• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN PENGANTAR SURVEY PEMETAAN KELAS X TEKNIK GEOMATIKA DI SMK N 2 KUPANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN PENGANTAR SURVEY PEMETAAN KELAS X TEKNIK GEOMATIKA DI SMK N 2 KUPANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

19 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

PADA MATA PELAJARAN PENGANTAR SURVEY PEMETAAN

KELAS X TEKNIK GEOMATIKA DI SMK N 2 KUPANG

IMPROVEMENT OF LEARNING OUTCOMES THROUGH CONTEXTUAL LEARNING IN INTRODUCTION TO MAPPING SURVEY LESSON

CLASS X GEOMATIC ENGINEERING IN SMK N 2 KUPANG

Angga A. P. Riwu, Asrial dan Harijono

Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan FKIP Undana

E-mail: anggaapriwu@gmail.com, asrialchatib@gmail.com dan harijono69@gmail.com Abstrak

Pada studi ini dibahas mengenai permasalahan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran pengantar survey pemetaan yang dari 37 siswa yang ada diantaranya 29 tidak tuntas. Salah satu solusi yang dianggap mampu untuk meningkatkan hasil belajar adalah metode pembelajaran kontekstual. Melalui penerapan metode ini yang berorientasi pada peningkatan keaktifan siswa ini diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penerapan metode kontekstual dalam meningkatkan hasil belajar pengantar survey pemetaan di Kelas X Program Keahlian Geomatika SMK Negeri 2 Kupang. Tujuan penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan tindakan kelas. Tindakan dalam penelitian ini didesain dalam dua siklus dengan tahapan perencanaan, tindakan, observasi, dan evaluasi serta refleksi. Untuk memperoleh data yang valid maka digunakan teknik observasi dan tes atau ujian kelas yang mengaplikasikan lembar observasi dan tes obyektif sebagai alatnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa secara klasikal hasil belajar siswa pada siklus I memiliki rata-rata sebesar 63,5 kemudian meningkat sebesar 9,5 poin pada siklus II 73,0 secara klasikal, peningkatan hasil belajar juga diikuti oleh peningkatan presentasi ketuntasan belajar sebesar 44,4% pada siklus I menjadi 91,1% pada siklus II. Hasil penelitian membuktikan bahwa penerapan metode kontekstual mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran pengantar survey pemetaan di kelas X Program Keahlian Teknik Geomatika SMK Negeri 2 Kupang. Oleh karena itu hasil penelitian ini dapat diterapkan oleh guru mata diklat produktif khususnya di jurusan Teknik Geomatika SMK Negeri 2 Kupang atau sekolah lainnya untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar pada pokok bahasan yang lain.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Kontekstual, Teknik Geomatika Abstract

This study discusses the problem of the low graduation competency standards (SKL) of student learning outcomes in the introductory subjects of the mapping survey, of which 37 of the 37 students did not complete. One solution that is considered capable of improving learning outcomes is the contextual learning method. Through the application of this method which is oriented towards increasing student activity, it is expected that student learning outcomes can increase. This writing aims to determine the effectiveness of the application of contextual methods in improving the learning outcomes of introductory mapping surveys in Class X Geomatics Expertise Program at SMK Negeri 2 Kupang. The research objective used a descriptive method with a class action approach. The action in this study was designed in two cycles with the stages of planning, action, observation, evaluation and reflection. To obtain valid data, observation techniques and tests or class examinations are used that apply observation sheets and objective tests as tools. The results of the study prove that classically the student learning outcomes in the first cycle have an average of 63.5 then an increase of 9.5 points in the second cycle of 73.0 classically, the increase in learning outcomes is also followed by an increase in the presentation of learning completeness by 44.4 % in the first cycle to 91.1% in the second cycle. The results of the study prove that the application of the contextual method is able to improve student learning outcomes in the introductory subject of mapping surveys in class X Geomatics Engineering Skills Program of SMK Negeri 2 Kupang. Therefore, the results of this study can be applied by productive training eye teachers, especially in the Geomatics Engineering department of SMK Negeri 2 Kupang or other schools to increase student activity and learning outcomes on other subjects.

(2)

20 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

PENDAHULUAN

Tujuan dari didirikannya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu mencetak siswa untuk siap menghadapi dunia kerja sebagai siswa profesional yang tangguh dan mampu berkompetisi, akan tetapi tidak menutup kemungkinan siswa dapat meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi.

Untuk itu Sekolah Menengah Kejuruan mempunyai kekhususan dalam Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) pada mata pelajaran produktif. Kurikulum yang ada di SMK harus mengacu pula pada Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI). (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional). Di antara delapan jurusan yang ada, terdapat satu jurusan Geomatika yang di dalamnya diisi dengan enam belas mata pelajaran dan salah satunya adalah Pengantar survey pemetaan.

SMK adalah tempat pertama siswa mengenal konsep-konsep dasar pada ilmu praktek yang lebih luas, karena itu pengetahuan yang diterima siswa menjadi dasar yang dapat dikembangkan ditingkat sekolah yang lebih tinggi atau pada dunia kerja. Pelaksanaan pembelajaran secara klasikal kurang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Komponen pendidikan seperti kurikulum, kegiatan belajar mengajar, penilaian, dan sistem kenaikan kelas didasarkan pada asumsi bahwa semua siswa dalam satu kelas memiliki kemampuan yang homogen, akibatnya siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak dapat berkembang secara optimal dan sebaliknya siswa yang berkemampuan rendah selalu tertinggal dalam penguasaan materi.

Keberhasilan proses belajar mengajar pada umumnya diukur dari keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Pemahaman akan pengertian dan pandangan guru terhadap metode mengajar akan mempengaruhi peranan dan aktifitas siswa dalam belajar, sebaliknya aktifitas guru dalam mengajar dan siswa dalam belajar sangat bergantung pula pada pemahaman guru terhadap metode mengajarnya. Mengajar bukan sekedar proses penyampaian ilmu pengetahuan saja melainkan mengandung makna yang lebih luas dan kompleks yaitu terjadinya komunikasi dan interaksi antara siswa dan guru.

Pemakaian metode mengajar yang tepat dan adanya interaksi dua arah antara guru dan siswa, akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang memenuhi standar ketuntatasan minimal. Standar ketuntasan minimal adalah suatu tolok ukur untuk mengukur tingkat capaian pembelajaran yang diharapkan, namun dengan melihat prestasi belajar SMK N 2 Kupang yang masih di bawah kriteria ketuntasan yaitu 70% (daftar nilai hasil kelas X geomatikan SMK N 2 Kupang) membuat kita prihatin, mengingat bahwa begitu

pentingnya peranan ilmu survei dan pemetaan dalam dasar dari ilmu bangunan. Berdasarkan kenyataan itulah, maka mata pelajaran pengantar survey pemetaan perlu ditingkatkan kualitasnya dan menaikan standar kompetensi kelulusannya. Dalam proses pembelajaran ada faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Menurut Djamarah (2013: 13) belajar adalah “serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor”. Demikian pula menurut Khodijah (2014; 50) belajar adalah sebuah proses yang memungkinkan seseorang memperoleh dan membentuk kompetensi, ketrampilan, dan sikap yang baru melibatkan proses-proses mental internal yang mengakibatkan perubahan perilaku dan sifatnya relative permanen.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian belajar adalah perubahan dalam diri pelajarnya yang berupa, pengetahuan, ketrampilan dan tingkah laku akibat dari interaksi dengan lingkungannya. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yaitu:

Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan jasmani dan rohani siswa. Yaitu: aspek fisiologis (jasmani, mata dan telinga) dan aspek psikologis (intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa).

Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. Yaitu: lingkungan sosial (keluarga, guru, masyarakat, teman) dan lingkungan non-sosial (rumah, sekolah, peralatan, alam). Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran, yang terdiri dari pendekatan tinggi, pendekatan sedang dan pendekatan rendah. Maksud tersebut akan diaplikasikan pada mata pelajaran pengantar survey pemetaan menggunakan pendekatan kontekstual dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk meningkatkan hasil belajar yang dimulai dari suatu kelas atau komponen terkecil di dalam suatu sekolah, akan lebih efektif untuk meningkatkan mutu atau kualitas dari sekolah itu sendiri. Peningkatan hasil atau kualitas belajar pada setiap mata palajaran sangat diperlukan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengajukan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Pelajaran Pengantar Survey Pemetaan Kelas X Teknik Geomatika Di Smk N 2 Kupang”.

(3)

21 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

Hasil Belajar

Hasil belajar siswa pada penelitian ini dilihat dari hasil belajar siswa. Keaktifan siswa dalam pembelajaran adalah sebuah indikator untuk mengetahui seberapa jauh siswa tersebut dapat menerima pelajaran yang telah disampaikan guru, siswa yang aktif akan membuat suasana pembelajaran menjadi lebih menarik dan interaktif. Menurut WS Winkel prestasi belajar adalah keberhasilan usaha yang dicapai seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau mempelajari sesuatu. Menurut Djalal "prestasi belajar siswa adalah gambaran kemampuan siswa yang diperoleh dari hasil penilaian proses belajar siswa dalam mencapai tujuan pengajaran. Hamalik berpendapat bahwa prestasi belajar adalah perubahan sikap dan tingkah laku setelah menerima pelajaran atau setelah mempelajari sesuatu. Benyamin S. Bloom, prestasi belajar merupakan hasil perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil 6 nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (sub sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif)

Tinjauan Tentang Belajar

Menurut Howard L. Kingskey dalam Rusman (2015: 13) mengatakan bahwa learning is process by which behavior (in the broader sence) os originated or changed through practice or traning. Belajar adalah proses yang mana perilaku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik atau latihan. Pendapat tersebut hampir sama dengan pendapat dari Surya yang menjelaskan bahwa belajar merupakan hasil dari proses. Proses yang dimaksud oleh Howard L kingkey berupa latihn atau praktik. Selanjutnya berdasarkan pendapat ahli diatas, hal yang paling utama dalam belajar adalah terjadinya perubahan prilaku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses secara sadar yang dilakukan untuk mencapai tujuan, belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku secara menyeluruh yang

diakibatkan oleh interaksi secara individu maupun secara kelompok.” Menurut Witherington (Ngalim Purwanto, 2014: 84) “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.

Pendapat Brophy dan Good yang dikutip Ngalim Purwanto (1997: 75) dikemukakan bahwa “learning is development of new associations as a result experience” yang artinya bahwa belajar adalah suatu perkembangan dari hubungan baru sebagai hasil suatu pengalaman. Hal ini berarti belajar merupakan pengalaman yang diperoleh siswa selama siswa berada di lingkungan baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Semerntara M. Dimiyati Mahmud (2015: 14) mengemukakan bahwa “Belajar adalah perubahan dari dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman-pengalaman” seperti pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru yang paling baik”. Dengan demikian, belajar yang paling efektif dan berkualitas adalah belajar melalui pengalaman. Dalam proses belajar seseorang berinteraksi langsung dengan obyek menggunakan semua alat inderanya.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa unsur yang termasuk ciri-ciri adanya proses belajar yaitu:

1. Usaha untuk memperoleh sejumlah pengetahuan nilai dan sikap.

2. Belajar menghasilkan adanya perubahan tingkah laku.

3. Perubahan tingkah laku adalah hasil interaksi aktif dengan lingkupnya.

4. Belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar

1. Faktor internal siswa 2. Faktor external siswa 3. Faktor pendekatan belajar Minat Belajar

a. Hakikat Pembelajaran

Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction” atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti : cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan (Purwadarminta, 2015: 22). Bila Pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar, tentunya ada yang mengajar yaitu guru, dan ada yang diajar atau belajar yaitu siswa. Dengan demikian, Pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa), mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan searah.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, materi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang mencapai untuk tujuan (Oemar Hamalik, 2014: 57). Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan

(4)

22 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

oleh siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan materi untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.

Pembelajaran menurut Gagne (2013: iii) adalah suatu usaha untuk membuat siswa belajar sehingga situasi tersebut merupakan peristiwa belajar (event of learning), yaitu usaha untuk terjadinya tingkah laku dari siswa. Sedangkan perubahan tingkah laku itu dapat terjadi karena adanya interaksi antara siswa dan lingkungannya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi pembelajaran dalam pendidikan formal harus mampu memaksimalkan peluang bagi siswa untuk berlangsungnya interaksi yang hakiki bukan sekedar 10 menyampaikan pengetahuan dan membentuk keterampilan. Bila proses menyampaikan pengetahuan dan membentuk keterampilan saja yang dipergunakan, maka akan menurunkan kualitas pebelajaran.

Dari beberapa pendapat tentang pembelajaran dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

b. Komponen Pembelajaran

Situasi yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar yang optimal adalah situasi di mana siswa dapat berinteraksi dengan guru atau bahan pengajaran di tempat tertentu yang telah diatur dalam rangka tercapainya tujuan. Situasi ini dapat dioptimalkan dengan menggunakan metode dan atau media yang tepat, agar dapat diketahui keefektifan kegiatan belajar mengajar, maka setiap proses dan hasilnya harus dievaluasi.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen.

1) Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang di butuhkan untuk mencapai tujuan.

2) Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungya kegiatan belajar mengajar yang efektif.

3) Tujuan yakni pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti belajar mengajar. Perubahan perilaku tersebut mencakup perubahan kognitif, psikomotor, dan afektif.

4) Isi pelajaran, yakni segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

5) Metode, yakni cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 6) Media, yakni bahan pengajaran dengan atau tanpa

peralatan yang digunakan untuk menyajikan

informasi kepada siswa agar mereka dapat mencapai tujuan.

7) Evaluasi, yakni cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Evaluasi adalah dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar mengajar dan sekaligus memberikan bahkan bagi setiap komponen kegiatan belajar mengajar. Komponen-komponen kegiatan belajar mengajar tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dan bermula serta bermuara pada tujuan, sehingga merupakan suatu system.

c. Ciri-ciri Pembelajaran

Dalam menentukan ciri-ciri pembelajaran ditekankan pada unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa. Ciri-ciri pembelajaran adalah tanda-tanda adanya upaya guru mengatur unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran sehingga dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar agar terjadi proses belajar dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Adapun ciri-ciri pembelajaran tersebut terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa yaitu: 1) motivasi belajar, 2) bahan ajar, 3) alat bantu belajar, 4) suasana belajar, dan 5) kondisi subyek yang belajar.

1. Motivasi Belajar

Dalam pembelajaran bila ada siswa tidak dapat berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu diselidiki dan dilakukan daya upaya yang dapat menemukan sebab-sebabnya dan kemudian mendorong siswa itu mau melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk mengelakkan perasaan tidak senang itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjalin kelangsungan dan 12 memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat tercapai. (Sardiman, A.M, 1992: 75).

2. Bahan Belajar

Bahan belajar atau materi belajar yaitu segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran, jadi bahan bahan belajar harus berorientasi pada tujuan yang akan dicapai siswa dan memperhatikan karakteristik siswa agar bahan belajar tersebut diminati siswa, sesuai dengan pendapat Dadang Sulaiman (1988: 29) pemilihan materi belajar yang dilakukan dengan teliti serta penggunaannya yang bijaksana, akan membarikan motivasi yang tinggi para siswa untuk merespon terhadap pengajaran.

(5)

23 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

3. Alat Bantu Belajar

Alat bantu belajar atau media belajar adalah semua alat yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan belajar yang berupa media cetak, media elektronik atau yang lainnya. Untuk memudahkan siswa menerima materi pengajaran perlu diusahakan agar siswa dapat menggunakan sebanyak mungkin alat indera yang dimilikinya, makin banyak alat indera yang digunakan untuk mempelajari materi pelajaran makin mudah diingat apa yang dipelajari.

4. Suasana Belajar

Suasana dapat menimbulkan aktivitas atau kegairahan belajar siswa antara lain:

a. Adanya komunikasi dua arah (antara guru-siswa, siswa-siswa) yang hangat, hal tersebut akan menunjukkan suasana yang gembira dan bebas sehingga akan memperlancar jalannya proses belajar mengajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. b. Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar.

Suasana belajar mengajar yang dapat meningkatkan kegairahan dan kegembiraan belajar akan terjadi apabila isi pelajaran yang disediakan berkesesuaian dengan karakter untuk siswa. Adanya memaksimalkan keaktifan siswa yang belajar.

5. Kondisi Siswa Yang Belajar

Mengenai kondisi siswa yang belajar dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Siswa memiliki sifat yang unik artinya antara anak yang satu dengan anak yang lainnya berbeda.

b. Adanya kesamaan yang memiliki langkah-langkah perkembangan dan memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan melalui pembelajaran.

Dengan kondisi siswa yang demikian akan berpengaruh pada partisipasi siswa dalam proses belajar. Kondisi siswa dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar. Untuk itu, Kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa bukan peran guru yang dominan, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator (memberi kemudahan pada siswa untuk belajar), motivator (memberi dorongan pada siswa untuk belajar) dan sebagai pembimbing (membari bimbingan kepada siswa yang memerlukan).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tindakan penelitian kelas dilaksanakan selama 2 minggu 4 hari.

Kegiatan diawali dengan pengecekan keadaan siswa (absensi) yang pada hari itu seluruh siswa kelas X Geomatika yang berjumlah 36 orang seluruhnya hadir.

Selanjutnya guru menerapkan langkah-langkah pembelajaran kontekstual sebagai berikut :

a. Konstruktivisme

Guru memotivasi dan membentuk karakter siswa melalui pemahaman konsep baru. Konsep baru atas materi yang dipelajari adalah melakukan pekerjaan dilapangan sesuai dengan gambar kerja ang ada. Disamping itu guru juga mendeskripsikan tentang efek yang ditimbulkan terhadap sebuah pekerjaan yang pekerjaannya dilakukan tidak sesui dengan perencanaan.

Hasil yang diperoleh dari penyajian materi yang dikembangkan secara konstruktif menunjukan adanya respon dan motivasi yang masih rendah, hal ini dikarenakan jumlah rombongan yang besar sedangkan kapasitas ruang teori dalam bengkel ukur tanah sangat minim. Disamping itu pada saat guru membangun karakter siswa, ternyata guru lebih banyak aktiv sedangkan siswa hanya menjadi pengamat. Pada kesempatan tanya jawab, terdapat orang siswa yang bertanya tentang teknik-teknik penggunaan alat serta teknik membaca alat, dan terdapat 7 orang yang bertanya tentang cara penggunaan yang salah, bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan serta teknik memperbaiki kesalahan yang terjadi.

Trianto (2007), menyebutkan bahwa pembelajaran pada tahap konstruktivisme, disamping itu juga siswa tidak dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pada akhir pelaksanaan tahap konstruktivisme, pembentukan konsep dan karakter siswa yang dibangun guru atas materi melakukan peekrjaan dilapangan sesuai dengan gambar kerja yang belum tercapai.

b. Inquiry

Guru memberikan penjelasan dan demonstrasi atas materi tentang teknik melaksanakan dan melakukan pengukuran sesuai gambar kerja dan cara menggunakan media. Selanjutnya gurumeminta siswa secara acak untuk memberikan peragaan ulang atas demonstrasi yang telah dilakukan.

Hasil penelitian pada tahap inquiry ini menunjukan bahwa 5 orang siswa telah ditunjuk secara acak untuk melakukan demonstrasi ulang di depan kelas belum mampu melakukan demonstrasi dengan benar dan tepat. Pada saat melakukan demonstrasi, 5 siswa tersebut mengalami kesulitan dalam hal membaca gambar kerja dan menentukan ketetapan ukuran serta belum mampu menggunakan alat untuk melakukan pengukuran.

Hamzah (2007), menjelaskan bahwa pada tahap inquiry, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Penjelasan ini sesuai dengan hasil penelitan yang

(6)

24 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

membuktikan bahwa siswa tidak memperoleh pengalaman belajar karena tidak didasarkan atas menemukan konsep sendiri tapi berpedoman pada instruksi guru. Dengan demikian disimpulkan bahwa akhir pelaksanaan tahap inquiry siswa belum menemukan konsep belajar yang tepat untuk melakukan pemotongan dan pelubangan yang benar sesuai gambar kerja.

c. Quetioning

Setelah demonstrasi yang dilakukan oleh beberapa wakil siswa, kemudian guru melakukan tanya jawab. Berdasarkan pengalaman pada dua tahapan sebelum yaitu konstruktivisme dan inqury maka pada tahap questioneing, siswa berlomba-lomba untuk bertanya. Hasilnya terdapat 21 orang siswa secara monoton menyampaikan persoalan mereka atas materi yang baru dipelajari. Kebanyakan dari mereka bertanya kepada guru tentang teknik menggunakan alat dan menentukan bacaan yang harus akurat dan sesuai dengan gambar kerja.

Trianto (2007), menjelaskan bahwa kegiatan bertanya dalam pandangan konstruktif merupakan bagian penting karena dapat menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang dilakukan dan mengarahkan perhatian siswa tentang apa yang belum diketahuinya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka hasil penelitian yang di peroleh menunjukan adanya peningkatan bertanya siswa. Tetapi kegiatan bertanya harusnya dilakukan guru untuk menggali informasi atas hasil belajar dari siswa namun dalam pertemuan ini justru pertanyaan lebih banyak diajukan oleh siswa terhadap guru. Keadian ini menunjukan bahwa siswa telah menjadi lebih aktiv untuk mencari tahu apa yang belum diketahuinya. Selain itu juga ditemukan bahwa pertanyaan yang diajukan siswa benar-benar karena siswa belum memperoleh konsep yang jelas tentang materi yan telah dipelajarinya.

d. Learning community

Pada tahap ini, guru membagi kelompok praktik secara random dan jumlah kelompok disesuaikan dengan jumlah fasilitas dan media yang dimiliki oleh bengkel Teknik Geomatika SMK Negeri 2 Kupang. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa fasilitas dan media yang dimiliki sangat terbatas.

Belajar dalam kelompok ini oleh guru dimaksudkan selain untuk meminimalisir keterbatasan fasilitas dan media, juga dimaksudkan agar siswa belajar dari pengalaman orang lain, belajar menghargai belajar bekerja sama.

Hasil praktik secara berkelompok menunjukan bahwa siswa masih ragu untuk menggunakan alat praktik. Hasil penelitian pada tahap belajar berkelompok ini juga menunjukan bahwa siswa terlihat lebih aktiv dan bersemangat dalam membuat bentuk komponen konstruksi kayu sesuai gambar kerja yang diberikan oleh guru.

Trianto (2007), menjelaskan agar hasil pembelajaran lebih maksimal maka perlu melakukan kerja sama dengan orang lain. Hal ini ditunjukan melalui hasil kerja kelompok, dan terbukti bahwa dari sembilan kelompok yang dibentuk, terdapat lima kelompok yang telah mampu mengerjakan bentuk komponen konstruksi kayu sesuai prosedur yang benar.

Kenyataan ini menunjukan bahwa hasil belajar yang diperoleh dari hasil sharing antar teman dalam kelompok ketika melakukan pembelajaran ternyata mampu meningkatkan sikap motorik siswa untuk memahami konsep pembelajaran secara baik.

e. Modeling

Dalam kerja kelompok tersebut, guru menerangkan cara melakukan alat pengukuran dengan perlahan di kelompok masing-masing. Setelah itu masingmasing kelompok diberikan job sheet sebagai pedoman dan pandua praktik. Melalui job sheet tersebut siswa secara berkelompok mengerjakan perintah yang diminta oleh guru.

Hasil praktik menunjukan bahwa masih banyak kelompok kerja yang bergantung pada model karena belum mendapat gambaran yang jelas.

Trianto (2007), menjelaskah bahwa guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Pendapat ini mendukung hasil penelitian yang menunjukah bahwa model bagi kelompok yang belum paham dijadiakan sebagai pedoman selain pemahaman mereka atas konsep yang telah dibangun oleh guru diawal pembelajaran.

f. Reflection

Berdasarkan seluruh rangkaian kegiatan praktikum untk pertemuan hari ini tersebut direfleksikan bahwa perhatian siswa meningkat dibanding II, karena berharap ditunjukan oleh guru untuk melakukan demonstrasi didepan kelas. Disamping itu, karakter keterampilan siswa mulai terbentuk, terbukti bahwa siswa mulai kreatif. Artinya setelah mereka selesai melakukan praktik hingga selesai dan dilanjutkan lagi oleh kelompok lainnya secara bergilir.

Pada kesempatan tanya jawab terdapat 8 orang siswa yang bertanya tentang materi dan terdapat 16 orang yang bertanya tentang teknik penggunaan alat serta teknik penggunaan alat dilapangan.

Trianto (2007), mengemukakan bahwa pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pada pelaksanaan siklus II kemampuan berproses siswa telah meningkatkan dan berdampak pada peningkatan kreatifitas dan inovasi, oleh karena itu ketergantungan siswa terhadap contoh kerja sebagai model sudah tidak lagi terjadi. Beberapa kelompok bahkan memanfaatkan waktu siswa untuk mempelajari kembali pembuatan garis lurus dilapangan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsep belajar siswa telah matang yang disebabkan oleh optimalisasi

(7)

25 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

guru dalam mengelola kelas dengan metode konstruktif.

g. Aunthentic assessment

Penelitian dilaksanakan oleh calon guru berdasarkan hasil merakit dan merapikan sambungan yang dibuat. Selain itu guru uga menilai prosedur pengerjaan yang dilakukan oleh setiap kelompok. Observasi dan evaluasi dilaksanakan sesuai dan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Waktu pelaksanaannya dilakukan tanggal 3 agustus 2018. Observasi dilakukan oleh Peneliti pengamat kolaboratif yaitu Bapak Fredik Mboik, S.Pd dan Bapak Thifulus Nepa Fay, S.Pd penilaian dilakukan terhadap keaktifan siswa selama proses pelaksanaan praktik ukur tanah dengan mengacu pada 7 indikator penilaian psikomotorik. Dalam penelitian ini tiga kelompok diobservasi dan dinilai oleh seorang observer.

Berdasarkan hasil penilaian observasi dan tes yang dikerjakan siswa diperoleh data sebagai berikut: a. Keaktifan siswa berdasarkan 7 indikator yang

dinilai, secara klasikal menunjukan tingkat keaktifan sebesar 16,18 (77,04%)

b. Siswa memperoleh nilai dibawah 7,0 sebanyak 4 siswa dan 32 siswa memperoleh nilai ≥ 7,0.

c. Rata-rata nilai yang diperoleh adalah 73

Hasil refleksi pada siklus II menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Secara klasikal aktivitas siswa pada siklus II telah mencapai 77,04%. Yang artinya sudah lebih besar dibandingkan dengan aturan yang ditetapkan sebesra 75% umlah siswa dalam kelas. Kondisi ini sama dengan prosentase hasil belajar secara klasikal, artinya pada akhir siklus II prosentase ketuntasan nilai telah menapai 91,1 dan nilai ini telah melampaui nilai standar ketuntasan secara klasikal yang digariskan yaitu > 75% siswa harus memperoleh nilai ≥ 70. Hasil ini menunjukkan bahwa tujuan peneliti telah tercapai, dan tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.

Keefektivan pendekatan kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran pengantar survey pemetaan dikelas X Teknik Geomatika SMK Negeri 2 Kupang, melalui pelaksanaan tindakan kelas selama dua siklus yang diukur menggunakan 7 indikator psikomotorik digambarkan dalam diagram 1 berikut:

Keterangan:

0-45 = Salah

46-90 = Kurang Tepat >90 = Benar

Hasil pengamatan, selama siklus I dan siklus II, menunjukan bahwa terjadi peningkatan terhadap aktivitas siswa dan prestasi belajar.

Aktivitas belajar merupakan proses kegiatan yang menimbulkan perubahan pada diri individu baik tingkah laku maupun kepribadian yang bersifat kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian yang bersifat konstant dan berbekas. Makanya perlu dilakukan oleh siswa untuk mengembangkan kemampuan, bakat, rasa ingin tahu dan sosialisasi diri dengan lingkungannya serta restasi belajar siswa. Sedangkan hasil belajar merupakan suatu kecakapan nyata dalam arti hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam satu periode kegiatan belajar yang telah ditetapkan dan dapat dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka, indeks atau huruf. Dengan demikian maka keaktifan belajar siswa kelas x Program Keahlian Teknik Geomatika SMK Negeri 2 Kupang untuk mencapai hasil belajar diartikan sebagai segala bentuk upaya siswa dan guru untuk memaksimalkan segala bentuk kompetensi baik individu maupun otang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang digariskan dalam kurikulum.

Penerapan model pembelajaran konstekstual dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran pengantar survey pemetaan di kelas X Program Keahlian Teknik Geomatika menunjukah bahwa telah terjadi perubahan pada keaktifan siswa dan hasil belajar.

Keaktifan belajar siswa yang tergambar melalui 7 indikator penilaian psikomotorik yaitu keaktifan siswa dalam 1) melaksanaan pekerjaan sesuai langkah kerja, 2) menggunakan alat, 3) sikap kerja selama praktik, 4) ketelitian dalam bekerja, 5) menjaga keselamatan kerja, 6) kerapian hasil kerja, 7) efesiensi waktu. Hal itu terjadi karena hasil penilaian pengamatan terhadap

(8)

26 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

rata-rata keaktifan siswa secara klasikal pada siklus I hanya mencapai jumlah rata-rata 10,3 atau 48,9%.

Pada siklus II, terlihat bahwa telah terjadi perubahan presentase keaktifan dari 10,3 (48,9%) pada siklus 1 menjadi 16,18 (77,04%) pada siklus II atau ada peningkatan sebesar 5,88 (26,14%). Peningkatan tersebut disebabkan karena guru dan siswa tidak lagi terbebani oleh tahapan-tahapan dalam pendekatan kontekstual. Pada siklus II juga ditemukan ada kelompok yang memanfaatkan waktu sisa untuk mendesign komponen yang baru serta berhasil menyelesaikan design tersebut secara benar menurut langkah kerja, penggunaan alat, sikap kerja, ketelitian, memperhatikan keselamatan kerja, kerapian,dan ketepatan waktu.

Peningkatan keaktifan siswa selama pelaksanaan siklus I dan siklus II yang digambarkan pada diagram 2:

Diagram 2. Keaktifan siswa

Peningkatan keaktifan hasil siswa dalam kegiatan praktikum juga berdampak pada peningkatan hasil belajarnya. Berdasarkan data hasil penelitian diketahui bahwa hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus I memiliki rata-rata sebesar 6,5 sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 9,5 menjadi 73. Peningkatan hasil belajar in terjadi karena siswa merasa terbantu dengan metode pembelajaran yang berbasis pada kerja praktik dan menjadikan siswa sebagai subyek yang terlibat langsung dalam melakukan proses perencanaan sampai selesai.

Hasil belajar siswa selama pelaksanaan tindakan kelas pada siklus I dan siklus II digambarkan dalam diagram 3:

Diagram 3. Hasil belajar siswa

Berdasarkan ketuntasan hasil belajar secara klasikal, ditemukan bahwa siklus I 20 orang (44,4%) siswa yang tuntas karena memperoleh nilai ≥ 70. Sedangkan sisanya 25 orang (55,6%) belum mencapai ketuntasan secara klasikal. Pada siklus II. Ditemukan bahwa dari 45 orang siswa, yang tuntas atau memiliki nilai ≥ 70 sebanyak 41 orang (91,1) sedangkan yang belum mencapai batas ketuntasan sebanyak 4 orang (8,9%). Dengan demikian disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan presentase ketuntasan belajar sebesar 46,7% dari siklus I (44,4%) ke siklus II (91,1%).

Diagram 4. Ketuntasan belajar siswa

Berdasarkan diagram 4 di atas terlihat bahwa ada akhir pelaksanaan siklus II, presentasi ketuntasan belajar siswa telah mencapai 91,1%, itu artinya bahwa pada akhir pelaksanaan siklus II juga tujuan penelitian telah tercapai.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa, pada akhir pelaksanaan siklus II masih terdapat 4 orang siswa yang belum mencapai nilai ketuntasan untuk mata pelajaran pengantar survey pemetaan. Artinya siswa yang belum tuntas tersebut telah diberi tindakan khusus berupa bimbingan lanjut dan remedial diluar jam pelajaran sekolah.

48.9 77.04 siklus penelitian

Prosentase keaktifan

siswa

siklus 1 siklus 2 63.5 73 hasil belajar

Hasil belajar

siklus 1 siklus 2 44.4 91.1 hasil belajar

Presentasi ketuntasan

siklus 1 siklus 2

(9)

27 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurhjanah (2005) yang merekomendasikan bahwa penerapan metode belajar kontekstual mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 85% dan hasil penelitian supriyanto (2007) yang juga membuktikan bahwa penerapan metode pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan presentasi ketuntasan belajar sebesar 76,5%.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian penerapan pendekatan kontekstual pada siswa kelas X Teknik Geomatika di SMK Negeri 2 Kupang, maka dapat dianalisis kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil belajar Pengantar survey siswa kelas X Geomatika di SMK Negeri 2 Kupang meningkat pada materi pengukuran di lapangan dengan menerapkan pendekatan kontekstual baik dilihat dari aspek kognitif dan afektif. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas terjadi peningkatan yaitu pada tes awal sebesar 63,5 dan pada siklus II meningkat menjadi 73,00. Untuk siswa tuntas belajar (nilai ketuntasan 70) pada tes awal sebesar 44,4%, setelah dilakukan refleksi terdapat beberapa siswa yang tidak tuntas (nilai ulangan dibawah 70), namun secara keseluruhan sudah meningkat hasil belajarnya bila dilihat dari presentase ketuntasan siswa, dan pada tes siklus II yaitu sebesar 91,1% hasil belajar pada mata pelajaran Pengantar Survey Pemetaan sudah mencapai indikator yang di inginkan.

2. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan Pendekatan Kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar Pengantar Survei Pemetaan misalnya: guru kurang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (respon siswa kurang), aktivitas siswa kurang, dan masih kurangnya ketuntasan belajar siswa kelas X Teknik Geomatika di SMK Negeri 2 Kupang.

Cara mengatasi kendala penerapan Pendekatan Kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar Pengantar Survey Pemetaan pada siswa kelas X Teknik Geomatika di SMK Negeri 2 Kupang adalah guru harus terampil dalam menerapkan pendekatan kontekstual diantaranya: (1) mengkaji konsep dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa, (2) memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama, (3) mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontektual, (4) merancang pengajaran dengan mengaitkan konsep dan teori yang dipelajari. dengan mempertimbangkan

pengalaman yang dimiliki siswa dilingkungan kehidupan mereka, (5) melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan / pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari, (6) melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaan. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerapan pendekatan kontekstual pada kelas X Teknik Geomatika Di SMK Negeri 2 Kupang, maka saran-saran yang diberikan sebagai sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan kompetensi peserta didik Smk Negeri 2 Kupang pada khususnya sebagai berikut:

1. Bagi Sekolah

Penelitian dengan class-room action research membantu dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.

2. Bagi Guru

a. Untuk meningkatkan hasil belajar Survei dan Pemetaan (materi pengukuran di lapangan) diharapkan menggunakan pendekatan kontekstual.

b. Untuk meningkatkan keaktifan, kreativitas siswa dan keefektifan pembelajaran diharapkan menerapkan pendekatan kontekstual.

c. Untuk memperoleh jawaban yang tepat, sesuai dengan tujuan penelitian disarankan untuk menggali pendapat atau tanggapan siswa dengan kalimat yang lebih mengarah pada proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

d . Adanya tindak lanjut terhadap penggunaan pendekatan kontekstual pada materi pengukuran.

3. Bagi Siswa

a. Peserta didik hendaknya dapat berperan aktif dengan menyampaikan ide atau pemikiran pada proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar sehingga memperoleh hasil belajar yang optimal.

b. Siswa dapat mengaplikasikan hasil belajarnya kedalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. 2014. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Agus Suprijono. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(10)

28 Jurnal Batakarang, Vol. 1, No.1, Edisi Desember 2020

Amir. 2015. Dasar-dasar Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Surakarta: UNS Press.

Anonim. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: UNS Press.

Anonim. 2017. Pendekatan kontekstual. Jakarta: Depdiknas.

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 2016. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bina Aksara Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Burhan Bangun. 2013. Analisis Data Penelitian

Kualitatif. Surakarta: Rajawali Press.

Djamarah, 2013:13. Pendekatan Kontekstual . Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek PGSD.

Dimyati dan Mujiono. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta bekerjasama dengan Depdikbud.

Ediyati, Agung, Mart. 2014. Ilmu Ukur Tanah. Bandung: Angkasa.

Elaine B. Johnson, 2017. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning Center (MCL).

Elaine B. Johnson, 2015. Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Mizan Learning Center (MCL).

Gagne. 2013. iii Belajar dan Pembelajaran. Surakarta: UNS Press.

Hamzah (2015;13) Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pengambangan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Iskandar. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan Dan Sosial. Jakarta.

Khodijah (2014;50) Pembelajaran adalah sebuah proses pembentukan siswa dalam masa pendidikan.

Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung.

Refika Aditama.

Marlina, Hajidin, dan M. Ikhsan. 2014. “Penggunaan Model PembelajaranKooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematiss Siswa Di SMA Negeri 1 Bireuen”. Jurnal Didaktik Matematika 1 (1): 86-93.

Mufidah L, Dzulkifli Effendi, dan Titi T Purwanti. 2012. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Matriks”. Jurnal Pendidikan Matematika 1 (1):119-124.

Ngafifi, Muhammad, dan Astuti I Siti. 2014. “Penerapan Model Think Pair Share Berbantuan Media untuk Meningkatkan Akivitas, Sikap, Dan Hasil Belajar IPS”. Jurnal Harmoni Sosial 1 (1) 68-69.

Oemar Halik, 2014;57. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL) dan

Penerapannya dalam KBK. Malang:

Universitas Negeri Malang (UMPRESS).

Pujiastuti Sri, Haryo Tamtomo, dan Suparno. 2014. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta. Esis.

Purwadarminta 2015;22. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.

Referensi. Iskandar, S. M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis. Malang. Bayu Media.

Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran Dengan Problem Based Learning Itu Perlu Untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru. Jakarta. Ghalia Indonesia.

Slamet,St Y; Suwarto. 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta; UNS Press. Sugiyono 2014 (2014;115). Model-model

Pembelajaran Inovatif. Surakarta: panitia Sertifikasi

Gambar

Diagram 3. Hasil belajar siswa

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan percobaan, akan dipaparkan nilai precision untuk beberapa tahap, yaitu nilai precision sebelum dilakukan pengoreksian, nilai precision setelah pengoreksian

Pada indikator Elaboration (elaborasi) jawaban siswa yang belum memenuhi indikator ini hanya mampu menulis ulang data yang diketahui yang dikonversi menjadi

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dikuasai,

Kemudian dipastikan bahwa seluruh titik bantu baru P tidak berdekatan dengan sumber keramaian maka, dapat ditentukan lokasi titik-titik bantu baru P yang akan menjadi lokasi

Merupakan salah satu etnis di Indonesia yang berasal dari negara India bagian selatan yang terletak di kawasan Asia, yang memiliki eksistensi di Indonesia dan memiliki

Za zmanjševanje in prepre ˇcevanje neenakosti bo gotovo treba narediti še veliko. Vsekakor pa šola pri tem potrebuje tudi podporo širše družbene skupnosti. Zato smo vsi, ki skrbimo

Pengumpulan data dari penelitian ini adalah: (1) data hasil belajar dari siklus I dan siklus II yang dilakukan siswa dan diambil dari penilaian tes hasil belajar oleh

Nilai duga heritabilitas yang tinggi terdapat pada karakter jumlah polong per tanaman serta bobot biji per tanamana dari populasi 100 dan 200 Gy dapat dijadikan