• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syamsuddin and Gunadi Setyo Utomo 2014 .

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Syamsuddin and Gunadi Setyo Utomo 2014 ."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Peranan Pekerja Sosial dalam Masalah Perdagangan Manusia Syamsuddin. SST. MA

Mahasiswa Program Doktor Falsafah (Social Work) Universiti Sains Malaysia (USM) Pulau Pinang, Malaysia

E-mail: syamsuddingido@yahoo.co.id

M-01 8-45 Desa Siswa Restu USM Minden Pulau Pinang Malaysia 11800 +62108140231

Gunadi Setyo Utomo, SST.MA.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta

E-mail: gunadibpks@yahoo.co.id +6285228147528

ABSTRAK

Perdagangan manusia adalah masalah sosial global yang terkait dengan isu hak asasi manusia dan keadilan sosial. Korban mengalami eksploitasi, kekerasan, pembatasan gerak, kondisi hidup yang buruk serta kondisi pekerjaan yang membahayakan. Hak asasi manusia dan keadilan sosial adalah dua hal yang sangat fundamental dalam praktek pekerjaan sosial. Sebagai profesi pertolongan, pekerjaan sosial dapat memainkan perannya secara lebih komprehensif dalam isu ini. Baik dalam usaha penanganan dan pemulihan korban, ataupun dalam upaya pencegahan. Program pencegahan dilakukan melalui upaya peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya perdagangan manusia.Usaha-usaha advokasi juga dapat diperankan guna memberikan perlindungan dan memenuhi hak-hak korban serta advokasi korban dalam usaha menjerat pelaku. Pekerja sosial juga dapat berperan dalam penguatan kebijakan serta peranan dalam melakukan riset terkait dengan isu perdagangan manusia baik skala regional maupun global. Untuk merealisasikan hal tersebut maka diperlukan: pertama, perlu semakin digalakkan praktek pekerja sosial internasional yang bekerja dibawah lisensi dan mendapatkan pengakuan international untuk bekerja lintas negara. Kedua, perlunya digagas penelitian dalam kawasan asia dan asia tenggara untuk mengungkap secara lebih dalam mengenai isu perdagangan manusia, dan ketiga pekerja sosial juga perlu menjadi tim pakar di legeslatif untuk memperjuangkan kebijakan terkait dengan isu ini.

(2)

Pendahuluan

Masalah perdagangan manusia adalah salah satu kejahatan serius yang saat ini

sedang melanda hampir setiap Negara-negara di dunia. Kejahatan ini dijalankan dan

diorganisir dengan sangat rapi. Perdagangan manusia merupakan kejahatan nomor 3 yang

paling menguntungkan setelah perdagangan narkoba dan perdagangan senjata, diperkirakan

keuntungan yang didapatkan adalah lebih dari 10 milyar dolar Amerika setiap tahun .

International Labour Organization (ILO) tahun 2005, melaporkan bahwa dalam

dekade terakhir diperkirakan sekurang-kurangnya 2.450.000 orang di dunia yang berada

dalam keadaan kerja paksa akibat dari perdagangan manusia, 56% dari korban adalah

perempuan yang dieksploitasi secara ekonomi, serta 98% dieksploitasi dalam seks

komersial .

ILO (2005) kemudian menjabarkan distribusi korban berdasarkan wilayahnya

sebagai berikut, kawasan asia pasifik sebanyak 1.360.000 korban, negara-negara industri

sebanyak 270.000 korban, negara amerika latin dan karibian 250.000 korban, negara timur

tengah dan afrika utara adalah sebanyal 230.000 korban, negara-negara transisi sebanyak

200.000 korban, dan negara saharah afrika sebanyak 130.000 korban (dalam Aronowitz

(2009).

Departement of State United State of Amerika (2012) Trafficking In Persons Report

bulan Juni tahun 2012 secara garis besar mengambarkan kondisi yang dialami oleh korban

perdagangan manusia dalam 3 bentuk yakni ; pembatasan gerak (Restriction of movement),

Kondisi hidup yang membahayakan (Harmful living conditions) dan kondisi pekerjaan yang

merugikan dan membahayakan (Harmful working conditions).

Bentuk pembatasan gerak yang dimaksud seperti, perampasan atau penyitaan

(3)

pelaku, menterjemahkan dan menjawab segala pertanyaan atas nama korban sehingga korban

tidak dapat melaporkan eksplitasi ataupun kekerasan yang mereka alami. Korban diisolasi

dan tidak diberi tahu alamat dimana korban disekap sehingga tidak dapat memberitahukan

kepada orang lain atau keluarga agar bisa segera ditolong. Kemungkinan korban untuk

melarikan diri adalah sangat kecil sebab pelaku mensyaratkan korban untuk bekerja dan

tinggal pada tempat yang sama sehingga.

Kondisi hidup yang buruk dialami oleh korban meliputi : tidak diberikan akses

terhadap makan dan pakaian yang layak, tidak diberikan akses terhadap pelayanan medis,

serta tidak diberikan waktu untuk istirahat dan tidur.

Sedangkan kondisi pekerjaan yang buruk meliputi ; korban dibebani dengan utang

yang mustahil untuk mereka lunasi, jam kerja yang panjang, tanpa isitrahat dan tanpa hari

libur, tidak diberikan gaji secara berkala ataupun digaji tapi sangat tidak wajar atau sangat

tidak sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.

Kondisi kehidupan yang kerasa dan buruk yang dialami korban sebagaimana

digambarkan di atas kemudian berdampak kepada masalah fisik dan reaksi emosional.

Masalah fisik yang dialami seperti fisik yang melemah, memar, luka, atau penyakit medis

lainnya yang tidak diobati, keluhan sakit perut, jantung berdebar-debar dan perubahan

ekstrim pada pola makan. Sementara reaksi emosional seperti: kehilangan ingatan berkaitan

dengan peristiwa traumatik, kesedihan mendalam yang diekspresikan dengan sering

menangis (tearfulness), ketidakmampuan membina hubungan emosional secara layak

(emotional detachment), menyalahkan diri sendiri, mengalami mimpi buruk atau kembali

kepada situasi buruk tersebut, mati rasa secara emosional atau tidak dapat merespon situasi

(4)

konsentrasi dan kesulitan mengambil keputusan, serta menghindari kontak mata dengan cara

cara yang tidak terkait dengan budaya.

Apabila kita merujuk kepada Deklarasi Hak Asasi Manusia maka kondisi eksploitasi

maupun kekerasan yang dialami oleh korban, dapat dikategorikan sebagai bentuk penistaan

atau pelanggaran terhadap hak dasar atau azali yang dimiliki oleh setiap manusia. Dalam

beberapa pasal dapat kita lihat seperti: “tiada seorangpun boleh diperlakukan sebagai seorang

budak atau hamba, segala bentuk perbudakan dan perdagangan budak adalah dilarang (pasal

4)”, “tiada seorangpun boleh untuk disiksa atau mendapatkan perlakuan kejam, tidak

manusiawi dan direndahkan martabatnya sebagai manusia (pasal 5)”, “setiap orang berhak

atas pekerjaan dan bebas memilih pekerjaan dengan kondisi pekerjaan yang layak dan adil

(pasal 23 ayat 1)”, “setiap orang berhak mendapatkan penghasilan yang sama untuk

pekerjaan yang sama tanpa diskriminasi (pasal 23 ayat 2)”, “setiap orang yang bekerja berhak

atas remunerasi yang adil dan baik yang dapat menjamin kehidupannya dan keluarganya,

suatu kehidupan yang layak untuk manusia bermartabat, dan jika perlu ditambah, dengan

perlindungan dan jaminan sosial lainnya (pasal 23 ayat 3)”, serta “setiap orang memiliki hak

untuk istirahat dan libur, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang wajar dan liburan

berkala dengan upah (pasal 24)”.

Pekerja sosial sebagai profesi pertolongan memiliki tugas serta dapat memainkan

peranannya dalam isu perdagangan manusia sebagai persoalan atau hak asasi manusia.

Sebagaimana digambarkan oleh International Federation of Social Workers tahun 2000

bahwa hak asasi manusia dan keadilan sosial adalah merupakan prinsip yang paling

fundamental dalam praktek pekerjaan sosial. Prinsip ini dapat diterjemahkan bahwa ketika

terjadi sebuah keadaan yang menimbulkan tercabutnya atau terenggutnya hak – hak asasi

manusia seperti hak akan kebebasan, hak akan gaji yang layak, hak untuk bersosialisasi, hak

(5)

untuk menolong, membela dan memberikan perlindungan terhadap mereka yang

teridentifikasi sebagai korban.

Selain karena isu perdagangan manusia sebagai isu yang barkaitan dengan hak asasi

manusia, pekerja sosial juga seharusnya memiliki perhatian yang serius terhadap masalah ini

sebab beberapa faktor yang menggiring terjadinya praktek perdagangan manusia

sebagaimana dikemukakan oleh Pearson (2000) adalah bidang-bidang dalam praktek

pekerjaan sosial seperti kemiskinan dan pengangguran, konflik sosial, hukum dan kebijakan

yang terkait dengan masalah pelacuran, korupsi, keuntangan yang besar yang melibatkan

jaringan kejahatan, feminisasi kemiskinan dan migrasi, diskriminasi gender, budaya dan

praktek keagamaan.

Karena itulah dalam tulisan ini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran

mengenai peranan pekerja sosial dalam upaya memerangi dan menanggulangi segala bentuk

perdagangan manusia.

Pembahasan

Beberapa tugas dan peranan pekerja sosial berhubungan dengan masalah perdagangan manusia

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa masalah perdagangan manusia terkait erat

dengan masalah-masalah sosial lainya seperti kemiskinan, pengangguran, pendidikan rendah,

diskriminasi gender, budaya patriarki dan lain sebagainya. Pekerja sosial dalam upaya

memerangi segala bentuk perdangan manusia dapat memainkan peranannya bukan hanya

terbatas pada upaya pemulihan korban, akan tetapi juga boleh memberikan sumbangsih yang

lebih luas dalam bentuk pencegahan maupun advokasi kebijakan yang berpihak kepada

(6)

terwujudnya riset yang komprehensif dalam satu kawasan untuk memahami mekanisme dan

pola penanganan perdagangan manusia.

Peran dalam Pencegahan

Peranan dalam mencegah terjadinya perdagangan manusia, pekerja sosial dapat

membantu masyarakat dalam meningkatkan kesadaran mereka tentang bahaya perdagangan

manusia terutama mereka yang tergolong sebagai kelompok rentan (Salett, 2006). Untuk

dapat mengidentifikasi kelompok rentan yang dimaksud, dapat dilakukan dengan jalan

assesmen dan pemetaan guna memahami tingkat kerentanaan dari sebuah kelompok atau

komunitas dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kerentanan tersebut. Selanjutnya

kelompok-kelompok tersebut diberikan penyuluhan, pelatihan atau bentuk – bentuk kegiatan

lainnya termasuk kampanye pendidikan publik, ceramah dan forum warga yang membahas

tentang perdagangan manusia. Pendidikan ini akan menambah sumber daya dan kekuatan

dalam rangka mengungkap berbagai praktek perdagangan manusia yang belum teridentifikasi

terutama perempuan dan anak yang paling rentan untuk diperdagangkan (Christenson, 2012).

Aspek-aspek yang dapat dipertimbangkan sebagai kondisi rentan pada suatu masyarakat

seperti kemiskinan disertasi dengan adanya nilai, budaya atau kebiasaan mempekerjakan

anak sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua orang tua (Syamsuddin & Azlinda Azman,

2013), adanya toleransi terhadap pelacuran, kebiasaan masyarakat untuk bekerja di luar

negeri atau di kota-kota lain sebagai pekerja non-profesional dan lower education seperti

pembantu rumah, pekerja konstruksi, pelayan restoran, pekerja pabrik dan sebagainya. Hal ini

dapat dijadikan sebagai satu indikator awal untuk melakukan asesmen terhadap tingkat

kerentanaan masyarakat tersebut.

Dalam skala mezzo dan mikro, keluarga dapat menjadi unit analisis yang perlu

dipertimbangkan. Hasil penelitian syamsuddin dan azlinda (2013) menemukan bahwa

(7)

penelantaran adalah beberapa faktor yang menyebabkan anak perempuan lari dari rumah

yang menghantar mereka masuk kedalam pelacuran. Karena itulah pekerja sosial penting

untuk melakukan intervensi keluarga guna memberikan penguatan terhadap hal-hal yang

dapat membuat anak terpapar dalam kondisi rentan .

Upaya penyadaran akan bahaya human trafficking dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai pendekatan baik dengan pendekatan individual dengan berupa

konseling kepada individu yang tergolong rentan untuk dijadikan korban, ataupun juga boleh

menggunakan pendekatan kelompok dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi untuk

membahas mengenai masalah perdagangan manusia dan bahayanya, sasarannya bisa pada

kelompok remaja di sekolah maupun di komunitas ataupun juga kelompok dewasa. Ataupun

melalui kegiatan-kegiatan di masyarakat seperti arisan, pengajian dan lain-lain. Pendekatan

lain yakni dengan melibatkan komunitas untuk sama-sama terlibat dalam menyebarkan

kepada masyarakat umum tentang bahaya human trafficking, yang dapat dilakukan dengan

membuat poster, peyuluhan, brosur dan lain-lain.

Terkait dengan upaya pencegahan yang mana penekanannya pada upaya untuk

membangun kesadaran publik, maka hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah

mengembangkan modul-modul pelatihan terkait dengan issu human trafficking yang dibuat

secara spesifik sesuai dengan target dan sasaran dari pelatihan. Misalnya modul pelatihan

untuk organisasi sosial atau NGO, modul pelatihan untuk remaja, modul pelatihan untuk ibu

rumah tangga, modul pelatihan untuk penegak hukum dan lain sebagainya sehingga pelatihan

yang dilakukan bisa terukur dan dapat dilaksanakan secara efektif (The Europe Institute for

Social Work, 2013).

Selain kelompok tersebut, pekerja sosial juga penting untuk memberikan pelatihan

(8)

mungkin akan mencari pertolongan kepada kelompok-kelompok profesi ini seperti : pegawai

pemerintah yang bekerja sebagai pengawas pelabuhan, pegawai konsulat, pengawas industri

makanan, pengawas pabrik, pengawas pertanian, termasuk petugas pos. Kemudian pekerja

pada sektor swasta seperti : pekerja hotel, bar, restaurant, salon kecantikan dan toko

kelontong. Petugas penegak hukum seperti : polisi, petugas imigrasi dan petugas penjaga

perbatasan. Termasuk petugas kesehatan dan mereka yang bekerja dalam bidang transportasi.

(Departement of State United State of Amerika, 2012).

Peranan dalam upaya Penanganan

Dalam upaya penanganan Salett (2006) mengusulkan dua hal yang dapat dilakukan

oleh pekerja sosial. Pertama, mengidentifikasi korban perdagangan dan menfasilitasi mereka

agar segera mendapatkan pertolongan dan Kedua ; bekerja pada lembaga pelayanan sosial

yang secara khusus memberikan pelayanan kepada korban human trafficking dalam proses

rehabilitasi dan reintegrasi.

Keterampilan dalam mengidentifikasi korban diharapkan terutama sekali dimiliki oleh

para pekerja sosial yang bekerja pada setting – setting yang tidak secara langsung menangani

korban perdagangan manusia, seperti rumah sakit, atau pekerja sosial komunitas. Kadang

kala korban mendatangi tempat-tempat tersebut tetapi petugas tidak dapat mengidentifikasi

mereka sebagai korban sebab kurangnya pengetahuan mengenai perdagangan manusia.

Karena itulah untuk meningkatkan kepekaan ini pekerja sosial sebaiknya diberikan

pelatihan mengenai issu-isu pemerdangan manusia. selain itu pengetahuan dan keterampilan

dalam membangun jaringan untuk melakukan reaksi cepat dan pertolongan yang bersifat

komprehensif terhadap korban. Jaringan kerja yang dapat dibangun oleh pekerja sosial seperti

polisi atau penegak hukum setempat, pengacara, pendeta/ulama, rumah sakit, dinas sosial,

panti rehabilitasi, rumah perlindungan, lembaga-lembaga NGO dan lain-lain (Christenson,

(9)

sosial harus melakukan upaya-upaya yang serius untuk melakukan asesmen terhadap

lembaga-lembaga kesejahteraan sosial yang konsen dalam issu ini (The Europe Institute for

Social Work, 2013).

Pekerja Sosial dalam upaya penanggulangan juga berperan besar dalam upaya untuk

membantu korban dalam proses pemulihan dari berbagai permasalahan psikologis yang

dialami korban seperti perasaan malu, depresi, harga diri rendah, serangan panic, serta gejala

posttraumatic stress disorder (Hodge, 2008).

Sebagai panduan bagi para pekerja sosial dalam rangka menolong korban,

Departement of State United State of Amerika tahun 2012 merumuskan pendekatan yang

berpusat pada korban (a victim-centered approach) sebagai panduan untuk pogram

pemberian akses dan pemberdayaan korban, meliputi; rumah perlindungan yang sifatnya

terbuka atau pilihan (Open shelter), pemberian informasi yang secara penuh kepada korban,

kerahasiaan, residensi dan hak untuk bekerja.

Shelter yang terbuka (Open Shelter). Korban tidak boleh ditahan di shelter dalam

bentuk apapun. Para korban harus diizinkan meninggalkan tempat penampungan dengan atau

tanpa pendamping jika korban menghendakinya. Tinggal di shelter adalah pilihan bagi

korban bukan satu keharusan. Jika korban memiliki akses terhadap bentuk akomodasi yang

lain maka harus diizinkan untuk memilih alternatif-alternatif lainnya.

Informasi yang menyeluruh (Full Information to Victims).Korban harus diberitahu

tentang hak-hak mereka sedini mungkin dalam bahasa yang mereka pahami. Para korban

harus diberitahu tentang apa yang akan dan tidak akan diharapkan dari mereka selama proses

pengadilan pidana berlangsung. Korban harus dipandu mengenai pilihan mereka dalam

urusan imigrasi dan juga perlu diberitahu bahwa mereka memiliki hak untuk akses kepada

(10)

termasuk menunjuk konsuler untuk korban, mengangkat advokat bagi korban, atau

melibatkan LSM. Beberapa negara mengembangkan brosur dan literatur lainnya dalam

banyak bahasa untuk memfasilitasi proses pengungkapan awal.

Kerahasiaan (confidentiality). Korban harus diberikan pilihan mengenai informasi

apa saja yang ingin mereka sampaikan. Jika mereka ingin diliput oleh media harus

mendapatkan persetujuan penuh dari korban. Termasuk apakah keluarga mereka diberitahu

tentang persoalan yang menimpanya ataukah tidak.

Residensi (recidency). Santunan bagi korban perdagangan manusia, termasuk izin

menjadi warga tetap (permanent resident), memfasilitasi proses penegakan hukum. Peraturan

imigrasi yang memberikan korban status penduduk tetap adalah praktek-praktek terbaik

daripada mandat pemulangan paksa. Skema residenci harus memungkinkan fleksibilitas

waktu bagi korban untuk menentukan apakah mereka ingin berpartisipasi dalam proses

pidana, dengan pengecualian khusus bagi korban yang belum dewasa atau yang mengalami

trauma parah. Ada banyak alasan korban perdagangan menolak bekerja sama dengan sebuah

penyelidikan. Kadang-kadang korban tidak mempercayai polisi untuk melindungi hak-hak

mereka sebab kadang-kadang penegak hukum ikut berpartisipasi dalam eksploitasi suatu

korban sehingga korban merasa terlalu trauma dengan pengalaman mereka untuk

membicarakannya dengan penegakan hukum.

Hak bekerja (Right to Work). Negara harus mempertimbangkan hak untuk bekerja

bagi korban perdagangan termasuk dari negara asing. Di banyak negara, bahkan bagi mereka

yang masuknya secara resmi, tidak membolehkan pemberian izin kerja bagi korban. Jika ini

berlaku dan tanpa bantuan materi, korban kembali ditempatkan dalam situasi rentan.

(11)

Christenson (2012) mengusulkan 3 hal yang terkait dengan tugas pekerja sosial

dalam peranan advokasi dalam isu human trafficking yakni : pertama : mengadvokasi korban

agar diberikan perlindungan dan bukan sebaliknya di jadikan sebagai pelaku kriminal, hal ini

terkait dengan tugas dalam mengidentifikasi korban. Reaksi cepat pekerja sosial dalam

melakukan identifikasi dapat menyelematkan korban dari kondisi re-victimasi, hal ini sering

dijumpai pada korban yang dibawa keluar negari yang terjebak dengan urusan dokumen

seperti ketiadaan paspor dan permit sebab di tahan oleh majikan atau trafficker, akhirnya di

dakwa sebagai imigran illegal, padahal sejatinya mereka adalah korban, keberadaan pekerja

sosial disini akan akan sangat membantu dalam menolong korban.

Kedua, Advokasi ini juga diperlukan untuk membantu korban mendapatkan hak-hak

mereka, seperti pada beberapa kasus pekerja migrant (pembantu rumah) yang tidak

mendapatkan gaji selama bertahun-tahun hingga melarikan diri dari rumah majikan.

Pendekatan pekerja sosial dapat dilakukan dengan melibatkan lembaga-lembaga formal

seperti kepolisian, konsulat jenderal dari Negara korban. Pekerja sosial dapat melakukan

mediasi dan negosiasi untuk membuktikan bahwa korban memiliki hak yang harus

dibayarkan oleh pelaku. Terkait dengan keadaan ini penting sekali untuk menempatkan

seorang pekerja sosial pada lembaga-lembaga perwakilan (konsulat jenderal dan kedutaan)

yang telah memiliki sertifikasi atau lisensi sebagai international sosial work yang di

keluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas, sehingga pekerja sosial dapat melakukan

intervensi dalam upaya menolong korban.

Ketiga adalah advokasi dalam upaya menjerat pelaku, tentu saja ini bukan menjadi

tugas utama dari pekerja sosial akan tetapi dengan upaya pemulihan korban dengan

memberikan mereka support, menguatkan mereka dan mengembalikan kepercayaan diri

mereka sehingga mereka memiliki keberanian untuk bersaksi di pengadilan akan sangat

(12)

memikirkan terhadap kenyamanan, keselamatan dan persetujuan dari korban sebelum

memutuskan melibatkan korban dalam proses hukum ini (Christenson, 2012; Mapp, 2008).

Peranan dalam Upaya Meningkatkan Kebijakan

Pada tataran ini pekerja sosial bekerja pada level makro untuk memperjuangkan satu

kebijakan yang dapat menghasilkan atau lebih menguatkan undang-undang atau peraturan

yang berpihak pada kepentingan korban. Kebijakan yang diskriminatif terhadap korban dan

yang dijadikan celah oleh para pelaku dari jeratan hukum harus dihapuskan.

Selain itu, anggaran atau budget adalah hal penting untuk diperjuangkan agar para

intitusi maupun profesi yang berjuang dalam melawan praktek human trafficking dapat

menjalankan program-program yang betul-betul menyentuh akar persoalan. mulai dari

pencegahan, penanganan dan pemulihan korban secara efektif dan efisien. Karena itulah para

pekerja sosial harus mampu menyuarakan aspirasinya pada lembaga yang berwenang dan

memiliki hak budget yakni lembaga legislatif seperti DPR atau DPRD (Christenson, 2012)

Pekerja sosial juga dapat mendorong terwujudnya perangkat perundang-undangan

yang mengatur secara efektif mengenai mekanisme dan prosedur pertolongan kepada korban.

Usaha ini termasuk peningkatan kesadaran dalam upaya memberikan pelayanan yang efektif

kepada korban seperti bantuan hukum (legal assistance), bantuan keuangan (financial

assistance), termasuk bantuan makanan dan perumahan (Mapp, 2008).

Peranan Pekerja Sosial dalam Mengembangkan Riset dalam Issu Human Trafficking

Riset adalah hal penting dalam menyumbang terhadap peningkatan kualitas praktek

pekerjaan sosial serta dalam rangka membumikan teori-teori pekerjaan sosial, apalagi dengan

(13)

Pekerjaan sosial dalam membicarakan masalah human trafficking merupakan isu

baru dalam prakteknya oleh karena itu perlu mendapatkan dukungan dari hasil-hasil

peneltian. Dalam kaitan ini, The Europe Institute for Social Work, telah mengembangkan

sebuah program yang dinamakan dengan Program FGHT atau Fight Global Human

Trafficking, dalam program ini menekankan pentingnya dilakukan penelitian dalam upaya

melawan segala bentuk perdagangan manusia pada tingkatan global. Beberapa penelitian

yang dijalankan dalam bentuk upaya melakukan pemetaan dan evaluasi terhadap segala

bentuk perdagangan manusia, mengembangkan penelitian penelitian baru yang terkait dengan

isu isu perdagangan manusia dan membangun sebuah center atau pusat jaringan kerja yang

fokus pada penelitian dan pertukaran informasi mengenai praktek penanganan perdagangan

manusia. Tentu saja hal ini juga boleh diadopsi untuk di bangun pada tingkatan regional asia

atau lebih fokus untuk regional asia tenggara yang dapat dipelopori atau bekerjasama dengan

asosiasi pekerja sosial, kementerian sosial dan lembaga pendidikan pekerjaan sosial pada

masing-masing Negara. Lembaga ini juga akan berfungsi sebagai pusat konsultasi dan

rekomendasi bagi upaya melawan segala bentuk perdagangan manusia baik dalam tingkat

Negara, kawasan maupun internasional .

Kesimpulan

Pekerja sosial sebagai profesi pertolongan dapat menjalankan peranannya dalam berbagai

tahapan dalam upaya memerangi dan menanggulangi masalah perdagangan manusia, mulai

dari upaya pencegahan dengan aktif melakukan kampanye guna membangun kesadaran

masyarakat tentang bahaya perdagangan manusia, peranan dalam upaya penanganan yakni

mengidentfikasi korban dan segera memberikan pertolongan serta proteksi terhadapnya.

Dalam konteks kekinian dalam rangka menguatkan praktek pekerja sosial berdasarkan

paradigma base evidande practice maka penelitian pekerjaan sosial dalam bidang

(14)

pentingnya adalah kehadiran pekerja sosial dalam memperjuangkan kebijakan termasuk

anggaran yang terkait dengan issu pemerdangan manusia

Saran :

1. Dalam rangka meningkatkan peranan pekerja sosial dalam masalah perdangan manusia

terutama yang bersifat lintas batas, maka sangat penting untuk menempatkan para

pekerja sosial berlisensi internatioanl social work baik pada pada lembaga-lembaga

perwakilan (kedutaan, Konsulat Jenderal) maupun pada lembaga-lembaga international

seperti (UNHCR,UNESCO dll) serta NGO international (save the children, IOM dll).

pekerja sosial yang memiliki spesialisasi dalam isu perdagangan manusia serta pernah

mengikuti training-training yang berkaitan dengan penanganan korban human trafficking

dan training-training lain yang berkaitan dengan isu human trafficking serta memiliki

pengalaman praktek dalam penanganan korban perdangan manusia.

2. Kementerian Sosial, Asosiasi pekerja sosial, lembaga pendidikan pekerjaan sosial pada

tingkat asia ataupun asia tenggara perlu mempelopori kegiatan riset yang terintegrasi

dengan isu perdagangan manusia.

3. Pekerja sosial penting untuk hadir sebagai tenaga pakar dalam setting legislatif untuk

membantu dalam merumuskan rancangan perundang-undangan yang terkait dengan isu

(15)

Daftar Pustaka

Aronowitz, A. A. (2009). Human Trafficking, Human Misery : the Global Trade in Human Beings. West Port. Green Wood Publishing.

Syamsuddin & Azlinda Azman (2013) Vulnerable Runaway Children to Trafficking in Makassar, Indonesia. (Paper) Dipresentasikan pada 1st International Young Scholars Conference 2013 di Boracay Philipina tanggal 18 Mei 2013.

Departement of State United State of Amerika (2012) Trafficking In Persons Report June 2012. Diunduh dari http://www.state.gov/documents/organization/192587.pdf pada tanggal 8 Juli 2013

Department of State United State of Amerika (2013) Trafficking In Persons Report June 2013. http://www.state.gov/documents/organization/210737.pdf pada tanggal 9 Juli 2013.

Inter-Parliamentary Union, & UNICEF. (2005). Handbook for for Parliamentarians No 9 : Combating Child Trafficking. New York: IPU.

Christenson, K. (2012) Social Work Practitioners and the Identification of Human Trafficking Victims. Master of Social Work Clinical Research Papers. School of Social Work St. Catherine University/University of St. Thomas. Saint Paul, Minnesota. Di unduh pada tanggal 6 juli 2013 dari http://sophia.stkate.edu/cgi/viewcontent.cgi? article=1114&context=msw_papers

Salett, E., P. (2006) Human Trafficking And Modern-Day Slavery. Human right &

international Affairs:Practice Up Date . National Association Of Social Worker (NASW). Nopember 2006. Diunduh pada tanggal 6 juli 2013 dari

http://www.socialworkers.org/diversity/affirmative_action/humantraffic1206.pdf.

FIGHT - Fight Global Human Trafficking. (n.d.). Retrieved July 6, 2014, from The Europe Institute for Social Work website, http://www.socialeurope.de/home/fight.html Mapp, S., C., 2008) Human Rights and Social Justice in a Global Perspective : An

Introduction to International Social Work. Oxford University Press, Inc. New York

Hodge, D. R. (2008). Sexual trafficking in the united states: A domestic problem withtransnational dimensions. Social Work, 53(2), 143-152. Diunduh dari http://ezproxy.stthomas.edu/login?url=http://search.ebscohost.com/login.aspx? direct=true&db=swh&AN=57983&site=ehost-live.

Referensi

Dokumen terkait

Tumbuhan bawah yang terdapat di Taman Nasional Danau Sentarum di areal Dusun Meliau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lumpar Kabupaten Kapuas Hulu sebanyak 60 spesies

Penurunan yang signifikan atau penurunan jangka panjang di dalam nilai wajar lebih rendah dari biaya perolehan, kesulitan keuangan signifikan entitas penerbit atau

Banyak perusahaan operator pembalakan memiliki persepsi yang salah mengenai RIL, yaitu mengartikan RIL sebagai pembalakan dengan pendapatan yang dikurangi (reduced

Tanaman pelonggok hebat yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap logam, yang berpotensi untuk digunakan dalam upaya pembersihan tanah tercemar logam karena tanaman tersebut

表2Y表 の 三 角 化 順 位 序 列(2001年3月 末) 列基準 行基準 右上要素最小化基準 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Aplikas Rencana Anggaran

Berdasarkan hasil penelitian fermentasi daun lamtoro dengan probiotik selama 7 hari yang disajikan pada Tabel 2 dan hasil Analisis Varian pada menunjukkan bahwa

Puji Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas semua rahmat dan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul AUDIT KOMUNIKASI