• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK PEREMPUAN DESA KARACAK"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

SEJARAH DAN PENGALAMAN MOBILITAS PENDUDUK

PEREMPUAN DESA KARACAK

7.1 Sejarah Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak

Fenomena mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa

sebenarnya telah terjadi sejak tahun 1980-an sampai dengan sekarang. Terdapat

banyak perubahan karakteristik mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak dari

waktu ke waktu. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 6:

Tabel 6. Perubahan Karakteristik Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak berdasarkan Periodisasi Waktu 1980-2010

Periode 1980-1989 Periode 1990-1999 Periode 2000 - 2010 Didominasi oleh mobilitas

penduduk perempuan yang telah berstatus menikah

Mulai banyak penduduk perempuan yang belum menikah terlibat dalam mobilitas penduduk

Didominasi oleh penduduk perempuan yang belum menikah

Didominasi oleh perempuan dengan tingkat

pendidikan rendah Didominasi oleh penduduk perempuan dengan tingkat pendidikan rendah (tamatan SD) sampai dengan sedang (tamatan SMP).

Tingkat pendidikan pelaku mobilitas mulai meningkat (banyak yang lulusan SMA)

Tujuan Mobilitas: hampir seluruhnya bekerja dan mengikuti suami

Tujuan Mobilitas: hampir seluruhnya bekerja dan mengikuti suami

Tujuan mobilitas lebih bervariatif, tidak hanya bekerja atau mengkuti suami, tetapi banyak juga perempuan yang melakukan mobilitas dengan tujuan sekolah/kuliah.

Dari tahun ke tahun, karakteristik mobilitas penduduk perempuan Desa

Karacak memang berbeda. Pada tahun 1980-an, terdapat perpindahan penduduk

(2)

Jambi. Penduduk perempuan yang terlibat dalam transmigrasi hanya sebatas

migran pasif yang mengikuti keluarga atau suaminya pergi. Pada tahun 1989,

untuk pertama kalinya terdapat perempuan Desa Karacak yang melakukan

mobilitas penduduk ke Arab Saudi sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).

Perempuan ini menjadi pelopor dalam kepergian mobilitas penduduk ke luar

negeri di Desa Karacak. Saat kepergiannya, ia berstatus menikah, namun ia pergi

secara mandiri tanpa ditemani suami ataupun anaknya. Alasan kepergiannya

adalah karena desakan ekonomi.

Dalam periode ini, kepergian penduduk perempuan ke luar desa masih

didominasi oleh penduduk perempuan yang telah menikah, sehingga kepergiannya

lebih banyak karena mengikuti suami, walaupun saat di daerah tujuan, beberapa

penduduk perempuan bekerja. Tingkat pendidikan pelaku mobilitas yang masih

rendah pada periode ini, menjadikan mereka hanya mendapatkan pekerjaan di

sektor informal dan tidak mendapatkan penghasilan yang sebanding dengan

pekerjaan yang telah mereka lakukan.

Pada periode 1990-an, perempuan pelaku mobilitas penduduk mulai banyak

yang berstatus belum menikah. Mereka pergi dengan tujuan untuk memperoleh

pengalaman dari bekerja di luar desa. Namun sayangnya, tingkat pendidikan

mereka yang masih belum memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka

inginkan, menjadikan mereka kembali menempati sektor-sektor pekerjaan

informal dengan tingkat pendapatan yang minim. Suatu keadaan yang tidak lebih

baik dari kehidupannya di desa ini, menjadikan mereka banyak yang melakukan

mobilitas kembali ke desa. Pada periode ini, tepatnya pada tahun 1997, penduduk

(3)

desa, namun kondisi ekonominya tidak banyak berubah, bahkan rumah tangganya

pun hancur saat ia pergi ke luar negeri. Hal ini menunjukkan kepeloporan yang

buruk di mata masyarakat, sehingga banyak di antara mereka yang tidak ingin

melakukan mobilitas penduduk saat ia telah menikah, terlebih harus pergi

meninggalkan keluarga ke luar negeri.

Pada tahun 2000-an, karakteristik mobilitas penduduk perempuan ke luar

desa juga mengalami perubahan. Pada periode ini mobilitas penduduk perempuan

tidak hanya bertujuan untuk bekerja atau mengikuti suami, bahkan ada pula

perempuan yang melakukan mobilitas penduduk ke luar desa untuk sekolah atau

kuliah. Kepergian penduduk perempuan ke luar desa untuk keperluan kuliah,

pertama kali dipelopori oleh keluarga Bapak Sayuti dan keluarga Bapak Ikin yang

menyekolahkan anak perempuan mereka ke universitas di Bogor. Adapun alasan

yang melatarbelakangi Pak Ikin untuk memberikan izin bagi anak perempuannya

kuliah di luar desa adalah:

“…kalau bagi saya mah, anak saya harus lebih baik dari saya, karena kehidupan yang akan mereka jalani ke depan juga pasti lebih berat dari saya..” (Ikin, 53 tahun)

Perubahan lain yang terjadi dalam mobilitas penduduk perempuan Desa

Karacak pada periode ini adalah meningkatnya tigkat pendidikan para perempuan

pelaku mobilitas. Pekerjaan-pekerjaan yang mereka dapatkan pun lebih baik dari

para perempuan migran pendahulu mereka, seperti pengungkapan salah seorang

informan:

“..dari dulu juga perempuan ada yang bekerja ke luar desa, tapi bedanya sekarang mah kebanyakan lulusan SMA, jadi rada meningkat Teh level kerjaannya teh, kalau dulu mah cuma jadi pembantu, sekarang mah ada yang kerja di kantor..” (Mar’atul, 26 tahun).

(4)

7.2 Pengalaman Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak 7.2.1.Latar Belakang Mobilitas Penduduk Perempuan

Apabila bersandar pada definisi mobilitas penduduk menurut Lee (1984)

yang mendefinisikan migrasi atau mobilitas penduduk sebagai semua macam

perpindahan akibat perubahan tempat tinggal baik yang bersifat permanen

maupun semi permanen tanpa dibatasi jarak tempat pindah baik dipaksa ataupun

kemauan sendiri, maka seluruh responden memiliki pengalaman dalam melakukan

mobilitas penduduk. Ketika definisi tersebut dipersempit mengenai batasan jarak

yang ditempuh, yaitu melewati batas desa, maka hanya sebanyak 28 orang (93,33

persen) responden saja yang dikatakan memiliki pengalaman dalam melakukan

mobilitas penduduk, sedangkan sisanya yaitu 2 orang (6,67 persen) responden

tetap berdiam diri di desa mereka tanpa pernah melakukan mobilitas penduduk

sedikitpun.

Pada penelitian ini, mobilitas penduduk perempuan didefinisikan sebagai

suatu perpindahan tempat tinggal baik sementara maupun permanen yang

dilakukan oleh perempuan minimal melewati batas desa dengan batasan waktu

minimal 6 bulan meninggalkan desanya, dengan tujuan sekolah, bekerja, ataupun

mengikuti suami/keluarganya. Definisi inilah yang menjadikan responden terbagi

menjadi tiga golongan, yaitu stayer, return migrant, dan pendatang. Ketiga jenis

responden ini memiliki pengalaman mobilitas penduduk (tanpa batasan waktu)

yang berbeda-beda, ketiganya juga memiliki latar belakang dan motivasi yang

berbeda dalam melakukan kegiatan tersebut. Berikut adalah latar belakang dari

(5)

1) Stayer

Penduduk perempuan stayer merupakan penduduk perempuan desa yang

semasa hidupnya belum pernah melakukan mobilitas penduduk yang sesuai

dengan batasan dalam penelitian ini, kepergian mereka ke luar desa hanya

berjangka waktu pendek, tidak ada perubahan tempat tinggal yang biasa, dan

hanya sebatas untuk keperluan sosial atau rumah tangga. Sebanyak 80 persen di

antara mereka memilki pengalaman bepergian melewati batas desa walau dalam

jangka waktu yang pendek. Daerah tujuan mereka dalam melakukan mobilitas

penduduk jangka pendek ini adalah Leuwiliang, Ciawi, Kota Bogor dan Jakarta.

Alasan mereka melakukan mobilitas penduduk jangka pendek tersebut

adalah berbelanja, mengikuti pengajian, rekreasi, bekerja dan mengunjungi sanak

keluarga dengan proporsi yang digambarkan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Alasan Stayer Melakukan Mobilitas Penduduk Jangka Pendek di Desa Karacak Tahun 2010

25% 25% 25% 12% 13% Berbelanja Mengikuti Pengajian Rekreasi Bekerja Mengunjungi famili

(6)

Jika ditinjau dari alasan-alasan yang melatarbelakangi kepergian para stayer

ini, maka mayoritas hal-hal yang mendorong mereka dalam melakukan mobilitas

penduduk bukanlah tergolong dalam motivasi ekonomi, melainkan lebih kepada

motivasi sosial. Adapun responden yang melakukan mobilitas penduduk dengan

motivasi ekonomi bekerja di Leuwiliang, sehingga ia dapat pulang setiap hari.

Selain jangka waktunya yang pendek, kepergian para stayer ini juga hanya

menjangkau daerah-daerah yang berjarak pendek, seperti Pasar Leuwiliang. Hal

ini membuat para stayer tidak memiliki pengalaman mobilitas penduduk dengan

jarak yang jauh.

2) Return Migrant

Penduduk perempuan yang digolongkan sebagai return migrant merupakan

mereka yang semasa hidupnya pernah melakukan mobilitas penduduk yang sesuai

dengan batasan dalam penelitian ini. Dengan demikian, mereka memiliki

pengalaman mobilitas penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan

penduduk perempuan stayer.

Return migrant yang kini tentu sudah kembali ke desa pada awalnya merupakan para pelaku mobilitas penduduk yang kebanyakan memburu

daerah-daerah perkotaan dengan didorong oleh motif-motif tertentu. Motif ekonomi

adalah salah satu motif yang banyak mendorong para perempuan untuk

melakukan mobilitas penduduk ke kota.

Menurut teori kebutuhan dan tekanan (need and stress), keputusan seseorang

melakukan mobilitas penduduk terkait erat dengan masalah kebutuhan yaitu

kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat

(7)

kebutuhan ekonomi tidak dapat terpenuhi di desa, maka beberapa penduduk

perempuan melakukan mobilitas penduduk ke luar desa (kota) guna mencari

kehidupan yang lebih layak dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka. Selain

motif ekonomi, ada pula responden yang mengaku melakukan mobilitas penduduk

karena permasalahan keluarga dan karena pernikahan dengan orang luar desa.

Alasan-alasan return migrant meninggalkan Desa Karacak dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Alasan Return Migrant Meninggalkan Desa Karacak Tahun 1981-2005

Berdasarkan Gambar 6 jelas terlihat bahwa sebagian besar para penduduk

perempuan yang tergolong return migrant sempat pergi meninggalkan desa

dengan tujuan untuk bekerja. Menurut pengakuan mereka, kepergian mereka ke

kota karena di desa sangat sulit sekali mendapatkan pekerjaan yang mereka

inginkan. Sektor-sektor pekerjaan yang tersedia di desa hanya sebatas sektor

pertanian dan perkebunan. Sektor-sektor ini kurang diminati oleh para penduduk

perempuan, khususnya penduduk perempuan yang masih tergolong usia produktif

70% 10% 10% 10% Bekerja Permasalahan keluarga Program pemerintah (transmigrasi)

Pernikahan dengan orang luar desa

(8)

muda (di bawah 35 tahun). Hal ini sesuai dengan penuturan salah seorang

penduduk perempuan Desa Karacak:

“…..Ah, males ka sawah na ge da teu tiasa naon-naon….” (Tuti, 25 tahun) (Ah, malas ke sawah juga, kan saya ga bisa apa-apa)

“….Ari nu ka sawah mah biasana nu tos sarepuh wae, Neng..” (Kartini, 48 tahun)

(Yang ke sawah biasanya orang-orang tua saja, Neng)

Dari pernyataan di atas, maka dapat diketahui bahwa salah satu alasan

penduduk perempuan tidak menyukai pekerjaan di sektor pertanian dan

perkebunan karena ketidakmampuan mereka dalam melakukan

pekerjaan-pekerjaan di bidang tersebut. Padahal, hampir seluruh tanah di kampung tempat

penelitian ini masih dimiliki dan dikuasai oleh penduduk sekitar, sebagaimana

yang diungkapkan oleh salah seorang petani perempuan:

“..Di dieu mah ari tanah teh milik urang dieu sadaya..” (Icah, 43 tahun) (Di sini sih tanah milik orang sini semua)

Ketidakmampuan penduduk perempuan usia produktif muda dalam

melakukan pekerjaan-pekerjaan di bidang pertanian dan perkebunan ini

disebabkan oleh tidak diturunkannya kebiasaan bertani oleh para orang tua yang

berprofesi petani kepada anak mereka, seperti yang disampaikan oleh salah

seorang petani perempuan di desa tersebut yang menceritakan mengenai anaknya

yang bernama Nia (32 tahun):

“…..Komo si Nia mah tacan pernah pisan ka sawah, diajak ge da sok alimeun, jadi wae teu tiasa nandur-nandur acan….” (Runasih, 63 tahun) (Apalagi si Nia, belum pernah ke sawah, diajak juga tidak mau, jadi sekarang nandur saja dia tidak bisa)

Hal inilah yang menjadikan para perempuan muda di Desa Karacak enggan

(9)

meminati pekerjaan-pekerjaan di sektor industri karena menurut mereka jauh lebih

menjanjikan dalam segi pendapatan. Oleh karena itu mereka pergi meninggalkan

desa untuk menuju ke kota. Bahkan ada satu responden yang pergi sampai ke luar

negeri karena desakan ekonomi keluarga. Namun sayangnya, kepergian mereka ke

kota banyak yang harus kembali ke desa karena perubahan status pernikahan

mereka dan permasalahan keluarga yang menimpa selama ia berada di luar desa.

Selain untuk bekerja, ada pula perempuan yang pergi meninggalkan desa

karena ikut keluarganya bertransmigrasi. Pada tahun 1980-an Desa Karacak

merupakan salah satu desa yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan

transmigrasi. Pada saat itu ada lima puluh kepala keluarga yang diberangkatkan

menuju Jambi, yaitu daerah Muara Bungo yang merupakan daerah pasang surut.

Jaminan hidup selama transmigrasi yang dijanjikan pemerintah adalah salah satu

alasan yang memperkuat para penduduk untuk mengikuti program tersebut pada

saat itu. Kesulitan mereka dalam beradaptasi dengan lingkungan alam serta

kebiasaan di sana membuat mereka memutuskan untuk kembali ke desa.

3) Pendatang

Penduduk perempuan yang digolongkan sebagai pendatang adalah mereka

yang berasal dari daerah lain (minimal berbeda desa) dan kini bertempat tinggal di

Desa Karacak. Para perempuan pendatang yang kini tinggal di desa ini berasal

dari berbagai daerah, diantaranya adalah: Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, dan

Lampung.

Sebelum mereka datang ke Desa Karacak, mereka memiliki pengalaman

mobilitas penduduk yang berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka, awalnya adalah

(10)

lelaki asal Desa Karacak yang akhirnya membawa mereka untuk bermigrasi ke

desa tersebut. Begitu juga penduduk pendatang asal Jakarta, mereka datang ke

desa ini karena dibawa oleh suami mereka yang berasal dari daerah ini yang

awalnya merupakan migran sirkuler di kota tersebut. Bukan hanya pernikahan

yang membawa para penduduk pendatang ini untuk tinggal di Desa Karacak,

namun ada juga penduduk yang kini menetap di Desa Karacak karena tugas

sebagai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ada pula karena diajak oleh

kakaknya yang telah lebih dulu pindah. Berikut adalah proporsinya:

Gambar 7. Alasan Pendatang Bermigrasi ke Desa Karacak Tahun 1978-2009

Cukup banyaknya penduduk perempuan pendatang yang datang ke desa ini

karena pernikahan mengindikasikan cukup banyaknya laki-laki Desa Karacak

yang pergi ke luar desa di masa lampau. Rendahnya bekal pendidikan dan

keterampilan yang dimiliki para migran ini membuat mereka hanya mendapatkan

pekerjaan-pekerjaan di bidang informal yang bergaji minim, sehingga membuat

mereka tergusur di kota besar dan memutuskan untuk kembali ke desa dengan

membawa istri mereka. Bahkan, salah satu responden yang bernama Jannah (30

tahun), membawa serta seluruh keluarganya di Jakarta untuk pindah ke Desa

Karacak bersamanya, sehingga ia sudah benar-benar tidak ada niatan untuk ke

70% 20% 10% Pernikahan Tugas bekerja Ajakan Saudara

(11)

Jakarta, karena keluarganya kini sudah berkumpul di Desa Karacak, padahal sang

suami masih melakukan mobilitas sirkuler ke Jakarta.

7.2.2.Proses Mobilitas Penduduk Perempuan

Proses mobilitas penduduk perempuan dari wilayah asal ke wilayah tujuan

yang dialami oleh para penduduk perempuan Desa Karacak dapat berjalan karena

adanya faktor-faktor pelancar berupa ketersediaan sarana dan prasarana

transportasi, kebijakan pemerintah, dan kehadiran agen tenaga kerja. Selain itu,

proses mobilitas penduduk perempuan juga dapat terlaksana karena adanya faktor

pendukung berupa dukungan dari keluarga dan kerabat.

Faktor pelancar berupa ketersediaan sarana dan prasarana transportasi telah

mempermudah para penduduk perempuan yang hendak melakukan mobilitas

penduduk guna menjangkau daerah-daerah tujuan mereka yang kebanyakan

adalah menuju ibu kota yaitu Jakarta. Adapun kebijakan pemerintah mengenai

program transmigrasi juga memperlancar terjadinya mobilitas penduduk terutama

untuk para penduduk yang berniat melakukan transmigrasi. Kerjasama antara

pemerintah pusat dan pemerintah Desa Karacak dalam menjalankan program ini

telah mampu meyakinkan masyarakat akan jaminan hidup yang lebih baik di

daerah tujuan transmigrasi kelak. Walau pada akhirnya, kebanyakan warga tidak

bertahan dan kembali ke desa tersebut. Faktor pelancar berikutnya adalah

kehadiran agen tenaga kerja yang memudahkan akses warga dalam mendapatkan

pekerjaan di luar negeri. Hal ini seperti yang dialami oleh salah seorang responden

yang bernama Hj. Maryam (57 tahun). Ia pernah melakukan mobilitas penduduk

guna bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Arab Saudi pada tahun

(12)

tenaga kerja. Agen tersebut memudahkan ia, baik dalam keberangkatan, selama di

sana, dan saat ia pulang kembali ke tanah air.

Hal yang tidak kalah penting andilnya dalam mendukung terjadinya

mobilitas penduduk perempuan adalah dukungan dari keluarga dan kerabat.

Dukungan tersebut berupa pemberian ijin bagi perempuan untuk bekerja di luar

rumah. Dengan pemberian ijin ini, tak jarang keluarga yang memberikan modal

bagi para calon migran untuk pergi ke luar desa. Berdasarkan hasil penelusuran di

lapangan, mayoritas perempuan yang diberikan ijin untuk bekerja di luar rumah

ini berstatus belum menikah. Ketika perempuan sudah berstatus menikah, maka

tanggung jawab untuk bekerja berada di pihak suami. Oleh karena itu, pernikahan

tak jarang membuat para perempuan ini berhenti bekerja dan kembali ke desa.

7.2.3.Arah dan Pola Mobilitas Penduduk Perempuan

Mobilitas penduduk perempuan Desa Karacak, terutama yang pernah

dialami oleh para return migrant, cenderung mengarah ke daerah yang

menjanjikan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan di desa

yaitu perkotaan dan bahkan luar negeri. Motif ekonomi yang mendorong mereka

untuk pergi, mengarahkan kepergian mereka ke pusat-pusat perkotaan yang kaya

akan sektor industri dan jasa pembantu rumah tangga.

Kepergian penduduk perempuan yang bersifat mandiri atau bukan karena

mengikuti keluarga cenderung memilih perkotaan yang berjarak tidak terlalu jauh

dari desa, sehingga memungkinkan mereka untuk pulang sewaktu-waktu. Daerah

tersebut adalah wilayah Jabodetabek. Adapun kepergian perempuan yang didasari

karena faktor mengikuti keluarganya, cenderung berani untuk pergi dengan jarak

(13)

juga cenderung mengarah ke daerah-daerah yang sebelumnya pernah mereka

datangi. Petimbangan lainnya adalah ada tidaknya teman atau kerabat yang berada

di daerah tersebut yang dapat membantu mereka selama mereka berada di daerah

tujuan, terutama saat mereka belum mendapatkan pekerjaan.

Kepergian para penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa bukanlah

merupakan suatu pola mobilitas penduduk yang bersifat permanen. Bagi para

stayer, kepergian mereka bahkan tidak bisa dikatakan komutasi. Mereka pergi hanya sewaktu-waktu, dan pulang ke desa dalam waktu yang singkat pula. Daerah

tujuan mereka pun dekat, yaitu Pasar Leuwiliang.

Bagi para return migrant, kepergian mereka cenderung bersifat sirkulasi.

Tidak ada niatan dalam hati mereka untuk pindah tempat tinggal secara

sepenuhnya ke kota, walaupun ada pula salah seorang responden yang sempat

pindah tempat tinggal ke luar desa karena mengikuti tempat pekerjaan suaminya.

Kebanyakan dari mereka acap kali pulang ke desa dalam momen-momen tertentu.

Adapun para pendatang, kedatangan mereka ke desa ini bersifat permanen.

Mayoritas para pendatang ini awalnya adalah para migran yang bertemu jodoh

dengan lelaki asal Desa Karacak saat mereka bekerja di Jakarta dahulu. Kini

mereka menjadi penduduk Desa Karacak dan banyak di antara mereka yang sudah

tidak berniat lagi kembali ke daerah asalnya. Tingkat mobilitas mereka pun kini

cenderung lebih rendah dibanding saat mereka masih bekerja dulu. Daerah tujuan

mobilitas mereka pun kini hanya sebatas di desa, kecamatan, dan sewaktu-waktu

(14)

7.3. Ikhtisar BAB VII

Desa Karacak memiliki sejarah mobilitas penduduk perempuan ke luar desa

yang berbeda karakteristiknya dalam setiap periode. Periode 1980-an, mobilitas

penduduk perempuan Desa Karacak didominasi oleh penduduk perempuan yang

telah menikah, tujuan mobilitasnya mayoritas adalah bekerja, dan tingkat

pendidikan pelaku mobilitas masih rendah. Periode 1990-an, mobilitas penduduk

perempuan Desa Karacak mulai banyak dilakukan oleh penduduk perempuan

yang belum menikah, tujuan mobilitas masih sama dengan periode sebelumnya,

namun tingkat pendidikan mulai meningkat. Pada periode 2000-an, mobilitas

penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa didominasi oleh penduduk

perempuan yang belum menikah, tujuan mobilitasnya mulai banyak yang sekolah,

dan tingkat pendidikan mereka pun lebih tinggi. Berdasarkan fenomena mobilitas

penduduk yang ada pada setiap periodenya, maka pada zaman sekarang, mobilitas

penduduk perempuan Desa Karacak ke luar desa adalah suatu hal yang sangat

lumrah dan tidak ada larangan sedikitpun secara budaya.

Penduduk perempuan Desa Karacak memiliki pengalaman mobillitas

penduduk yang berbeda-beda di masa lampau. Berbagai motif melatarbelakangi

kepergian para penduduk perempuan ke luar desa, dimana salah satu motif yang

paling menonjol adalah motif ekonomi. Motif ini terutama dirasakan oleh para

penduduk perempuan yang tergolong return migrant. Kehadiran para penduduk

perempuan pendatang di Desa Karacak yang terbawa karena pernikahan dengan

pemuda Desa Karacak selama sama-sama bekerja di perkotaan atau saat bertemu

di daerah asal sang perempuan menunjukkan cukup tingginya tingkat mobilitas

(15)

yang memiliki pengalaman mobilitas yang cukup tinggi, terutama penduduk

laki-lakinya. Arah mobilitas penduduk desa ini adalah menuju daerah perkotaan yang

menjanjikan kesempatan kerja di sektor industri dan jasa pembantu rumah tangga.

Adapun sifat kepergiannya cenderung non permanen, yaitu sirkulasi.

Gambar

Tabel 6. Perubahan Karakteristik Mobilitas Penduduk Perempuan Desa Karacak  berdasarkan Periodisasi Waktu 1980-2010

Referensi

Dokumen terkait

yang diperoleh adalah signifikan yang berarti pula telah terbukti adanya pengaruh latihan kelentukan togok (variabel bebas) terhadap Kemampuan roll depan depan pada siswa putra

Subjek penelitian Kepala Balai Woro Wiloso, Kasi Bimbingan Sosial, Pembimbing Sosial, Kasub- bag TU, dan 4 anak asuh.Keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi teori, datadan

Sedangkan yang menjadi subjek penelitian adalah siswa, guru dan yang berhubungan dengan ekstrakurikuler Tapak suci.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi dan minat belajar mahasiswa terhadap prestasi belajar Pengantar Ilmu Ekonomi Mahasiswa

Berdasarkan hasil perhitungan IHEx Kaltimra yang dilakukan KPw BI Provinsi Kaltim, perkembangan harga komoditas ekspor Kaltimra diperkirakan masih terkontraksi pada tahun

(2) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Hari terhitung sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan atas

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang berasal dari fosil yaitu minyak bumi dan batubara. Jawaban

Salah satu usaha pembinaan tersebut adalah melalui kompetisi debat, yang telah dirumuskan dalam National University Debating Championship (NUDC). Kegiatan debat sudah