• Tidak ada hasil yang ditemukan

GENTA HREDAYA Volume 5 No 1 April 2021 P ISSN E ISSN NILAI TEOLOGI HINDU KAHARINGAN TERHADAP KOMODIFIKASI LILIS LAMIANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GENTA HREDAYA Volume 5 No 1 April 2021 P ISSN E ISSN NILAI TEOLOGI HINDU KAHARINGAN TERHADAP KOMODIFIKASI LILIS LAMIANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KUNTI AYU VEDANTI 41

NILAI TEOLOGI HINDU KAHARINGAN TERHADAP

KOMODIFIKASI LILIS LAMIANG

Oleh

Kunti Ayu Vedanti

IAHN Tampung Penyang Palangka Raya Email: kuntiayuvedanti@gmail.com

ABSTRACT

Commodification today penetrates various aspects of life, including Lilis Lamiang as one of the means of Hindu Kaharingan religious ceremonies. Commodification of Lilis Lamiang has various impacts, one of which causes a decrease in people's understanding to Kaharingan Hindus about the value of Kaharingan Hindu theology on Lilis Lamiang. Based on this phenomenon, researchers conducted an in-depth study using qualitative methods using literature data and interviews with clergy to find answers to problems about the value of Kaharingan Hindu theology to lilis lamiang commodification. This study is needed to avoid the extinction of Lilis Lamiang's value which affects kaharingan Hindus' belief in their religion. In addition, this research was able to enrich the study related to Kaharingan Hindu religion and its dynamics. The results of this study found the value of Kaharingan Hindu theology in Lilis Lamiang, namely as a symbol of Kaharingan Hindu beliefs against Ranying Hatalla Langit as written in The Panaturan Scripture Article 27. Furthermore, commodification of Lilis Lamiang is acceptable as long as it does not exceed the limit. In addition, modifications that appear along with commodification are considered capable of giving a new color in the use of Lilis Lamiang, making it more beautiful.

Keywords: komodifikasi, teologi Hindu Kaharingan, Lilis Lamiang

I. PENDAHULUAN

Khazanah kebudayaan Indonesia merupakan daya tarik tersendiri bagi dunia. Kekayaan kebudayaan tersebut dikarenakan Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan beragam suku didalamnya. Kalimantan Tengah, sebagai salah satu daerah di Indonesia, memiliki kekayaan kebudayaan dari Suku Dayak sebagai suku asli yang mendiami pulau Kalimantan. Kebudayaan Suku Dayak terepresentasi pula pada beragam kerajinan tangan yang memuat keelokan kearifan lokal Suku Dayak. Hasil kerajinan tangan tersebut kemudian menjadi komoditas kebudayaan selain pariwisata yang dapat ditawarkan Kalimantan Tengah pada wisatawan.

Diantara beragam hasil kebudayaan dan kerajinan tangan suku Dayak, Lilis

Lamiang adalah salah satu yang digunakan

dalam beragam ritual dan juga sebagai aksesoris pelengkap busana adat. Lilis

Lamiang adalah batu yang umumnya

berwarna merah berbentuk lonjong panjang dengan lubang dibagian tengah yang biasanya dimasukkan tali di dalamnya. Lilis

lamiang digunakan dengan cara dimasukkan benang/tali untuk kemudian diikatkan di pergelangan tangan atau dijadikan kalung. Namun seiring perkembangan zaman dan kreatifitas, penggunaan Lilis Lamiang tidak hanya sebagai gelang atau kalung, namun juga menjadi aksesoris lainnya dipadu padankan dengan kain bercorak tradisional khas

GENTA HREDAYA Volume 5 No 1 April 2021

P ISSN 2598-6848

(2)

KUNTI AYU VEDANTI 42 Dayak dan dimodifikasi sedemikian rupa

untuk meningkatkan nilai estetiknya. Lebih lanjut, menurut Basir Rabiadi (wawancara, 30 Juni 2020), Lilis Lamiang pada masa kini dikenal sebagai aksesoris berbusana adat Dayak dan dapat ditemukan dengan mudah di pasar-pasar dan toko souvenir khas Dayak. Walaupun, sesungguhnya Lilis Lamiang memiliki kesakralan yang tinggi dan merupakan salah satu upakara dalam ritual keagamaan Hindu Kaharingan. Penggunaan Lilis

Lamiang memiliki hubungan yang erat

dengan keyakinan umat Hindu Kaharingan terhadap Tuhannya. Namun, masyarakat masa kini banyak yang tidak mengetahui mengenai hal tersebut dan sangat disayangkan. Karena tidak menutup kemungkinan dimasa depan pengetahuan tentang hal tersebut akan punah seiring berjalannya waktu. Sependapat dengan Basir Rabiadi, Pinandita Disel Inga (wawancara, 01 Juli 2020) pula menceritakan bahwa pada zaman dahulu,

Lilis Lamiang memiliki nilai dan makna

yang tinggi bagi penggunanya. Apabila telah menggunakan Lilis Lamiang,

terutama yang berasal dari ritual tertentu mampu menambah keyakinan dan pikiran positif di dalam diri. Namun, pada masa kini sangat sulit dijumpai generasi muda yang memahami nilai tersebut.

Pranata, dalam Jurnal Satya Widya Vol. I Tahun 2018 mengkaji tentang Nilai-Nilai Pendidikan Hindu dalam Upacara Perkawinan Hindu Kaharingan Dayak Ngaju, membahas tentang penggunaan Lilis Lamiang dalam upacara perkawinan, yaitu sebagai salah satu sarana yang digunakan disebut Lamiang Turus Pelek (Pranata, 2018:164-182). Pranata pada artikelnya hanya menjelaskan bahwa Lilis

Lamiang sebagai salah satu sarana pada

Upacara Perkawinan Hindu Kaharingan,

namun belum dijelaskan nilai yang terkandung di dalamnya.

Salendra, pada Jurnal Widya Katambung Vol. 8 Tahun 2017 menyebutkan tentang penggunaan Lilis

Lamiang pada upacara Manyanggar Lewu. Lilis Lamiang digunakan sebagai salah satu

sarana upacara dan merupakan salah satu sarana suci (Salendra, 2017,57-64). Namun, pada jurnal tentang Filosofis Upacara Manyanggar Lewu tersebut belum dijelaskan secara rinci tentang Lilis

Lamiang dan nilai yang terkandung

didalamnya. Artikel Salendra memfokuskan pada pengkajian tentang makna filosofis Upacara Manyanggar

Lewu.

Menelaah fenomena yang ditemukan pada masyarakat Hindu Kaharingan dari hasil wawancara dan observasi pada rohaniawan, Basir Rabiadi dan Pinandita Disel Inga, ditemukan realita bahwa Lilis

Lamiang dimasa kini menjadi barang

komoditas dan tidak jarang dimodifikasi sedemikian rupa guna meningkatkan nilai estetikanya untuk kebutuhan ekonomi. Komodifikasi terhadap Lilis Lamiang tersebut tentu memberikan tantangan terhadap nilai didalamnya. Kendati Lilis

Lamiang masih dikenal sebagai salah satu

aksesoris khas Dayak dan dianggap memiliki nilai budaya di dalamnya, namun nilai teologi Hindu Kaharingan dianggap mulai punah dengan kurangnya pemahaman masyarakat akan kesakralan

Lilis Lamiang. Realita demikian berbanding terbalik dengan kebutuhan masyarakat khususnya umat Hindu Kaharingan akan nilai teologi Hindu Kaharingan pada Lilis Lamiang. Nilai teologi Hindu Kaharingan tersebut penting guna meningkatkan sraddha dan bhakti yang kemudian memengaruhi kehidupan umat Hindu Kaharingan secara utuh.

(3)

KUNTI AYU VEDANTI 43 Berdasarkan observasi tersebut, mengkaji

nilai Teologi Hindu Kaharingan terhadap komodifikasi Lilis Lamiang dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga dan melestarikan pengetahuan keagamaan Hindu Kaharingan. Pemahaman tentang nilai teologi Hindu Kaharingan pada Lilis

Lamiang diyakini mampu meningkatkan sraddha dan bhakti umat Hindu Kaharingan yang kemudian memberikan nilai dalam kehidupan dan dapat mewujudkan kehidupan yang lebih berkualitas serta harmonis. Melalui pemahaman tentang nilai teologi Hindu Kaharingan pada Lilis Lamiang, kemajuan sumber daya manusia yang intelek dan berkarakter melalui pengetahuan keagamaan yang luhur dapat dicapai.

II. PEMBAHASAN

II.1. Bentuk dan Fungsi Lilis Lamiang

Lilis Lamiang berbentuk panjang

dengan potongan menyerupai dua limas yang disatukan pada bagian tengahnya, umumnya terdapat lubang di bagian tengahnya yang tembus dari ujung ke ujung

Gambar 1. Lilis Lamiang

lainnya. Lubang tersebut berfungsi untuk memasukkan tali untuk mengikatkan

Lilis Lamiang tersebut pada pergelangan

tangan atau untuk dijadikan kalung.

Seiring perkembangan zaman, Lilis

Lamiang dimodifikasi sedemikian rupa

untuk meningkatkan nilai estetikanya. Modifikasi Lilis Lamiang dijumpai berupa rangkaian Lilis Lamiang yang dipadukan dengan ragam bebabatuan lainnya, selain itu, dapat pula dipadankan dengan kain, kerajinan rotan dan hasil kerajinan tangan lainnya. Modifikasi demikian menjadikan

Lilis Lamiang terlihat lebih menarik

terutama untuk meningkatkan nilai ekonominya.

Gambar 2. Modifikasi Lilis Lamiang Selain memiliki bentuk yang indah dan menarik serta berfungsi sebagai aksesoris pelengkap busana adat, Lilis

Lamiang juga memiliki fungsi bagi umat

Hindu Kaharingan sebagai sarana dalam beragam ritual. Sarana dalam sebuah ritual dikenal sebagai upakara, yang memiliki arti materi atau benda yang digunakan dalam sebuah ritual atau upacara (Surayin, 2004:5).

(4)

KUNTI AYU VEDANTI 44

II.2. Nilai Teologi Hindu Kaharingan terhadap Komodifikasi Lilis Lamiang

Mengkaji tentang teologi berarti membahas tentang ketuhanan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Drewes dan Mujau mendefinisikan bahwa teologi adalah sebuah ilmu tentang Tuhan yang berkembang dalam Agama Kristen. Konsep teologi mulanya merujuk pada pemikiran Gereja Kristen untuk mengkaji alkitab, namun pada perkembangannya menjadi ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan lintas agama (Drewes & Mujau, 2015:16). Sedangkan terhadap Teologi Agama Hindu, lebih spesifik Donder mengemukakan bahwa Teologi Hindu dikenal sebagai Brahmavidya yang bersumber pada Panca Sraddha atau lima dasar keyakinan, yaitu; (1) Brahma

Sraddha, (2) Atma Sraddha, (3) Karma Phala Sraddha, (4) Punarbhava Sraddha,

dan (5) Moksa Sraddha. Sehingga Teologi Hindu menjadi lebih kompleks karena merupakan satu kesatuan yang utuh dalam pemahaman konsep ketuhanan yang unik (Donder, 2006:112).

Mengacu pada definisi teologi dan Teologi Agama Hindu tersebut, Teologi Agama Hindu Kaharingan dipahami sebagai pengetahuan ketuhanan yang bersumber dari Kitab Suci Panaturan maupun Sastra Lisan dan ritual yang ada di Kalimantan. Karena, Agama Hindu Kaharingan adalah agama asli suku Dayak di Kalimantan pada masa lampau yang telah berintegrasi dengan Hindu pada tahun 1980 (Etika, dkk, 2016:11). Tuhan dalam Agama Hindu Kaharingan tersurat dalam Kitab Suci Panaturan dan dijelaskan sebagai sumber segala yang ada dan “maha besar,” merupakan Tuhan yang tidak terbatas (Etika, dkk, 2016: 183-184). Berdasar pada konsep ketuhanan tersebut,

terdapat korelasi yang erat antara keyakinan pada Tuhan dan manifestasinya dengan ritual keagamaan serta simbol dan sarana didalamnya.

Ritual keagamaan dibentuk dari keyakinan kepada Tuhan yang terepresentasi pada prosesi dan sarananya. Atas kecintaan umat manusia pada Tuhan dan manifestasinya tersebut, manusia melakukan pemujaan dan persembahan (Etika, dkk, 2016: 207).

Pada ritual Manyanggar Lewu yang dilaksanakan dengan tujuan membersihkan alam, menciptakan keseimbangan dan keharmonisan antara alam dan mahluk di dalamnya, Lilis Lamiang digunakan sebagai salah satu sarana yang diyakini memiliki kekuatan suci (Salendra, 2017:60-64). Kemudian, pada ritual Perkawinan Kicak Kacang umat Hindu Kaharingan di Kabupaten Katingan, Lilis Lamiang

merupakan salah satu sarana yang digunakan, Lilis Lamiang adalah sarana yang suci, merupakan simbol dari kekuatan

Ranying Hatalla Langit (Mariatie,

2018:5-14).

Lebih lanjut, pada ritual perkawinan umat Hindu Kaharingan khususnya Suku Dayak Ngaju, Lilis Lamiang, merupakan salah satu sarana yang digunakan sebagai kelengkapan ritual perkawinan, tergolong dalam pemenuhan Pelek Handue Uju. Lilis

Lamiang pada prosesi tersebut digunakan

sebagai simbol kekuatan dan kesucian dari

Ranying Hatalla Langit, Tuhan Yang Maha

Esa sumber segala kehidupan. Pada lantunan Pelek Hantelu Uju, dikisahkan prosesi perkawinan yang diantaranya berisikan kisah tentang penggunaan Lilis

Lamiang yang diikatkan di pergelangan

tangan kedua mempelai. Prosesi tersebut juga dijelaskan sebagai prosesi yang dilakukan turun temurun mengikuti tata cara Indu Sangumang atau Nyai Endas

(5)

KUNTI AYU VEDANTI 45 Bulau Lisan Tingang di dalam Kitab Suci

Panaturan (Pranata, 2009 : 30-33).

Selain ritual dalam kehidupan manusia, lilis Lamiang juga digunakan pada ritual kematian. Umumnya, pada prosesi penguburan jenazah, Lilis lamiang diletakkan di bagian mulut jenazah yang hendak dikuburkan. Sedangkan, pada Ritual Tiwah, sebagai ritual kematian tingkat akhir umat Hindu Kaharingan, Lilis

Lamiang merupakan salah satu sarana

penting (Helim & Syahriana, 2019:34-39) Basir Rabiadi (wawancara, 2 Agustus 2020) menambahkan, pada rangkaian terakhir Ritual Tiwah, dilaksanakan Ritual Balian Balaku Untung. Pada ritual tersebut,

Lilis Lamiang yang telah didoakan,

dikenakan sebagai kalung oleh anggota keluarga yang di Tiwahkan, tujuannya untuk mendapatkan keberuntungan dan kebaikan dalam kehidupan setelah pelaksanaan Ritual Tiwah.

Merujuk pada pandangan bahwa

upakara merupakan wujud dari sebuah

nilai, Lilis Lamiang memiliki nilai sebagai simbol kekuatan dan kekuasaan Ranying

Hatalla Langit. Pendapat demikian

berdasarkan fungsi Lilis Lamiang dalam beragam upacara keagamaan Hindu Kaharingan. Nilai tersebut sesuai dengan asal mula Lilis Lamiang yang tertulis dalam Kitab Suci Panaturan, pada Pasal 27. Mulanya diceritakan tentang Raja Bunu sebagai manusia pertama diberi anugerah oleh Ranying Hatalla Langit seorang pasangan yang cantik jelita bernama

Kameluh Tanteluh Petak. Namun, dikisahkan bahwa Kameluh Tanteluh Petak belum memiliki nyawa dan Raja Bunu harus memberikannya Danum Nyalung

Kaharingan Belum untuk

menghidupkannya. Kemudian dalam perjalanannya membawa Danum Nyalung

Kaharingan Belum (Air Kehidupan), Raja

Bunu menggunakan sarana berupa Lilis Lamiang untuk membawanya (MBAHK,

2009:72-75). Kisah tersebutlah yang kemudian menjadi asal mula penggunaan

Lilis Lamiang pada upacara/ritual keagamaan Hindu Kaharingan. Lilis Lamiang kemudian diyakini sebagai benda

yang sakral dan melambangkan kekuatan bagi kehidupan manusia yang berasal dari

Ranying Hatalla Langit. Fungsi Lilis Lamiang dalam beragam upacara keagamaan Hindu Kaharingan merupakan representasi keyakinan pada Ranying

Hatalla Langit Tuhan Yang Maha Esa.

Sehingga, Lilis Lamiang memiliki nilai teologi Hindu Kaharingan didalamnya. Komodifikasi dan modifikasi terhadap Lilis

Lamiang menurut Basir Rabiadi (wawancara, 3 Agustus 2020) diperkenankan karena tuntutan zaman. Namun, komodifikasi dan modifikasi yang dilakukan hendaknya masih dalam batas normal dan tetap mengindahkan nilai Lilis

Lamiang sebagai benda berharga yang

digunakan juga di dalam upacara keagamaan Hindu Kaharingan. Senada dengan pendapat tersebut, Pinandita Disel Inga menambahkan bahwa Lilis Lamiang yang dijual bebas dimasa kini memiliki sisi positif juga, karena mempermudah umat Hindu Kaharingan yang membutukan Lilis

Lamiang untuk sarana upacara. Terhadap

modifikasi yang dilakukan oleh para pedagang untuk meningkatkan nilai jual

Lilis Lamiang, menurut Pinandita Disel

Inga justru membuat bentuknya menjadi lebih indah dan cocok digunakan sehari-hari dipadankan dengan beragam pakaian (Pinandita Disel Inga, wawancara 3 Agustus 2020).

III. SIMPULAN

Lilis Lamiang merupakan batu yang

(6)

KUNTI AYU VEDANTI 46 digunakan sebagai sarana upacara

keagamaan Hindu Kaharingan. Selain itu,

Lilis Lamiang lazim digunakan sebagai

aksesoris pelengkap busana adat Suku Dayak. Pada masa kini, Lilis Lamiang menjadi salah satu komoditas budaya di Kalimantan Tengah. Lilis Lamiang

dimodifikasi sedemikian rupa untuk meningkatkan nilai estetikanya, sehingga lebih menarik untuk diperjual belikan. Popularitas Lilis Lamiang sebagai komoditas kebudayaan realitanya berbanding terbalik dengan pemahaman masyarakat hingga umat Hindu Kaharingan terhadap nilai yang terkandung didalamnya, terutama nilai teologi Hindu Kaharingan. Kurangnya pemahaman tentang nilai teologi Hindu Kaharingan pada Lilis Lamiang tersebut memengaruhi

sraddha dan bhakti umat Hindu dalam

menghayati agamanya. Dampaknya, penggunaan Lilis Lamiang dalam ritual keagamaan kehilangan fungsinya, terlebih menghadapi komodifikasi dan modifikasi

Lilis Lamiang. Sebagai barang komoditas,

yang ditonjolkan dari Lilis Lamiang lebih kepada bentuk dan keindahannya, hingga dikhawatirkan akan membuat nilai teologi Hindu Kaharingan didalamnya perlahan-lahan akan punah. Fenomena tersebut menjadi latar belakang pengkajian nilai teologi Hindu Kaharingan terhadap komodifikasi Lilis Lamiang menjadi sebuah kebutuhan untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama umat Hindu Kaharingan.

Berdasarkan metode yang dilakukan dalam pengkajian ini, dihasilkan kesimpulan bahwa Lilis Lamiang memiliki nilai teologi Hindu Kaharingan, merupakan simbol keyakinan umat Hindu Kaharingan terhadap Ranying Hatalla Langit Tuhan Yang Maha Esa. Penggunaan Lilis Lamiang dalam beragam ritual merepresentasikan

keyakinan umat Hindu Kaharingan didasari sabda suci dalam Kitab Suci Panaturan Pada Pasal 27 tentang asal mula Lilis

Lamiang. Kemudian, komodifikasi dan

modifikasi terhadap Lilis Lamiang pada masa kini dapat diterima apabila dalam batas kewajaran. Modifikasi terhadap Lilis

Lamiang juga dianggap merupakan perubahan yang memiliki nilai positif, karena memperindah Lilis Lamiang

menjadi lebih cocok dikenakan sehari-hari dengan beragam busana.

DAFTAR PUSTAKA

Buhol, dkk. 2016. Panaturan Sebagai Pedoman Hidup Umat Hindu Kaharingan. Palangka Raya : STAHN Tampung Penyang.

Donder, I Ketut. 2006. Brahmavidya: Teologi Kasih Semesta, Kritik Terhadap Epistemologi Teologi, Klaim Kebenaran, Program Misi, Komparasi Teologi, dan Konversi. Surabaya: Paramita.

Drewes, BF., dan Mujau, Julianus. 2015. Apa Itu Teologi, Pengantar dalam Ilmu Teologi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Etika, Tiwi, dkk. 2016. Ketuhanan dalam Ajaran Hindu Kaharingan. Palangka Raya : STAHN Tampung Penyang. Etika, Tiwi. 2018. Penuturan Simbolik

Konsep Panca Sraddha dalam Kitab Suci Panaturan. Tangerang : An1mage.

Helim, Abdul dan Syahriana, Unggun Tiara. 2019. Keikutsertaan Masyarakat Muslim dalam Upacara Tiwah Agama Hindu Kaharingan di Kota Palangka Raya. Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum. Vol 17 No. 2 (34-42).

(7)

KUNTI AYU VEDANTI 47 Mariatie, dkk. 2016. Upacara Keagamaan

Hindu Kaharingan. Palangka Raya : STAHN Tampung Penyang.

Mariatie. 2018. Perkawinan Kicak Kacang Masyarakat Hindu Kaharingan di Desa Tewang Tampang Kecamatan Tasik Payawan Kabupaten Katingan. Jurnal Belom Bahadat, Vol VIII No 2 (1-14).

MBAHK. 2009. Panaturan. Denpasar: Widya Dharma.

Mujiono. 2017. Eksistensi Liau pada Upacara Tiwah, Dalam Kosmologi Hindu Kaharingan Dayak Ngaju Kalimantan Tengah. Surabaya : Paramita.

Pranata, 2009. Upacara Ritual Perkawinan Agama Hindu Kaharingan. Surabaya: Paramita.

Pranata, 2018. Nilai-Nilai Pendidikan Hindu dalam Upacara Perkawinan Hindu Kaharingan Dayak Ngaju. Satya Widya : Jurnal Studi Agama, Vol. I No 2 (164-182).

Salendra, I Wayan. 2017. Nilai-Nilai Filosofis Upacara Manyanggar Lewu. Jurnal Widya Katambung, Vol 8 No 2 (57-64).

Surayin, Ida Ayu Putu. 2004. Seri I : Melangkah ke Arah Persiapan Upakara-Upakara Yajna. Surabaya: Paramita.

Gambar

Gambar 1. Lilis Lamiang

Referensi

Dokumen terkait