• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RANTAI NILAI TAHAPAN PRA PRODUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS RANTAI NILAI TAHAPAN PRA PRODUK"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RANTAI NILAI TAHAPAN PRA PRODUKSI PEMBUATAN FILM ANIMASI 3D PADA INDUSTRI INTI KLASTER INDUSTRI

ANIMASI DI KOTA CIMAHI

Oleh : Kristiana

Perekayasa Muda BPPT tee_ana@yahoo.com

Abstrak

Animasi adalah salah satu sektor industri kreatif yang memiliki potensi ekonomi yang sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya pertumbuhan dari sektor ini, yaitu sekitar 10% - 15% per tahun dengan market size sekitar Rp. 5 triliun. Untuk dapat terus meningkatkan pertumbuhan pada sektor animasi dibutuhkan dukungan. Meski termasuk besar namun angka ini masih jauh tertinggal dari industri animasi di India dengan market size sebesar Rp 14 triliun dan pertumbuhan sebesar 30% tiap tahun. Pertumbuhan yang cukup signifikan ini harus didukung dengan peningkatan daya saing produk animasi yang dihasilkan. Sebuah produk dapat berdaya saing jika memiliki dukungan yang kuat dari berbagai pihak. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan dari beberapa elemen terkait industri animasi diantaranya adalah : industri inti, industri terkait, industri pendukung, lembaga pendukung dan pembeli. Daya saing suatu kegiatan usaha dapat dianalisis dengan cara melihat rantai nilai yang mencakup perancangan produk, pengadaan input atau sarana produksi, logistik, logistik eksternal, pemasaran, penjualan, purna jual dan layanan pendukung. Tahapan yang ada pada proses pembuatan film animasi 3D terbagi menjadi tiga tahapan yaitu pra-produksi, produksi dan paska produksi. Meskipun saat ini industri animasi di Indonesia belum secara detail memisahkan setiap tahapan tersebut, namun tetap menjadi penting untuk mengetahui detail aktivitas dari tahapan tersebut, dengan tujuan untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari setiap proses yang ada pada tahapan tersebut. Oleh sebab itu analisis rantai nilai pada setiap tahapan tersebut sangat penting untuk dilakukan dengan harapan dapat memberikan rekomendasi untuk melakukan agenda perkuatan terhadap industri inti animasi khususnya di Kota Cimahi. Sehingga produktivitas dari klaster industri animasi di Kota Cimahi dapat ditingkatkan.

(2)

Abstract

Animation is one of the creative industries sector has good potential for growth. This is evidenced by the increasing growth of this sector, which is about 10 % -15 % per annum with a market size of approximately Rp. 5 trillion, to be able to continue to enhance the growth of the animation sector needs support. Although this figure includes large but still far behind from the animation industry in India with a market size of Rp 14 trillion and growing by 30 % each year. This significant growth must be supported by an increase in the competitiveness of the resulting animation. A product can be competitive if it has strong support from various parties. Such support may be related to the support of some elements of the animation industry are : core industry, related industries, supporting industries, supporting agencies and buyers. The competitiveness of a business activity can be analyzed by looking at the value chain that includes product design, procurement of inputs, or the means of production, logistics, external logistics, marketing, sales, after-sales and support services. There are stages in the process of making a 3D animated film is divided into three stages : pra-produksi, production and post-production. Although the current animation industry in Indonesia is not yet in detail separates each of these stages, but still be important to know the details of the activities of these stages, in order to see the strengths and weaknesses of each process that is on the stage. Therefore the analysis at each stage of the value chain is very important to be done with the hope of recommendation to the core agenda of strengthening the animation industry, especially in Cimahi. So that the productivity of the animation industry cluster in Cimahi can be improved.

(3)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Animasi adalah salah satu sektor industri kreatif yang memiliki potensi ekonomi yang sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya pertumbuhan dari sektor ini, yaitu sekitar 10% - 15% per tahun dengan market size sekitar Rp. 5 triliun. Untuk dapat terus meningkatkan pertumbuhan pada sektor animasi dibutuhkan dukungan. Meski termasuk besar namun angka ini masih jauh tertinggal dari industri animasi di India dengan market size sebesar Rp 14 triliun dan pertumbuhan sebesar 30% tiap tahun.

Jika mengacu pada keberhasilan negara-negara berkembang lainnya terhadap perkembangan industri animasi, salah satu faktor penting yang dapat menjadikan industri animasi lokal dapat bersaing adalah dukungan dari pemerintah dalam hal regulasi atau kebijakan terkait animasi dari berbagai elemen. Dengan adanya dukungan tersebut diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk yang berdaya saing.

Sebuah produk dapat memiliki daya saing jika memiliki dukungan yang kuat dari berbagai pihak. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan dari beberapa elemen terkait industri animasi diantaranya adalah : industri pemasok, industri terkait, industri pendukung, lembaga pendukung dan pembeli. Elemen-elemen ini dapat dipetakan dan dianalisa dengan menggunakan teori klaster industri. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah klaster industri animasi yang dapat digunakan sebagai

klaster percontohan untuk menganalisa keterkaitan antar elemen klaster. Klaster industri yang menjadi percontohan dalam hal ini adalah Klaster Industri Animasi di Kota Cimahi.

Daya saing suatu kegiatan usaha dapat dianalisis dengan cara melihat rantai nilai yang mencakup perancangan produk, pengadaan input atau sarana produksi, logistik, logistik eksternal, pemasaran, penjualan, purna jual dan layanan pendukung. Suatu perusahaan dikatakan dapat mencapai keunggulan kompetitif apabila dalam kegiatan usahanya dapat memberi konsumen suatu produk atau layanan yang nilainya setara dengan produk atau layanan yang dihasilkan oleh pesaing, namun biaya yang dihasilkan lebih rendah atau

perusahaan mampu menyediakan

produk atau layanan yang meskipun harganya lebih mahal namun masih diminati konsumen.

Secara garis besar tahapan proses produksi film animasi 3D terbagi menjadi tiga tahapan, diantaranya adalah tahapan pra-produksi, produksi dan paska produksi. Namun kondisi indstri animasi di Indonesia saat ini belum melakukan spesialisasi secara khusus terhadap tahapan tersebut. Umumnya industri animasi melakukan tahapan tersebut secara keseluruhan.

(4)

tahapan pra produksi pembuatan film animasi 3D untuk industri inti pada klaster industri animasi di Kota Cimahi.

Metode analisis yang digunakan pada kajian ini menggunakan teori rantai nilai yang dikembangkan oleh Porter. Teori rantai nilai ini digunakan untuk melihat kelemahan dan kekuatan pada aktivitas pendukung dan primer

yang ada pada seluruh tahapan

pembuatan produksi film animasi 3D.

Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan secara keseluruhan bagaimana kondisi yang terjadi pada seluruh tahapan dan diberikan solusi atau rekomendasi kebijakan dari setiap permasalah yang muncul.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Adapun tujuan dari kajian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pelaku-pelaku

yang terlibat pada tahapan

pra-produksi

2. Mengidentifikasi alur produk rantai

nilai pada tahapan pra-produksi.

3. Memetakan permasalahan yang

muncul pada setiap aktivitas.

4. Memetakan solusi terhadap

permasalah yang muncul pada

setiap aktivitas.

5. Mengukur margin dari tahapan

pra-produksi.

Sasaran yang diharapkan tercapai

pada kajian ini adalah :

1. Teridentifikasinya pelaku-pelaku

yang terlibat pada tahapan

pra-produksi.

2. Teridentifikasinya alur produk

rantai nilai pada tahapan

pra-produksi.

3. Terpetakannya permasalahan yang

muncul pada setiap aktivitas.

4. Terpetakannya solusi terhadap

permasalahan yang muncul pada

setiap aktivitas.

5. Terukurnya margin dari tahapan

pra-produksi.

2. LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Rantai Nilai Porter

Kerangka rantai nilai Porter merupakan konsep rantai nilai yang pertama kali diperkenalkan. Konsep ini mulai diperkenalkan pada tahun 1985 dan dipopulerkan oleh Michael E. Porter dalam buku “Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance”. Porter memberikan pemahaman rantai nilai sebagai sebuah kombinasi dari sembilan aktivitas operasi penambahan nilai umum dalam suatu perusahaan. Porter menggunakan kerangka rantai nilai untuk mengkaji bagaimana suatu perusahaan seharusnya memposisikan

dirinya di pasar dan dalam

hubungannya dengan pemasok,

pembeli dan pesaing.

Konsep rantai nilai tidak

(5)

produk, pengadaan input atau sarana produksi, logistik, logistik eksternal, pemasaran, penjualan, purna jual dan layanan pendukung. Suatu perusahaan dikatakan dapat mencapai keunggulan kompetitif apabila dalam kegiatan usahanya dapat memberi konsumen suatu produk atau layanan yang nilainya setara dengan produk atau layanan yang dihasilkan oleh pesaing, namun biaya yang dihasilkan lebih

rendah atau perusahaan mampu

menyediakan produk atau layanan yang meskipun harganya lebih mahal namun masih diminati konsumen.

Dalam kerangka Porter, rantai nilai memberikan alat yang dapat

digunakan perusahaan untuk

menentukan sumber keunggulan

kompetitif baik sumber yang ada saat ini maupun yang masih berupa potensi.

Porter berargumentasi dengan

menyatakan bahwa sumber-sumber keunggulan kompetitif tidak dapat terdeteksi hanya dengan melihat perusahaan secara keseluruhan. Perusahaan harus melihat perannya

dalam sub-sub kegiatan dalam

rangkaian kegiatan. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, perusahaan akan menemukan keunggulan bersaing disepanjang kegiatan tersebut.

Model Porter bermanfaat untuk mengidentifikasi beberapa kegiatan utama dan pendukung yang umum dijumpai pada beberapa kegiatan bisnis. Dengan kata lain model rantai nilai Porter lebih menekankan pada konsep bisnis. Kegiatan utama merupakan kegiatan yang secara langsung berkontribusi menambahkan

nilai pada produk dan layanan yang dihasilkan. Sedangkan kegiatan pendukung merupakan kegiatan yang

membawa efek tidak langsung

terhadap nilai. Model rantai nilai Porter dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Rantai Nilai Porter

Kegiatan utama dalam rantai nilai meliputi aktivitas logistik kedalam, operasional, logistik keluar, pemasaran

dan penjualan, dan layanan.

Sedangkan kegiatan pendukung

meliputi infrastruktur perusahaan,

manajemen SDM, pengembangan

teknologi dan pengadaan (Porter, 1985).

Dalam kegiatan utama, logistik kedalam merupakan semua kegiatan yang diperlukan untuk menerima, menyimpan dan mendistribusikan masukan-masukan, dan hubungan dengan para pemasok (suppliers). Operasi adalah semua kegiatan yang diperlukan untuk mengumpulkan, menyimpan dan mendistribusikan keluaran (produk dan/atau jasa). Pemasaran dan penjualan meliputi

semua kegiatan mulai dari

menginformasikan para calon pembeli mengenai produk dan atau jasa,

mempengaruhi mereka agar

(6)

pembelian mereka. Pelayanan adalah semua kegiatan yang diperlukan agar produk dan/atau jasa yang telah dibeli oleh konsumen tetap berfungsi dengan baik setelah produk dan/atau jasa tersebut terjual dan sampai di tangan konsumen.

Pengadaaan merupakan

pengadaan berbagai masukan atau

sumber daya suatu

perusahaan/organisasi. Manajemen SDM meliputi seluruh kegiatan yang menyangkut perekrutan, pemecatan, pemberhentian, penentuan upah dan kompensasi, pengelolaan, pelatihan

dan pengembangan SDM.

Pengembangan teknologi menyangkut masalah peralatan, perangkat keras

(hardware), perangkat lunak

(software), prosedur dan pengetahuan teknis yang digunakan dalam proses transformasi dari masukan menjadi

keluaran dalam suatu

perusahaan/organisasi. Infrastruktur

diperlukan untuk mendukung

keperluan-keperluan suatu perusahaan dan menyelaraskan kepentingan dari berbagai bagian, yang terdiri dari bagian-bagian atau Departemen-Departemen seperti bagian akuntansi, hukum, keuangan, perencanaan, bagian

umum, quality assurance, dan

manajemen umum.

Tujuan dari analisis rantai nilai ini adalah sebagai kerangka kerja untuk memilah/memecah organisasi/industri ke dalam aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mengidentifikasi : (1). Besar/kecilnya pengaruh biaya suatu aktivitas terhadap biaya total; (2). Penentu-penentu biaya dalam setiap

aktivitas dan mengapa

organisasi/industri dapat efisien dan efektif dalam aktivitasnya; (3). Bagaimana biaya-biaya dalam suatu aktivitas mempengaruhi biaya pada aktivitas lainnya; (4). Aktivitas mana saja yang diperlu dilakukan sendiri oleh organisasi/industri dan mana yang

perlu dilakukan oleh pihak

luar/outsourcing.

Salah satu produk yang menjadi unggulan di Kota Cimahi adalah di bidang telematika, khususnya animasi. Selanjutnya pada bab ini akan dibahas mengenai rantai nilai dari produk unggulan tersebut.

2.2 Teori Klaster Industri

Pengembangan/penguatan klaster industri merupakan alternatif pendekatan yang dinilai efektif untuk membangun keunggulan daya saing

industri khususnya dan bagi

pembangunan daerah pada umumnya. Bagi pelaku ekonomi, khususnya

Usaha Kecil dan Menengah,

pendekatan klaster industri membantu upaya yang lebih fokus bagi terjalinnya kemitraan yang saling menguntungkan dan pengembangan jaringan bisnis yang luas. Sementara itu, bagi pembuat

kebijakan dan/atau pihak

berkepentingan lainnya, pendekatan ini memungkinkan potensi skala pengaruh dari kebijakan dan program, dan cakupan dampak yang signifikan.

Pendekatan klaster industri

(7)

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta peningkatan daya saing. Peningkatan daya saing daerah saat ini membutuhkan usaha yang sangat

memakan waktu sehingga akan

menghambat pembangunan ekonomi. Dalam rangka memperbaiki kelemahan

tersebut, mengoptimalkan

pendayagunaan potensi setempat, dan mewujudkan industri berkeunggulan kompetitif di daerah, basis produksi dan distribusi perlu ditata kembali dan dikembangkan secara sinergis dengan semakin bertumpu pada potensi terbaik dan karakteristik lokal/setempat masing-masing daerah.

Pengembangan klaster industri

dapat digunakan untuk

mengembangkan industri yang bersifat luas (broad base) dan terfokus pada jenis-jenis produk yang berpeluang memiliki daya saing internasional yang tinggi di pasar domestik dan global. Lingkup geografis klaster industri dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia). Klaster industri pada dasarnya bukan konsep yang sama sekali baru. Namun sejalan dengan perkembangan jaman, telaah konsep/teori dan pengalaman empiris berbagai pihak berkembang dari waktu ke waktu.

Secara umum klaster industri dapat didefinisikan sebagai kelompok usaha spesifik yang dihubungkan oleh

jaringan mata rantai proses

penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis.

Secara skema, pendekatan klaster industry dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2. Model Generik Klaster Industri

Beberapa pengertian elemen-elemen dalam klaster industri antara lain adalah sebagai berikut :

A. Industri Inti

 Industri yang merupakan

fokus perhatian atau

tematik dan biasanya

dijadikan titik masuk kajian

 Dapat merupakan sentra industri.

 Industri yang maju

(dicirikan dengan adanya inovasi)

B. Industri Pemasok

 Industri yang memasok

(8)

 Pemasok yang khusus (spesialis) merupakan

pendukung kemajuan

klaster industri.

 Yang dipasok antara lain adalah : bahan baku utama,

bahan tambahan dan

aksesoris.

C. Pembeli

 Dapat berupa distributor atau pemakai langsung.

 Pembeli yang sangat

“penuntut‟ merupakan

pemacu kemajuan klaster industri.

 Pembeli antara lain terdiri dari : distributor, pengecer, dan pemakai langsung.

D. Industri Pendukung

 Meliputi industri jasa dan barang, termasuk layanan pembiayaan (Bank, Modal Ventura).

 Pembiayaan (Bank, Modal Ventura).

 Jasa (Angkutan, Bisnis Distribusi, Konsultan Bisnis).

 Infrastruktur (Jalan Raya, Telekomunikasi, Listrik).

 Peralatan (Permesinan, Alat Bantu).

 Pengemasan.

 Penyedia Jasa

Pengembangan Bisnis

(Business Development Services Provider/BDSP).

E. Industri Terkait

 Industri yang menggunakan infrastruktur yang sama.

 Industri yang menggunakan sumber daya dari sumber yang sama (misal kelompok tenaga ahli).

 Industri terkait dapat terdiri

dari kompetitor,

komplementer, dan

substitusi.

F. Lembaga Pendukung

 Lembaga pemerintah, yang berupa penentu kebijakan atau melaksanakan peran publik;

 Asosiasi profesi yang

bekerja untuk kepentingan anggota;

 Lembaga Pengembang

Swadaya Masyarakat yang bekerja pada bidang khusus yang mendukung.

2.3 Tahapan Pra-Produksi Film Animasi 3D

Produk animasi yang dihasilkan dapat berupa animasi 2D dan animasi 3D. Perbedaan yang siginifikan dalam proses pembuatan animasi 2D dan 3D adalah pada tahapan produksi, dimana proses 2D tidak membutuhkan proses

modelling, texturing dan lighting.

Secara garis besar proses

(9)

adalah : pra-produksi, produksi dan paska-produksi.

Tahapan pra-produksi adalah tahapan awal dalam proses pembuatan film animasi 3D. Tahapan ini sering juga disebut sebagai tahapan persiapan, karena pada tahapan ini persiapan administratif yang terkait SDM, jadwal dan anggaran dilakukan.

Pada tahapan juga ditentukan sukses atau tidak sebuah produk film animasi 3D, karena penentuan ide cerita dan konsep cerita dibuat pada tahapan, sehingga perlu dipersiapkan secara matang dan serius.

Gambar tahapan pra-produksi proses pembuatan film animasi 3D dapat dilihat pada gambar 3.

Penjelasan dari setiap proses tersebut adalah sebagai berikut :

Penulisan skenario : proses ini adalah proses pembuatan naskah atau alur cerita animasi. Skenario yang menarik akan menentukan keberhasilan dari film animasi yang dibuat. Skenario biasanya berbentuk teks tulisan/ketikan

Proses manajerial: pada proses ini semua yang berkaitan dengan masalah administrasi seperti ketersediaan SDM yang sesuai dengan kompetensi, penyusunan kru, penyusunan jadwal, dan penyusunan anggaran disusun dan dipersiapkan pada proses ini.

Concept Art : berisi konsep untuk tiap-tiap elemen yang ada pada cerita, seperti bentuk karakter, bentuk tas, pakaian karakter dan sebagainya. Hal ini perlu digambarkan dengan detail oleh ilustrator agar dapat dengan mudah dipahami oleh tim yang

bertugas mempersiapkan

elemen-elemen tersebut (jika dalam animasi 3D, tim yang dimaksud adalah modeler).

Storyboard : storyboard adalah bentuk visual/gambar dari skenario yang telah dibuat, berupa kotak-kotak gambar

(seperti komik) yang

menggambarkan jalan cerita dan adegan-adegan yang hendak dibuat dalam film. Storyboard

berfungsi sebagai panduan Rigging

Modelling & Texturing

Karakter & Properti 3D

Background/ Setting 3 D

Tahapan Pra – Produksi

Penulisan Skenario

Penyusunan Kru

Penyusunan Jadwal

Penyusunan Anggaran

Concept Art

Pembuatan Storyboard

Voice Casting

Olah Suara Perekaman

Dialog

Pembuatan Musik Efek Suara Pembuatan

In Beetween

Animatic

(10)

utama dari proses produksi animasi. Oleh karena itu, segala

macam informasi yang

dibutuhkan harus dibuat dan tercantum dalam storyboard, seperti angle kamera, tata letak/layout/staging, durasi,

timing, dialog, ekspresi dan informasi lainnya. Dengan adanyastoryboard, maka proses

pembuatan animasi akan

menjadi lebih mudah, jelas, fokus, dan terarah.

Voice Casting : pada proses ini dilakukan pemilhan suara yang dianggap cocok untuk bisa mengisi suara dari karakter yang ada pada film tersebut. Setelah ditemukan jenis suara yang dianggap sesuai maka dilakukan

proses perekaman dialog,

pembuatan musik, dan

pembuatan efek suara. Hasil dari

voice casting akan digunakan pada tahapan paska produksi.

Pembuatan In Between :

Melakukan kalkulasi terhadap pemberian efek animasi pada frame awal dan akhir dari suatu pergerakan animasi. Informasi

yang dihasilkan berupa

keyframe.

Animatic : proses

penyederhanaan storyboard.

Animatik adalah serangkaian diam yang secara bersama diedit

dan ditampilkan secara

berurutan.

Modeling : proses ini adalah proses pembuatan model objek

dalam bentuk 3D dikomputer. Model bisa berupa karakter

(mahkluk hidup), seperti

manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan; atau berupa benda mati seperti rumah, mobil, peralatan, dan lain - lain. Model harus dibuat dengan mendetail dan sesuai dengan ukuran dan skala pada sketsa desain/model

yang telah ditentukan

sebelumnya sehingga objek model akan tampak ideal dan profesional untuk dilihat

Texturing : proses ini adalah

proses pembuatan dan

pemberian warna dan material

(texture) pada objek yang

dimodelkan sebelumnya

sehingga akan tampak kesan yang nyata. Pemberian material atau texture pada objek 3D akan mendefinisikan rupa dan jenis bahan dari objek 3D. Material atau texture dapat berupa foto atau gambar yang dibuat dengan aplikasi software 3D, seperti 3DMax, Maya, dan lain - lain atau dengan bantuan software

digital imaging, seperti

Photoshop, PhotoPaint, atau Gimp.

Rigging : proses ini adalah pemberian struktur tulang pada

objek 3 dimensi, agar ke

(11)

2.4 Kerangka Kebijakan Inovasi

Dalam membangun sebuah sistem inovasi terdapat enam kelompok isu umum yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian dan penanganan prioritas terkait dengan pengembangan sistem inovasi daerah.

Keenam isu itu disebut sebagai kerangka kebijakan inovasi yang dijadikan sebagai konsep dasar dalam

merumuskan program perkuatan

terhadap permasalah yang muncul dari hasil analisis rantai nilai yang dilakukan.

Komponen pokok dalam KKI tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Kerangka Umum. Hal ini berkaitan dengan :

 Isu umum mendasar yang terkait dengan sistem inovasi, seperti :

a. Regulasi yang terhambat;

b. Kelemahan lingkungan

legal dan regulasi (yang diperlukan);

c. Kelemahan

infra/suprastruktur

pendukung pengembangan inovasi;

d. Administratif yang

birokratif

 Keterbatasan pembiayaan/ pendanaan inovasi;

 Isu perpajakan yang tidak kompetitif bagi aktivitas inovasi;

 Kelemahan keperdulian dan implementasi perlindungan HKI.

2) Kelembagaan dan daya dukung iptek/litbang serta rendahnya kemampuan absorpsi UKM. Berbagai fungsi yang belum berkembang, lembaga yang ada yang belum berfungsi sebagaimana yang diperlukan, dan kelemahan daya dukung iptek/ litbang yangrelevan bagi pengembangan potensi terbaik daerah merupakan faktor belum berkembangnya

sistem inovasi daerah dan

rendahnya daya saing daerah. Di sisi lain, pelaku mayoritas usaha, yaitu UKM, umumnya memiliki keterbatasan antara lain dalam mengakses, memanfaatkan dan

mengembangkan pengetahuan

/teknologi untuk meningkatkan daya saing bisnisnya.

3) Kelemahan keterkaitan, interaksi dan kerjasama difusi inovasi (termasuk praktikbaik/terbaik dan/atau hasil litbang).

Kesenjangan relevansi dan fungsi

komplementatif antara

perkembangan knowledge pool

(12)

4) Persoalan budaya inovasi.

Beragam isu yang diungkapkan tersebut pada dasarnya juga

menunjukkan belum

berkembangnya kultur dalam masyarakat (pelaku bisnis, pembuat kebijakan, aktor-aktor litbang,

lingkungan akademis dan

masyarakat secara umum) yang mendukung bagi kemajuan inovasi dan kewirausahaan secara umum. Hal ini antara lain berkaitan dengan :

 Mash rendahnya apresiasi masyrakat terhadap pentingnya semangat kreativitas/inovasi dan profesi kewirausahaan.

 Belum berkembangnya

pengetahuan dan ketrampilan kewirausahaan dan sistem

pendidikan yang belum

mendukung perkembangan

terhadap hal ini.

 Keterbatasan SDM bertalenta

di daerah, dan masih

rendahnya mobilitas dan interaksi dari dan antar aktor penting bagi perkembangan

kewirausahaan dalam

masyarakat.

 Kelemahan di lingkungan

pemerintahan (public

authorities), yang umumnya

juga belum menghargai

pentingnya kewirausahaan dan inovasi, baik di lingkungannya sendirimaupun

perkembangannya dalam

masyarakat.

5) Fokus, rantai nilai, kompetensi dan sumber pembaruan ekonomi dan sosial. Kelemahan dalam bisnis maupun non bisnis yang saling terkait, yang sangat penting bagidinamika ekonomi dan sebagai

landasan bagi pembentukan

keunggulan daya saing yang khas :

 Keragaman aktivitas bisnis yang belum mengarah pada, dan belum berkembangnya

kompetensi daerah yang

penting bagi, pembentukan potensi keunggulan yang lebih terfokus;

 Struktur dan keterkaitan dalam bisnis beserta aktivitas non-bisnis pendukungnya yang lemah;

 Masih rendahnya

kepemimpinan dan

kepeloporan dalm pemajuan inovasi dan difusinya;

 Relatif rendahnya

perkembagan/regenerasi

perusahaan-perusahaan baru (pemula) yang inovatif;

 Ketertinggalan mayoritas pelaku bisnis (UKM) untuk

dapat memanfaatkan dan

mengembangkan peluang dari kemajuan/perkembangan yang terjadi.

6) Tantangan global. Seperti telah didiskusikan, berbagai kelemahan

yang dimiliki pada

akhirnyamempengaruhi tingkat kesiapan Indonesia (pada tataran

(13)

berperandi arena global beserta beragam kecenderungan perubahan

yang berkembang untuk

dapatmeminimalisasi dampak negatifnya dan memaksimumkan kemanfaatan bagi masyarakat.

3. ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1 Rantai Nilai Proses Pra Produksi

Film Animasi 3D

Tahapan pra-produksi adalah tahapan awal dalam pembuatan produk animasi. Pada tahapan ini ide/konsep menjadi salah satu sumber utama untuk berlanjut ke proses berikutnya. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini adalah penentuan ide, penulisan skenario, pembuatan sketsa atau

character modelling, dan pembuatan

storyboard. Jika dianalogikan dengan

pengembangan perangkat lunak,

tahapan pra-produksi memiliki fungsi yang sama dengan tahapan penentuan kebutuhan desain sistem, dimana pada tahap ini segala konsep yang akan dibuat dalam sebuah produk animasi harus benar-benar ditentukan secara

matang, sehingga tidak banyak

perbaikan setelah masuk ke dalam tahapandevelopment.

Langkah awal yang dilakukan dalam melakukan analisis rantai nilai sebuah komoditas adalah dengan melakukan pemetaan dari proses inti yang akan dilakukan. Setelah itu dilakukan identifikasi terhadap pelaku yang terlibat pada proses tersebut. Dalam tahapan pra-produksi pelaku yang terlibat tidak hanya dalam bidang animasi saja, tetapi juga dari berbagai

disiplin ilmu, seperti seni rupa, sejarah, sastra, hukum, administrasi, SDM dan manajemen . Hal ini disebabkan karena pada tahapan ini semua perencanaan terkait project dirancang, seperti penyiaran/hak siar, Hak Cipta, penganggaran, manajemen SDM, dan teknis produksi. Dari hasil survey yang telah dilakukan terhadap pelaku animasi di Kota Cimahi, didapatkan data mengenai identifikasi pelaku yang terlibat dalam proses pra-produksi, seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Identifikasi Pelaku yang terlibat dalam tahapan Pra-Produksi

No Proses Nama Pelaku

1 Penulisan

Skenario

Script writer, Penulis, editor

2 Penyusunan

Kru

HRD

3 Penyusunan

Jadwal

Project Manager

4 Penyusunan

Anggaran

Finance Manager

5 Concept Art Desainer, teknis

desainer, produser, sutradara, seni direktur, fotografer

6 Pembuatan

Storyboard

Desain grafis, desainer, sutradara, audio produser, kameramen, animator

7 Voice

Casting

Audio produser, suara desainer

8 Pembuatan

In Between

Animator, programmer animasi

(14)

Texturing programmer animasi

10 Animatic Animator,

programmer animasi

11 Riging Animator,

programmer animasi

Selanjutnya berdasarkan hasil survey terhadap setiap proses yang terjadi pada tahapan pra-produksi dihasilkan identifikasi proses dari aktivitas utama pada rantai nilai proses pra-produksi. Secara detail penjelasan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Aktivitas Utama dari Tahapan Pra-Produksi Pembuatan Film

Animasi 3D

Berdasarkan hasil analisa

identifikasi pelaku, maka didapatkan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan

pada setiap proses dalam tahapan pra-produksi adalah seperti tabel 2.

Tabel 2. Latar belakang pendidikan yang dibutuhkan untuk tahapan

pra-produksi

No Tahapan

Proses

Latar Belakang Pendidikan

1 Penulisan

Skenario

Perfilman dan sastra

2 Penyusunan

Kru

Manajemen SDM

3 Penyusunan

Jadwal

Manajemen SDM

4 Penyusunan

Anggaran

Keuangan/ Akuntansi

5 Concept Art Perfilman, Sastra dan

Animasi

6. Pembuatan

Storyboard

Perfilman, Sastra dan Animasi

7 Voice

Casting

Seni Musik, Perfilman

8 PembuatanIn

Between

Animasi dan Informatika

9 Modelling &

Texturing

Perfilman dan seni

10 Animatic Animasi dan

Informatika

11 Riging Animasi dan

Informatika

Setelah melakukan identifikasi pelaku yang terlibat, untuk dapat melihat sumber masukan dan keluaran yang dihasilkan pada setiap rantai proses adalah dengan melakukan pemetaan alur produk. Kegiatan ini mencakup identifikasi produk di setiap tahapan proses ketika produk tersebut

Inbound Logistic

Operation Outbond Logistic

Support &Service

Sales & Marketing

Mengumpul kan literatur untuk menentuka n ide cerita.

Ide cerita ditentukan oleh investor/ konsumen

Menyusun jadwal, kru, anggaran.

Penulisan skenario

Membuat konsep art

Membuat

storyboard

Melakukan

voice casting

dan olah suara

Membuat modelling dan texturing

Membuat

animaticdan

rigging

Melakukan pengiriman naskah/

storyboard

melalui jalur internet atau bisa juga mengirimkan dalam bentuk

softcopy

yang direkam di CD

Untuk tahapan pra-produksi belum ada aktivitas

support and service

sudah jadi maka diharapkan itu sudah final dan tidak ada revisi lagi

Jika

storyboard

yang dibuat bukan berdasarkan order dari investor maka biasanya studio animasi akan melakukan pemasaran hasil

stroryboard

(15)
(16)

Tabel 3. Alur Produk dari Rantai Nilai Tahapan Pra Produksi Pembuatan Film Animasi 3D Nama

Proses

Development Penulisan skenario

Diskusi dengan investor/ konsumen, atau melakukan riset tentang tren dimasyarakat.

Ide cerita, sinopsis

Jumlah tim yang ada. Anggota tim terdiri dari : designer, produser, teknis desainer, seni direktur, audio produser, penulis dan editor, grafis seniman, programmer, komponis/ suara desainer/ musisi, konten spesialis, teknis asisten, produksi asisten, hak dan peneliti, pengacara

Menyusun penjadwalan mengenai hak akuisisi, peijinan, konten produksi, konten akuisisi, pengujian

Membuat rincian

anggaran untuk biaya produksi, biaya

konsultasi dengan konten ahli dan konsultan lainnya, biaya akuisisi dan peijinan serta biaya pengujian

Skenario dan naskah cerita, foto, gambar

Konsep art, skenario, naskah, foto, komputer, software

Ide cerita, naskah, efek suara

Storyboa rd, model karakter

Sarana Produksi

pustaka, novel, internet foto, pen stylus

komputer, foto, pen stylus

komputer, foto, pen stylus

Ide Cerita  Outline atau garis baris per poin dari setiap aksi

Daftar anggota tim (sesuai dengan spesialisasi pekerjaannya) yang terlibat

Jadwal produk dan karakter

Model karakter

Visualisasi dari ide cerita, naskah dan karakter

Dubber yang dianggap memiliki suara yang pas dengan

(17)

Nama Proses

Development Penulisan skenario

Penyusunan Kru

Penyusunan Jadwal

Penyusunan Anggaran

Concept Art

Pemodelan/ Sketsa

Pembuatan Storyboard

Voice Casting

Olah Suara

Rigging

(adegan).

 Scenario lengkap dengan dialog dan screen direction.

model karakter yang ditampilka n

dialog, musik backgroun d dan efek suara

(18)

Untuk dapat merumuskan kelemahan dan kekuatan yang terjadi disetiap mata rantai dalam sebuah proses produksi, maka berdasarkan pendekatan rantai nilai proses, dikenal dua level aktivitas yaitu aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Dalam aktivitas pendukung, terdapat sub aktivitas yaitu proses penyiapan input, proses operasi, penanganan output,

penjualan dan pemasaran dan

pelayanan. Sementara aktivitas

pendukung mencakup proses

penanganan sumberdaya manusia, administrasi umum serta aktivitas riset dan pengembangan.

Sementara untuk proses operasi

peralatan yang digunakan berupa stylus

atau pen digital, komputer dan ATK.

Peralatan tersebut digunakan untuk

menggambar karakter dan pembuatan

storyboard. Penentuan desain pada aktivitas operasi dibuat berdasarkan

keinginan dari konsumen/investor

produk animasi tersebut. Sementara

untuk standar proses, saat ini belum ada

standar proses yang baku. Metode atau

standar prosedur yang banyak

digunakan oleh para animator pada

setiap tahapan produksi animasi, yaitu

metode pipeline atau grup-grup proses. Komunikasi terhadap segala bentuk

perubahan dari naskah, pembuatan

karakter sampai dengan storyboard

yang disampaikan oleh konseptor

kepada investor juga terjadi di proses

operasi. Total biaya yang dibutuhkan

pada tahapan ini adalah sekitar 30%

dari total project.

Setelah proses operasi selesai,

langkah selanjutnya adalah proses

logistik keluar atau outbond logistic.

Output yang dihasilkan pada proses

sebelumnya kemudian dikirimkan

kepada konsumen untuk dilakukan

persetujuan terhadap storyboard yang dibuat. Bagian persetujuan konsumen

ini sangat penting, karena akan

berdampak terhadap proses selanjutnya.

Setelah storyboad disetujui kemudian dilanjutkan untuk dikirimkan ke

tahapan production, yang dapat berfungsi sebagai inbound logistic pada tahapan produksi. Barang atau produk yang dikirimkan adalah berupa naskah,

karakter danstoryboard.

Strategi pemasaran dan

penjualan yang dilakukan pada tahapan

pra-produksi saat ini menggunakan

fasilitas online media yaitu media internet dan offline media seperti mengikuti festival, seminar, workshop,

dan business meeting yang terkait dengan bidang animasi. Media internet

yang biasa digunakan adalah social media seperti youtube, dimana hasil produk animasi diupload kemudian

(19)

untuk melakukan like jika memang produk animasi yang dihasilkan

menarik bagi penonton. Karena strategi

promosi yang dilakukan melalui media

internet, maka dapat menguntungkan

dari sisi jangkauan wilayah pemasaran,

dimana wilayah pemasaran tidak

terbatas pada lokasi. Saat ini jangkauan

lokasi pemasaran mencakup wilayah

Jakarta, Batam, Bandung dan Malaysia.

Jumlah total penjualan untuk sebuah

storyboard dan karakter sekitar 10 -15 juta untuk satu episode project film

animasi.

Layanan purna jual atau

dukungan kepada konsumen terhadap

produk animasi yang dihasilkan saat ini

belum ada, artinya jika storyboard, naskah dan karakter modelling telah

disetujui dan disepakati bersama maka

tidak ada lagi istilah service after sales. Aktivitas layanan purna jual pada

tahapan pra-produksi dilakukan pada

proses operasi.

Aktivitas manajemen SDM

dalam tahapan pra-produksi masih

belum mendapat perhatian, hal ini

disebabkan karena biasanya pekerjaan

yang diterima oleh studio animasi hanya

berupa kegiatan teknis, sedangkan

pekerjaan konseptual dikerjakan oleh

investor/konsumen yang akan membuat

produk animasi. Namun bukan berarti

dalam sebuah studio animasi tidak

terdapat SDM dibidang pra-produksi.

Jumlah SDM pada tahapan ini berkisar

antara 5 – 8 orang. Kisaran upah

pegawai pada tahapan ini adalah 1,5

juta/bulan untuk tingkat pemula dan 4

juta/bulan untuk tingkat mahir.

Rekruitmen pegawai biasanya

dilakukan melalui jalur pertemanan,

media social, media massa dan pada saat mengikuti festival. Peningkatan

kompetensi SDM pada tahap ini hanya

dilakukan oleh internal perusahaan, dan

pada umumnya perusahaan/studio

animasi tidak memiliki anggaran khusus

untuk melakukan pelatihan secara rutin.

Pembiayaan terhadap

infrastruktur perusahaan seperti

pengadaan software dan hardware

umumnya didanai dari investor yang

memberikan proyek animasi. Pada

tahapan pra-produksi sebenarnya sudah

ada share soal pendanaan dengan investor asing, tapi jumlahnya masih

sedikit. Hal ini disebabkan karena

biasanya untuk tahapan ini ditangani

langsung oleh investor, sementara

studio animasi lokal hanya mengerjakan

bagian teknis saja, seperti pembuatan

modelling dan pemberian gerak

(20)

Untuk aktivitas penelitian,

teknologi dan sistem pengembangan

(Research, Technology and System Development) yang terkait dengan

tahapan pra-produksi, belum

dikembangkan upaya khusus. Riset

yang dilakukan hanya bersumber dari

studi literatur seperti melihat

perkembangan trend film, rating,

karakter novel yang sedang trend, buku,

majalah dan film animasi yang berasal

dari luar negeri. Kemudian untuk

melakukan pengujian terhadap hasil

riset biasanya dilakukan melalui situs

media sosial untuk melihat respon dari

pengunjung. Anggaran yang

dialokasikan oleh perusahaan untuk

melakukan riset juga masih sangat

terbatas, bahkan banyak perusahaan

animasi pemula yang tidak

mengalokasikan anggaran untuk riset.

Kendala-kendala yang dihadapi

dalam tahapan pra-produksi pada

aktivitas utama adalah sebagai berikut :

a. AktivitasInbound Logistic

 Kurang tersedianya data yang

dapat digunakan sebagai

sumber masukan dalam tahapan

pra-produksi.

 Perolehan ide cerita biasanya berasal dari investor, sehingga

menghambat kreatifitas dari

para script writer dan pembuat karakter.

b. Aktivitas Operasi

 Belum tersinkronisasikannya persepsi antara penulis ide

dengan proses implementasi ke

bentuk fisik.

 Adanya campur tangan investor dalam membuat ide cerita

bahkan sampai kepada

pembuatan naskah,

pembentukan karakter modeling

sampaistoryboard.

 Belum adanya pemahaman dari para investor bahwa

tahapan pra-produksi

adalah tahapan yang

krusial, sehingga

memerlukan konsentrasi

dan waktu yang cukup

banyak dalam

menyelesaikannya. Karena

saat ini pada umumnya

investor hanya

memberikan waktu yang

singkat untuk mengerjakan

tahapan ini, dan terkadang

banyak terjadi perubahan

yang bersifat dadakan.

Oleh sebab itu diperlukan

(21)

agar masalah-masalah ini

dapat dihindari.

c. AktivitasOutbond Logistic

 Daya beli pasar terhadap hasil produk pada tahapan

pra-produksi masih rendah

 Belum adanya kejelasan terhadap pangsa pasar

yang akan membeli

produk yang dihasilkan

pada tahapan pra-produksi

yang berupa naskah dan

storyboard.

 Produk yang dihasilkan masih belum dapat memenuhi selera

pasar, sehingga masih kalah

bersaing dengan produk asing.

 Produk yang dihasilkan belum memiliki ciri khas yang dapat

menjadi daya tarik. Karena saat

ini pola pikir masyarakat

terhadap animasi masih

berkiblat pada hasil-hasil

animasi dari negara asing,

seperti Jepang, Eropa dan

Korea.

d. Aktivitas Pemasaran dan Penjualan

 Harga yang ditentukan oleh investor terhadap produk yang

dihasilkan pada tahapan ini

masih sangat rendah jika

dibandingkan dengan biaya

operasional yang dibutuhkan.

e. Aktivitas Layanan Purna Jual

 Belum ada layanan purna jual

terhadap produk yang

dihasilkan, karena biasanya

keluhan tersebut diselesaikan

pada proses operasi, sehingga

produk yang sudah dikirimkan

ke investor adalah produk yang

sesuai dengan keinginan

investor.

 Kepuasan investor terhadap produk yang dihasilkan dapat

terlihat jika investor tersebut

melakukan repeat order

kepada studio animasi tersebut.

 Terkadang investor melakukan perubahan terhadap storyboard

dan naskah yang sudah jadi,

bahkan bisa sampai terjadi

penambahan karakter baru,

sehingga mengakibatkan

munculnya biaya tambahan

untuk memenuhi kondisi

tersebut.

Selanjutnya

permasalahan-permasalahan yang muncul dalam

aktivitas pendukung pada tahapan

pra-produksi adalah sebagai berikut :

(22)

 Sulitnya mencari SDM yang memiliki kompetensi inti

khusus di bidang pra-produksi.

 Masih kurangnya pemahaman dari para investor atau

konsumen animasi terhadap

mahalnya biaya yang perlu

dikeluarkan pada tahapan

pra-produksi, sehingga berdampak

terhadap kurangnya apresiasi

dalam bentuk materi yang

diberikan kepada para SDM di

tahapan pra-produksi.

 Permasalahan juga terjadi pada saat rekruiment SDM untuk

tahapan pra-produksi, hal ini

disebabkan karena sedikitnya

jumlah SDM yang memiliki

kompetensi dan kualifikasi

yang sesuai dengan kebutuhan.

 Masih terbatasnya lembaga

pendidikan formal dan

informal yang mengajarkan

atau memasukkan kurikulum

yang berkaitan dengan tahapan

pra-produksi, seperti script writer, story telling, sejarah. b. Infrastruktur Perusahaan

 Kendala yang dihadapi pada aktivitas ini adalah terkait

dengan pembiayaan

infrastruktur yang dibutuhkan

untuk melaksanakan tahapan

pra-produksi.

c. Riset dan Pengembangan

Teknologi

 Pola pikir dari para investor

yang menganggap bahwa

kegiatan R&D pada tahapan

pra-produksi tidak penting,

sehingga banyak yang

mengabaikan dan berdampak

terhadap anggaran untuk

kegiatan R&D tidak

dialokasikan.

 Terkait masalah budget yang sangat kecil sehingga membuat

mindset dari director untuk memotong proses produksi

pada tahapan pra-produksi,

tetapi tidak mengurangi

kualitas dari produk animasi

yang dihasilkan. Hal ini sudah

disepakati bersama diawal oleh

investor dan studio animasi.

d. Pembelian

 Terkait pembelian material yang digunakan untuk tahapan

pra-produksi kendala yang

dihadapi adalah masalah

profesionalitas dari supplier.

 Mahalnya alat-alat dan

(23)

 Budaya kerja yang kurang mendukung dari para supplier,

seperti telat pada saat

pengiriman barang, sehingga

menghambat proses produksi.

Berdasarkan hasil analisis identifikasi dan permasalahan yang telah dilakukan pada tahapan

pra-produksi baik dari aktivitas utama maupun aktivitas pendukung, maka didapatkan diagram rantai nilai proses pada tahapan pra-produksi seperti pada gambar 5.

Gambar 5. Diagram Rantai Nilai Tahapan Pra Produksi

Inbound logistic pada proses pra-produksi berasal dari studi pustaka, media massa, internet, televisi, cerita novel dan budaya lokal. Cara perolehan ide biasanya berdasarkan permintaan dari investor/konsumen yang ingin membuat film animasi. Jadi dapat dikatakan saat ini produksi film animasi

umumnya dilakukan berdasarkan

permintaan dari konsumen, tidak dibuat berdasarkan riset pasar. Waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini sebesar 30% dari keseluruhan total proyek, jika dikonversikan dalam waktu satu tahun, waktu yang dibutuhkan pada tahapan pra-produksi adalah sekitar tiga bulan.

Nilai margin yang dihasilkan pada tahapan pra-prodkusi sulit untuk diukur, hal ini disebabkan karena sebagian studio animasi melakukan proses pembuatan produk animasi secara keseluruhan atau tidak dipisahkan berdasarkan tiga tahapan proses. Namun jika dirata-rata. Selain itu umumnya produk yang dihasilkan pada tahapan pre-production tidak langsung dijual kepada konsumen atau investor, tetapi digunakan sebagai inputan pada tahapan berikutnya yaitu tahapan production. Jika diambil rata-rata dari project animasi yang pernah dilakukan oleh responden, jumlah total penjualan untuk sebuah storyboard dan karakter sekitar 10 -15 juta untuk satu project film animasi, atau jika dikonversi dalam bentuk porsentase, total biaya yang dibutuhkan sekitar 30% dari total nilai project animasi yang dikerjakan

SDM :

 Kurangnya SDM yang memiliki kompetensi dan keahlian pada tahapan pra-produksi, sepertiscript writer, story telling,dan sejarah.

 Lembaga pendidikan formal dan informal belum banyak yang mengajarkan dan memasukkan kurikulum yang berkaitan dengan tahapan pra-produksi

Infrastruktur :

 Pembiayaan infrastruktur untuk produksi dan operasional masih berasal dari investor.

R&D :

 Keterbatasan pola pikir yang menganggap bahwa kegiatan R&D tidak penting, sehingga tidak adanya alokasi anggaran.

Pembelian Peralatan dan Material :

 Pengiriman barang sering terlambat.

 Mahalnya harga alat dan material

Inbound Logistic

Kurang tersedianya data yang dapat digunakan untuk sumber input

Ide cerita berasal dari investor bukan berdasarka n hasil riset

Operasi

Waktu yang diberikan sangat singkat

Adanya intervensi dari investor terhadap ide cerita daya beli

Belum

Belum ada ciri khas yang bisa dijadikan sebagai daya tarik pasar

Sales& Marketing

Harga yang diberikan oleh investor lebih rendah dibandingkan dengan biaya operasional Support &

Service

Belum ada layanan purna jual

Banyak kan waktu dan biaya tambahan

Kepuasan investor dilihat dari

(24)

3.2 Program Perkuatan Rantai Nilai Pra-Produksi Film Animasi 3D

Berdasarkan analisis terhadap setiap aktivitas (utama dan pendukung) pada tahapan pra-produksi, maka secara ringkas aktivitas yang terjadi dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6.Ringkasan Proses Tahapan Pra-Produksi

Dari hasil survey dan analisis yang telah dilakukan pada tahapan pra-produksi pembuatan film animasi 3D didapat data mengenai jumlah tenaga kerja, struktur biaya (biaya produksi), dan pendapatan (total penjualan). Data tersebut digunakan untuk mengetahui bagaimana nilai mengalami perubahan di sepanjang proses. Nilai biaya produksi dan penjualan yang ditulis dalam analisis ini diasumsikan bahwa rata-rata total produksi yang dapat dihasilkan oleh sebuah studio animasi

adalah 13 episode dalam satu tahun dengan durasi waktu 11 menit/episode. Hasil pemetaan tersebut secara lengkap dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7.Pemetaan Jumlah Pelaku, Pendapatan dan Struktur Biaya

Dalam Tahapan Pra-Produksi Pembuatan Film Animasi 3D

Selanjutnya berdasarkan hasil pemetaan permasalahan yang muncul pada aktivitas utama dan aktivitas

pendukung diharapkan dapat

diminimalkan dengan melakukan

penyusunan program perkuatan.

Program-program perkuatan ini

dilakukan untuk meningkatkan interaksi antara pelaku yang terlibat di dalam klaster industri animasi di Kota Cimahi khususnya untuk tahapan pra-produksi pembuatan film animasi 3D.

Selain itu dengan disusunnya program perkuatan ini diharapkan daya saing dari produk animasi lokal yang dihasilkan pada tahapan pra-produksi dapat meningkat.

Berdasarkan hasil pemetaan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul dalam setiap aktivitas, didapatkan solusi permasalahan yang direkomendasikan. Diantaranya adalah : Pra – Produksi

1. Kegiatan : penentuan ide; skenario; sketsa/modelling charachter; pembuatan storyboard

2. Pelaku : penulis skenario, kartunis, karikatur, pembuat sketsa gambar 3. Input : berasal dari investor, sejarah,

dogeng, novel, pustaka.

4. Operasi : Biaya produksi 30% dari nilai total project per episode. Desain ditentukan investor 5. Peralatan : ATK, komputer, pen

stylus.

6. Distribusi : langsung diberikan ke investor atau diteruskan ke tahapan produksi

7. Pemasaran : konsumen sudah jelas karenaorder by request. Strategi lain melalui internet dan media offline.

Pra – Produksi

 Biaya produksi : 30% dari total nilai project

 Jumlah pegawai : 5-8 orang

(25)

1. Meningkatkan kreatifitas dan kompetensi dari para penulis cerita melalui pelatihan/benchmark ke beberapa perusahaan animasi besar di dalam/luar negeri.

2. Melakukan sosialisasi dan

pemahaman terhadap masyarakat khususnya konsumen animasi mengenai proses produksi animasi.

3. Menggali budaya lokal untuk dapat dikembangkan menjadi sebuah film animasi yang memiliki ciri khas.

4. Melakukan studi banding terhadap beberapa negara untuk menambah wawasan dalam pengembangan ide cerita.

5. Bekerjasama dengan lembaga pengembangan seni dan budaya untuk mendirikan pusat literasi seni dan budaya.

6. Menyusun SOP dari setiap proses produksi film animasi 3D.

7. Pemerintah memberikan stimulus (dana bergulir) bagi studio kreatif yang memenuhi kategori tertentu.

8. Menyusun standarisasi peralatan yang digunakan dalam bidang animasi dan film.

9. Menyediakan line internet

broadband ke daerah perumahan dan institusi yang terjangkau.

10. Melakukan kerjasama dengan provider internet.

11. Mewajibkan seluruh Pemda Cimahi

untuk membuat dan

mengembangkan produk animasi sebagai sarana promosi.

12. Perlu adanya roadmap atau posisitioning dari industri animasi di Indonesia.

13. Pemerintah pusat membuat

kerjasama dengan negara lain untuk membuka pasar industri animasi.

14. Mengadakan pameran produk-produk animasi.

15. Membuat standarisasi (SOP) yang digunakan dalam proses produksi film dan animasi.

16. Mendirikan Sekolah animasi dengan kurikulum terkini (latest tech) dengan mengandeng industri animasi.

17. Membuat kurikulum tentang animasi untuk perguruan tinggi dan sekolah menengah yang memiliki standar internasional.

18. Kemenakertrans bekerjasama dengan lembaga pendidikan/

pelatihan untuk membuka

pendidikan profesi yang

mengeluarkan sertifikasi profesi di bidang animasi.

19. Menyusun regulasi yang mengatur Hak Cipta dan HKI di bidang animasi (Kemenperin bekerjasama dengan Kemenkumham).

20. Melakukan kerjasama dengan luar negeri terkait pengadaan peralatan

(26)

4. KESIMPULAN

Animasi adalah salah satu sektor industri kreatif yang memiliki potensi yang sangat baik, hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia untuk dapat mendukung industri animasi agar dapat berkembang dengan pesat. Salah satu dukungan yang dapat diberikan diantaranya adalah dengan mengeluarkan regulasi yang berpihak terhadap perkembangan industri animasi di Indonesia.

Dalam proses pembuatan film animasi 3D tahapan pra-produksi adalah tahapan yang dianggap paling penting. Karena pada tahapan ini semua konsep yang akan dibuat ke dalam film animasi

3D dilakukan. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tahapan ini adalah tahapan yang menentukan keberhasilan/ kesuksesan sebuah film animasi 3D.

Dengan melakukan analisis rantai nilai industri inti animasi khusus untuk tahapan pra-produksi diharapkan dapat diketahui permasalahan yang dihadapi pada setiap rantai proses, sehingga dapat dipetakan solusi permasalahan yang diharapkan dapat dilakukan atau ditindaklanjuti oleh Pemerintah dalam

upaya mendukung perkembangan

industri animasi di Indonesia, sehingga diharapkan industri animasi dan produk animasi lokal dapat memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi.

Berdasarkan hasil analisis rantai nilai tahapan pra-produksi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kelemahan yang banyak terjadi pada

tahapan ini adalah terkait

pengembangan ide cerita dan

pemahaman investor tentang proses produksi film animasi 3D. Selain itu jumlah SDM yang memiliki kompetensi di bidang ini juga masih terbatas.

Berdasarkan hasil analisis permasalahan tersebut kemudian dilakukan pemetaan solusi yang dibutuhkan oleh pelaku industri animasi khususnya pada tahapan pra-produksi. Pemetaan solusi tersebut dibuat dalam

bentuk program perkuatan yang

diharapkan dapat direalisasikan oleh lembaga/instansi pemerintah/swasta yang terkait.

Dengan adanya program perkuatan tersebut dapat mendukung peningkatan daya saing dari industri animasi lokal khususnya industri animasi yang bergerak pada tahapan pra-produksi. Selain itu dengan meningkatnya daya saing produk diharapkan juga dapat memperluas jaringan kerjasama baik nasional maupun internasional, sehingga Kota Cimahi dapat dikenal sebagai Kota Animasi dan klaster industri Animasi di Kota Cimahi dapat dijadikan sebagai klaster industri percontohan yang memiliki kisah sukses dalam bidang animasi.

5. DAFTAR PUSTAKA

Hendro Saputra Suratinoyo, Hans Wowor, Jimmy Robot, Stanley Karouw. Cerita Rakyat Daerah

Minahasa : IMPLEMENTASI

SHORT FILM ANIMASI 3D.

Jurnal Fakultas Teknik,

Universitas Sam Ratulangi

Muhamad Siddik (2010).

Pengembangan Rantai Nilai

(27)

Alternatif Pengentasan Kemiskinan Di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Agroteksos Vol. 20 No.2-3, Desember 2010. Budi N, Arvianto A,dkk (2012).

Strategi Pengembangan Usaha

Kerajinan Enceng Gondok

sebagai Produk Unggulan

Kabupaten Semarang

Menggunakan Analisis Rantai Nilai. Jurnal TI Undio, Vol.VII No.2, Mei 2012.

Porter, M. (1990). The Competitive Advantage of Nations. Boston: Harvard Business School Press. Porter, M.E (1992). Strategi Bersaing :

Teknik Menganalisa Industri dan

Pesaing. Cetakan Kelima.

Penerbit Airlangga.

Porter, M.E (1993). Keunggulan

Bersaing Menciptakan dan

Mempertahankan Kinerja Unggul.

Cetakan Ketiga. Penerbit

(28)

Gambar

Gambar tahapan pra-produksi proses pembuatan film animasi 3D dapat dilihat pada gambar 3.
Tabel 1. Identifikasi Pelaku yang
Tabel 3. Alur Produk dari Rantai Nilai Tahapan Pra Produksi Pembuatan Film Animasi 3D Nama Proses Development Penulisanskenario PenyusunanKru PenyusunanJadwal PenyusunanAnggaran ConceptArt Pemodelan/Sketsa PembuatanStoryboard Voice Casting Olah Suara Riggi
Gambar 5. Diagram Rantai Nilai

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan hasil JI diharapkan dapat dilakukan melalui 1) penggunaan inokulum juvenil aksenik, dan 2) modifikasi formula media dengan penambahan komponen-komponen yang serupa

Association between neonatal jaundice and sensorineural hearing loss among children with speech delay: A study RSUP Dr Sardjito from 2009-2013.. Mishra S, Agarwal R, Deorari AK,

Untuk gambar lines plan tersimpan dengan format file gambar atau bmp (bitmap). Dengan software ini akan mendapatkan data gambar lines plan dan offset table kapal

ditimbulkannya 19 .Perawat yang bekerja pada shift malam terpaksa harus istirahat pada siang hari, ketika kondisi tubuh mereka biasanya terbangun. Dan begitu juga

Adapun yang dapat kami simpulkan dari uraian materi diatas adalah : teori pemilihan karir oleh gizberg merupakan pemilihan pekerjaan merupakan proses pengambilan keputusan yang

Hasil penelitian menunjukkan kadar fosfor dalam cairan sulkus gingiva pada penderita periodontitis kronis lebih tinggi dari pada penderita gingivitis (Tabel

[r]

antara perilaku asertif dengan penyesuaian perkawinan pada istri yang menjalani.