• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intervensi Program "I m Superhero In The Workplace" untuk Optimalisasi Perilaku Kerja Inovatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Intervensi Program "I m Superhero In The Workplace" untuk Optimalisasi Perilaku Kerja Inovatif"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Intervensi Program "I’m Superhero In The Workplace" untuk Optimalisasi Perilaku Kerja Inovatif Nina Amelia Sasmita* dan Martina Dwi Mustika

Faculty of Psychology, Universitas Indonesia Kampus Baru Depok, Depok, Jawa Barat, Indonesia 16424

*Corresponding author e-mail: ninasasmita@gmail.com

ABSTRAK

Era revolusi industry 4.0 telah mengubah cara hidup dan kerja manusia, oleh karenanya organisasi perlu melakukan inovasi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara perilaku kerja inovatif dan Psychological Capital (PsyCap), dan juga menyelidiki dampak dari program intervensi PsyCap dalam meningkatkan perilaku kerja inovatif pegawai. Penelitian ini dilakukan kepada 424 partisipan dari organisasi pemerintahan untuk mengetahui hubungan perilaku kerja inovatif dengan PsyCap; dan 14 orang sample random dari pegawai untuk mengikuti program intervensi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa PsyCap berhubungan secara positif dengan perilaku kerja inovatif. Program intervensi I’m Superhero in the workplace, memperlihatkan perubahan rata-rata skor PsyCap dan perilaku kerja inovatif sebelum dan setelah program intervensi. Hasil ini memberikan implikasi bahwa organisasi bisa melakukan intervensi PsyCap untuk meningkatkan perilaku kerja inovatif.

Kata kunci: Psychological capital, Perilaku kerja inovatif, intervensi PsyCap ABSTRACT

In the era of industry 4.0 which is changing the way people live and work, organization need to do innovation. This study aims to look at the relationship between employees’ innovative work behavior and psychological capital (PsyCap), also investigate the impact of the PsyCap intervention program in increasing employees’ IWB. The study used 424 participant from a government agency to investigate the relationship between PsyCap and IWB; and 14 random samples of employees for the intervention program. It was found that PsyCap was positively related to IWB. The intervention program which is I’m Superhero in the workplace Program, showed changing in the mean of PsyCap and IWB variable before and after the program. These results implied that organizations can having PsyCap intervention to improve their employees IWB.

(2)

Pendahuluan

Revolusi industry 4.0 telah mengubah cara hidup dan kerja manusia. Organisasi perlu melakukan inovasi yang berkelanjutan agar dapat mengikuti perkembangan zaman saat ini (Yuan & Woodman, 2010). Inovasi yang dilaksanakan dalam sebuah organisasi tidak lepas dari peran perilaku kerja inovatif yang diperlihatkan karyawannya, yaitu kemampuan mengembangkan, mempromosikan, dan mengimplementasikan ide atau perubahan baru dalam kegiatan sehari-hari (Jessan, 2000). Perilaku kerja inovatif juga merupakan upaya yang disengaja karyawan untuk meningkatkan efektivitas kerja yang dapat memberikan keuntungan bagi organisasi (Janssen, 2000; Yuan & Woodman, 2010). Perilaku kerja inovatif berperan penting untuk menghasilkan kinerja yang optimal dan meningkatkan daya saing organisasi (Kalyar, 2011; Craig, 2015). Selain dampaknya bagi organisasi, inovasi yang dihasilkan dari perilaku inovatif juga dapat memberikan manfaat sosial psikologis bagi karyawan (Janssen, 2000), yaitu dapat menjaga kesesuaian antara tuntutan pekerjaan yang dirasakan dengan sumber daya yang ada, sehingga dapat meningkatnya kepuasan kerja dan kemampuan komunikasi interpersonal yang lebih baik pada karyawan (Janssen, 2000).

Jones (2012) menyatakan bahwa proses inovasi tidak terlepas dari peran sumber daya yang dimiliki individu itu sendiri, semakin banyak pengetahuan yaitu terdiri dari keterampilan, kompetensi, dan pengalaman yang diperoleh individu maka aktivitas kerjanya akan menjadi lebih efisien. Menurut Peterson dkk (2011) dikatakan bahwa seseorang yang memiliki perilaku inovasi cenderung untuk memiliki psychological capital (PsyCap) positif di dalam dirinya. PsyCaps adalah sebuah konsep yang menekankan pada sisi psikologis manusia, dimana dapat dikembangkan dan diinvestasikan pada individu untuk unggul dalam kompetisi yang berkelanjutan (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007a) yang dicirikan dengan memiliki harapan, efikasi diri, optimisme dan resiliensi yang tinggi. Individu dengan PsyCaps tinggi lebih mungkin menghasilkan, memperoleh dukungan dan menerapkan ide-ide baru di tempat kerja mereka (Abbas & Raja, 2015).

PsyCaps memiliki karakter state-like yang bisa dikembangkan (Luthams, Youssef, & Avolio, 2007). Menurut Luthans, et al., (2007a), Psycap dapat dikembangkan melalui intervensi mikro Psycap yaitu berupa sesi pelatihan yang sangat fokus dan singkat. Sehingga perusahaan bisa meningkatkan perilaku kerja inovatif pegawai dengan lebih efisien melalui pelatihan PsyCap ini. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untk melihat hubungan antara perilaku kerja inovatif dan PsyCap, serta melihat dampak dari program intervensi PsyCap dalam rangka meningkatkan perilaku kerja inovatif pada sebuah organisasi pemerintah.

Perilaku kerja inovatif didefinisikan sebagai pengembangan, promosi dan realisasi ide-ide baru dalam peran kerja, kelompok kerja atau organisasi untuk mendapatkan manfaat kinerja peran, kelompok atau organisasi (Barat dan Farr 1990). Meskipun terkait erat dengan kreativitas karyawan, perilaku kerja yang inovatif menyiratkan lebih dari sekadar menjadi kreatif. Memang, Miron, Erez, dan Naveh (2004) telah menemukan bahwa orang-orang kreatif tidak selalu sangat inovatif. Perilaku kerja yang inovatif dimaksudkan untuk menghasilkan semacam manfaat dan memiliki komponen terapan yang lebih jelas (de Jong dan den Hartog 2007).

(3)

Akibatnya, para peneliti telah sepakat bahwa perilaku kerja yang inovatif meliputi kreativitas karyawan, yaitu, generasi ide-ide baru dan berguna mengenai produk, layanan, proses dan prosedur (Amabile 1988), dan implementasi ide-ide yang dibuat (Anderson, de Dreu, dan Nijstad 2004; Axtell et al. 2000). Lebih khusus lagi, perilaku kerja inovatif terdiri dari seperangkat perilaku (Scott dan Bruce 1994; de Jong dan den Hartog 2010, Janssen 2000): eksplorasi peluang dan penciptaan ide termasuk mencari dan mengenali peluang untuk berinovasi dan menghasilkan ide dan solusi untuk peluang. Selanjutnya, memperjuangkan mengacu pada mempromosikan ide umum untuk tujuan menemukan dukungan dan membangun koalisi. Akhirnya, aplikasi membuat ide yang didukung benar-benar terjadi. Ini mencakup pengembangan, pengujian, modifikasi, dan komersialisasi ide. Contoh perilaku kerja inovatif termasuk berpikir dengan cara-cara alternatif, mencari perbaikan, mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas, mencari teknologi baru, menerapkan metode kerja baru, dan menyelidiki dan mengamankan sumber daya untuk mewujudkan ide-ide baru.

Berbagai penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi perilaku kerja inovatif. Pertama, faktor individu, Stanberg dan Lubart (dalam Patterson et al, 2009) menunjukkan bahwa kecenderungan untuk berinovasi memerlukan enam faktor yang berbeda yaitu kemampuan intelektual atau kognitif, kepribadian, motivasi, pengetahuan, perilaku, dan emosi. Kedua, faktor pekerjaan dan organisasi antara lain: 1) lingkungan sosial, seperti kerjasama, dukungan dari manajemen dan pemimpin (Scott dan Bruce, 1994), gaya kepemimpinan, jaringan kerja, konflik manajemen, evaluasi dan umpan balik yang konstruktif, serta dukungan dari rekan kerja; 2) disain pekerjaan, seperti otonomi (Parzefall, Seeck, dan Leppänen, 2008), kompleksitas, tuntutan pekerjaan Janssen (2000), cakupan peran kerja; 3) organisasi, seperti struktur dan ukuran, iklim, budaya, sistem penghargaan, sistem sumberdaya manusia, dan manajemen performa (Patterson et al, 2009). Ketiga, faktor eksternal lingkungan seperti sistem pendidikan, budaya nasional, dan kebijakan ekonomi makro, kemampuan organisasi untuk menyerap pengetahuan yang diperlukan untuk berinovasi (Patterson et al, 2009).

PsyCaps merupakan kondisi psikologis individu yang berkembang dan memiliki ciri-ciri diantaranya (1) dalam mengambil dan mengeluarkan usaha yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas yang menantang memiliki keyakinan (efikasi diri) (2) memiliki pembenaran yang positif tentang kesuksesan terhadap masa kini dan masa depan (optimisme) (3) selalu memiliki harapan dalam mencapai tujuan dan jika diperlukan dalam mencapai tujuan memiliki jalan alternative lainnya (harapan) (4) mampu bertahan dan bangkit kembali ketika dihadapkan pada masalah dan tantangan, bahkan berbuat lebih dalam ketika meraih kesuksesan (reseliensi) (Luthans, et al., 2007a). Keempat komponen harapan, efikasi diri, optimisme dan resiliensi menunjukkan "kecenderungan motivasi" (Luthans, Avey, Avolio, & Peterson, 2010, 48) untuk berhasil menyelesaikan tujuan.

Beberapa penelitian mendukung bahwa karakteristik pekerjaan, sifat-sifat kepribadian, iklim organisasi yang mendukung, dan gaya kepemimpinan sebagai anteseden yang mempengaruhi PsyCaps (Avey, 2014). Youssef, Luthans, Barbuto dan Bovaird (2013) mengungkapkan bahwa kualitas hubungan memediasi hubungan positif antara PsyCaps pemimpin dengan PsyCaps bawahan. Liu (2013) menjelaskan bahwa pegawai yang merasa tingkat dukungan supervisor yang lebih tinggi memiliki tingkat PsyCaps yang lebih tinggi, yang pada gilirannya berdampak pada tingkat kinerja yang lebih tinggi. Rego et al. (2012)

(4)

menemukan bahwa hubungan antara kepemimpinan otentik dan kreativitas karyawan sepenuhnya dimediasi oleh PsyCaps.

PsyCaps memiliki hubungan dengan kinerja, sikap, perilaku, dan kesejahteraan di tingkat individu, tim, dan organisasi (Newman et al., 2014). Luthans, et al. (2007b) menemukan bahwa PsyCaps secara positif terkait dengan performa individu. Misalnya, Sweetman, Luthans, Avey dan Luthans (2011) dan Rego et al. (2012) menemukan bahwa PsyCaps secara positif terkait dengan kinerja kreatif, dan Luthans, Youssef, dan Rawski (2011) menemukan bahwa PsyCaps secara positif terkait dengan kinerja penyelesaian masalah dan inovasi. Selanjutnya, PsyCaps juga telah ditemukan mempengaruhi kesejahteraan karyawan dari waktu ke waktu (Avey, Luthans, Smith, & Palmer, 2010; Luthans et al., 2013).

Penelitian menunjukkan bahwa PsyCaps (harapan, efikasi diri, optimisme dan resiliensi) memiliki potensi untuk memicu perilaku inovatif di tempat kerja. Individu dengan harapan tinggi cenderung menjadi pemikir yang independen (Luthans, et al., 2007a). Karyawan yang penuh harapan "cenderung kreatif dan penuh sumber daya, bahkan dengan anggaran yang ketat" (Luthans, et al., 2007a). Karena kemampuan mereka untuk menghasilkan jalur alternatif dan pendekatan kreatif, individu yang memiliki harapan tinggi cenderung menghasilkan dan menerapkan ide-ide inovatif di tempat kerja, maka ini merupakan modal awal dari perilaku inovatif. Selanjutnya, individu yang optimis cenderung mempertahankan harapan positif tentang hasil yang ingin dicapainya (Avey et al., 2008), dan Rego, Sousa, Marques, dan Cunha (2012) menemukan bahwa individu optimis juga cenderung lebih kreatif. Oleh karena itu, kecil kemungkinan bahwa orang-orang ini akan menyalahkan diri sendiri dan putus asa ketika mengerjakan solusi inovatif untuk masalah mereka (Abbas & Raja, 2015). Menurut Bandura dan Locke (2003), efikasi diri membantu individu dalam kegigihan menghadapi hambatan. Individu yang efikasi adalah yang inventif, banyak akal (Bandura, 1986), dan kreatif (Tierney & Farmer, 2002). Dan self efikasi ini sangat diperlukan dalam proses pengembangan ide-ide dalam menghasilkn inovasi. Akhirnya, resilience membantu individu menjadi fleksibel dan mudah beradaptasi selama situasi yang sangat tidak pasti (Coutu, 2002). Individu yang resilien adalah ulet optimis, energik terhadap kehidupan, ingin tahu, dan terbuka untuk pengalaman baru (Block & Kremen, 1996). Sehingga dapat membantu mereka menciptakan lingkungan yang mendukung yang memfasilitasi perilaku inovatif. Maka dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara PsyCaps dengan IWB. Metode

Penelitian pada studi pertama untuk mengetahui hubungan antara perilaku kerja inovatif dan PsyCap. Sampel penelitian sebanyak 424 orang pegawai yang berasal dari salah satu instansi pemerintah. Alat ukur perilaku kerja inovatif yang digunakan merupakan hasil pengembangan dari Janssen (2000) yang terdiri dari 9 item dengan pengukuran menggunakan skala likert rentang pilihan respon dari 1 hingga 6 yaitu, “Tidak pernah” hingga “Selalu”. PsyCap menggunakan alat ukur PCQ (PsyCaps Questionnaires) yang dikembangkan oleh Luthans, et al., (2007a), terdiri dari 12 item, pengukuran menggunakan skala likert rentang pilihan respon dari 1 hingga 6 yaitu, “Sangat Tidak Setuju” hingga “Sangat Setuju”. Pengolahan data untuk melihat hubungan antar variabel menggunakan Pierson Correlation pada SPSS.

(5)

Penelitian pada studi kedua yaitu intervensi PsyCap guna peningkatan perilaku kerja inovatif. Sample berjumalah 14 orang yang merupakan bagian dari sample pada study one. Bentuk intervensi berupa perpaduan pelatihan dan praktek kerja dengan nama Program "I’m Superhero In The Workplace". Adapun yang diukur adalah variabel PsyCap dan IWB, sebanyak tiga kali yaitu sebelum pelatihan, setelah pelatihan dan setelah praktek. Pelatihan direncanakan selama 7 hari, dengan sesi pelatihan berlangsung selama 4 jam, praktek 5 hari dan satu hari sesi feedback dan evaluasi.

Hasil

Berdasarkan tabel 1 hasil perhitungan korelasi yang dilakukan menggunakan SPSS diketahui bahwa perilaku kerja inovatif memiliki hubungan yang signifikan dengan PsyCaps (r = .614, dan p < 0.01). Selanjutnya, dilihat dari arah hubungannya, angka koefisien korelasi yang positif juga membuktikan bahwa hubungan antara kedua variabel adalah linear dan positif (Gravetter & Wallnau, 2013). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi nilai PsyCaps maka semakin tinggi pula nilai perilaku kerja inovatif pegawai. Juga berlaku sebaliknya, semakin rendah nilai PsyCaps maka semakin rendah pula nilai perilaku kerja inovatif pegawai. Diketahui pula bahwa nilai koefisien korelasi perilaku kerja inovatif dan PsyCaps r2 = .377, yang berarti bahwa variasi skor perilaku kerja inovatif yaitu 37,7% dapat dijelaskan dari skor PsyCaps.

Tabel 1. Mean, Standar Deviasi, Korelasi dan Reliabilitas Antar Variabel

No Variable Mean SD 1 2

1 IWB 59,62 12,98 0,91

2 PsyCap 94,81 14,11 0,61** 0,91

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Angka diagonal adalah angka reliabilitas (Cronbach Alpha)

Berdasarkan general linier model, terdapat kenaikan nilai PsyCaps dan perilaku kerja inovatif pegawai (sebelum program, setelah sesi pertama dan setelah program/setelah sesi tiga). Hal ini memperlihatkan bahwa hasil program efektif.

Gambar 1. Perubahan nilai rata-rata PsyCap dan IWB pada 3 sesi intervensi.

4 4.2 4.4 4.6 4.8 5 1 2 3 R AT A- R AT A PER KEM B AN G AN M ODAL PS IKOL OG IS DAN IWB

S ES UAI WAKT U Psycap IWB

(6)

Selanjutnya, berdasarkan hasil tes Wilcoxon, maka pada tabel 2, nilai Z yang didapat diperoleh nilai PsyCaps sebelum pelatihan (PsyCaps 1) dan setelah pelatihan (PsyCaps 2) sebesar -2,769 dengan p-value (p < .05) sebesar 0,06 lebih besar dari batas kritis penelitian 0,05 sehingga tidak terdapat perbedaan bermakna PsyCaps antara kelompok sebelum pelatihan (PsyCaps 1) dan setelah pelatihan (PsyCaps 2). Begitu juga dengan nilai PsyCaps pada kelompok setelah pelatihan (PsyCaps 2) dan setelah hero diary dan feedback (PsyCaps 3), yaitu (Z= -.35, p = .73) tidak terdapat perbedaan bermakna.

Tabel 2. Hasil tes Wilcoxon evaluasi perilaku PsyCaps

Data Z .sig

PsyCap 1 - PsyCap 2 -1.86 0.06 PsyCap 2 - PsyCap 3 -.35 0.73 PsyCap 1 - PsyCap 3 -2.77 0.006 Ket. N=14

Namun ketika nilai PsyCaps kelompok diukur sebelum pelatihan (PsyCaps 1) dan setelah Hero Diary dan feedback (PsyCaps 3), maka terdapat perbedaan bermakna PsyCaps (Z= -2.769, p < .05). Diketahui bahwa nilai signifikansinya adalah .006 (p < .05) sehingga terdapat perbedaan yang signifikan dan nilai Z pada Wilcoxon test ini juga mengindikasikan lebih kecil dari –1,96 yang membuktikan bahwa peserta mengalami perubahan perilaku setelah diberikan intervensi Program “I’m Superhero in the Workplace”.

Tabel 3. Hasil tes Wilcoxon evaluasi perilaku kerja inovatif

Data Z .sig

IWB 1 - IWB 2 -1.23 0.22 IWB 2 - IWB 3 -.66 0.51 IWB 1 - IWB 3 -1.83 0.07 Ket. N=14; IWB = perilaku kerja inovatif

Sedangkan untuk perilaku kerja inovatif (tabel 3) walaupun terdapat peningkatan hasil nilai rata-rata perilaku kerja inovatif sebelum dan sesudah program (gambar 1) namun belum terdapat perubahan yang bermakna untuk perilaku kerja inovatif peserta sebelum pelatihan (IWB 1) dan setelah pelatihan (IWB 2), setelah pelatihan (IWB 2) dan setelah hero diary dan feedback (IWB 3); ataupun sebelum pelatihan (IWB 1) dan setelah hero diary dan feedback (IWB 1), terlihat dari nilai Z masing-masing lebih besar dari -1.96 dengan signifikan lebih besar dari 0.05.

Diskusi

Korelasi antara PsyCaps dengan perilaku kerja inovatif dalam penelitian ini memperlihatkan hubungan yang kuat, dimana korelasi antara keduanya sebesar R = .61. Berdasarkan Sarwono (2006) hubungan PsyCaps dengan IWB dengan rentan 5 – 7,5 adalah kuat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Abbas dan Raja (2015) mengenai hubungan PsyCaps

(7)

dengan perilaku kerja inovatif yang dilakukan pada beragam organisasi baik pemerintah atau swasta, dan Rulevy dan Parahyanti (2016) pada industri kreatif. Hasil penelitian mereka menunjukkan terdapatnya hubungan signifikan yang positif antara PsyCaps dengan perilaku kerja inovatif. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Moegni dan Sulistiawan (2012), yang berpendapat bahwa perilaku inovasi cenderung kurang begitu tampak pada organisasi pemerintahan akibat birokrasi yang kuat dan kaku. Sehingga, penelitian ini memperlihatkan bahwa PsyCaps dan perilaku inovatif diperlihat juga oleh pegawai pada instansi pemerintah.

Berdasarkan pembahasan maka keberadaan PsyCaps bisa menjadi faktor penentu yang kuat terhadap perilaku kerja inovatif. Jika instansi pemerintahan ingin berinovasi maka pegawai yang berada di dalam organisasi tersebut memiliki pemikiran positif bahwa dalam kondisi apapun pasti akan ada cara untuk melakukan perubahan. Misalnya, jika pegawai memiliki harapan yang tinggi maka akan mampu mencari alternatif untuk mencapai tujuannya. Penelitian Youssef dan Luthans (2008) memperlihatkan bahwa tingkat harapan karyawan berhubungan positif dengan kinerja, kepuasan kerja, kebahagiaan kerja, dan komitmen organisasi. Selain itu, ketika begitu banyak hambatan maka sikap optimis akan diperlukan misalnya dalam mengimplementasikan ide inovasi yang dimiliki. Optimis membantu pegawai berjuang melalui situasi stres, untuk mengalami emosi positif, untuk bertahan ketika menghadapi kesulitan, dan untuk mencari cara-cara kreatif untuk menyelesaikan masalah dan memanfaatkan peluang (Youssef dan Luthans 2005). Pegawai akan tetap memiliki motivasi untuk terus bekerja dengan baik. Sesuai dengan penelitian Peretz, Binyamin dan Carmeli (2011) yang mengatakan bahwa kondisi psikologis positif, seperti konsep PsyCaps dalam ruang lingkup kerja dapat meningkatkan motivasi karyawan yang dapat menanamkan keterikatan pada perilaku kerja inovatif.

Terdapat tiga sesi program intervensi. Pada sesi satu peserta diberikan pelatihan terkait PsyCaps dan bagaimana PsyCaps bisa membantu mereka dalam menjalankan kerja. Hasil pelatihan kemudian diaplikasikan dalam pekerjaan sehari-hari yaitu sesi dua Hero diary dan sesi ketiga peserta diminta untuk memberikan pendapat apa yang mereka rasakan ketika menerapkan Hero Diary. Fasilitator pada sesi tiga memberikan feedback kepada peserta ataupun peserta lain juga boleh memberikan feedback, hal ini serupa dengan intervensi PsyCaps yang dilakukan Russo dan Stoykova (2015) peserta didorong untuk memberikan umpan balik yang konstruktif serta untuk memajukan ide, solusi, dan secara umum perspektif yang berbeda untuk meningkatkan rencana masing-masing.

Beberapa karakteristik penelitian asli yang dilakukan Luthans (2010) tetap dipertahankan, terutama yang berkaitan dengan prosedur pelatihan namun, peneliti juga memperkenalkan beberapa variasi dalam konteks diantaranya penambahan kegiatan Hero Diary, sesi feedback dari fasilitator. Peneliti tidak bisa melakukan replikasi fasilitator yang sama dengan penelitian aslinya. Replikasi dengan fasilitator yang berbeda adalah sangat penting karena keberhasilan pelatihan sering bergantung pada ekspresifitas, kompetensi, dan kepercayaan diri pelatih (Burke & Hutchins, 2008; Towler & Dipboye, 2001 dalam Russo, 2015), dan aspek-aspek ini biasanya dipertimbangkan ketika mengukur reaksi peserta terhadap pelatihan (Morgan & Casper, 2000). Dengan demikian, memastikan bahwa intervensi pelatihan yang diusulkan efektif pada hakekatnya, terlepas dari orang yang memberikannya, merupakan kontribusi penting untuk literatur dan praktik.

(8)

Dimasukkannya kegiatan Hero Diary sebagai tindak lanjut dari pelatihan PsyCaps selama lima hari merupakan salah satu cara untuk memaksimalkan hasil pelatihan sehingga bisa menyesuaikan dengan realita yang ada. Pengalaman langsung dapat meningkatkan kemampuan untuk bangkit kembali dari kegagalan, mengatasi hambatan, atau secara efektif menghadapi kesulitan (Russo, 2015). Seharusnya untuk dapat melihat hasil perubahan perilaku (evaluasi level 3) pelaksanaan Hero Diary ini tidak hanya berlangsung selama lima hari, tetapi diperlukan waktu yang lebih lama, minimal satu bulan. Alasan peneliti hanya menetapkan waktu lima hari karena peneliti mengadari bahwa tidak memungkinkan untuk peneliti meminta peserta terlibat selama satu bulan secara suka rela, diperlukan dukungan dan komitmen pimpinan untuk bisa menjalankan program ini sampai terlihat adanya perubahan perilaku dan untuk proses tersebut dalam instansi pemerintah akan melewati birokrasi yang panjang. Padahal menurut Werner, O'Leary-Kelly, Baldwin, dan Wexley (1994) dalam Russo dan Stoykova (2015) menemukan bahwa daya ingat (retensi) belajar secara signifikan lebih tinggi ketika satu bulan setelah pelatihan. Sebagai penjelasan lebih lanjut bahwa apa yang disebut "opportunity to perform" disebutkan sebagai salah satu faktor dengan dampak sedang hingga kuat pada transfer pelatihan (Burke & Hutchins, 2007).

Berdasarkan hasil tes Wilcoxon bahwa nilai PsyCaps tidak ada perubahan dari PsyCaps 1 ke PsyCaps 2 dan dari PsyCaps 2 ke PsyCaps 3 (lihat tabel 2) bisa jadi dikarenakan pertama waktu pengukuran yang terlalu dekat pada PsyCaps 1 ke PsyCaps 2. Luthans (2010) melakukan proses pengukuran posttest nilai PsyCaps pada intervensi yang dilakukannya adalah 3 hari setelah pelatihan. Sehingga kemungkinan hasil PsyCaps 1 ke PsyCaps3 yang memberikan hasil signifikan (Z= -2.769, p < .05) adalah sama dengan hasil posttest intervensi yang dilakukan Luthans (2010). Faktor kedua, yaitu akibat jumlah sampel yang sedikit yaitu 14 orang (Russo, 2015). Sedangkan untuk nilai perilaku kerja inovatif faktor penyebab kenapa tidak ada perubahan yang bermakna (lihat tabel 3) kemungkinan disebabkan oleh program intervensi yang terlalu singkat; peserta tidak diberikan pelatihan terkait inovasi dan prakteknya.

Program ini memberikan implikasi bahwa pelatihan singkat PsyCaps bisa membantu meningkatkan efek positif dan mengurangi efek negative psikologis pegawai yang berdampak pada performanya. Selanjutnya, pelatihan PsyCaps bisa dilakukan oleh fasilitator yang berbeda namun tetap dengan target outcome yang sama. Bagi organisasi, bisa menjadi investasi pengembangan SDM dengan anggaran yang rendah, dan memberikan organisasi dasar yang kuat untuk membuat keputusan mengenai pelatihan dan investasi pengembangan (Cascio & Boudreau, 2011).

Kesimpulan

Terdapat hubungan yang signifikan antara PsyCaps dan perilaku kerja inovatif, dan dalam konteks organisasi pemerintahan yang bersifat kaku, unsur PsyCaps memegang peranan cukup besar. Pegawai akan bisa terus berinovasi jika dia memiliki harapan, efikasi diri, optimisme dan resilien yang tinggi. Program intervensi “I’m superhero in the workplace” yang merupakan modifikasi program intervensi PsyCaps membuktikan metodologi yang efektif dan efisien yang dapat diterapkan oleh organisasi untuk mengembangkan kekuatan dan sumber daya psikologis karyawan.

Tentu saja penelitian ini masih banyak kekuarangannya, diantaranya: mengukur prilaku kerja inoatif bukan hanya self-report tapi juga ditambah penilaian dari atasan; perlu dilakukan

(9)

penelitian bukan hanya pada staf tapi juga pimpinan; intervensi Hero Diary sebaiknya diperpanjang waktu pelaksanaannya sehingga bisa terlihat perubahan pada perilaku kerja inovatif yang signifikan; perlu dilakukan pengukuran karakteristik lain dari individu yang awalnya memutuskan untuk berpartisipasi dalam pelatihan atau mereka yang memilih keluar seperti orientasi tujuan dan motivasi intrinsik (Russo, 2015); pengukuran efek jangka waktu yang lebih lama, minimal 1 bulan setelah pelatihan (Russo, 20150) sehingga bisa diketahui efektivitas dari intervensi; penelitian di masa depan dapat mengeksplorasi dampak diferensial dari intervensi pada individu dengan level awal yang lebih tinggi atau lebih rendah dari PsyCaps dan komponen tunggal untuk mengidentifikasi siapa yang menanggapinya dengan lebih efektif.

(10)

Referensi

Abbas, M., & Raja, U. (2015). Impact of psycho-logical capital on innovative performance and job stress. Canadian Journal of Administrative Sciences / Revue Canadienne Des Sciences de

l’Administration, 32(2), 128–138.doi:10.1002/cjas.1314

Amabile, T. M. (1988). A model of creativity and innovation in organizations. Research in

organizational behavior, 10(1), 123-167.

Anderson, N., De Dreu, C. K., & Nijstad, B. A. (2004). The routinization of innovation research: A constructively critical review of the state‐of‐the‐science. Journal of Organizational

Behavior, 25, 147-173

Avey, J. B. (2014). The left side of Psychological capital: New evidence on the antecedents of Psychological capital. Journal of Leadership & Organizational Studies, 21(2), 141-149.

Avey, J. B., Luthans, F., Smith, R. M., & Palmer, N. F. (2010). Impact of positive Psychological capital on employee well-being over time. Journal of Occupational Health Psychology, 15, 17–28

Avey, J. B., Wernsing, T. S., & Luthans, F. (2008). Can positive employees help positive organi-zational change? Impact of psychological capital and emotions on relevant attitudes and behaviors. The journal of applied behavioral science, 44(1), 48-70.

Bandura, A. (1986). The explanatory and predictive scope of self-efficacy theory. Journal of

social and clinical psychology, 4(3), 359-373.

Bandura, A., & Locke, E. A. (2003). Negative self-efficacy and goal effects revisited. Journal

of applied psychology, 88(1), 87.

Block, J., & Kremen, A. M. (1996). IQ and ego-resiliency: conceptual and empirical connections and separateness. Journal of personality and social psychology, 70(2), 349.

Burke, L. A., & Hutchins, H. M. (2007). Training transfer: An integrative literature review.

Human resource development review, 6(3), 263-296.

Cascio, W. F., & Boudreau, J. W. (2011). Utility of selection systems: Supply-chain analysis

applied to staffing decisions.

Coutu, D. L. (2002). How resilience works. Harvard business review, 80(5), 46-56.

Craig, J. T. (2015). Antecedents of individual innovative behavior: Examining transformational

leadership, creative climate, role ambiguity, risk propensity, and psychological empowerment. Alliant

International University.

Dello Russo, S., & Stoykova, P. (2015). Psycho-logical capital intervention (PCI): A replication and extension. Human Resource Development Quarterly, 26(3), 329-347.

De Jong, J.P.J., and Hartog, D.N.D. (2007). How Leaders Influence Employees’ Innovative Behavior. European Journal of Innovation Management, 10, 41-64.

Janssen, O. (2000). Job demands, perceptions of effort‐reward fairness and innovative work behaviour. Journal of Occupational and organizational psychology, 73(3), 287-302.

Jones, B. (2012). Innovation and human re-sources: Migration policies and employment

protection policies. NESTA: Compendium of Evidence on the Effectiveness of Innovation Policy

(11)

Kalyar, M. N. (2011). Creativity, self-leadership and individual innovation. The journal of

commerce, 3(3), 20.

Liu Y (2013) Mediating effect of positive Psycho-logical capital in Taiwan’s life insurance industry. Soc Behav Pers, 41(1):109–111

Luthans, F., & Avolio, B. J., Avey, J. B., & Nor-man, S. M. (2007b). Psychological capital: Measurement and relationship with performance and satisfaction. Personnel Psychology, 60: 541–572 Luthans, F., Avey, J. B., Avolio, B. J., & Peter-son, S. J. (2010). The development and resulting performance impact of positive psychological capital. Human resource development quarterly, 21(1), 41-67.

Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007a). Psychological capital: Developing the

human competitive edge.

Luthans, F., Youssef, C. M., & Rawski, S. L. (2011). A tale of two paradigms: The impact of Psy-chological capital and reinforcing feedback on problem solving and innovation. Journal of

Organizational Behavior Management, 31, 333–350.

Luthans, F., Youssef, C. M., Sweetman, D. S., & Harms, P. D. (2013). Meeting the leadership challenge of employee well-being through relationship Psychological capital and health Psychological capital. Journal of leadership & organizational studies, 20(1), 118-133.

Miron, E., Erez, M., & Naveh, E. (2004). Do personal characteristics and cultural values that promote innovation, quality, and efficiency compete or com-plement each other?. Journal of

organizational behavior, 25(2), 175-199.

Moegni, N., & Sulistiawan, J. (2012). Pengaruh Psychological capital terhadap innovative work behaviors: efek moderasi percieved procedural fairness. Majalah Ekonomi, 22(2).

Morgan, R. B., & Casper, W. J. (2000). Examin-ing the factor structure of participant reactions to training: A multidimensional approach. Human Resource Development Quarterly, 11(3), 301-317.

Newman A, Ucbasaran D, Zhu F and Hirst G (2014) Psychological capital: A review and synthesis. Journal of Organizational Behavior, 35, S120–S138.

Parzefall, M. R., Seeck, H., & Leppänen, A. (2008). Employee innovativeness in organizations: a review of the antecedents. Finnish Journal of Business Economics, 2(08), 165-182.

Peterson, S. J., Luthans, F., Avolio, B. J., Walumbwa, F. O., & Zhang, Z. (2011). Psychologi-cal capital and employee performance: A latent growth modeling approach. Personnel Psychology, 64(2), 427-450.

Rego, A., Sousa, F., Marques, C., & e Cunha, M. P. (2012). Authentic leadership promoting employees' Psychological capital and creativity. Journal of business research, 65(3), 429-437.

Rulevy, D. F., & Parahyanti, E. (2018). Hubungan Psychological Capital Dan Perilaku Kerja Inovatif Di Industri Kreatif: Studi Pada Karyawan Perusahaan Xyz. Journal Psikogenesis, 4(1), 99-113.

Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.

Scott, S. G., & Bruce, R. A. (1994). Determinants of innovative behavior: A path model of individual innovation in the workplace. Academy of Management Journal, 37, 580–607.

Story, J. S., Youssef, C. M., Luthans, F., Barbuto, J. E., & Bovaird, J. (2013). Contagion effect of global leaders' positive Psychological capital on followers: does distance and quality of relationship matter?. The International Journal of Human Resource Management, 24(13), 2534-2553.

(12)

Sweetman, D., Luthans, F., Avey, J. B., & Lu-thans, B. C. (2011). Relationship between positive Psychological capital and creative performance. Canadian Journal of Administrative

Sciences/Revue Canadienne des Sciences de l'Administration, 28(1), 4-13.

Tierney, P., & Farmer, S. M. (2002). Creative self-efficacy: Its potential antecedents and relationship to creative performance. Academy of Management journal, 45(6), 1137-1148.

West, M., & Farr, J. L. (1990). Innovation at work. In West, M. A., & Farr, J. L. (Eds.),

Innovation and creativity at work. (pp. 3-13). Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.

Yuan, F., & Woodman, R. W. (2010). Innovative behavior in the workplace: The role of performance and image outcome expectations. Academy of management journal, 53(2), 323-342.

Gambar

Tabel 1. Mean, Standar Deviasi, Korelasi dan Reliabilitas Antar Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang akan dihasilkan dalam usaha ini adalahsosis tempe spesial kaya gizi. Maksud spesial di sini adalah sosis biasanya terbuat dari daging sapi dan daging ayam namun produk

a) Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa nilai untuk variabel upah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disiplin kerja karyawan, dimana nilai signifikan

4.3.2 Melafalkan huruf- huruf hijaiyah sesuai dengan tanda bacanya (fathah, kasroh dan dhummah) dengan benarc.

Kebugaran dipengaruhi usia, jenis kelamin, keturunan, status gizi dan aktivitas (Afriwardi,.. 2011:41).Kurangnya kualitas makanan yang diperoleh dalam diet sehari-hari dapat

Menetapkan : KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI MALANG TENTANG PENETAPAN CALON MAHASISWA BARU PROGRAM SARJANA (S1) MASUKAN NON-SLTA UNIVERSITAS NEGERI MALANG,

Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan outdoor learning dengan kecerdasan kinestetik anak usia dini dengan hasil adanya hubungan outdoor learning dengan

[r]

Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembanding I yang telah memberikan kritik dan