BAB VII
SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK
PEREMPUAN DESA KARACAK
7.1 Sejarah Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak
Fenomena mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa
sebenarnya telah terjadi sejak tahun 1980-an sampai dengan sekarang. Terdapat
banyak perubahan karakteristik mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak dari
waktu ke waktu. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6:
Tabel 6. Perubahan Karakteristik Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak berdasarkan Periodisasi Waktu 1980-2010
Periode 1980-1989 Periode 1990-1999 Periode 2000 - 2010 Didominasi oleh mobilitas
penduduk perempuan yang telah berstatus menikah
Mulai banyak penduduk perempuan yang belum menikah terlibat dalam mobilitas penduduk
Didominasi oleh penduduk perempuan yang belum menikah
Didominasi oleh perempuan dengan tingkat
pendidikan rendah Didominasi oleh penduduk perempuan dengan tingkat pendidikan rendah (tamatan SD) sampai dengan sedang (tamatan SMP).
Tingkat pendidikan pelaku mobilitas mulai meningkat (banyak yang lulusan SMA)
Tujuan Mobilitas: hampir seluruhnya bekerja dan mengikuti suami
Tujuan Mobilitas: hampir seluruhnya bekerja dan mengikuti suami
Tujuan mobilitas lebih bervariatif, tidak hanya bekerja atau mengkuti suami, tetapi banyak juga perempuan yang melakukan mobilitas dengan tujuan sekolah/kuliah.
Dari tahun ke tahun, karakteristik mobilitas penduduk perempuan Desa
Karacak memang berbeda. Pada tahun 1980-an, terdapat perpindahan penduduk
Jambi. Penduduk perempuan yang terlibat dalam transmigrasi hanya sebatas
migran pasif yang mengikuti keluarga atau suaminya pergi. Pada tahun 1989,
untuk pertama kalinya terdapat perempuan Desa Karacak yang melakukan
mobilitas penduduk ke Arab Saudi sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Perempuan ini menjadi pelopor dalam kepergian mobilitas penduduk ke luar
negeri di Desa Karacak. Saat kepergiannya, ia berstatus menikah, namun ia pergi
secara mandiri tanpa ditemani suami ataupun anaknya. Alasan kepergiannya
adalah karena desakan ekonomi.
Dalam periode ini, kepergian penduduk perempuan ke luar desa masih
didominasi oleh penduduk perempuan yang telah menikah, sehingga kepergiannya
lebih banyak karena mengikuti suami, walaupun saat di daerah tujuan, beberapa
penduduk perempuan bekerja. Tingkat pendidikan pelaku mobilitas yang masih
rendah pada periode ini, menjadikan mereka hanya mendapatkan pekerjaan di
sektor informal dan tidak mendapatkan penghasilan yang sebanding dengan
pekerjaan yang telah mereka lakukan.
Pada periode 1990-an, perempuan pelaku mobilitas penduduk mulai banyak
yang berstatus belum menikah. Mereka pergi dengan tujuan untuk memperoleh
pengalaman dari bekerja di luar desa. Namun sayangnya, tingkat pendidikan
mereka yang masih belum memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka
inginkan, menjadikan mereka kembali menempati sektor-sektor pekerjaan
informal dengan tingkat pendapatan yang minim. Suatu keadaan yang tidak lebih
baik dari kehidupannya di desa ini, menjadikan mereka banyak yang melakukan
mobilitas kembali ke desa. Pada periode ini, tepatnya pada tahun 1997, penduduk
desa, namun kondisi ekonominya tidak banyak berubah, bahkan rumah tangganya
pun hancur saat ia pergi ke luar negeri. Hal ini menunjukkan kepeloporan yang
buruk di mata masyarakat, sehingga banyak di antara mereka yang tidak ingin
melakukan mobilitas penduduk saat ia telah menikah, terlebih harus pergi
meninggalkan keluarga ke luar negeri.
Pada tahun 2000-an, karakteristik mobilitas penduduk perempuan ke luar
desa juga mengalami perubahan. Pada periode ini mobilitas penduduk perempuan
tidak hanya bertujuan untuk bekerja atau mengikuti suami, bahkan ada pula
perempuan yang melakukan mobilitas penduduk ke luar desa untuk sekolah atau
kuliah. Kepergian penduduk perempuan ke luar desa untuk keperluan kuliah,
pertama kali dipelopori oleh keluarga Bapak Sayuti dan keluarga Bapak Ikin yang
menyekolahkan anak perempuan mereka ke universitas di Bogor. Adapun alasan
yang melatarbelakangi Pak Ikin untuk memberikan izin bagi anak perempuannya
kuliah di luar desa adalah:
“…kalau bagi saya mah, anak saya harus lebih baik dari saya, karena kehidupan yang akan mereka jalani ke depan juga pasti lebih berat dari saya..” (Ikin, 53 tahun)
Perubahan lain yang terjadi dalam mobilitas penduduk perempuan Desa
Karacak pada periode ini adalah meningkatnya tigkat pendidikan para perempuan
pelaku mobilitas. Pekerjaan-pekerjaan yang mereka dapatkan pun lebih baik dari
para perempuan migran pendahulu mereka, seperti pengungkapan salah seorang
informan:
“..dari dulu juga perempuan ada yang bekerja ke luar desa, tapi bedanya sekarang mah kebanyakan lulusan SMA, jadi rada meningkat Teh level kerjaannya teh, kalau dulu mah cuma jadi pembantu, sekarang mah ada yang kerja di kantor..” (Mar’atul, 26 tahun).
7.2 Pengalaman Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak 7.2.1.Latar Belakang Mobilitas Penduduk Perempuan
Apabila bersandar pada definisi mobilitas penduduk menurut Lee (1984)
yang mendefinisikan migrasi atau mobilitas penduduk sebagai semua macam
perpindahan akibat perubahan tempat tinggal baik yang bersifat permanen
maupun semi permanen tanpa dibatasi jarak tempat pindah baik dipaksa ataupun
kemauan sendiri, maka seluruh responden memiliki pengalaman dalam melakukan
mobilitas penduduk. Ketika definisi tersebut dipersempit mengenai batasan jarak
yang ditempuh, yaitu melewati batas desa, maka hanya sebanyak 28 orang (93,33
persen) responden saja yang dikatakan memiliki pengalaman dalam melakukan
mobilitas penduduk, sedangkan sisanya yaitu 2 orang (6,67 persen) responden
tetap berdiam diri di desa mereka tanpa pernah melakukan mobilitas penduduk
sedikitpun.
Pada penelitian ini, mobilitas penduduk perempuan didefinisikan sebagai
suatu perpindahan tempat tinggal baik sementara maupun permanen yang
dilakukan oleh perempuan minimal melewati batas desa dengan batasan waktu
minimal 6 bulan meninggalkan desanya, dengan tujuan sekolah, bekerja, ataupun
mengikuti suami/keluarganya. Definisi inilah yang menjadikan responden terbagi
menjadi tiga golongan, yaitu stayer, return migrant, dan pendatang. Ketiga jenis
responden ini memiliki pengalaman mobilitas penduduk (tanpa batasan waktu)
yang berbeda-beda, ketiganya juga memiliki latar belakang dan motivasi yang
berbeda dalam melakukan kegiatan tersebut. Berikut adalah latar belakang dari
1) Stayer
Penduduk perempuan stayer merupakan penduduk perempuan desa yang
semasa hidupnya belum pernah melakukan mobilitas penduduk yang sesuai
dengan batasan dalam penelitian ini, kepergian mereka ke luar desa hanya
berjangka waktu pendek, tidak ada perubahan tempat tinggal yang biasa, dan
hanya sebatas untuk keperluan sosial atau rumah tangga. Sebanyak 80 persen di
antara mereka memilki pengalaman bepergian melewati batas desa walau dalam
jangka waktu yang pendek. Daerah tujuan mereka dalam melakukan mobilitas
penduduk jangka pendek ini adalah Leuwiliang, Ciawi, Kota Bogor dan Jakarta.
Alasan mereka melakukan mobilitas penduduk jangka pendek tersebut
adalah berbelanja, mengikuti pengajian, rekreasi, bekerja dan mengunjungi sanak
keluarga dengan proporsi yang digambarkan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Alasan Stayer Melakukan Mobilitas Penduduk Jangka Pendek di Desa Karacak Tahun 2010
25% 25% 25% 12% 13% Berbelanja Mengikuti Pengajian Rekreasi Bekerja Mengunjungi famili
Jika ditinjau dari alasan-alasan yang melatarbelakangi kepergian para stayer
ini, maka mayoritas hal-hal yang mendorong mereka dalam melakukan mobilitas
penduduk bukanlah tergolong dalam motivasi ekonomi, melainkan lebih kepada
motivasi sosial. Adapun responden yang melakukan mobilitas penduduk dengan
motivasi ekonomi bekerja di Leuwiliang, sehingga ia dapat pulang setiap hari.
Selain jangka waktunya yang pendek, kepergian para stayer ini juga hanya
menjangkau daerah-daerah yang berjarak pendek, seperti Pasar Leuwiliang. Hal
ini membuat para stayer tidak memiliki pengalaman mobilitas penduduk dengan
jarak yang jauh.
2) Return Migrant
Penduduk perempuan yang digolongkan sebagai return migrant merupakan
mereka yang semasa hidupnya pernah melakukan mobilitas penduduk yang sesuai
dengan batasan dalam penelitian ini. Dengan demikian, mereka memiliki
pengalaman mobilitas penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan
penduduk perempuan stayer.
Return migrant yang kini tentu sudah kembali ke desa pada awalnya merupakan para pelaku mobilitas penduduk yang kebanyakan memburu
daerah-daerah perkotaan dengan didorong oleh motif-motif tertentu. Motif ekonomi
adalah salah satu motif yang banyak mendorong para perempuan untuk
melakukan mobilitas penduduk ke kota.
Menurut teori kebutuhan dan tekanan (need and stress), keputusan seseorang
melakukan mobilitas penduduk terkait erat dengan masalah kebutuhan yaitu
kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat
kebutuhan ekonomi tidak dapat terpenuhi di desa, maka beberapa penduduk
perempuan melakukan mobilitas penduduk ke luar desa (kota) guna mencari
kehidupan yang lebih layak dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka. Selain
motif ekonomi, ada pula responden yang mengaku melakukan mobilitas penduduk
karena permasalahan keluarga dan karena pernikahan dengan orang luar desa.
Alasan-alasan return migrant meninggalkan Desa Karacak dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Alasan Return Migrant Meninggalkan Desa Karacak Tahun 1981-2005
Berdasarkan Gambar 6 jelas terlihat bahwa sebagian besar para penduduk
perempuan yang tergolong return migrant sempat pergi meninggalkan desa
dengan tujuan untuk bekerja. Menurut pengakuan mereka, kepergian mereka ke
kota karena di desa sangat sulit sekali mendapatkan pekerjaan yang mereka
inginkan. Sektor-sektor pekerjaan yang tersedia di desa hanya sebatas sektor
pertanian dan perkebunan. Sektor-sektor ini kurang diminati oleh para penduduk
perempuan, khususnya penduduk perempuan yang masih tergolong usia produktif
70% 10% 10% 10% Bekerja Permasalahan keluarga Program pemerintah (transmigrasi)
Pernikahan dengan orang luar desa
muda (di bawah 35 tahun). Hal ini sesuai dengan penuturan salah seorang
penduduk perempuan Desa Karacak:
“…..Ah, males ka sawah na ge da teu tiasa naon-naon….” (Tuti, 25 tahun) (Ah, malas ke sawah juga, kan saya ga bisa apa-apa)
“….Ari nu ka sawah mah biasana nu tos sarepuh wae, Neng..” (Kartini, 48 tahun)
(Yang ke sawah biasanya orang-orang tua saja, Neng)
Dari pernyataan di atas, maka dapat diketahui bahwa salah satu alasan
penduduk perempuan tidak menyukai pekerjaan di sektor pertanian dan
perkebunan karena ketidakmampuan mereka dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan di bidang tersebut. Padahal, hampir seluruh tanah di kampung tempat
penelitian ini masih dimiliki dan dikuasai oleh penduduk sekitar, sebagaimana
yang diungkapkan oleh salah seorang petani perempuan:
“..Di dieu mah ari tanah teh milik urang dieu sadaya..” (Icah, 43 tahun) (Di sini sih tanah milik orang sini semua)
Ketidakmampuan penduduk perempuan usia produktif muda dalam
melakukan pekerjaan-pekerjaan di bidang pertanian dan perkebunan ini
disebabkan oleh tidak diturunkannya kebiasaan bertani oleh para orang tua yang
berprofesi petani kepada anak mereka, seperti yang disampaikan oleh salah
seorang petani perempuan di desa tersebut yang menceritakan mengenai anaknya
yang bernama Nia (32 tahun):
“…..Komo si Nia mah tacan pernah pisan ka sawah, diajak ge da sok alimeun, jadi wae teu tiasa nandur-nandur acan….” (Runasih, 63 tahun) (Apalagi si Nia, belum pernah ke sawah, diajak juga tidak mau, jadi sekarang nandur saja dia tidak bisa)
Hal inilah yang menjadikan para perempuan muda di Desa Karacak enggan
meminati pekerjaan-pekerjaan di sektor industri karena menurut mereka jauh lebih
menjanjikan dalam segi pendapatan. Oleh karena itu mereka pergi meninggalkan
desa untuk menuju ke kota. Bahkan ada satu responden yang pergi sampai ke luar
negeri karena desakan ekonomi keluarga. Namun sayangnya, kepergian mereka ke
kota banyak yang harus kembali ke desa karena perubahan status pernikahan
mereka dan permasalahan keluarga yang menimpa selama ia berada di luar desa.
Selain untuk bekerja, ada pula perempuan yang pergi meninggalkan desa
karena ikut keluarganya bertransmigrasi. Pada tahun 1980-an Desa Karacak
merupakan salah satu desa yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan
transmigrasi. Pada saat itu ada lima puluh kepala keluarga yang diberangkatkan
menuju Jambi, yaitu daerah Muara Bungo yang merupakan daerah pasang surut.
Jaminan hidup selama transmigrasi yang dijanjikan pemerintah adalah salah satu
alasan yang memperkuat para penduduk untuk mengikuti program tersebut pada
saat itu. Kesulitan mereka dalam beradaptasi dengan lingkungan alam serta
kebiasaan di sana membuat mereka memutuskan untuk kembali ke desa.
3) Pendatang
Penduduk perempuan yang digolongkan sebagai pendatang adalah mereka
yang berasal dari daerah lain (minimal berbeda desa) dan kini bertempat tinggal di
Desa Karacak. Para perempuan pendatang yang kini tinggal di desa ini berasal
dari berbagai daerah, diantaranya adalah: Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan
Lampung.
Sebelum mereka datang ke Desa Karacak, mereka memiliki pengalaman
mobilitas penduduk yang berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka, awalnya adalah
lelaki asal Desa Karacak yang akhirnya membawa mereka untuk bermigrasi ke
desa tersebut. Begitu juga penduduk pendatang asal Jakarta, mereka datang ke
desa ini karena dibawa oleh suami mereka yang berasal dari daerah ini yang
awalnya merupakan migran sirkuler di kota tersebut. Bukan hanya pernikahan
yang membawa para penduduk pendatang ini untuk tinggal di Desa Karacak,
namun ada juga penduduk yang kini menetap di Desa Karacak karena tugas
sebagai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ada pula karena diajak oleh
kakaknya yang telah lebih dulu pindah. Berikut adalah proporsinya:
Gambar 7. Alasan Pendatang Bermigrasi ke Desa Karacak Tahun 1978-2009
Cukup banyaknya penduduk perempuan pendatang yang datang ke desa ini
karena pernikahan mengindikasikan cukup banyaknya laki-laki Desa Karacak
yang pergi ke luar desa di masa lampau. Rendahnya bekal pendidikan dan
keterampilan yang dimiliki para migran ini membuat mereka hanya mendapatkan
pekerjaan-pekerjaan di bidang informal yang bergaji minim, sehingga membuat
mereka tergusur di kota besar dan memutuskan untuk kembali ke desa dengan
membawa istri mereka. Bahkan, salah satu responden yang bernama Jannah (30
tahun), membawa serta seluruh keluarganya di Jakarta untuk pindah ke Desa
Karacak bersamanya, sehingga ia sudah benar-benar tidak ada niatan untuk ke
70% 20% 10% Pernikahan Tugas bekerja Ajakan Saudara
Jakarta, karena keluarganya kini sudah berkumpul di Desa Karacak, padahal sang
suami masih melakukan mobilitas sirkuler ke Jakarta.
7.2.2.Proses Mobilitas Penduduk Perempuan
Proses mobilitas penduduk perempuan dari wilayah asal ke wilayah tujuan
yang dialami oleh para penduduk perempuan Desa Karacak dapat berjalan karena
adanya faktor-faktor pelancar berupa ketersediaan sarana dan prasarana
transportasi, kebijakan pemerintah, dan kehadiran agen tenaga kerja. Selain itu,
proses mobilitas penduduk perempuan juga dapat terlaksana karena adanya faktor
pendukung berupa dukungan dari keluarga dan kerabat.
Faktor pelancar berupa ketersediaan sarana dan prasarana transportasi telah
mempermudah para penduduk perempuan yang hendak melakukan mobilitas
penduduk guna menjangkau daerah-daerah tujuan mereka yang kebanyakan
adalah menuju ibu kota yaitu Jakarta. Adapun kebijakan pemerintah mengenai
program transmigrasi juga memperlancar terjadinya mobilitas penduduk terutama
untuk para penduduk yang berniat melakukan transmigrasi. Kerjasama antara
pemerintah pusat dan pemerintah Desa Karacak dalam menjalankan program ini
telah mampu meyakinkan masyarakat akan jaminan hidup yang lebih baik di
daerah tujuan transmigrasi kelak. Walau pada akhirnya, kebanyakan warga tidak
bertahan dan kembali ke desa tersebut. Faktor pelancar berikutnya adalah
kehadiran agen tenaga kerja yang memudahkan akses warga dalam mendapatkan
pekerjaan di luar negeri. Hal ini seperti yang dialami oleh salah seorang responden
yang bernama Hj. Maryam (57 tahun). Ia pernah melakukan mobilitas penduduk
guna bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Arab Saudi pada tahun
tenaga kerja. Agen tersebut memudahkan ia, baik dalam keberangkatan, selama di
sana, dan saat ia pulang kembali ke tanah air.
Hal yang tidak kalah penting andilnya dalam mendukung terjadinya
mobilitas penduduk perempuan adalah dukungan dari keluarga dan kerabat.
Dukungan tersebut berupa pemberian ijin bagi perempuan untuk bekerja di luar
rumah. Dengan pemberian ijin ini, tak jarang keluarga yang memberikan modal
bagi para calon migran untuk pergi ke luar desa. Berdasarkan hasil penelusuran di
lapangan, mayoritas perempuan yang diberikan ijin untuk bekerja di luar rumah
ini berstatus belum menikah. Ketika perempuan sudah berstatus menikah, maka
tanggung jawab untuk bekerja berada di pihak suami. Oleh karena itu, pernikahan
tak jarang membuat para perempuan ini berhenti bekerja dan kembali ke desa.
7.2.3.Arah dan Pola Mobilitas Penduduk Perempuan
Mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak, terutama yang pernah
dialami oleh para return migrant, cenderung mengarah ke daerah yang
menjanjikan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan di desa
yaitu perkotaan dan bahkan luar negeri. Motif ekonomi yang mendorong mereka
untuk pergi, mengarahkan kepergian mereka ke pusat-pusat perkotaan yang kaya
akan sektor industri dan jasa pembantu rumah tangga.
Kepergian penduduk perempuan yang bersifat mandiri atau bukan karena
mengikuti keluarga cenderung memilih perkotaan yang berjarak tidak terlalu jauh
dari desa, sehingga memungkinkan mereka untuk pulang sewaktu-waktu. Daerah
tersebut adalah wilayah Jabodetabek. Adapun kepergian perempuan yang didasari
karena faktor mengikuti keluarganya, cenderung berani untuk pergi dengan jarak
juga cenderung mengarah ke daerah-daerah yang sebelumnya pernah mereka
datangi. Petimbangan lainnya adalah ada tidaknya teman atau kerabat yang berada
di daerah tersebut yang dapat membantu mereka selama mereka berada di daerah
tujuan, terutama saat mereka belum mendapatkan pekerjaan.
Kepergian para penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa bukanlah
merupakan suatu pola mobilitas penduduk yang bersifat permanen. Bagi para
stayer, kepergian mereka bahkan tidak bisa dikatakan komutasi. Mereka pergi hanya sewaktu-waktu, dan pulang ke desa dalam waktu yang singkat pula. Daerah
tujuan mereka pun dekat, yaitu Pasar Leuwiliang.
Bagi para return migrant, kepergian mereka cenderung bersifat sirkulasi.
Tidak ada niatan dalam hati mereka untuk pindah tempat tinggal secara
sepenuhnya ke kota, walaupun ada pula salah seorang responden yang sempat
pindah tempat tinggal ke luar desa karena mengikuti tempat pekerjaan suaminya.
Kebanyakan dari mereka acap kali pulang ke desa dalam momen-momen tertentu.
Adapun para pendatang, kedatangan mereka ke desa ini bersifat permanen.
Mayoritas para pendatang ini awalnya adalah para migran yang bertemu jodoh
dengan lelaki asal Desa Karacak saat mereka bekerja di Jakarta dahulu. Kini
mereka menjadi penduduk Desa Karacak dan banyak di antara mereka yang sudah
tidak berniat lagi kembali ke daerah asalnya. Tingkat mobilitas mereka pun kini
cenderung lebih rendah dibanding saat mereka masih bekerja dulu. Daerah tujuan
mobilitas mereka pun kini hanya sebatas di desa, kecamatan, dan sewaktu-waktu
7.3. Ikhtisar BAB VII
Desa Karacak memiliki sejarah mobilitas penduduk perempuan ke luar desa
yang berbeda karakteristiknya dalam setiap periode. Periode 1980-an, mobilitas
penduduk perempuan Desa Karacak didominasi oleh penduduk perempuan yang
telah menikah, tujuan mobilitasnya mayoritas adalah bekerja, dan tingkat
pendidikan pelaku mobilitas masih rendah. Periode 1990-an, mobilitas penduduk
perempuan Desa Karacak mulai banyak dilakukan oleh penduduk perempuan
yang belum menikah, tujuan mobilitas masih sama dengan periode sebelumnya,
namun tingkat pendidikan mulai meningkat. Pada periode 2000-an, mobilitas
penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa didominasi oleh penduduk
perempuan yang belum menikah, tujuan mobilitasnya mulai banyak yang sekolah,
dan tingkat pendidikan mereka pun lebih tinggi. Berdasarkan fenomena mobilitas
penduduk yang ada pada setiap periodenya, maka pada zaman sekarang, mobilitas
penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa adalah suatu hal yang sangat
lumrah dan tidak ada larangan sedikitpun secara budaya.
Penduduk perempuan Desa Karacak memiliki pengalaman mobillitas
penduduk yang berbeda-beda di masa lampau. Berbagai motif melatarbelakangi
kepergian para penduduk perempuan ke luar desa, dimana salah satu motif yang
paling menonjol adalah motif ekonomi. Motif ini terutama dirasakan oleh para
penduduk perempuan yang tergolong return migrant. Kehadiran para penduduk
perempuan pendatang di Desa Karacak yang terbawa karena pernikahan dengan
pemuda Desa Karacak selama sama-sama bekerja di perkotaan atau saat bertemu
di daerah asal sang perempuan menunjukkan cukup tingginya tingkat mobilitas
yang memiliki pengalaman mobilitas yang cukup tinggi, terutama penduduk
laki-lakinya. Arah mobilitas penduduk desa ini adalah menuju daerah perkotaan yang
menjanjikan kesempatan kerja di sektor industri dan jasa pembantu rumah tangga.
Adapun sifat kepergiannya cenderung non permanen, yaitu sirkulasi.