• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MENANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MENANG"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM

MENANGANI KASUS - KASUS PERDATA ISLAM

(Studi Komparasi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum

Islam STAIN Salatiga dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan

Hukum UII Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

HARIS AS’AD

NIM 21109016

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2013

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTO DAN PERSEMBAHAN

M OT O

Hiduplan seperti rumput yang walaupun diinj ak, dihancurkan, di bakar, dipotong, tapi

selalu muncul kembali. . .

lebih hij au, lebih kuat, dari sebelumnya

S o bertahanlah dan T abah, maka anda akan menj adi semakin kuat

P E R S E M BA H A N

S kripsi yang sederhana ini kupersembahkan untuk Bapak dan Umi ku tercinta, A dik dan K akak- kakak ku tersayang,

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. oleh karena itu, penulis mengcapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Ibu Evi Ariyani, M,H., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini;

2. Bapak Drs. Mubashirun, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga; 3. Bapak Ilyya Muhsin, S.HI., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ahwal al Syakhshiyyah; 4. Seluruh dosen STAIN Salatiga, yang selama 8 semester telah membagi ilmunya yang

sangat bermanfaat;

5. Bapak dan Umi ku yang telah mencurahkan do’a dan keringat untuk anakmu ini, aku tidak akan pernah bisa membalasnya;

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Teriring do’a dan harapan semoa amal baik dan jasa semua pihak tersebut diatas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT.Amin.

Wassalamualaikum wr.wb.

Salatiga, 20 Agustus 2013

Penulis,

Haris as’ad

(7)

ABSTRAK

As’ad, Haris. 2013. PERAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MENANGANI

KASUS-KASUS PERDATA ISLAM (Studi Komparasi Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Islam STAIN SALATIGA dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum UII Yogyakarta). Skripsi. Jurusan Syariah. Program Studi al Ahwal al Syakhsiyyah.

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Evi Ariyani, M.H.

Kata Kunci: lembaga bantuan hukum.

Penelitian ini berusaha mengetahui sejauh mana peran dari dua Lembaga Bantuan hukum yang sama-sama berbasis kampus dalam usahanya membantu klien. Penelitian ini dibatasi pada pada masalah hukum Islam. Kajian yang dibahas meliputi peran LKBHI STAIN SALATIGA dan LKBH UII YOGYAKARTA dalam mengadvokasi kasus perdata Islam, Prosedur penanganan kasus di LKBHI STAIN SALATIGA dan LKBH UII YOGYAKARTA, Kendala yang dihadapi LKBHI STAIN SALATIGA dan LKBH UII YOGYAKARTA serta strategi yang digunakan untuk mengatasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dengan analisa komparatif.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang sangat banyak antara LKBHI STAIN Salatiga dengan LKBH UII Yogakarta. Diantaranya adalah LKBH UII tidak murni prodeo seperti yang diperintahkan oleh UU No 16 Tahun 2011. LKBHI STAIN Salatiga masih sangat kurang sumber daya baik manusia, finansial dan fasilitas. Selisih jumlah klien antar dua LBH tersebut sangat banyak, menunjukkan bahwa LKBH UII lebih banyak dikenal oleh masyarakat, lebih dipercaya dan baik dalam memerankan fungsinya sebagai pelayan hukum bagi masyarakat.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGENTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ...1

B.Fokus Penelitian ...6

C.Tujuan Penelitian ...6

D.Kegunaan Penelitian ...7

E.Penegasan Istilah ...8

F. Metode Penelitian ...9

G.Sistematika Penelitian ... 13

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A.Bantuan Hukum ... 15

1. Pengertian Bantuan Hukum ... 15

2. Penerima Bantuan Hukum ... 21

3. Pemberi Bantuan Hukum... 22

B. Unsur-Unsur Bantuan Hukum ... 24

(9)

1. Secara Konstitusional ... 26

2. Secara Institusional ... 30

D. Tujuan Bantuan Hukum ... 31

E. Peranan/Fungsi Lembaga Bantuan Hukum dalam Advokasi Hukum... 34

1. Public Service ... 34

2. Social Education ... 34

3. Perbaikan Tertib Hukum ... 34

4. Pembaharuan Hukum ... 35

5. Pembukaan Lapangan Kerja ... 35

6. Practical Training... 36

F. Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum ... 36

G.Prosedur Penyelesaian Perkara Perdata Islam ... 40

1. Non Litigasi ... 40

2. Litigasi ... 44

BAB III. PERAN LKBHI STAIN SALATIGA DAN LKBH UII YOGYAKARTA DALAM MEMBANTU KLIEN A.LKBHI STAIN SALATIGA ... 49

B.LKBH UII YOGYAKARTA... 63

BAB IV. KOMPARASI LKBHI STAIN SALATIGA DAN LKBH UII YOGYAKARTA DALAM MEMBANTU KLIEN A. Peran LKBHI STAIN SALATIGA... 91

B. Prosedur Penanganan Perkara Perdata Islam... 98

C. Kendala LKBHI ... 101

D. Peran LKBH UII Yogyakarta ... 101

E. Prosedur Penanganan Perkara Perdata Islam... 109

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 ... 51

Gambar 3.2 ... 60

Gambar 3.3 ... 67

Gambar 3.4 ... 79

Gambar 3.5 ... 84

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 ... 53

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kehidupan manusia senantiasa memiliki permasalahan, kadang masalah yang menimpa begitu rumit. Hal tersebut dikarenakan manusia adalah makhluk sosial, yang tak lepas dari dinamika sosial yang rawan konflik. Problematika hidup yang besar maupun kecil harus senantiasa diselesaikan. Namun untuk menyelesaikan masalah, seringkali tidak bisa dengan mudah untuk di atasi secara mandiri. Sehingga dibutuhkan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Apalagi sampai ke ranah hukum, tentu hal itu membuat kondisi psikologi yang rawan. Ego masing-masing pihak untuk membenarkan pendapatnya membuat perkara semakin menguras pikiran, hati dan bahkan biaya. Maka dari itu orang yang berperkara membutuhkan nasehat, advis dan bantuan dari orang yang lebih mengetahui tentang hukum acara persidangan.

(12)

Bentuk persamaan perlakuan di hadapan hukum adalah bahwa semua orang berhak untuk memperoleh pembelaan dari advokat sesuai dengan ketentuan undang-undang, sehingga tidak hanya orang yang mampu saja yang dapat memperoleh pembelaan dari advokat/penasihat hukum tetapi juga fakir miskin atau orang yang tidak mampu juga dapat hak yang sama dalam rangka memperoleh keadilan (access to justice).

Pada saat itulah Lembaga Bantuan Hukum dibutuhkan masyarakat untuk melayani dan memperjuangkan hak-hak keadilan khususnya bagi masyarakat kurang mampu. Karena kita tahu bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk pengacara professional sangat mahal. Sedangkan masyarakat tidak semuanya mampu untuk membayarnya. Dan mereka sangat terbantu dengan adanya Lembaga Bantuan Hukum yang dapat membantu mereka secara prodeo/gratis.

Untuk menunjukkan komitmen Pemerintah akan pentingnya LBH dimana hal itu merupakan wujud pengamalan amanat konstitusi dan pemenuhan hak asasi manusia. Maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum serta PP Nomor 42 Tahun 2013 yang membuat lebih jelas tentang eksistensi LBH. Peraturan tersebut juga mengatur unsur administratif dan unsur operasional LBH sehingga diharapkan lembaga bantuan hukum dapat lebih dimanfaatkan oleh masyarakat.

(13)

yang selanjutnya diikuti oleh Universitas-universitas lain di Indonesia. Tentu LBH kampus memiliki dinamika dan tantangan yang khas dibanding dengan LBH lainnya.

Berlatar belakang akademisi, penggiat hukum di LBH kampus diharapkan mampu berperan dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat yang butuh bantuan hukum baik di luar maupun di dalam persidangan. Namun, mereka bukan advokat yang memiliki sertifikat yang bisa digunakan untuk mendampingi klien di muka sidang perdata, sehingga hal tersebut dikhawatirkan menjadi kendala dalam memaksimalkan fungsinya.

Lembaga Bantuan Hukum dalam ketentuanya dilarang meminta bayaran kepada pihak yang membutuhkan jasa hukum. Padahal dana sangat dibutuhkan oleh LBH untuk menjalankan program-progam yang telah dirancang ataupun untuk kebutuhan operasional kantor. Seperti pepatah jawa jer basuki mowo beo, dikhawatirkan jika tidak ada dana yang cukup maka keberlangsungan kerja dari LBH akan terhambat atau bahkan terhenti.

Masyarakat diharapkan mengetahui dan memanfaatkan lembaga bantuan hukum. Namun, hal itu nampaknya masih menjadi persoalan tersendiri mengingat memang masih banyak masyarakat kita yang kurang melek hukum, atau yang biasa disebut buta hukum. Istilah buta hukum adalah lapisan masyarakat yang buta huruf atau berpendidikan rendah yang tidak menyadari dan mengetahui hak-haknya sebagai subjek hukum atau karena kedudukan sosial dan ekonomi serta akibat tekanan dari yang lebih kuat sehingga tidak memiliki keberanian untuk membela hak-haknya (Nasution,1981:1)

(14)

kepercayaan oleh pihak yang berperkara untuk mewakili kepentingannya di muka persidangan harus bersikap dan bertingkah laku sebagai seorang penasehat hukum yang baik, bertanggung jawab, menghormati hak dan kepentingan pihak lawan (Sanusi,1997:40). Dari hal tersebut, apakah konsultan di kedua LBH tersebut sudah mengimplementasikannya. Dan bagaimana sesungguhnya implementasi dari prosedur penanganan perkara yang menimpa seseorang. Apakah mahasiswa juga dilibatkan dalam setiap kegiatan LBH. Hal-hal tersebut yang ingin peneliti ketahui melalui penelitian ini.

Melihat geliat kegiatan advokasi Lembaga Bantuan Hukum yang lahir di kampus, penulis tertarik untuk meneliti pada dua LBH di dua kampus, yaitu di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam STAIN SALATIGA dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA. Karena LKBHI STAIN Salatiga merupakan LBH yang tergolong baru dan sedang berkembang, sedangkan di Salatiga masih sangat minim LBH. Padahal frekuensi kasus yang ditangani oleh Pengadilan Agama cukup tinggi, sehingga hal tersebut bisa menjadi sarana untuk memerankan fungsinya sebagai lembaga pemberi bantuan hukum. Peneliti juga tertarik untuk meneliti LKBH UII Yogyakarta karena lembaga tersebut merupakan salah satu LBH yang cukup matang di Yogyakarta dan sama-sama lahir dari kampus. Yogyakarta sebagai kota besar tentunya memiliki kompleksitas kasus-kasus hukum yang dapat menjadi sarana lembaga tersebut untuk melakukan peran dan fungsinya.

(15)

Komparasi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam STAIN Salatiga dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum UII Yogyakarta).

B. FOKUS PENELITIAN

Penelitian ini terfokus pada dua Lembaga Bantuan Hukum berbasis kampus, yaitu LKBHI STAIN Salatiga dan LKBH UII Yogyakarta. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti memfokuskan pada beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah peran LKBHI STAIN SALATIGA dan LKBH UII YOGYAKARTA dalam mengadvokasi kasus perdata Islam?

2. Bagaimanakah prosedur penanganan kasus di LKBHI STAIN SALATIGA dan LKBH UII YOGYAKARTA?

3. Kendala apa saja yang dihadapi LKBHI STAIN SALATIGA dan LKBH UII YOGYAKARTA serta strategi apa yang digunakan untuk mengatasinya?

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini tentunya penulis mempunyai tujuan-tujuan tertentu sebagai mahasiswa syari’ah di STAIN SALATIGA. Sebagai konsekwensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui peran LKBHI STAIN SALATIGA dan LKBH UII YOGYAKARTA dalam mengadvokasi kasus perdata Islam.

2. Mengetahui prosedur penanganan kasus di LKBHI STAIN SALATIGA dan LKBH UII YOGYAKARTA.

(16)

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian ini semoga bermanfaat untuk;

1. Manfaat Akademik

a. Menambah wawasan tentang peran Lembaga Bantuan Hukum berbasis kampus. b. Sebagai bahan komparasi bagi peneliti selanjutnya dalam penelitian lembaga

bantuan hukum.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi:

a. Kedua LBH yang diteliti agar lebih meningkatkan mutu pelayanan dan bantuan kepada masyarakat.

b. Mengaplikasikan hukum perdata Islam dalam upaya memberikan solusi hukum kepada masyarakat dalam hal perceraian.

c. Masyarakat agar lebih mengetahui dan memahami kedua LBH yang diteliti sehingga dapat memanfaatkan jasa LBH tersebut.

E. PENEGASAN ISTILAH

Peran adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa. (Poerwadarminta, 2006: 870)

(17)

Kasus adalah keadaan yg sebenarnya dari suatu urusan atau perkara; keadaan atau kondisi khusus yg berhubungan dng seseorang atau suatu hal; soal; perkara. ( Poerwadarminta, 2006:527)

Perdata Islam adalah hukum yang mengatur hal-hal keperdataan yang dilandaskan pada syariat Islam.

F. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, karena penelitian ini membutuhkan data-data empiris dari kegiatan objek penelitian. Sehingga, pengetahuan diperoleh dari hasil pengamatan terhadap fenomena yang terjadi.. Apa yang harus dilakukan adalah mengamati apa yang terjadi dan membuat kesimpulan. Pengetahuan didapatkan atas berbagai fakta yang diperoleh dari hasil penelitian dan observasi. Kemudian data yang diperoleh dari kedua objek tersebut dikomparasikan menurut variable-variabel yang sudah ditentukan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Karena penelitian ini membutuhkan pemahaman (verstehen) tentang peranan kegiatan objek penelitian dengan implementasi perundang-undangan yang mengatur bantuan hukum.

2. Kehadiran Peneliti

(18)

namun peneliti hanya melakukan fungsi pengamatan. Di lapangan peneliti membaur dengan objek dan mewawancara objek sehingga data yang dikumpulkan dapat maksimal.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam (LKBHI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga yang berlokasi di Jalan Tentara pelajar No. 2 Kota Salatiga. Peneliti memilih lokasi ini karena LBH di kampus ini merupakan LBH yang tergolong baru, dan menempati wilayah di kota Salatiga yang notabene memiliki keragaman masyarakatnya. Dan di Klinik Hukum Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Jalan Lawu Nomor 3 Kotabaru, Yogyakarta. Peneliti memilih lokasi ini karena LBH ini merupakan LBH yang cukup mapan dan terletak di kota Yogyakarta yang memiliki dinamika sosial masyaraktnya yang cukup menarik.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik bola salju (snowball sampling) yaitu sampel atau responden dipilih berdasarkan penunjukan/rekomendasi sebelumnya (Ashshofa, 2004:89), sehingga adalah;

a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber, yakni berupa kata-kata dan tindakan dari narasumber. Sumber data utama ini dicatat dan di rekam. Narasumber dipilih dan diurutkan sesuai kapasitasnya.

b. Sumber data sekunder, yaitu data-data yang didapatkan dari dokumentasi kegiatan kedua LBH serta buku-buku yang relevan dengan penelitian ini.

(19)

a. Observasi

Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan pengmatan dan pencatatan secara langsung dengan sistematis terhadaap fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam penelitian ini peneliti akan turun kelapangan untuk menggali data melalui observasi non partisipan. Yaitu observasi yang menjadikan peneliti sebagai penonton atau penyaksi terhadap gejala atau kejadian yang menjadi topic penelitian. Dalam observasi jenis ini peneliti melihat atau mendengarkan pada situasi sosial tertentu tanpa partisipasi aktif di dalamnya (Emzir,2011:40)

Melalui observasi, deskripsi objektif dari individu-individu dalam hubungannya yang aktualsatu sama lain dan hubungan mereka dengan lingkungannya dapat diperoleh. Dengan mencatat tingkah laku ekspresi mereka yang timbul secara wajar, tanpa dibuat-buat, teknik observasi menjadi proses pengukuran (evaluasi) itu tanpa merusak atau mengganggu kegiatan-kegiatan normal dari kelompok atau individu yang diamati. Data yang dikumpulkan melalui observasi mudah dan dapat dianalisis.

b. Wawancara mendalam

Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data dengan teknik komunikasi secara langsung (Surakhmad,1990:174). Wawancara mutlak diperlukan karena mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan sumber data primer penelitian ini merupakan pengurus dari kedua LBH yang diteliti.

c. Dokumentasi

(20)

diperlukan untuk menguatkan penelitian dimana data yang diambil pada sumber data sekunder.

6. Analisis Data

Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data Data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direduksi, dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moleong, 2011:288). Data yang didapat akan di kategorikan dan di komparasikan menurut variable yang ditentukan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Agar diperoleh temuan dan interpretasi yang abash, maka data temuan diteliti kredibilitasnya dengan menggunakan teknik triangulasi. Yaitu dengan pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain,(menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori) di luar data itu sebagai pembanding. Pengecekan dilakukan karena dikhawatirkan masih adanya kesalahan yang terlewati oleh peneliti, dengan cara menulis ulang atau mewawancarai ulang salah satu subjek penelitian untuk menguatkan data yang diperlukan (Nugrahani,2010:39).

G. SISTEMATIKA PENELITIAN

Sistematika penulisan dalam hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

(21)

penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka, pada bab kedua ini penulis memaparkan tentang bantuan hukum, pengertian lembaga bantuan hukum, sejarah bantuan hukum dalam institusional dan konstitusional, fungsi dan tujuan bantuan hukum, unsur-unsur bantuan hukum, syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum menurut PP NO 42 Tahun 2013 serta parameter peran sebuah LBH.

BAB III Profil LKBHI STAIN SALATIGA dan Profil LKBH UII YOGYAKARTA. Bab ketiga ini memaparkan gambaran umum tentang profil kedua LKBH yang diteliti serta menjelaskan program kerja, data perkara klien, prosedur penanganan klien, sumber daya dan upaya kedua LKBH dalam menghadapi dan mengatasi kendala untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, penulis menguraikan kendala teknis dan non teknis dalam mengadvokasi.

BAB IV merupakan analisis data dari temuan-temuan data diatas dan mengkomparasikan kedua LKBH tersebut dari berbagai aspek.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bantuan Hukum

1. Pengertian Bantuan Hukum

Bantuan hukum berasal dari kata “bantuan” yang berati pertolongan dengan tanpa mengharapkan imbalan dan kata “hukum” yang mengandung pengertian keseluruhan kaidah atau norma mengenai suatu segi kehidupan masyarakat dengan maksud untuk menciptakan kedamaian.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam Pasal 1 angka 9 memberikan pengertian bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu. Tidak jauh berbeda pengertian yang disebutkan dalam UU No 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Frans Hendra Winarta (2000:23) menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan jasa hukum yang khusus diberikan kepada fakir miskin yang memerlukan pembelaan secara cuma-cuma, baik di luar (non litigation). maupun di dalam pengadilan (litigation), secara pidana, perdata dan tata usaha negara, dari seseorang yang mengerti seluk beluk pembelaan hukum, asas-asas dan kaidah hukum, serta hak asasi manusia.

Pengertian bantuan hukum mempunyai ciri dalam istilah yang berbeda menurut Yahya Harahap (2002:334), yaitu;

(23)

Bantuan hukum, sistem nasional yang diatur secara lokal dimana bantuan hukum ditujukan bagi mereka yang kurang keuangannya dan tidak mampu membayar penasehat hukum pribadi. Dari pengertian ini jelas bahwa bantuan hukum yang dapat membantu mereka yang tidak mampu menyewa jasa penasehat hukum. Jadi Legal Aid berarti pemberian jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara dimana dalam hal ini :

a. Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma;

b. Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin;

c. Degan demikian motivasi utama dalam konsep legal aid adalah menegakkan hukum dengan jalan berbeda kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang tidak punya dan buta hukum.

b. Legal Assistance

Pengertian legal assistance menjelaskan makna dan tujuan dari bantuan hukum lebih luas dari legal aid. Legal assistance lebih memaparkan profesi dari penasehat hukum sebagai ahli hukum, sehingga dalam pengertian itu sebagai ahli hukum, legal assistance dapat menyediakan jasa bantuan hukum untuk siapa saja tanpa terkecuali. Artinya, keahlian seorang ahli hukum dalam memberikan bantuan hukum tersebut tidak terbatas pada masyarakat miskin saja, tetapi juga bagi yang mampu membayar prestasi.

(24)

orang kata legal aid ini ditafsirkan sama dengan legal assistance yang biasanya punya konotasi pelayanan hukum atau jasa hukum dari masyarakat advokat kepada masyarakat mampu dan tidak mampu. Tafsiran umum yang dianut belakangan ini adalah legal aid sebagai bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu.

c. Legal Service

Clarence J. Diaz dalam bukunya Bambang Sunggono (1994:9) memperkenalkan pula istilah “legal service”. Pada umumnya kebanyakan lebih cendrung memberi pengertian yang lebih luas kepada konsep dan makna legal service dibandingkan dengan konsep dan tujuan legal aid atau legal assistance.

Bila diterjemahkan secara bebas, arti dari legal service adalah pelayanan hukum, sehingga dalam pengertian legal service, bantuan hukum yang dimaksud sebagai gejala bentuk pemberian pelayanan oleh kaum profesi hukum kepada khalayak di dalam masyarakat dengan maksud untuk menjamin agar tidak ada seorang pun di dalam masyarakat yang terampas haknya untuk memperoleh nasehat-nasehat hukum yang diperlukannya hanya oleh karena sebab tidak dimilikinya sumber daya finansial yang cukup.

(25)

dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada konsep dan ide legal service yang terkandung makna dan tujuan sebagai berikut :

1) Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya bertujuan menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.

2) Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin.

3) Di samping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada yang di berikan hukum kepada setiap orang, legal service di dalam operasionalnya, lebih cendrung untuk menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan menempuh cara perdamaian.

Bantuan hukum memiliki dua konsep (Abdurrahman, 1983:18), yaitu konsep

probono dan konsep legal aid. Dalam konsep probono meliputi empat elemen, yaitu :

1) Meliputi seluruh kerja-kerja di wilayah hukum 2) Sukarela

3) Cuma-Cuma

(26)

Sedangkan konsep legal aid merujuk pada pengertian “state subsidized” artinya pelayanan hukum yang dibiayai atau disubsidi oleh negara. Ide bantuan hukum yang dibiayai negara (publicly funded legal aid ) pertama kali ditemukan di Inggris dan Amerika Serikat. Setelah perang dunia ke dua berakhir, pemerintah Inggris membentuk the Rushcliff Committee dengan tujuan untuk meneliti kebutuhan bantuan hukum di Inggris dan Wales. Berdasarkan laporan dari the Rushcliff Committee merekomendasikan bahwa bantuan hukum harus dibiayai oleh negara.

Sedangkan di Amerika Serikat awalnya bantuan hukum merupakan bagian dari program anti kemiskinan pada tahun 1964. Di Amerika mengenal istilah Miranda Rule yang merupakan hak tersangka sebelum diperiksa oleh penyidik/instansi yang berwenang. Miranda Rule berbunyi “You have the right to remain silent. You have the

right to the pressence of an attorney. If you cannot afford an attorney, one will be

appointed for you. Anything you say can and will be used against you.”Miranda Rule

hanya merupakan penegasan saja terhadap hak-hak asasi manusia untuk memperoleh keadilan yang telah ada sebelumnya. Keadilan di sini termasuk keadilan atas kepastian hukum dalam tata cara mengadilinya (Lubis, 2010:15).

(27)

hukum (LBH) yang mengubah paradigma bantuan hukum yang semula bersifat kultural menjadi aksi struktural yang diarahkan pada perubahan tatanan masyarakat.

2. Penerima Bantuan Hukum

Dalam UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum di sebutkan bahwa penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Koalisi Untuk Bantuan Hukum (KUBAH) dalam Draft Rangcangan Undang-Undang Bantuan Hukum versi KUBAH sebelum Undang-Undang ini ditetapkan mengusulkan agar definisi penerima bantuan hukum tidak semata-mata hanya diterjemahkan orang yang tidak mampu secara ekonomi, namun juga orang atau kelompok yang termarjinalkan karena suatu kebijakan publik; Orang atau kelompok yang hak-hak sipil dan politiknya terabaikan; Komunitas masyarakat adat; perempuan dan penyandang cacat hingga mereka para korban pelanggaran hak-hak dasar seperti penggusuran dan lain-lain.

Mochtar Kusumaatmadja (1975:7) Pemberian bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu dimaksudkan sebagai suatu cara untuk memperbaiki ketidakseimbangan sosial. Seseorang yang mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan hukum, harus menunjukkan bukti-bukti tentang kemiskinannya, misalkan dengan memperlihatkan suatu pernyataan dari Lurah yang disahkan Camat, mengenai penghasilannya yang rendah atau orang tersebut sama sekali tak berpenghasilan dan keterangan-keterangan lain yang berhubungan dengan kemiskinan.

(28)

masyarakat, misalnya di Singapura, dengan jelas dapat ditentukan persyaratan yang didasarkan pada pengertian batas maksimum penghasilan yang dapat disisihkan (diposable income), sehingga dengan mudah dapat menetapkan batasan-batasan ketidakmampuan dengan ukuran ekonomis.

3. Pemberi Bantuan Hukum

Dijelaskan dalam UU Tentang Bantuan Hukum No. 16 Tahun 2011 Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum. Memang tidak semua Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan dalam konteks aturan ini bisa menjadi Pemberi Bantuan Hukum. Dimana di dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan:

1) Pelaksanaan Bantuan Hukum dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.

2) Syarat-syarat Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. berbadan hukum;

b. terakreditasi berdasarkan Undang-Undang ini; c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. memiliki pengurus; dan

e. memiliki program Bantuan Hukum.

(29)

tanggung jawab negara melalui Kementerian terkait (Kemenkumham), namun dalam tekhnis pelaksanaannya diserahkan kepada masyarakat melalui Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan yang telah memenuhi syarat-syarat dalam Undang-Undang atau Peraturan-Peraturan dibawahnya. Sedangkan dalam UU Advokat yang dititik beratkan adalah kewajiban seorang Advokat sebagai Officium Nobille.

Walaupun demikian, UU Bantuan Hukum ini secara jelas menyebutkan posisi Advokat menjadi bagian dari Pemberi Bantuan Hukum yang dalam hal ini bernaung dalam wadah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam konteks UU Bantuan Hukum ini bisa dikatakan bahwa untuk menjalankan fungsi seperti proses konsultasi, pendidikan hukum, investigasi maupun dokumentasi dapat dilakukan oleh pembela publik lainnya, namun untuk menghadap di persidangan tetap harus dilakukan seorang Advokat.

Untuk mengatasinya biasanya dilakukan dengan merekrut Voluntary Lawyer, yaitu advokat yang menjadi relawan di organisasi bantuan hukum maupun Ghost Lawyer, yaitu advokat mempersiapkan segala sesuatu untuk kepentingan persidangan seperti gugatan, jawab-menjawab dalam peradilan perdata, namun yang hadir/menghadap di persidangan adalah pencari keadilan sendiri.

B. Unsur-Unsur Bantuan Hukum

1. Adanya jasa hukum.

(30)

2. Tindakan untuk menjadi pembela/kuasa di luar maupun di dalam pengadilan.

Tindakan yang dilakukan oleh pemberi bantuan hukum berupa pembelaan-pembelaan yang dilakukan sebagai pembela/penasehat hukum dalam perkara pidana yang dilakukan mulai dari tingkat kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Tindakan yang dilakukan oleh pemberi bantuan hukum dalam penanganan perkara perdata/tata usaha negara untuk menjadi kuasa guna mewakili, bertindak untuk dan atas nama serta guna kepentingan orang yang membutuhkan bantuan hukum baik di dalam maupun di pengadilan.

3. Adanya nasehat-nasehat hukum/konsultan hukum.

Memberikan nasehat, pertimbangan, pengertian dan pengetahuan hukum kepada orang yang membutuhkan bantuan hukum terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang sedang dihadapi.

Bantuan hukum diberikan kepada orang yang tidak mampu tetapi jangan diartikan hanya sebagai bentuk belas kasihan kepada yang lemah semata. Seharusnya selain membantu orang miskin, bantuan hukum juga merupakan gerakan moral yang memperjuangkan hak asasi manusia juga untuk mewujudkan cita-cita negara kesejahteraan (welfare state) dan keadilan sosial.

C. Sejarah Bantuan Hukum

1. Secara Konstitusional

(31)

bantuan kepada kepala adat untuk menyelesaikan masalah tertentu. Kalau hukum diartikan luas maka bantuan adat adalah juga bantuan hukum.

Di zaman Hindia Belanda, ada dua golongan pemberi bantuan hukum. Golongan pertama disebut “advocaten en procureurs” yang diatur dalam ketentuan pasal 185 sampai 192 dari Reglement op de rechterlijke organisatie en het beleid der justitie in Indonesie, disingkat RO yang di undangkan pada tanggal 30 April 1847 dengan Staatsblad tahun 1847 nomor 23 dan Staatsblad tahun 1848 nomor 57. Dan golongan kedua disebut “zaakwaarnemers”, yang diatur dalam Regeling van de bijstaan en vertegenwoordiging van partijen in burgerlijke zaken voor de landraden dimuat dalam Staatsblad tahun 1927 nomor 496. Terakhir ini terkenal dengan istilah pokrol atau

pembela dan pengacara (Prodjohamidjojo,1982:5).

Dalam hukum positif Indonesa, bantuan hukum sudah diatur dalam pasal 250 HIR ayat 5. Dalam pasal ini jelas mengatur tentang bantuan hukum bagi terdakwa dalam perkara-perkara tertentu yaitu perkara yang diancam dengan hukuman mati dan atau hukuman seumur hidup walaupun dalam pasal ini prakteknya lebih mengutamakan bangsa Belanda daripada bangsa Indonesia. Dan bagi ahli hukum yang ditunjuk wajib memberikan bantuan hukum dengan cuma-Cuma (Soesilo,1979:182).

(32)

Selain itu, Pasal 56 (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menyatakan: "Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka;". Biaya yang dikeluarkan untuk penasihat hukum dalam kaitannya dengan Pasal 56 KUHAP, akan dialokasikan melalui pendanaan dari anggaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia.

Kemudian Indonesia juga mengatur bantuan hukum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menyatakan dalam Pasal 22: "Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu."

Pada tahun 2005, Indonesia merupakan negara penandatangan pada International Covenant on Civil and Political Rights, dan telah meratifikasi perjanjian internasional ini melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, meski Indonesia saat itu tidak memiliki undang-undang khusus atau peraturan yang meengatur praktik bantuan hukum.

(33)

mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu" (Pasal 1 ayat (3).

Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa PP 83/2008, secara substantif, tidak mengatur bantuan hukum, melainkan mengatur bagaimana advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma. Dengan demikian, subyek dari PP 83/2008 adalah advokat, bukan bantuan hukum.

Kemudian pada Tahun 2011 DPR telah mengesahkan UU No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang mengatur secara rinci tentag bantuan hukum di Republik ini. Diundangkan pada tanggal 2 November 2011 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 5248. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Undang-Undang Bantuan Hukum ini sedikit tidaknya mengadopsi konsep legal aid merujuk pada pengertian “state subsidized” atau pelayanan hukum yang dibiayai atau disubsidi oleh negara. Ketentuan mengenai kewenangan negara yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI terdapat dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi:

1) Bantuan Hukum diselenggarakan untuk membantu penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi Penerima Bantuan Hukum”.

2) Pemberian Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas:

(34)

b. menyusun dan menetapkan Standar Bantuan Hukum berdasarkan asas-asas pemberian Bantuan Hukum;

c. menyusun rencana anggaran Bantuan Hukum;

d. mengelola anggaran Bantuan Hukum secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel; dan

e. menyusun dan menyampaikan laporan penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap akhir tahun anggaran.

2. Secara Institusional

Secara institusional, lembaga atau biro bantuan hukum dalam bentuk konsultasi hukum pernah didirikan di Rechtshoge School Jakarta pada tahun 1940 oleh Prof. Zeylemaker. Biro ini didirikan dengan maksud untuk memberikan nasehat hukum kepada rakyat tidak mampu dan juga untuk memajukan kegiatan klinik hukum.

Pada tahun 1953 didirikan semacam Biro Konsultasi Hukum pada sebuah perguruan Tionghoa Sim Ming Hui atau Tjandra naya. Biro ini didirikan oleh Prof, Ting Swan Tiong. Pada sekitar tahun 1962 Prof. Ting Swan Tiong mengusulan kepada Fakultas Hukum Universitas Indonesia agar di Fakultas Hukum didirikan Biro Konsultasi Hukum. Usulan ini disambut baik dan didirikan Biro Konsultasi Hukum di Universitas Indonesia. Pada tahun 1968 diubah namanya menjadi Lembaga Konsultasi Hukum lalu pada tahun 1974 diubah menjadi Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum. Di daerah lain biro serupa juga didirikan di Fakultas Hukum Universitas Pajajaran pada tahun 1967 oleh Prof. Mochtar Kusumatmadja.

(35)

Kemudian ditindak lanjuti dengan berdirinya LBH Jakarta yang pada akhirnya diikuti berdirinya LBH-LBH lainnya di seluruh Indonesia. Tidak ketinggalan pula organisasi-organisasi politik, buruh, dan perguruan tinggi juga ikut pula mendirikan LBH-LBH seperti, LBH Trisula, LBH MKGR, LBH Kosgoro, dan sebagainya.

Dengan adanya LBH-LBH di seluruh Indonesia maka muncul Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang bertujuan untuk mengorganisir dan merupakan naungan bagi LBH-LBH. YLBHI menyusun garis-garis program yang akan dilaksanakan bersama di bawah satu koordinasi sehingga diharapkan kegiatan-kegiatan bantuan hukum dapat dikembangkan secara nasional dan lebih terarah di bawah satu koordinasi.

D.Tujuan Bantuan Hukum

Tujuan program bantuan hukum berbeda-beda dan berubah-ubah, bukan saja dari suatu negara ke negara lainnya, melainkan juga dari satu zaman ke zaman lainnya, suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program bantuan hukum telah dilakukan oleh Dr. Mauro Cappeleti, dari penelitian tersebut ternyata program bantuan hukum kepada masyarakat miskin telah dimulai sejak zaman Romawi. Dari penelitian tersebut, dinyatakan bahwa tiap zaman arti dan tujuan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku (Nasution, 1988:4).

(36)

oleh patron hanyalah didorong motivasi mendapatkan pengaruh dari rakyat. Pada zaman abad pertengahan masalah bantuan hukum ini mendapat motivasi baru sebagai akibat pengaruh agama Kristen, yaitu keinginan untuk berlomba-lomba memberikan derma (charity) dalam bentuk membantu masyarakat miskin.

Tujuan bantuan hukum pada negara-negara berkembang pada dasarnya mengadopsi tujuan bantuan hukum di negara-negara barat, yaitu:

1. Untuk menjalankan fungsi dan integritas peradilan yang baik. 2. Bantuan hukum merupakan tuntutan perikemanusiaan. 3. Untuk membangun satu kesatuan sistem hukum nasional.

4. Untuk melaksanakan secara efektiif peraturan-peraturan kesejahteraan sosial untuk kepentingan warga tidak mampu atau miskin.

5. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar dari pejabat-pejabat pemerintahan atau birokrasi kepada masyarakat.

6. Untuk memperkuat profesi hukum.

Di Indonesia, berdasarkan pada anggaran dasar Lembaga Bantuan Hukum, bantuan hukum mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai oleh Lembaga Bantuan Hukum yang semuanya merupakan satu kesatuan yang bulat yang tidak dapat dipisah-pisahkan karena masing-masing adalah merupakan aspek-aspek problema hukum yang besar yang dihadapi oleh bangsa dan Negara (Abdurrahman, 1978:17). Tujuan bantuan hukum tersebut adalah:

1. Untuk memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan; 2. Untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dengan tujuan

(37)

3. Untuk turut serta mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum di segala bidang.

E.

Peranan/Fungsi Lembaga Bantuan Hukum dalam Melakukan Advokasi

Hukum

Di dalam buku “ 2 tahun berdirinya Lembaga Bantuan Hukum” yang di keluarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum tahun 1972, dijelaskan mengenai peranan dan fungsi LBH adalah sebagai berikut :

1. Public service.

Sehubungan dengan kondisi sosial ekonomis karena sebagian besar dari masyarakat kita tergolong tidak mampu atau kurang mampu untuk menggunakan dan membayar jasa advokat, maka Lembaga Bantuan Hukum memberikan jasa-jasanya dengan cuma-cuma

2. Social education.

Sehubungan dengan kondisi sosial ultural, dimana lembaga dengan suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta metode kerja yang praktis harus memberikan penerangan-penerangan dan petunjuk-petunjuk untuk mendidik masyarakat agar lebih sadar dan mengerti hak-hak dan kewajiban-kewajibannya menurut hukum.

3. Perbaikan tertib hukum.

(38)

pembelaan khususnya, akan tetapi juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan Ambudsman selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol dengan kritik-kritik dan saran-saran nya untuk memperbaiki kepincangan-kepincangan/mengoreksi tindakan-tindakan penguasa yang merugikan masyarakat.

4. Pembaharuan hukum.

Dari pengalaman-pengalaman praktis dalam melaksanakan fungsinya ditemukan banyak sekali peraturan-peraturan hukum yang sudah usang tidak memenuhi kebutuhan baru, bahkan kadang-kadang bertentangan atau menghambat perkembangan keadaan. Lembaga Bntuan Hukum dapat mempelopori usul-usul perubahan undang-undang.

5. Pembukaan lapangan kerja.

Berdasarkan kenyataan bahwa dewasa ini terdapat banyak pengangguran sarjana-sarjana hukum yang tidak atau belum dimanfaatkan atau dikerahkan pada pekerjaan-pekerjaan yang relevan dengan bidangnya dalam rangka pembangunan nasional. Lembaga Bantuan Hukum jika saja dapat didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor Lembaga Bantuan Hukum, di setiap ibu kota kabupaten, maka banyak sekali tenaga sarjana-sarjana hukum dapat ditampung dan di manfaatkan.

6. Practical training.

(39)

fakultas-fakultas hukum lembaga dapat dijadikan tempat lahan praktek bagi para mahasiswa-mahasiswa hukum dalam rangka mempersiapkan dirinya menjadi sarjana hukum dimana para mahasiswa dapat menguji teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan-kenyataan dan kebutuhan-kebutuhan dalam praktek dan dengan demikian sekaligus mendapatkan pengalaman.

F. Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Menurut PP No 42 Tahun 2013

Untuk memperoleh Bantuan Hukum, Pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat:

(Pasal 3)

a. mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit identitas Pemohon Bantuan Hukum dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;

b. menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan Perkara; dan

c. melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum.

(PAsal 4)

Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum, yang harus memenuhi syarat ;

a. berbadan hukum; b. terakreditasi;

c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d. memiliki pengurus; dan

(40)

Mekanisme pemberian bantuan hukum;

1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum.

2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. identitas Pemohon Bantuan Hukum; dan

b. uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan Hukum.

3) Permohonan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melampirkan: a. surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di

tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; dan b. dokumen yang berkenaan dengan Perkara.

(Pasal 11)

1) Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah menerima berkas permohonan Bantuan Hukum.

2) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum telah memenuhi persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan kesediaan atau penolakan secara tertulis atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap.

3) Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menyatakan kesediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.

(41)

(Pasal 12)

Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai dan/atau Perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa khusus.

(Pasal 13)

Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum. Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.

Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum harus melampirkan bukti tertulis pendampingan dari Advokat. Mahasiswa fakultas hukum harus telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal.

(Pasal 16)

(1) Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus Verifikasi dan Akreditasi.

(42)

b. konsultasi hukum;

c. investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik; d. penelitian hukum;

e. mediasi; f. negosiasi;

g. pemberdayaan masyarakat;

h. pendampingan di luar pengadilan; dan/atau i. drafting dokumen hukum.

G. Prosedur Penyelesaian Perkara Perdata Islam

1. Non Litigasi

a. Mediasi

Secara umum, mediasi dapat dibagi kedalam dua jenis yakni Mediasi dalam Sistem Peradilan dan Mediasi di Luar Pengadilan. Mediasi yang berada di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator terdiri dari hakim-hakim Pengadilan Negeri tersebut sedangkan mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian sengketa. (Harahap, 2005:140)

1). Mediasi dalam Sistem Peradilan

(43)

harus dalam bentuk tertulis. Hal tersebut tidak hanya berlaku untuk mediasi dalam lingkup pengadilan tetapi juga bagi mediasi di luar pengadilan.

Dalam Perma No. 1 Tahun 2008 disebutkan bahwa: jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak. Kesepakatan tersebut wajib memuat klausul-klausul pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai [pasal 17 ayat (1) dan (6)].

2). Mediasi di Luar Pengadilan

Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari, mediasi yang berlangsung di luar pengadilan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya peraturan hukum adat yang melekat dan mendarah daging pada kebanyakan masyarakat Indonesia (Mardani, 2009:49). Misalnya seorang kepala adat atau kepala kerabat bertindak sebagai penengah dalam memecahkan sebuah masalah/ sengketa dan memberi putusan terhadap masalah tersebut. Karena mediasi di luar pengadilan ini merupakan bagian dari adat istiadat atau budaya daerah tertentu maka penyebutan dan tata cara pelaksanaannya juga berbada-beda sesuai dengan budaya yang berlaku pada masyarakat dan daerah tersebut.

2. Konsultasi

(44)

yang merefleksikan komposisi dari populasi dan organisasi dari suatu area(Mukti arto, 1998:37). Oleh karenanya konsultasi adalah partispasi. Konsultasi adalah tentang aksi dan hasil. Konsultasi harus dapat memastikan bahwa pandangan yang dikonsultasikan mengarahkan kepada sebuah pengambilan keputusan. Oleh karenanya konsultasi adalah tentang aksi dan berorientasi kepada hasil.

3. Keterangan Ahli

Pengertian Saksi ahli atau keterangan ahli menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP adalah : “Keterangan yang diberikan oleh seorang yang memilki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”

F. Landasan Syariah urgensi Lembaga Bantuan Hukum

Islam sangat menganjurkan keadilan dan keadilan dekat dengan taqwa. Untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat khususnya dalam hal hukum, maka Islam sangat mendukung dengan adanya Lembaga Bantuan Hukum. Berbagai praktik penyelewengan keadilan acapkali terdengar dan kita saksikan di media masa. Untuk itu perlu perubahan, yang dimulai dari diri kita sendiri, dari lingkungan terdekat kita dan dari hal-hal yang kita bisa. Seperti yang telah ditegaskan oleh Allah dalam Q.S. ArRa’d ayat 11.

¼çms9

(45)

tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S. ArRa’d, 13:11) (AlQur’an Digital)

Islam memandang keberadaan lembaga bantuan hukum merupakan bagian dari dakwah. Karena Lembaga bantuan Hukum memiliki peran dan fungsi pendidikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya suatu masyarakat yang menekuni pendidikan hukum agar dapat member pelajaran kepada masyarakat yang lain, seperti firman Allah dalam surat At Taubah ayat 122;

Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari

tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang

agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya

mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At-Taubah, 9:122) (Al Qur’an digital)

Peran LBH sama dengan peran ummat muslim lainnya, yaitu ummat yang terbaik adalah ummat yang melakukan amar ma’ruf nahyui munkar. Seperti yang ditegaskan dalam surat Ali

Artinya: Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh

kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar , merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S.

(46)

2. Litigasi

a) Gugatan/Permohonan

Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua pengadilan agama yang erwenag, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.

Jadi perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itu tuntutan hak perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat yang menuntut tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu perkara. Alam gugatan inilah yang disebut dengan pengadilan yang sesungguhnya dan produk hokum yang dihasilkan adalah putusan hokum.

Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim wajib menyatakan sidang tertutup untuk umum, sementara perkara perdata umum sidangnya selalu terbuka. Surat Gugatan Penggugat yang diajukan ke Pengadilan Agama itu dibacakan oleh Penggugat sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum diberikan kesempatan oleh mejelis hakim kepada tergugat memberikan tanggapan/jawabannya, pihak penggugat punya hak untuk mengubah, mencabut atau mempertahankan isi surat gugatannya tersebut. Abala Penggugat menyatakan tetap tidak ada perubahan dan tambahan dalam gugatannya itu kemudian persidangan dilanjutkan ketahap berikutnya.

(47)

Jawaban dari tergugat atas gugatan dari penggugat. Bisa juga melakukan rekonpensi atau gugatan balik kepada penggugat. Setelah gugatan dibacakan, kemudian Tergugat diberi kesempatan mengajukan jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang berikutnya. Jawaban tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan ( Pasal 158 ayat (1) R.Bg).

Pada tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan eksepsi (tangkisan) atau rekonpensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak perlu membayar panjar biaya perkara.

c) Replik/jawaban Rekonpensi

Adalah tanggapan dari jawaban tergugat, atau juga menjawab dari rekonpensi tergugat. Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat. Pada tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau bisa pula merubah sikap dengan membenarkan jawaban/bantahan tergugat.

d) Duplik/Replik Rekonpensi

(48)

tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan dengan acara pembuktian.

e) Pembuktian

Pembuktian adalah suatu usaha atau upaya untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak-pihak berperkara di persidangan pengadilan berdasarkan alat-alat bukti yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikin, dalam perkara perdata pada umunya pembuktian hanya diperlukan manakala ada dalil yang dibantah oleh pihak lawan. Tetapi berbeda halnya dengan perkara perdata di Pengadilan Agama, khususnya mengenai perkara perceraian yang tidak menempatkan sepenuhnya menempatkan pengakuan sebagai alat bukti yang tidak mengandung nilai sempurna dan mengikat, maka meski hubungan hukum dan atau fakta kejadian tidak dibantah oleh pihak lawan, Penggugat/Pemohon tetap dibebankan untuk membuktikan gugatannya.

f) Kesimpulan Para Pihak.

Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing. Kesimpulan yang disampaikan ini dapat berupa lisan dan dapat pula secara tertulis.

g) Putusan

(49)
(50)

BAB III

PERAN LKBHI STAIN SALATIGA DAN LKBH UII YOGYAKARTA DALAM

MEMBANTU KLIEN

A. LKBHI STAIN SALATIGA

1. Sejarah berdirinya LKBHI STAIN SALATIGA

Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam (LKBHI) Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga adalah salah satu lembaga yang memberi jasa hukum bagi masyarakat Salatiga dan sekitarnya. Kehadiranya dimotivasi oleh keinginan dari Civitas Akademika Jurusan Syari’ah STAIN Salatiga untuk memberikan sumbangsihnya kepada dunia hukum, khususnya dalam mewujudkan penegakan hukum dan keadilan. Keberpihakan kepada penegak hukum, kebenaran dan keadilan serta upaya memberikan advokasi, konsultasi dan bantuan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan menjadi komitmen utama dari hadirnya lembaga bantuan hukum ini.

STAIN Salatiga sebagai satu-satunya perguruan tinggi Islam di Salatiga, memiliki cara pandang yang sama dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam yang lebih berpihak pada kaum dhu’afa. Fakta menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Salatiga dan sekitarnya dha’if pengetahuanya mengenai berbagai persoalan hukum bahkan dalam mendapatkan nasehat hukum dan pendampingan di pengadilan.

(51)

pada tahun 2004-2008 dijabat oleh Evi Ariyani M.H. Kemudian padaperiode 2008-2014 LKBHI STAIN Salatiga dipimpin oleh Farkhani S.HI., M.H.

2. Visi dan Misi

Visi:

Mewujudkan keadilan dalam masyarakat (justice for all) tanpa membeda-bedakan latar belakang agama, suku, warna kulit, jenis kelamin, dan membimbing masyarakat untuk tahu dan dapat mempertahankan hak-haknya secara hukum.

Misi:

1) Memberikan bantuan hukum kepada masyarakat baik litigasi maupun non litigasi. 2) Menumbuh kembangkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam

penyelesaian masalah-masalah hukum.

3) Meningkatkan kemampuan dan keterlibatan mahasiswa, alumni, dan dosen dalam pemberian pelayanan hukum kepada masyarakat.

3. Struktur Pengurus LKBHI STAIN SALATIGA

DIREKTUR

ADVOKAT KONSULTAN AHLI

DIVISI BANTUAN HUKUM DANADVOKASI

DIVISI PENYULUHAN HUKUM DAN

(52)

Gambar 3.1 Struktur Kepengurusan LKBHI

STAIN SALATIGA

Penjelasan

Keberadaan Tim Ahli diperlukan untuk memberikan pertimbangan dan saran dalam pelayanan dibidang bantuan hukum, konsultasi hukum, penyuluhan hukum dan pengembangan lembaga.

Advokat atau konsultan praktek diperlukan sebagai partner diskusi, tukar ilmu, keahlian dan pengalaman untuk pengembangan sumber daya dan LKBHI juga dapat memohon bantuan kepadanya untuk menangani kasus-kasus tertentu atau pada saat kompetensi, keahlian di berbagai bidang hukum khususnya dalam ranah litigasi dengan berbagai izin atau sertifikat keahlianya.

Divisi Bantuan Hukum dan Advokasi dibentuk untuk memberikan pelayanan dibidang bantuan hukum (baik litigasi maupun non litigasi), konsultasi hukum, pembuatan legal opinion, dan lain-lain yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Divisi Penyuluhan dan Konsultasi Hukum diperlukan untuk memberikan pelayanan di bidang penyuluhan hukum (sosialisasi peraturan perundang-undangan) ke masyarakat, terutama di pedesaan dan dan ke sekolah-sekolah dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran hukum warga masyarakat baik dilakukan secara langsung maupun melalui brosur, media cetak, dan elektronik.

(53)

Pengedilan Negeri, Pengadilan Agama, Pemerintah Daerah serta lembaga lain yang menunjang pengembangan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam (LKBHI) STAIN Salatiga.

Tabel 3.1 Daftar Pengurus LKBHI STAIN SALATIGA

No Nama/ NIP Pangkat/Gol JABATAN 7. Lutfiana Zahriani, M.H Penata (II/c) Dosen

(54)

10. H.M. Yusuf Khummaini, M.H

Penata Muda (III/a)

Dosen Divisi Litbang

4. Program Kerja

Secara umum LKBHI STAIN SALATIGA memiliki program kerja yang dilaksanakan sesuai dengan kapasitas divisinya, yaitu:

a. Bantuan hukum

Bantuan hukum merupakan program yang mutlak ada di sebuah Lembaga Bantuan Hukum, dimana dengan ini masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum dapat dilayani dan didampingi dalam menghadapi permasalahanya. Namun bagaimanapun juga, klien lah yang berhak menentukan keputusan apa yang akan ia pilih. Advokat hanya membantu sebatas apa yang telah di atur dalam Undang Undang Advokat tahun 2003. LKBHI telah memiliki advokat praktik yang siap mendampingi klien di muka persidangan tanpa dipungut biaya.

b. Konsultasi

LKBHI merupakan lembaga bantuan hukum yang hampir seluruh pengurusnya adalah akademisi/dosen. Program ini merupakan program unggulan dimana mayoritas klien yang datang ke LKBHI untuk konsultasi. LKBHI menerima berbagai macam bentuk konsultasi seperti: waris, rumah tangga samara, ekonomi syariah, perdata, pidana dan lain-lain.

(55)

c. Penyuluhan

Penyuluhan biasa dilakukan oleh individual pengurus LKBHI sesuai dengan tema dan bidang keahlian masing-masing. Penyuluhan ini bisa inisiatif internal lembaga dan bisa inisiatif masyarakat, seperti acara yang peneliti ikuti kegiatan penyuluhan oleh salah satu pengurus LKBHI yaitu Ibu Zumrotun bersama jajaran pemerhati perempuan pada acara Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan di Kelurahan Kecandran, Kota Salatiga pada tanggal 6 Juni 2013. Penyuluhan juga biasa dilakukan oleh para pengurus yang notabene dosen dalam undangan mahasiswa KKN untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat sasaran.

d. Pelatihan Keterampilan Hukum

Pelatihan Keterampilan Hukum dilaksanakan bekerja sama dengan Jurusan syariah STAIN Salatiga untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam hal litigasi. Hal itu penting dilakukan guna menyiapkan Sarjana Hukum yang kompeten dan mampu bersaing dengan Perguruan Tinggi lain. Pelatihan itu seperti; Pelatihan Keterampilan Legal Drafting, Pelatihan Mediasi, Pelatihan Sidang Semu, Pelatihan Ilmu Falak, Penelitian Sosiologi Hukum.

e. Seminar

(56)

bertujuan untuk menambah wawasan kritis sivitas akademika kampus dan masyarakat serta untuk media sosialisai.

5. Prosedur Pelayanan Klien (Masyarakat)

Dalam rangka profesionalisme pelayanan kepada masyarakat di bidang hukum, terutama dalam hal prosedur pemberian konsultasi hukum, pendampingan dan kerja LKBHI lainnya, LKBHI menetapkan prosedur sebagai berikut (wawancara dengan Bapak Yusuf Khummaini, 12/7/2013);

a. Konsultasi Hukum

Klien yang datang diterima oleh petugas yang ada untuk didaftar dan mengisi blangko konsultasi yang disediakan. Klien dapat menuliskan identitas diri dan pokok persoalan hukum yang akan dikonsultasikan. Setelah itu klien diantar ke divisi Penyuluhan dan Konsultasi Hukum untuk ditunjukkan konsultan hukumnya sesuai dengan pokok persoalan hukum yang ditulisnya dalam blangko konsultasi. Biasanya penunjukan Konsultan pendamping disesuaikan dengan gender dan jenis perkara. Konsultasi ini gratis bagi siapapun dan dilakukan sesuai kesepakatan dan kenyamanan klien mengingan tidak adanya kantor yang representatif.

Konsultasi dilakukan senyaman mungkin dan konsultan diharapkan mampu menangkap permasalahan dan membuat klien terbuka terhadapa permasalahanya. Namun, konsultan tidak diperkenankan memaksakan kehendak atau pendapatnya, semua keputusan ada ditangan klien.

(57)

dengan asas konseling. Asas ini juga berlaku pada layanan konsultasi (Wijaya, 46:2002). Ketiga asas ini diuraikan sebagai berikut:

1) Asas Kerahasiaan

Seorang konselor diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan, dengan harapan adanya kepercayaan dari semua pihak maka mereka akan memperoleh manfaat dari pelayanan konsultasi. Asas kerahasiaan pada layanan konsultasi yang dimaksudkan adalah menyangkut jaminan kerahasiaan identitas konsultasi dan pihak ketiga, dan jaminan kerahasiaan terhadap permasalahan yang dialami pihak ketiga.

2) Asas Kesukarelaan

Kesukarelaan yang dimaksudkan pada layanan konsultasi adalah kesukarelaan dari konselor dan konsulti. Konselor secara suka dan rela membantu konsulti untuk membantu mengarahkan bantuan pemecahan masalah yang akan diberikan kepada pihak ketiga. Kesukarelaan konsulti yaitu bersikap sukarela datang sendiri kepada konselor dan kemudian terbuka mengemukakan hal-hal yang terkait dengan konsulti sendiri dan pihak ketiga dengan tujuan agar permasalahan yang dialami pihak ketiga segera terselesaikan.

3) Asas Kemandirian

Pada layanan konsultasi, konsulti diharapkan mencapai tahap-tahap kemandirian berikut:

(58)

b) Memahami dan menerima lingkungan secara objektif, positif dan dinamis.

c) Mengambil keputusan secara positif dan tepat.

d) Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil.

b. Bantuan Hukum dan Advokasi

Klien yang datang diterima oleh petugas yang ada untuk didaftar dan mengisi blangko permohonan bantuan hukum dan advokasi yang disediakan. Klien dapat menulis identitas diri, pokok persoalan hukum dan permohonan untuk mendapatkan bantuan hukum dan atau advokasi. Setelah itu klien diantar ke Divisi Bantuan Hukum dan Advokasi untuk ditunjukkan pendamping atau Advokat yang sesuai dengan pokok persoalan hukum yang ditulisnya dalam blangko.

Dalam proses ini, jika diperlukan pengacara untuk mendampingi klien di persidangan, maka LKBHI meminta bantuan advokat praktek yaitu Sofyan, SH. Proses beracara di Pengadilan yang biasanya memakan waktu cukup lama sehingga dibutuhkan kesabaran baik dari Pendamping maupun Klien sendiri. Dalam proses ini, Klien berhak untuk tetap meneruskan atau menghentikan pemberian bantuan hukum kapan saja atau mencari penasihat hukum lain.

LKBHI memiliki prinsip tidak meminta bayaran terhadap pelayanan jasa bantuan hukum tersebut. Biaya perkara di Pengadilan Agama selama ini dibayar oleh klien karena memang tarifnya masih terjangkau.

(59)

Klien yang datang diterima oleh petugas yang ada untuk didaftar dan mengisi blangko permohonan bantuan hukum dan mengisi blangko permohonan penyuluhan hukum. Klien dapat menulis identitas lembaganya dan jenis penyuluhan hukum yang ingin didapatkannya serta penentuan waktu yang diinginkan. Setelah itu klien diantar ke Divisi Penyuluhan dan Konsultasi Hukum untuk membicarakan segala sesuatu yang dibutuhkan ataupun untuk menegosiasikan segala hal agar terlaksananya penyuluhan hukum yang dibutuhkan dengan baik.

6. Data Penanganan Klien

Gambar 3.2 Data Perbandingan Klien LKBHI Tahun 2006-2013

Peneliti sengaja memaparkan data penanganan klien di LKBHI STAIN Salatiga sejak 2006 agar terlihat progress serta jenis perkara yang banyak ditangani oleh LKBHI. Peneliti mendapatkan data bahwa sejak tahun 2006 sampai 2013 hanya 40 klien yang ditangani oleh LKBHI STAIN SALATIGA.

7. SARANA DAN PRASARANA

Sarana dan prasarana di LKBHI STAIN SALATIGA masih belum layak. Ada kantor ukuran 4x2 meter persegi yang berada di gedung laboratorium kampus 2,

Data Konsultasi tahun 2006-2013

(60)

Kembangarum Salatiga, tetapi tidak digunakan. Sehingga pengurus berkantor di ruang dosen masing-masing. Belum memiliki perlengkapan kantor, komputer, kendaraan operasional kantor, sehingga masih menggunakan swadaya dari pengurus LKBHI.

8. SUMBERDAYA DAN REKRUTMEN

Mahasiswa serta civitas akademika kampus yang lain belum terlibat. Mahasiswa selama ini masih menjadi salah satu sasaran kegiatan dan belum menjadi bagian penggerak LKBHI.

9. SASARAN KEGIATAN

Sasaran kegiatan LKBHI STAIN SALATIGA adalah masyarakat rentan hukum dan miskin di wilayah Salatiga dan sekitar. Mahasiswa dalam kaitan dengan system akademik. LKBHI juga menggalang kerjasama yang apik dengan Lembaga Swadaya Masyrakat seperti Percik, MUI dan Ormas-ormas lainya.

10.Kendala

Kendala yang dihadapi oleh LKBHI STAIN SALATIGA dalam menjalankan fungsi dan peran sebagai LBH Kampus diantaranya adalah; Kurangnya antusiasme dari lembaga untuk mengembangkan dan memajukan LKBHI, hal tersebut terlihat dengan belum tersedianya dana yang layak untuk operasional sebuah LBH, dan tidak adanya fasilitas pendukung seperti kantor beserta perlengkapanya.

Gambar

Gambar  3.1 ...................................................................................
Tabel 3.1 Daftar Pengurus LKBHI STAIN SALATIGA
Gambar 3.2 Data Perbandingan Klien LKBHI Tahun 2006-2013
Gambar 3.3 Struktur Organisasi Kepengurusan LKBH UII Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Diklat yakni dengan mengumpulkan sentra untuyk dilakukan pembinaan dan silaturahmi, yang dilakukan yakni dengan Diklat ” Bimbingan dan Pembinaan Usaha Bagi KUMKM sentra

Hasil dari regresi dengan metode OLS (Ordinary Least Square) diperoleh R 2 (Koefisien Determinasi) sebesar 0,942, artinya variabel dependen (Y) dalam model yaitu Manajemen Laba

Berdasarkan faktor - faktor yang mempengaruhi kinerja sistem informasi akuntansi perusahaan diatas, maka faktor yang digunakan untuk mengukur kinerja sistem

Bahan-bahan yang digunakan dalam campuran aspal porus terlebih dahulu diuji kinerja dari masing-masing bahan agregat kasar, agregat halus maupun pengujian terhadap Aspal

Penopang eksistensi Industri kerajinan rotan di Teluk Wetan salah satunya adalah para pengusaha rumahan (Wawancara dengan Taskan, 14 Mei 2019), meskipun

Paper ini ingin menjawab, lebih tepatnya menawarkan bagaimana konsep pendidikan anti radikalisme dengan educative tradition sebagaimana tawaran Charlene Tan dapat

Faktor pendukung pelaksanaan UKS di SD se-Kecamatan Telanaipura Kota Jambi meliputi penanaman pengetahuan tentang pola hidup sehat terhadap peserta didik secara rutin

Penelitian ini bertujuan untuk meidentifikasi bagaimana fungsi kehumasan yang berjalan di Sokaraja dalam upaya membangun citra “Kampung Batik Sokaraja” serta untuk mengetahui