dengan jenis penelitian normatif.

1.5.4. Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum dilakukan dengan deskriptif analisis yaitu menafsirkan dan mengkontruksikan Hukum yang terdapat dalam dokumen disusun dan dirangkum berdasarkan keseragamannya, serta penguraiannya dalam bentuk skripsi.

(14)

BAB II

PELAKSANAAN PRINSIP MENGENAL KARAKTER NASABAH DALAM PEMBERIAN

KARTU KREDIT

2.1 Klarifikasi dan Jenis-Jenis Kartu Kredit

Perkataan "kredit" telah lazim digunakan pada praktik perbankan dalam pemberian berbagai fasilitas yang berkaitan dengan pinjaman. Kata yang sama dijumpai pula dalam penerbitan kartu yang dikeluarkan oleh lemabaga keuangan, baik Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), secara mandiri ataupun bekerjasama. Pengertian "kredit" dalam penggunaan yang semakin meluas perlu untuk ditelusuri, sejauhmana relevansi penggunaanya dalam praktik bisnis umumnya dan perbankan khususnya.

Pengertian kredit menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, memberikan pengertian kredit dan pembiayaan. Dalam Pasal 1 butir 11 :

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga". Sedangkan pengertian pembiayaan dalam Pasal 1 butir 12 adalah "penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

(15)

Kredit terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut :

1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak Bank atas prestasi yang diberikannya kepada debitur yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu yang diperjanjikan;

2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya dan jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu telah disepakati bersama antara pihak Bank dan debitur;

3. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra prestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara Bank dengan debitur berupa uang dan bunga atau imbalan;

4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari debitur, maka diadakan pengikatan jaminan atau agunan.6

Empat hal dari unsur-unsur kredit, yaitu Kepercayaan, Waktu, Prestasi dan Risiko, keseluruhannya merupakan hal yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Pemberian kredit tidak dapat dilakukan tanpa adanya kepercayaan. Dengan kepercayaan yang diberikan oleh pihak Bank, dijanjikan periode waktu tertentu yang disepakati bersama untuk penggunaan atau pelunasannya. Sebagai objek dari perjanjian kredit Bank, dijanjikan periode waktu tertentu yang disepakati bersama untuk penggunaan atau pelunasannya. Sebagai objek dari perjanjian kredit Bank, adanya prestasi yang secara timbal balik diberikan oleh masing-masing pihak, dimana Bank memberikan fasilitas kredit yang penarikannya disesuaikan dengan kebutuhan debitur dan sebaliknya debitur harus membayarberupa bunga atau imbalan. Dan terakhir bahwa, pemberian kredit tidak luput dari unsur risiko, dapat terjadi karena kondisi atau

6 Johannes Ibrahim, 2010, " Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan" Refika Aditama, Bandung, h. 8.

(16)

kebijaksanaan pemerintah berpengaruh terhadap aktivitas debitur ataupun debitur nakal alias tidak beritikad baik untuk memberikan kontra prestasi dengan membayar bunga atau imbalan.

Menurut Hadi Wijaya dan Rivai Wirasasmita yang dikutip oleh Johannes Ibrahim, unsur-unsur kredit dapat dirinci sebagai berikut :

a. Adanya orang atau badan yang memiliki uang, barang atau jasa, dan bersedia untuk meminjamkannya kepada pihak lain, biasanya disebut kreditur.

b. Adanya orang atau badan sebagai pihak yang memerlukan atau meminjam uang, barang atau jasa, biasanya disebut debitur.

c. Adanya kepercayaan kreditur kepada debitur.

d. Adanya janji dan kesanggupan membayar dari debitur kepada kreditur.

e. Adanya perbedaan waktu, yaitu perbedaan antara saat penyerahan uang, barang atau jasa, oleh kreditur dengan saat pembayaran kembali oleh debitur.

f. Adanya risiko, sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu (seperti dibicarakan diatas), karena terbayang jelas ketidak-pastian (uncertainty) untuk masa yang akan datang.7

Roy Shakti menjelaskan pengertian credit card sebagai :"Kartu yang dikeluarkan oleh Bank atau lembaga lain yang diterbitkan dengan tujuan untuk mendapatkan uang, barang atau jasa secara kredit".8

Dari definisi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kartu kredit atau credit card adalah uang plastik yang diterbitkan oleh suatu institusi yang memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance charge) atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan.

7 Ibid. h.9

8 Roy Shakti, 2010, “New Credit Card Revolution”, PT Gramedia Pustaka Utama,

(17)

Selanjutnya akan dibahas mengenai sejauhmana unsur-unsur kredit dapat diterapkan dalam prosedur penerbitan kartu kredit dalam hal ini harus ada hal-hal :

a. Unsur Kepercayaan

Unsur kepercayaan adalah merupakan hal yang prinsip dalam penerbitan kartu kredit. Bank dalam menilai kelayakan dari pemohon mempertimbangkan berdasarkan kelengkapan data yang diserahkan oleh pemohon bersama dengan aplikasi atau formulir yang telah ditanda-tanganinya.

b. Unsur Waktu

Unsur Waktu adalah Penerbitan kartu kredit baik untuk pemegang kartu utama maupun kartu tambahan dalam tenggang waktu yang diperjanjikan, umumnya 12 (dua belas) bulan.

c. Unsur Prestasi

Unsur Prestasi adalah baik pihak Bank ataupun pemegang kartu secara timbal-balik memberikan prestasi. Bank akan merekomendasikan setiap penggunaan ataupun penarikan tunai yang dilakukan oleh pemegang kartu sesuai dengan fasilitas kredit yang diperjanjikan. Sedangkan pemegang kartu harus membayar biaya-biaya; terdiri dari biaya tahunan untuk pemegang kartu utama dan kartu tambahan disesuaikan dengan jenis kartu yang diterbitkan, biaya penarikan uang tunai (cash advance) akan dikenakan biaya administrasi sebesar 4% (empat prosen) dari jumlah penarikan dan bunga penarikan uang tunai (cash advance) sebesar 3,5% (tiga lima per sepuluh prosen), biaya

(18)

keterlambatan pembayaran minimal paymet dari batas waktu yang ditentukan sebesar 5% (lima prosen) dan bunga untuk sisa pembayarandikenakan sebesar 2,5% (dua lima persepuluh prosen), biaya penggunaan melewati batas kredit, biaya permintaan salinan tagihan dan biaya-biaya lainnya yang diperjanjikan.

d. Unsur risiko

Unsur risiko Penerbitan kartu kredit memiliki risiko tinggi, dikarenakan dalam pemberian fasilitas kredit umumnya tidak disyaratkan adanya agunan, Bank sangat berisiko, jika tidak dikaitkan secara cross collateral dengan fasilitas kredit yang dimiliki pada Bank tersebut.

kemudian akan dibahas mengenai prinsip-prinsip kelayakan dalam penilaian kredit yang menjadi acuan dalam penerbitan kartu kredit. Bank dalam menilai kelayakan dapat menelusuri data yang diserahkan pada sumber-sumber yang diyakini dapat dipercaya. Tindakan yang dilakukan oleh Bank secara hukum dapat dibenarkan dengan merujuk atas persetujuan yang tercantum dalam aplikasi atau formulir yang telah ditanda-tangani oleh pemohon , berbunyi :

Semua informasi dalam formulir ini adalah lengkap dan benar. Dengan menanda-tangani formulir ini saya/kami member kuasa kepada Bank untuk memeriksa semua kebenaran data adanya dengan cara bagaimanapun dan menghubungi sumber manapun yang layak menurut Bank. Saya/kami mengerti bahwa Bank berhak menolak permohonan ini tanpa harus memberikan alasan apapun pada saya/kami dan semua dokumen yang telah diserahkan tidak akan dikembalikan. Bila kartu saya/kami disetujui akan terikat oleh syarat-syarat dan ketentuan dari perjanjian pemegang kartu yang akan dikirim bersama dengan kartunya.9

(19)

2.2. Prosedur dalam penerbitan Kartu Kredit

Dalam perjanjian penerbitan kartu kredit terlebih dahulu harus ada kesepakatan antara pihak dalam pembuatan kartu kredit. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata menentukan 4 (empat) syarat-syarat sahnya suatu kontrak, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikat diri; 2. Kecakapan untuk membuat kontrak; 3. Suatu hal tertentu; dan

4. Suatu sebab yang diperbolehkan.

Dua syarat pertama disebut sebagai syarat sujektif, karena mengenai subyek kontrak, sedangkan dua syarat yang terakhir disebut syarat objektif, karena mengenai objek dari kontrak. Dengan tidak dipenuhinya syarat subjektif, maka status kontrak dapat dibatalkan, akan tetapi jika tidak dipenuhi syarat objektif maka kontrak dapat diancam dengan batal demi hukum.10

Persyaratan dalam mengajukan permohonan kartu kredit harus mengisi dan menanda-tangani aplikasi kertu kredit sesuai yang dimohonkan oleh aplikan. Permohonan mengajukan penerbitan kartu kredit umumnya relatif sama. Sistem kerja dalam mengajukan prmohonan hingga disetujuinya penerbitan kartu kredit, dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Nasabah mengajukan permohonan sebagai pemegang kartu dengan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam aplikasi atau formulir permohonan, memuat :

10 Jacob Hans Niewenhuis, 2008, yang dikutip oleh Yahman dalam bukunya yang

berjudul Cara Mudah Memahami Wanprestasi & Penipuan Dalam Hubungan Kontrak Komersial.

(20)

1) Data pribadi.

Dicantumkan nama pribadi secara lengkap sesuai dengan identitas pemohon (KTP, paspor), nomor KTP, kewarganegaraan, tanggal lahir, alamat lengkap dari pemohon dan status kepemilikannya serta pendidikan terakhir dari pemohon.

2) Data pekerjaan.

Yang dimaksud dengan pekerjaan, dapat wiraswasta atau pegawai swasta/kalangan profesional tertentu. Disebutkan nama perusahaannya, bidang usaha, lamanya berusaha, jabatan dan departemen, lamanya bekerja, alamat kantor, kota, dan jumlah karyawan. Dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi bagi wiraswasta adalah seluruh data perusahaan yang mendukung beserta perijinannya, sedangkan bagi pegawai swasta/kalangan profesional dapat berupa surat keterangan tentang penghasilan dari lembaga yang bersangkutan bertugas.

3) Data penghasilan dari referensi Bank.

Penghasilan pemohon dihitung besarnya pertahun dari penghasilan pokok dan penghasilan tambahan. Aktivitas pemohon dalam menatabukukan penghasilan yang diperolehnya pada lembaga keuangan Bank dan bukan Bank disertai dengan dokumen-dokumen rekening koran, tabungan, deposito tau pendukung lainnya.

(21)

4) Data lainnya.

Merupakan data pendukung sesuai dengan masing-masing pemohon. Misalnya pemohon telah berkeluarga, akan dimintakan keterangan tentang suami/istri, perusahaan atau pekerjaannya, dilengkapi dengan domisili lembaga dimaksud. Selain itu data lainnya berupa rekening bagi pendebetan transaksi.

5) Data kartu tambahan.

Diisi bagi pemohon yang melengkapi dengan kartu tambahan. Untuk kartu tambahan dimintakan dokumen-dokumen pribadi yang dipersyaratkan.

6) Pernyataan pemohon.

Umumnya dalam setiap aplikasi, terdapat pernyataan dari pemohon tentang kebenaran dari informasi yang diberikan kepada Bank penerbit, dokumen yang diserahkan, menerima alasan-alasan terhadap penolakan aplikasi penerbitan kartu kredit dan kesediaan untuk terikat dalam persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam perjanjian penerbitan kartu kredit.

Pernyataan dari salah satu Bank penerbit, berbunyi :

"Semua informasi dalam formulir ini adalah lengkap dan benar. Dengan menanda-tangani formulir ini saya/kami memberi kuasa kepada Bank untuk memeriksa semua kebenaran data adanya dengan cara bagaimanapun dan

(22)

menghubungi sumber manapun yang layak menurut Bank. Saya/kami mengerti bahwa Bank berhak menolak permohonan ini tanpa harus memberikan alasan apapun pada saya/kami dan semua dokumen yang telah diserahkan tidak akan dikembalikan. Bila kartu saya/kami disetujui akan terikat oleh syarat-syarat dan ketentuan dari perjanjian pemegang kartu yang akan dikirim bersama dengan kertunya."

b. Bank menganalisis permohonan dari nasabah berdasarkan data yang diterima. Analisis yang dilakukan oleh Bank penerbit seperti halnya permohonan yang diajukan bagi fasilitas kredit pada umumnya. Bank harus bersikap hati-hati dengan prinsip-prinsip penilaian kredit yang benar sesuai prosedur perkreditan.

c. Permohonan yang dinilai "layak" akan ditindak-lanjuti oleh pihak Bank dengan menerbitan "kartu kredit" atas nama pemohon beserta kartu tambahan yang diminta.

2.3 Prinsip mengenal Nasabah dalam transaksi Perbankan melalui Kartu Kredit

Mengkaji fungsi kartu kredit sebagai fasilitas yang diberikan oleh Bank dan merupakan bentuk pemberian kredit oleh suatu Bank, sebelumnya dilakukan penilaian atas permohonan kredit tersebut. Maksud penilaian terhadap permohonan kredit itu, pertama untuk meletakkan kepercayaan dan kedua untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari bila kredit ternyata disetujui untuk diberikan. Dengan

(23)

penilaian kredit, diharapkan pemberian kredit tidak berdampak bagi kegagalan usaha debitur atau kemacetan kreditnya.

Disamping itu prinsip mengenal nasabah (karakter) dalam transaksi perbankan melalui kartu kredit perlu juga diketahui prinsip-prinsip antara lain:

1. Character Merupakan Faktor Penting Dalam Pemberian Kredit

Character menjadi hal yang sangat penting karena hal ini menyangkut aspek kepribadian, sifat atau watak serta kejujuran dari calon debitur. Pihak bank harus mengetahui tentang character calon debitur, karenanya perlu ketelitian dan kehati-hatian dalam memutuskan pemberian kredit.

Character calon debitur dapat dilihat dari 2 (dua )aspek yakni : a. Aspek internal

Mengenai aspek internal ini meliputi hal-hal yang langsung berkaitan dengan diri calon debitur seperti faktor keturunan keluarga calon debitur, latar belakang pendidikan, daftar riwayat hidup calon debitur. Contoh: Calon debitur yang berasal dari keturunan suku Batak cenderung akan memiliki karakter/watak yang keras, emosional dan tempramen. b. Aspek Eksternal

Umumnya aspek eksternal adalah hal-hal yang muncul dari luar diri calon debitur dan bisa mempengaruhi perubahan sifat dan character calon debitur. Adapun aspek eksternal antara lain faktor lingkungan baik itu lingkungan kehidupan sosial, lingkungan pekerjaan maupun lingkungan pergaulan. Sebagai contoh : A adalah seorang pria dewasa yang telah

(24)

menikah dan memiliki 2 orang anak. A seorang yang aktif dalam kegiatan beragama. Maka indikasi awal yang dapat dilihat adalah bahwa A orang yang sholeh dan dapat dipercaya.11

Adapun tujuan pemilihan character dalam memberikan kredit adalah untuk meminimalisir terjadinya resiko kredit yang kemungkinan akan muncul pada saat kredit sedang berjalan. Hal ini dapat dilihat dari contoh apabila seorang debitur dengan usaha yang lancar dan memiliki kemampuan untuk membayar, namun tidak memiliki itikad yang baik maka akan menimbulkan permasalahan bagi pihak bank di kemudian hari seperti timbulnya kredit bermasalah. Manfaat dari penilaian character untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan integritas serta tekad baik yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya calon debitur. Oleh karena itu pemilihan character yang baik dan tepat merupakan salah satu indikasi untuk menentukan baik tidaknya kredit tersebut kelak.

Sarana merupakan alat yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran tentang character calon debitur yang dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:12

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses untuk memperoleh informasi/data melalui percakapan langsung sengan seseorang atau lebih untuk tujuan tertentu. Adapun struktur wawancara meliputi:

11 H.Budi Untung, 2005,Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi,Yogyakarta,

h. 13

12 Thomas Suyatno, HA. Chik, Made Sukada, Tinon Yunianti ananda, dan

Djuhaepah T. Marala, 2006, Dasar-dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama Cetakan ke II, Jakarta, h.67

(25)

1. Merumuskan masalah apa yang akan diwawancarakan

2. Persiapan fisik, persiapan data/ tentang masalah pokok yang akan ditanyakan dalam wawancara, siapa yang akan diwawancarai, tempat wawancara, dalam wawancara kita perhatikan adat kebiasaan setempat, ketepatan waktu. Penampilan pewawancara harus sopan, ramah.

3. Pelaksanan wawancara, dalam hal ini ada beberapa hal yang kita perhatikan meliputi , harus tepat waktu, lama wawancara, pertanyaan-pertanyaan wawancara harus relevan, tidak menyimpang dari tujuan.

Wawacara sebaiknya dilakukan dengan cara yang santai dan tidak terlalu kaku (informal) hal ini ditujukan agar calon debitur menjadi nyaman dengan begitu maka jawaban yang diberikan adalah yang sebenarnya. Untuk mendapat jawaban yang sebenarnya dari calon debitur maka petugas bank harus memberikan pertanyaan yang bersifat terbuka dengan tujuan agar calon debitur dapat memberikan jawaban yang diinginkan oleh petugas bank. Berikut adalah contoh dari pertanyan terbuka yang bisa diajukan kepada calon debitur antara lain :

a. Bagaimana cara bapak/ibu mengelola usaha yang ada selama ini. b. Tujuan pertanyaan ini adalah agar petugas bank mendapat informasi

lebih lanjut mengenai perkembangan usaha calon debitur apakah lancar atau tidak; mendapat untung atau tidak, tentang strategi pemasaran debitur, omset penjualan calon debitur, darimana di dapat barang dagangan, dsb. Berapa biaya kehidupan sehari-hari

(26)

c. Tujuan pertanyaan ini adalah untuk mengetahui berapa jumlah anak, apakah ada usaha lain selain dagang,berapa anak yang sekolah,berapa biaya yang dicadangkan untuk biaya tak terduga.

Dengan melakukan wawancara maka kita dapat dengan mudah mengetahui character calon debitur yang diproyeksikan dari :

1. Ketulusan

Dari hasil wawancara dapat kita lihat apakah orang tersebut tulus dan benar dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan petugas bank. Hal tersebut terlihat dari jawaban calon debitur tidak mengada-ngada, tidak pura-pura, tidak mencari-cari alasan atau memutar balikkan fakta.

2. Kerendahan hati

Kerendahan hati terlihat dari calon debitur memberikan penjelasan yang sebenarnya tentang tujuan penggunaan kredit.

3. Keterbukaan

Calon debitur akan terus terang membicarakan apa yang menjadi kebutuhan dan keterbatasannya dalam menjalankan usaha.

4. Bertanggungjawab

Rasa tanggungjawab akan tercermin dari sikap bagaimana calon debitur menjawab pertanyaan apabila dikemudian hari terjadi tunggakan kredit. 5. Empati

Calon debitur turut merasakan apa yang petugas bank rasakan jika berkaitan dengan pengembalian kredit.

Seorang pewawancara juga harus mempunyai pengetahuan luas dan keterampilan meliputi aspek hukum, aspek manajemen, aspek

(27)

pemasaran, aspek teknis, aspek produksi, aspek keuangan, aspek jaminan, keterampilan pengumpulan data, teknik memproses dan menganalisa data, teknik mengungkapkan data.

b. Melakukan check on the spot

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah meninjau langsung ke lokasi (check on the spot). Dimana lokasi tempat tinggal calon debitur, maupun lokasi usaha dan lokasi agunan. Hal ini dilakukan untuk melihat kebenaran dari apa yang dikatakan oleh calon debitur pada saat wawancara sebelumnya. Untuk agunan diperlukan COS agar terdapat kesesuaian antara surat yang diagunkan dengan fisik agunan.

c. Melakukan BI Checking

BI checking adalah laporan history perkreditan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang berisi riwayat kredit/pinjaman seorang nasabah kepada bank atau lembaga keuangan non perbankan. Riwayat kredit yang bagus atau buruk seorang nasabah terdata dalam data BI-checking pada Sistem Informasi Debitur ( SID ) Bank Indonesia.

BI checking dilakukan untuk melihat reputasi pinjaman calon debitur yang pernah ada apakah dalam keadaan lancar atau bermasalah. BI checking dapat dilihat dari 2 (dua) segi yakni :

1. Internal

Yakni dengan melihat data pinjaman nasabah dari menu PAPI atau menanyakan langsung ke cabang/capem yang terdekat dengan lokasi domisili atau lokasi usaha calon debitur.

(28)

Untuk melihat reputasi pinjaman calon debitur dari segi eksternal maka diperlukan data SID (Sistem Informasi debitur) yang didapat dari Bank Indonesia.

d. Melihat dari status dan riwayat hidup

Ini dilihat apakah calon debitur memiliki istri lebih dari satu, sudah menikah atau belum menikah, janda atau duda, latar belakang pekerjaan.

e. Checking in club

Dapat dilakukan dengan menanyakan character calon debitur kepada perkumpulan yang dinaungi seperti perwiritan, komunitas sosial, kelompok pergerejaan dll.

f. Pengecekan DHN (daftar hitam nasional)

Lakukan cross check dengan bank pemberi kredit bagaimanakah track record calon debitur.

g. Lakukan juga pengecekan dengan supplier, bagaimanakah ketepatan pembayaran calon debitur, apakah tepat waktu atau sering terlambat. h. Mempelajari character masyarakat setempat

Karena adat di tiap daerah sangat berbeda, apakah calon debitur masuk kedalam daftar masyarakat yang “disegani” didaerah itu? Kenapa disegani? Apakah karena mempunyai nama baik yang besar atau sebaliknya mempunyai reputasi yang buruk

i. Mengetahui lebih lanjut mengenai profesi calon debitur tersebut adalah termasuk dalam “profesi yang dihindari” dalam pemberian kredit.13

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penilaian kredit terdiri atas : 1. Prinsip 5 C

13 Siswanto Sutojo, 2008, Menangani Kredit Bermasalah, Edisi Kedua, PT Damar

(29)

"0Prinsip 5 C terdiri atas watak (character), modal (capital), kemampuan (capacity), kondisi ekonomi (condition of economic) dan jaminan (collateral) .”14

a. Tentang watak (character)

Watak dari calon debitur merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dan merupakan unsur yang terpenting sebelum memutuskan memberikan kredit kepadanya.

Dalam hal ini Bank meyakini benar calon debiturnya memiliki reputasi baik, artinya slalu menepati janji dan tidak terlibat hal-hal yang berkaitan dengan kriminalitas, misalnya penjudi, pemabuk atau penipu.

b. Tentang modal (capital)

Bank harus meneliti modal calon debitur selain besarnya juga strukturnya. Hal ini diperlukan untuk mengatur tingkat rasio likuiditas dan solvabilitasnya. Rasio ini diperlukan berkaitan dengan pemberian kredit untuk jangka pendek atau jangka panjang.

c. Tentang kemampuan (capacity).

Bank harus mengetahui secara pasti atas kemampuan calon debitur dengan melakukan analisis usahanya dari waktu ke waktu. Pendapatan yang selalu meningkat diharapkan kelak mampu melakukan pembayaran kembali atas kreditnya. Sedangkan bila

(30)

diperkirakan tidak mampu, Bank dapat menolak permohonan dari calon debitur.

d. Tentang kondisi ekonomi (condition of economic).

Kondisi ekonomi ini perlu menjadi sorotan bagi Bank karena akan berdampak baik secara positif atau negatif terhadap usaha calon debitur. Dapat terjadi dalam kurun waktu tertentu misalnya pasaran tekstil yang biasanya menerima barang-barang tersebut menghentikan impornya.

e. Tentang jaminan (collateral).

Jaminan yang diberikan oleh calon debitur akan diikat suatu hak atas jaminan sesuai dengan jenis jaminan yang diserahkan. Dalam praktik perbankan, jaminan merupakan langkah terakhir bila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya lagi. Jaminan tersebut dapat diambil-alih, dijual atau dilelang oleh Bank setelah mendapatkan pengesahan dari pengadilan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 12 A, ayat (1) berbunyi : "Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan umum maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debiturtidak memenuhi kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.

(31)

2. Prinsip 5 P

Prinsip 5 P terdiri atas penggolongan peminjam (party), tujuan (purpose), sumber pembayaran (payment), kemampuan memperoleh laba (profitability) dan perlindungan (protection).

a. Tentang penggolongan peminjam (party).

Bank perlu melakukan penggolongan calon debitur berdasarkan watak, kemampuan dan modal. Hal ini untuk memberikan arah bagi analis Bank untuk bersikap dalam pemberian kredit.

b. Tentang tujuan (purpose).

Pemberian kredit Bank terhadap calon debitur patut untuk dipertimbangkan dampak positifnya dari sisi ekonomi dan sosial. c. Tentang sumber pembayaran (payment).

Analis kredit setelah mempertimbangkan butir (b) tentang dampak positif ekonomi dan sosialnya, kemudian harus dapat memprediksi pendapatan yang akan diperoleh calon debitur dari hasil penggunaan kredit. Pendapatan calon debitur harus cukup untuk pengembalian pokok kredit (sekaligus atau diangsur) dan bunga serta biaya-biaya lainnya.

d. Tentang kemampuan memperoleh laba (profitability).

Merupakan kemampuan calon debitur untuk memperoleh keuntungan dari usahanya. Kemampuan ini diukur dari jumlah kewajiban, baik angsuran, bunga dan biaya-biaya kredit yang harus dibayar calon debitur. Bila diperkirakan mampu untuk

(32)

mengatasinya, maka calon debitur dipandang memiliki kemampuan memperoleh keuntungan.

e. Tentang perlindungan (protection).

Analisis kredit perlu memperhatikan agunan yang diberikan calon debitur. Yang dinilai bukan saja nilai pasar dari agunan yang diserahkan tetapi dipertimbangkan pula pengaman yang telah dilakukan terhadap agunan, misalnya telah diikat dengan hak tanggungan.

3. Prinsip 3 R

Prinsip 3 R terdiri atas hasil yang dicapai (returns atau returning), pembayaran kembali (repayment) dan kemampuan untuk menanggung risiko (risk bearing ability).

a. Tentang hasil yang dicapai (return atau returning)

Analisis yang dilakukan adalah sejauh mana calon debitur dapat diperkirakan (diestimasikan) memperoleh pendapatan yang cukup untuk mengembalikan kredit beserta kewajibannya (bunga dan biaya-biaya).

b. Tentang pembayaran kembali (repayment)

Kemampuan calon debitur untuk mengembalikan kredit harus dapat diperkirakan oleh analis kredit.

c. Tentang kemampuan untuk menanggung risiko (risk bearing ability).

Disini kemampuan calon debitur untuk menanggung risiko, dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya kegagalan atas usaha

(33)

debitur. Pengandaian dari seorang analis, apakah calon debitur akan mampu menutup seluruh kerugian yang mungkin timbul karena hal-hal yang tidak diperkirakan semula. Langkah untuk menghindari kerugian ini dengan jaminan yang diberikan calon debitur atau dengan menutup asuransi.15

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan kartu kredit yang direkomendasikan oleh pihak Bank merupakan suatu kredit dengan pemberian batas/pagu atau plafond kredit. Kecenderungan dalam pemasaran kartu kredit yang bersaing sangat ketat untuk merebut pangsa pasar, nampaknya mengabaikan prinsip-prinsip yang melandasi operasional perbankan.

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Custumer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank atau perusahaan jasa keuangan lain dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party.

Khusunya terhadap para nasabah, pihak bank atau perusahaan jasa keuangan lain harus mengenali para nasabah, agar bank atau perusahaan jasa keuangan lain tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang. Prinsip mengenal nasabah ini merupakan rekomendasi FATF, yang merupakan prinsip kelima belas dari dua puluh lima Core Principles for Effective Banking Supervision dan Basel Committee. Pengenalan terhadap

15 Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkereditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung,

(34)

nasabah harus dilakukan mulai dari identitas nasabah, prosedur penerimaan nasabah, pemantauan nasabah secara kontinu, dan kemudian pelaporan kepada pihak yang berwenang. Bank Indonesia selama ini telah mengharuskan kepada lembaga perbankan untuk mengenali nasabahnya

Untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini, bank wajib menetapkan beberapa hal, yakni :

1. Kebijakan penerima nasabah;

2. Kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah; 3. Kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan

transaksi nasabah;

4. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Agar penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dapat berjalan efektif, maka direksi bank diwajibkan membentuk unit kerja khusus atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab untuk itu. Berdasarkan PBI tersebut, sebelum melakukan hubungan dengan nasabah, bank wajib meminta informasi mengenai :

1. Identitas calon nasabah;

2. Maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan nasabah dengan bank;

3. Informasi lain untuk dapat mengetahui profil calon nasabah;

4. Identitas pihak lain dalam hal calon nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain;

(35)

Identitas calon nasabah tersebut harus dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung dan bank wajib meneliti kebenaran dokumen pendukung tersebut. Apabila diperlukan, bank dapat melakukan wawancara dengan calon nasabahuntuk meneliti dan meyakini keabsahan dan kebenaran dokumen pendukung identitas nasabah. Dalam hal ini calon nasabah bertindak sebagai perantara dan/atau kuasa pihak lain (benefit owner) untuk membuka rekening sehingga bank wajib memperoleh dokumen pendukung identitas dan hubungan hukum, penugasan, serta kewenangan bertindak sebagai perantara dan/atau kuasa pihak lain.

Bank juga harus memelihara profil nasabah yang sekurang-kurangnya meliputi informasi mengenai :

1. Pekerjaan atau bidang usaha; 2. Jumlah penghasilan;

3. Rekening lain yang dimiliki; 4. Aktivitas transaksi normal; 5. Tujuan pembukaan rekening.

(36)

BAB III

AKIBAT HUKUM NASABAH KARTU KREDIT YANG WANPRESTASI

3.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi wanprestasi oleh Nasabah Kartu Kredit.

Sebelum membicarakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi wanprestasi oleh nasabah terlebih dahulu akan diuraikan tentang Kontrak, karena pembuatan kartu kredit diawali dengan sebuah kontrak. yang dimaksud dengan kontrak adalah “suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”16 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Bapak Wayan Tinglis mengatakan : dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. (Wawancara dengan Bapak Wayan Tinglis, Direktur Bank Sari Sri Werdhi Blahbatuh pada tanggal 21 Juni 2017).

Kontrak yang dibuat oleh pihak hendaknya dapat dijalankan sesuai keinginan para pihak dalam melindungi kepentingan antara hak dan kewajiban. Ada syarat-syarat yang ditentukan dalam keabsahan kontrak, yaitu suatu hal yang sangat esensial dalam hukum kontrak. Esensi yang

16 Subekti , 2004, “Hukum Perjanjian,” Cet. XII, Jakarta: PT. Intermasa, h. 1

(37)

terkandung dalam pelaksanaan isi kontrak yakni hak dan kewajiban, hanya dapat dituntut oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain, demikian pula sebaliknya, apabila kontrak yang dibuat itu sah menurut hukum.17 Hal tersebut juga dikatakan oleh Bapak Ketut Jiwa Direktur Bank Pasar Gianyar Menyatakan Bahwa “karena itu, syarat-syarat keabsahan suatu kontrak sangat menentukan pelaksanaan isi kontrak yang ditutup atau dibuat oleh para pihak. Kontrak yang sah tidak boleh diubah atau dibatalkan secara sepihak. Kesepakatan yang tertuang dalam suatu kontrak karenanya menjadi aturan yang dominan bagi para pihak yang menutup kontrak. (Wawancara Dengan Bapak Ketut Jiwa, Direktur Bank Pasar Gianyar Pada Tanggal 20 Mei 2017).

Menurut Peter Mahmud Marzuki18 memberikan argumentasi kritis mengenai penggunaan istilah kontrak atau perjanjian dengan melakukan perbandingan mengenai pengertian kontrak atau perjanjian dalam sistem Anglo-American. Berkenaan istilah kontrak atau perjanjian, dalam tulisan ini menggunakan istilah kontrak komersial, mengingat hubungan kontrak antara para pihak tidak terlepas adanya hubungan bisnis, pada dasarnya kontrak dibuat berkenaan dengan suatu usaha di bidang perekonomian. Dalam kegiatan di bidang perekonomian seseorang akan memerlukan suatu aturan atau instrument hukum, yaitu berupa perjanjian atau kontrak komersial.

17 Yohanes Sogar Simamora, 2009, Hukum Perjanjian Prinsip Hukum Kontrak

Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah, Laksbang Pressindo, Surabaya, hlm 12 (Selanjutnya disebut Yohanes Simamora-II)

18 Peter Mahmud Marzuki, 2003, Batas-batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika,

(38)

Untuk memudahkan istilah dalam fokus kajian atau tulisan ini yang mendasari perspektif Burgekijk Wetboek (BW). Dalam praktik kedua istilah tersebut sudah lazim dipergunakan dalam pembuatan kontrak misalnya:

1. Kontrak pengadaan barang/jasa 2. Kontrak kerjasama

3. Kontrak kerja kontruksi 4. Perjanjian sewa guna usaha 5. Perjanjian kerjasama

Seperti yang dikatakan oleh Bapak Wayan Ngabih, dalam pelaksanaan kontrak sering juga ditemui bahwa pihak-pihak tidak memenuhi janjinya seperti apa yang telah disepekati dalam kontrak, yang disebut dengan wanprestasi (Wawancara dengan Bapak Wayan Ngabih Direktur Bank Sari Sri Werdhi Gianyar pada tanggal 20 Juni 2017). Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji dan faktor yang menyebabkan wanprestasi antara lain :

1. Nasabah dalam keadaan pailit. 2. Nasabah masih membenahi usaha. 3. Keadaan keuangan nasabah tidak lancar.

4. Keadaan perekonomian secara umum belum sehat.

3.2. Akibat Hukum Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit

Apabila ditanda-tanganinya perjanjian penerbitan kartu kredit, memberikan akibat-akibat hukum bagi para pihak.

(39)

Ketentuan yang mengatur akibat-akibat hukum dalam perjanjian pada umumnya, tercantum dalam Pasal 1338 sampai dengan Pasal 1341 KUHPerdata.

Pasal 1338 KUHPerdata Ayat (1) :

"Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya."

Perkataan "secara sah", berarti memenuhi semua syarat-syarat keabsahan perjanjian, yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Selanjutnya perkataan "berlaku sebagai undang-undang" berarti

mengikat para pihak yang menutup perjanjian, seperti layaknya suatu undang-undang yang mengikat terhadap siapa undang-undang tersebutdiberlakukan. Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata :"Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan untuk itu."

Konsekuensi dari ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata, janji itu mengikat, para pihak tidak dapat menarik diri secara sepihak dari akibat-akibat perjanjian yang ditutupnya. Secara sepihak berarti tanpa sepakat dari pihak lainnya. Bila dihubungkan dengan kedua unsur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yaitu "dibuat secara sah" dan "mengikat sebagai undang-undang "; maka perjanjian yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak adalah perjanjian-perjanjian yang telah dibuat secara sah. Maksudnya memenuhi semua syarat keabsahan suatu perjanjian sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

(40)

Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata :"Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik". Sedangkan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata berbicara tentang itikad baik di dalam pelaksanaan suatu perjanjian. Menurut Subekti, pelaksanaan suatu perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan, di mana harus berjalan pada jalur yang sepatutnya.19

Berdasarkan rumusan Pasal 1338 KUHPerdata, tersimpul dua asas yaitu :

a. Asas "Janji itu mengikat"

Menurut asas ini, janji itu menimbulkan hutang yang harus dipenuhi. Karena janji itu telah mengikat, maka perjanjian menurut KUHPerdata mempunyai sifat konsensual.

b. Asas "Kebebasan berkontrak"

Menurut asas ini, pada prinsipnya setiap orang bebas untuk menutupi suatu perjanjian, mengatur sendiri isi perjanjian, selama hal ini tidak dilarang menurut undang-undang, kesusilaan baik maupun ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata).

Menurut Sutan Remi Sjahdeini, asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut :

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.

(41)

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuat.

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.Kebebasan untuk menerima dan menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend,optional).20

Pelaksanaan suatu perjanjian tidak luput dari unsur-unsur kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

Pasal 1339 KUHPerdata :"Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuksegala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan , kebiasaan atau undang-undang."

Pasal 1339 KUHPerdata menegaskan bahwa isi perjanjian itu tidak hanya mengikat yang secara "tegas diperjanjikan"tetapi juga yang diharuskan oleh "kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Ketentuan yang dipersyaratkan oleh undang-undang dapat dikelompokkan sebagai ketentuan yang bersifat memaksa (dwingenrecht) dan yang bersifat menambah (aanvullenrecht). Ketentuan yang bersifat memaksa, tidak memperkenankan pihak-[ihak untuk menyingkirkan ketentuan tersebut. hal ini biasanya berkaitan dengan kesusilaan, ketertiban umum atau kepentingan umum. Sedangkan terhadap ketentuan hukum yang bersifat menambah, para pihak dapat mengadakan penyimpangan, dan kehendak

20 Agus Yudha Hernoko, 2010, “Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam

(42)

pihak-pihak itu dihormati oleh hukum. Peran hukum dapat terasa, bila terdapat hal-hal yang tidak diatur dan terjadi sengketa, maka ketentuan dari hukum yang bersifat menambah dapat digunakan.

Kebiasaan adalah suatu peristiwa yang terjadi berulang-ulang yang dijadikan suatu patokan dalam menghadapi situasi tertentu, di mana diperlukan adanya suatu sikap atau prilaku tertentu pula. Kebiasaan akan mengikat penduduk dalam suatu wilayah dimana kebiasaan itu berlaku, terlepas apakah dikehendaki atau tidak oleh para pihak, demikian pula bila tidak diketahui terdapat kebiasaan seperti itu. Kebiasaan di dalam suatu perjanjian hanya bersifat mengisi kekosongan dalam perjanjian, di mana bila terjadi perselisihan dan perjanjian di antara para pihak itu tidak mengaturnya.

Kepatutan merupakan alternatif untuk melengkapi perjanjian apakah sesuatu hal tidak diatur dalam undang-undang dan juga belum terdapat kebiasaan. Hal ini dimungkinkan karena belum ada atau tidak banyak terjadi di dalam praktek, sehingga harus diciptakan suatu penyelesaian dengan berpedoman pada kepatutan.

Penulis berpendapat, isi suatu perjanjian ditentukan oleh : a. Undang-undang yang bersifat memaksa.

Berhubung perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang bersifat memaksa maka akan mempengaruhi isi perjanjian tersebut. Akibatnya undang-undang tersebut membatasi isi perjanjian.

(43)

b. Kata-kata yang tersurat dalam klausula-klausula perjanjian yang bersangkutan;

c. Undang-undang yang menambah; d. Kebiasaan;

e. Kepatutan.21

Pasal 1340KUHPerdata :

"Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat membawa kerugian kepada pihak-pihak ketiga ; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317."

Pasal 1340 KUHPerdata memuat tentang asas kepribadian dari suatu perjanjian, yaitu perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya, tercantum dalam Pasal 1315 KUHPerdata, yang menerangkan bahwa :"Pada umumnya seorang tak dapat menerima kewajiban-kewajiban atau memperjanjikan hak-hak atas namanya sendiri, kecuali hanya untuk diri sendiri". "Dan memang asas ini juga sudah semestinya, karena orang yang membuat suatu perjanjian hanya dapat menanggung terlaksananya perjanjian itu, jikalau ia sendiri yang akan melaksanakannya. Sedangkan hal-hal yang diperjanjikan oleh seseorang pada umumnya, hanya mempunyai kepentingan bagi orang itu sendiri."22

21 Suharnoko, 2015, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, Edisi Kedua,

Prenada Media Group, Jakarta, h.26

(44)

Pengecualian terhadap asas tersebut, terdapat dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang memperkenankan di dalam perjanjian diletakkan suatu hak untuk kepentingan pihak ketiga. Oleh karenanya, pihak ketiga berhak untuk menuntut pelaksanaan hak yang diperolehnya dari perjanjian tersebut terhadap pihak yang berkewajiban untuk melaksanakannya. Hal ini dinamakan "derden beding", rumusannya terdapat dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang mengatakan :

Lagipun diperbolehkanjuga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada orang lain, memuat suatu janji yang seprti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya.

Akibat hukum yang terakhir dari perjanjian berupa suatu hak dari kreditur untuk mengajukan pembatalan perjanjian atas perbuatan debitur yang tidak diwajibkan dalam perjanjian yang merugikan kreditur, dikenal dengan nama actio paulina, yang diatur dalam Pasal 1341 KUHPerdata. Akibat hukum yang dimaksud adalah tindakan debitur dapat dituntut pembatalannya. Konsekuensinya, terhadap harta debitur yang dimaksudkan untuk dialihkan dengan tindakan hukum yang dituntut pembatalan tersebut, dianggap masih tetap ada dalam kekayaan debitur. Pembatalan dimaksudkan terhadap perjanjian tertentu saja yang dilakukan oleh debitur sejauh mencukupi untuk melindungi kepentingan kreditur-kreditur yang mengajukan action paulina.

(45)

Dari uraian tersebut di atas, maka akibat hukum perjanjian penerbitan kartu kredit adalah dengan merujuk ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan kontraktual dari penerbitan kartu kredit diatur berdasarkan perjanjian antara Bank sebagai penerbit dengan pemohon. Ketentuan-ketentuan ini mengikat kedua belah pihak layaknya seperti undang-undang.

b. Isi perjanjian dalam penerbitan kartu kredit merupakan fasilitas kredit dengan batas tarik/pagu atau plafon kredit dengan syarat tangguh atau condition of precedent yang harus ditaati oleh pemegang kartu kredit dalam penggunaannya.

c. Pengakhiran penggunaan kartu kredit sesuai dengan yang diperjanjikan, tetapi tidak menutup kemungkinan dengan kondisi-kondisi khusus (event of default) Bank dapat mengakhiri perjanjian ini.

3.3. Wanprestasi Dalam Penggunaan Kartu Kredit

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.23 Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi dan jika tidak melaksanakan kewajiban tersebut, bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan ingkar janji (wanprestasi).24

23 Salim HS, 2001,Pengantar Hukum Perdata, Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta,h.180

(46)

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda”Wanprestatie”, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena Undang-Undang.25

Wanprestasi adalah suatu keadaan tidak terlaksananya suatu perjanjian karena kesalahan atau kelalaian salah satu pihak atau kedua belah pihak. Keadaan bagaimana seorang debitur itu dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi, ada tiga keadaan yaitu:

1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian, atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan undang-undang dalam perikatan yang timbul karena Undang-Undang.

2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang ditentukan Undang-Undang, tetapi tidak sebagai manamestinya menurut kualitas yang ditetapkan Undang-Undang.

3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya, artinya debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat (waktu yang ditetap kandalam perjanjian tidak dipenuhi).

Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak 3 kali oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi itu

25 Yahman, 2016, Cara Mudah Memahami Wanprestasi dan penipuan, Prenada Group, Jakarta, h.35.

(47)

tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi apa tidak.

a. Akibat Adanya Wanprestasi

Ada 4 akibat adanya wanprestasi, Sebagaimana dikemukakan berikut ini.: 26

1) Perikatan tetap ada, Kreditur masih dapat menuntut kepada debiturpelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Disamping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya.

2) Debitur harus membayar ganti kerugian kepada kreditur (Pasal1234 KUH Perdata).

3) Beban resiko beralih untuk kerugian debitur jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegangan pada keadaan memaksa. 4) Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat

membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata.

b. Tuntutan Atas Dasar Wanprestasi

Seperti yang dikatakan oleh Bapak Wayan Subrata, Kreditur dapat menuntut kepada debitur yang telah melakukan, wanprestasi hal -hal sebagai berikut:

(48)

1) Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur. 2) Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti kerugian kepada

debitur (Pasal 1267) KUH Perdata.

3) Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti kerugian, hanya mungkin kerugian karena keterlambatan

4) Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian.

5) Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti kerugian kepada debitur ganti kerugian itu berupa pembayaran uang denda. ( wawancara dengan Bapak Wayan Subrata Direktur Bank Legian Gianyar Pada Tanggal 20 Juni 2017).

Akibat kelalaian kreditur yang dapat dipertanggungjawabkan,yaitu: 1) Debitur dalam keadaan memaksa.

2) Beban resiko beralih untuk erugian dreditur, dan dengan demikian debitur hanya bertanggung jawab atas wanprestasi dalam hal ada kesengajaan atau kesalahan besar lainnya.

3) Kreditur tetap diwajibkan memberi prestasi balasan (Pasal 1602 KUH Perdata).

c. Transaksi Dalam Penggunaan Kartu Kredit

Pemegang kartu kredit yang melakukan pembayaran dengan kartu kredit cukup memperlihatkan kartunya, yang akan diperiksa oleh petugas pembayaran yang bersangkutan mengenai beberapa hal sebagai berikut dengan prosedur:

a. Meneliti masa berlakunya kartu kredit yang bersangkutan, apakah masih berlaku atau sudah kadaluwarsa. Apabila ternyata kartu kredit itu sudah tidak berlaku lagi, maka kasir akan menolaknya.

b. Jika kartu kredit masih berlaku, maka kasir akan memeriksa daftar hitam (black list) yang terakhir, yang dikirimkan oleh bank penerbit secara berkala. Pemeriksaan daftar hitam ini untuk mengetahui apakah nomor kartu kredit yang bersangkutan ada didalam kartu

Referensi

Dokumen terkait

“Kami merendahkan diri di hadapamMu ya Tuhan, dan mengaku, bahwa dalam hidup kami pada waktu yang lalu, kami tidak melakukan kehendakMu, dan kami telah melakukan

(1) Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan

Uraian yang detail tentang diagnosa wajah sudah dibahas pada modul sebelumnya, yang merupakan modul prasyarat (Modul Merias Muka sehari-hari). Pada modul ini langsung dibahas

Menurut Dinas Pekerjaan Umum, banjir adalah suatu keadaan aliran sungai dimana permukaan airnya lebih tinggi dari pada lahan bagian atas dari tebing sungai (bantaran sungai),

Pembelajaran dengan menggunakan produk pengembangan buku ajar ini ternyata mampu meningkatkan hasil belajar siswa di dua sekolah yang menjadi tempat uji coba

Pemahaman siswa tentang materi benda dan perubahan wujud benda dapat dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran praktek membuat contoh bentuk benda dari media

Hasil dari penelitian ini adalah sistem keamanan jaringan komputer yang mampu mendeteksi terjadinya serangan remote command execution yang menyerang Rejetto HTTP File