▸ Baca selengkapnya: bagaimanakah karakter perempuan perkasa dalam puisi tersebut
(2)Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 615
DAFTAR ISI
SURAT REDAKSI DAFTAR ISI
KONSTRUKSI SOSIAL TENTANG PEREMPUAN DALAM SASTRA MELAYU TELAAH TERHADAP KARYA SASTRA YANG DITULIS OLEH ISMAIL KASSAN:
DEJAVU SEORANGPEREMPUAN (2001) DAN SITI AISAH MURAD: LUKANYA
SEKEPING HATI (1988)
Leany Nani Harsa, 609 -615
PERGESERAN CITRA PRIBADI PEREMPUAN DALAM SASTRA INDONESIA: ANALISIS PSIKOANALISIS TERHADAP KARYA SASTRA INDONESIA MULAI ANGKATAN SEBELUM PERANG HINGGA MUTAKHIR
Ekarini Saraswati 616-626
KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA “KETIKA CINTA BERTASBIH” EPISODE 1 KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY BERDASARKAN TEORI GOLDON ALLPORT
Ika Yoanita 627 - 644
REDUPLIKASI KATA DALAM BAHASA MADURA
Musaffak 645 - 654
KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA “WAYANG DURANGPO” DALAM SURAT KABAR HARIAN JAWAPOS EDISI FEBRUARI-APRIL 2010
Edin Parwati 655- 662
PENERAPAN MODEL TGT (TEAMS-GAMES-TOURNAMENTS) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS X-B SMA MA’ARIF PANDAAN-PASURUAN TAHUN AJARAN 2008/2009
Erma Andhika Sari 663 -675
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 616
PERGESERAN CITRA PRIBADI PEREMPUAN DALAM SASTRA INDONESIA: ANALISIS PSIKOANALISIS TERHADAP KARYA SASTRA INDONESIA MULAI
ANGKATAN SEBELUM PERANG HINGGA MUTAKHIR
Ekarini Saraswati
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan gambaran pribadi perempuan, pribadi perempuan menurut pengarang perempuan dan laki-laki dan pergeseran pribadi perempuan dalam novel Indonesia mulai zaman sebelum perang hingga mutakhir. Teori yang digunakan berdasarkan ahli psikoanalisis Sigmund freud yang meliputi struktur jiwa dan mekanisme pertahanan serta dari Adler tentang tipe kepribadian.
Jenis penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Sampel penelitian yang digunakan purposif dengan mengambil sampel novel yang terdiri dari Siti Nurbaya
novel Layar Terkembang, novel Belenggu novel Pada Sebuah Kapal, novel Burung-burung Manyar dannovel Saman Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dengan memilih novel yang menggambarkan kehidupan perempuan sehingga sesuai dengan masalah yang diajukan. Analisis data dilakukan dengan cara heuristik dan hermeneutik (Riffaterre)
Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh perempuan memiliki struktur jiwa yang didominasi oleh superego dan id. Adapun mekanisme pertahanan yang dilakukan melalui represi, rasionalisasi dan kompensasi. Gambaran pribadi perempuan dalam novel menurut pengarang perempuan dan pengarang laki-laki tidak ada perbedaan. Pengarang yang memiliki latar pendidikan Barat mengangkat perempuan yang memiliki kemandirian tinggi. Pada zaman sebelum perang pribadi perempuan lebih didominasi oleh superego dan pada zaman mutakhir lebih didominasi oleh id.
Kata Kunci: psikoanalisis, struktur kepribadian, mekanisme pertahanan, tipe kepribadian,
PENDAHULUAN
Perempuan banyak dijadikan bahan inspirasi bagi penyusunan karya sastra. Sutan Takdir Alisyahbana (dalam Pamusuk, 1982) yang tertarik pada ilmu dan filsafat mencurahkan hasil pemikirannya melalui karya sastra dengan menempatkan
perempuan sebagai media penyampai seperti tergambar dalam novel Layar
Terkembang yang mengangkat tokoh Tuti sebagai pejuang kemerdekaan dan
persamaan hak perempuan.Subagio
Sastrowardoyo berpandangan kehidupan di
dalam diri kita terbagi dalam dua komponen yang saling menentang tetapi saling
melengkapi: laki-laki dan
perempuan.Perempuan sebagai media kesadaran yang ditunjuk Tuhan ketika terjadi seksualitas. Hal yang hampir sama diungkapkan oleh Danarto (hasil wawancara dengan peneliti tahun 1995) mengakui banyak menggunakan tokoh perempuan dalam cerpen yang dia buat dan dia
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 617 yang merupakan daya tahan perjuangan
lelaki, misalnya Allah menunjuk Siti
Maryam ibunda Nabi Isa a.s. Demikian juga dengan pengarang perempuan yang sebagian besar karyanya beranjak dari kehidupan sehari-hari mereka. Nh. Dini (dalam Pamusuk, 1982) dapat menuangkan idenya dalam novel La Barka ketika dia menjadi ibu rumah tangga. Titis Basino (2000) dapat menuangkan idenya dalam novel Jalan Lain ke Coolibah beranjak dari pengalaman dia ketika menjalankan ibadah haji.
Permasalahan perempuan yang diangkat dalam karya sastra baik dalam novel,
cerpen maupun puisi sejak zaman sebelum perang hingga mutakhir begitu kompleks. Dalam bentuk novel permasalahan yang diangkat mulai dari perlakuan adat terhadap kebebasan perempuan dalam memilih pasangan (Siti Nurbaya) hingga adanya kebebasan yang dimiliki perempuan di dalam menentukan sikap hidup terutama dalam masalah seks (Saman). Demikian juga dengan cerpen yang dimulai pada
angkatan 45 hingga mutakhir
menggambarkan kebebasan berpikir juga menentukan
sikap hidup yang akan mereka jalani. Mengingat begitu banyaknya permasalahan perempuan yang diangkat dalam
karya sastra Indonesia telah banyak menarik minat orang untuk meneliti dari berbagai segi. Tineke Hellwig dalam bukunya Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia
mengangkat masalah perempuan yang ditinjau dari segi sosiologi. Melani
Budianta(Hellwig, v) menyebutkan sebagai pelopor dalam menerapkan kritik sastra feminis sebagai pendekatan untuk membaca satu per satu teks secara sinkronis untuk menjawab satu permasalahan pokok. Dari hasil penelitian Tineke kedudukan
perempuan dari mulai zaman perang hingga tahun 80-an kedudukan perempuan
belum berkembang dan dapat membebaskan diri dari stigma sebagai jenis kelamin kelas dua. Bagi perempuan peran domestik sebagai istri dan ibu tetap yang utama. Pencapaian profesional tidak terlalu penting sehingga adanya internalisasi bagi kedua jenis kelamin tentang penguasaan lelaki atas tubuh dan pikiran perempuan. Adapun ditinjau dari ungkapan pengarang pria dan perempuan pengungkapan pengarang pria lebih positif daripada pengungkapan pengarang perempuan hal ini didasarkan pada
tingkat pendidikan perempuan yang baru mendapatkan kesempatan belajar berikutnya setelah pria.
Stigma perempuan sebagai jenis kelamin nomor dua mulai ada
pemberontakan pada perkembangan sastra berikutnya. Ayu Utami lewat novel Saman
mencoba mengungkapkan kebebasan perempuan dalam menentukan sikap termasuk dalam hubungan antar jenis kelamin sebagaimana dikemukakan oleh Aguk Irawan dalam artikelnya yang berjudul
Sastra Seksual danPembusukan Budaya
menuduh Ayu Utami sebagai pencetusnya. Keberanian Ayu Utami mengobarkan semangat penulis perempuan lainnya untuk melahirkan sastra yang sarat dengan
keberanian pengungkapan masalah seks seperti Djenar Mahesa Ayu, Dinar Rahayu,
Nova Riyanti dan Herlinatiens. Aguk selanjutnya menafsirkan kebebasan mereka merupakan pemberontakan bahwa bukan hanya laki-laki saja yang berani
membicarakan masalah seks. Mereka sepertinya meneguhkan jati diri mereka sebagai bagian khazanah sastra Indonesia yang selama ini terpinggirkan.
Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pendekatan psikoanalisis dari Freud, dan Adler dengan cakupan novel dan
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 618 hendak dijawab dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah gambaran persona
perempuan yang direpresentasikan di dalam karya sastra (novel, cerpen, dan puisi ) Indonesia mulai zaman sebelum perang hingga zaman mutakhir? Adakah perbedaan gambaran persona perempuan yang
direpresentasikan pengarang pria dan
pengarang perempuan mulai zaman sebelum perang hingga zaman mutakhir? Masalah pokok ini dapat diperinci menjadi dua submasalah :
(1) Bagaimanakah gambaran pribadi perempuan dalam karya sastra (novel, cerpen, dan puisi) Indonesia yang meliputi: (a) struktur jiwa, (b) pertahanan
jiwa, dan (c) tipe kepribadian, (2)
Bagaimanakah gambaran perempuan yang direpresentasikan oleh pengarang laki-laki dan pengarang perempuan, dan
(3) Bagaimanakah pergeseran gambaran pribadi perempuan dalam karya novel Indonesia sejak zaman sebelum perang dan mutakhir,
TEORI
Sigmund Freud merupakan tokoh pendiri psikoanalisis atau disebut juga aliran psikologi dalam (depth psychology) ini secara skematis menggambarkan jiwa sebagai
sebuah gunung es. Bagian yang muncul di permukaan air adalah bagian yang terkecil, yaitu puncak dari gunung es itu, yang dalam hal kejiwaan adalah bagian kesadaran
(conscious-ness). Agak di bawah permukaan air adalah bagian yang disebutnya
prakesadaran atau subconsciousness atau
preconsciousness. Ketidaksadaran ini berisi dorongan-dorongan yang ingin muncul ke permukaan atau ke kesadaran. Bagian yang terbesar dari gunung es itu berada di bawah permukaan air sama sekali dan dalam hal jiwa merupakan alam ketidaksadaran (unconscousness). Ketidaksadaran ini berisi dorongan-dorongan yang ingin muncul ke
permukaan atau ke kesadaran.
Dorongandorongan ini mendesak ke atas, sedangkan tempat di atas sangat terbatas sekali.Tinggallah "Ego" (Aku) yang
memang menjadi pusat daripada kesadaran yang harus mengatur dorongan-dorongan mana yang harus tetap tinggal di
ketidaksadaran. Sebagian besar dari dorongan-dorongan yang berasal dari ketidaksadaran itu memang harus tetap tinggal dalam ketidaksadaran, tetapi mereka ini tidak tinggal diam, melainkan mendesak terus dan kalau "Ego" tidak cukup kuat menahan desakan ini akan terjadilah kelainan-kelainan kejiwaan seperti psikoneurosa atau psikose.Dorongan-dorongan yang terdapat dalam
ketidaksadaran sebagian adalah dorongan-dorongan yang sudah ada sejak manusia lahir, yaitu dorongan seksual dan dorongan agresi, sebagian lagi berasal dari
pengalaman masa lalu yang pernah terjadi pada tingkat kesadaran dan pengalaman itu bersifat traumatis (menggoncangkan jiwa),sehingga perlu ditekan dan dimasukkan dalam ketidaksadaran.
Sebagai teori kepribadian psikoanalisis mengatakan bahwa jiwa terdiri dari 3
sistem yaitu: Id ("es"), superego ("uber ich") dan ego ("ich"). Id terletak dalam
ketidaksadaran. Ia merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitif, yaitu
dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan yaitu dorongan untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (life instinct) dan dorongan untuk mati (death instinct). Bentuk dari dorongan hidup adalah seksual atau disebut libido dan bentuk dari dorongan mati adalah agresi, yaitu dorongan yang
menyebabkan orang ingin menyerang orang lain, berkelahi atau berperang atau
marah. Prinsip yang dianut oleh Id adalah prinsip kesenangan (pleasure principle), yaitu bahwa tujuan dari Id adalah
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 619 Superego adalah suatu sistem yang
merupakan kebalikan dari id. Sistem ini sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan. Segala norma-norma yang diperoleh melalui pendidikan itu menjadi pengisi dari sistem superego sehingga superego berisi
dorongan-dorongan untuk berbuat kebajikan, dorongan untuk mengikuti norma-norma masyarakat dan sebagainya. Dorongan-dorongan atau energi yang berasal dari
superego ini akan berusaha menekan dorongan yang timbul dari Id, karena dorongan
dari Id yang masih primitif ini tidak sesuai atau bisa diterima oleh superego. Di sinilah terjadi tekan menekan antara
dorongan-dorongan yang berasal dari Id dan Superego.
Ego adalah sistem tempat kedua dorongan dari Id dan superego beradu kekuatan. Fungsi ego adalah menjaga keseimbangan antara kedua sistem yang lainnya, sehingga tidak terlalu banyak dorongan dari Id yang dimunculkan ke kesadaran sebaliknya tidak semua dorongan superego saja yang dipenuhi. Ego sendiri tidak mempunyai dorongan atau energi. Ia hanya menjalankan prinsip kenyataan (reality principle), yaitu menyesuaikan dorongan-dorongan Id atau superego dengan kenyataan di dunia luar. Ego adalah satu-satunya sistem yang langsung berhubungan dengan dunia luar, karena itu ia dapat mempertimbangkan faktor kenyataan ini. Egoyang lemah tidak dapat menjaga
keseimbangan antara superego dan Id. Kalau ego terlalu dikuasai oleh dorongan-dorongan dari Id saja maka orang itu akan menjadi psikopat (tidak memperhatikan norma-norma dalam segala tindakannya); kalau orang itu terlalu dikuasai oleh superegonya, maka orang itu akan menjadi Psikoneurose (tidak dapat menyalurkan sebagian besar dorongan-dorongan primitifnya).
Selanjutnya Freud mengatakan bahwa untuk menyalurkan dorongan-dorongan primitif yang tidak bisa dibenarkan oleh superego, ego mempunyai cara-cara tertentu yang disebut sebagai mekanisme pertahanan (defense mechanism). Mekanisme
pertahanan ini gunanya untuk melindungi ego dari ancaman dorongan primitif yang mendesak terus karena tidak diizinkan muncul oleh superego. Sembilan mekanisme pertahanan yang dikemukakan Freud adalah 1. Represi ("repression"): suatu hal yang pernah dialami dan menimbulkan ancaman bagi ego ditekan masuk ke ketidaksadaran dan disimpan di sana agar tidak
mengganggu ego lagi. Perbedaannya dengan proses lupa adalah bahwa lupa hal
yang dilupakan itu hanya disimpan dalam bawah sadar dan sewaktu-waktu dapat muncul kembali, sedangkan pada represi hal yang direpres tidak dapat dikeluarkan ke kesadaran dan disimpannya dalam ketidaksadaran.
2. Pembentukan Reaksi ("reaction formation"): seseorang bereaksi justru sebaliknya
dari yang dikehendakinya demi tidak melanggar ketentuan dari superego.
3. Proyeksi ("projection"): Karena superego seseorang melarang ia mempunyai suatu perasaan atau sikap tertentu terhadap orang lain, maka ia berbuat seolah-olah orang lain itulah yang punya sikap atau perasaan tertentu itu terhadap dirinya.
4. Penempatan yang keliru (displacement): kalau seseorang tidak dapat melampiaskan perasaan tertentu terhadap orang lain karena hambatan dari superego, maka ia akan melampiaskan perasaan tersebut kepada pihak ketiga.
5. Rasionalisasi ("rasionalitation"): dorongan-dorongan yang sebenarnya dilarang
oleh superego dicarikan penalaran
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 620 6. Supresi ("supression"): Supresi adalah
juga menekankan sesuatu. Tetapi berbeda dengan represi, maka hal yang ditekan dalam supresi adalah hal-hal yang datang dari ketidaksadaran sendiri dan belum pernah muncul dalam kesadaran. 7. Sublimasi ("sublimation"): dorongan-dorongan yang tidak dibenarkan oleh superego tetap dilakukan juga dalam bentuk yang lebih sesuai dengan tuntutan
masyarakat.
8. Kompensasi ("cmpensation"): yaitu usaha untuk menutupi kelemahan di salah satu bidang atau organ dengan membuat prestasi yang tinggi di organ lain atau bidang
lain.
9. Regresi ("regression"): untuk
menghindari kegagalan-kegagalan atau ancaman
terhadap ego, individu mundur kembali ke taraf perkembangan yang lebih rendah.
Pemikiran psikoanalisi Alfred Adler yang akan dijadikan bahan penelitian berhubungan dengan tipe kepribadian yang dikemukakannya. Menurut Adler tipe kepribadian yang ada dalam diri manusia terdiri dari empat tipe yakni tipe ruling, tipe leaning, tipe avoiding, dan tipe socially useful.
Tipe ruling dicirikan ketika pada masa kanak-kanak dia memiliki sifat agresif dan dominan. Energi mereka besara sehingga mereka cenderung mendorong dengan kasar segala sesuatu yang menghalangi langkah mereka. Sebagian besar energi mereka adalah kekerasan dan sadistis, beberapa menyakiti diri dengan kecanduan alkoho, kebergantungan obat dan bunuh diri.
Tipe leaning memiliki sifat yang sensitif yang berkembang di sekitar orang-orang yang akan melindungi mereka juga membawa mereka dari kehidupan yang sulit. Mereka memiliki tingkat energi yang rendah dan menjadi bergantung. Mereka
berkembang dengan neurotic symptoms: phobias, obsessions dan compulsions,
general anxiety, hysteria, amnesias, dsb, bergantung pada gaya hidup individu..
Tipe avoiding merupakan tipe kepribadian yang paling rendah karena mereka sering menghindar dari keadaan apabila mereka dipaksa untuk bergerak pada tingkat tertentu mereka cenderung psikotik
Tipe socially useful adalah kepribadian yang paling sehat. Mereka memiliki enrgi dan ketertarikan sosial. Apabila tidak ada energi Anda tidak dapat memiliki
ketertarikan sosial sehingga tidak ingin menampilkan sesuatu kepada yang lain.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan mengungkap eksistensi perempuan dalam sastra
Indonesia dengan menggunakan teori psikoanalisis. Untuk mengungkap tujuan tersebut digunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif yang digunakan dipandang sesuai karena tiga alasan. Pertama ditinjau dari segi data yang dihasilkan berupa kata-kata atau kalimat dari teks sastra dan dianalisis tanpa
menggunakan teknik statistik (Bogdan dan Biklen, 1982:5, Moleong, 1996:6). Kedua, konsep yang akan dihasilkan beranjak dari data hasil analisis teks. Ketiga, dilihat dari segi instrumen yang digunakan yang menempatkan peneliti sebagai instrumen kunci. Peneliti menentukan masalah-masalah yang paling esensial yang ada dalam seluruh teks. Peneliti menentukan karya sastra mana yang dapat mewakili permasalahan.Peneliti menentukan teks mana yang menunjukkan penggambaran tokoh dari segi psikoanalisis.
Penelitian ini dikongkretkan lewat dua tahap pembacaan, yakni pembacaan
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 621 setiap satuan linguistik yang digunakan yang
semuanya itu sesuai dengan konvensi bahasa yang berlaku. Selanjutnya pada pembacaan hermeneutik, yakni pembacaan tahap kedua, pembacanya diharapkan dapat mencari makna yang terkandung dalam teks yang dibacanya. Wilhelm Dilthey sebagai filsuf terkenal yang
mengembangkan
pemikiran Schleiermacher tentang hermeneutik merumuskan cara yang digunakan
untuk memahami makna suatu teks, dengan
menggunakan istilah “lingkaran
hermeneutik”. Yang dimaksud adalah bahwa
untuk memahami makna yang pasti dari bagian-bagian suatu satuan bahasa, kita harus mendekatinya dengan pemahaman awal tentang makna keseluruhan; namun makna keseluruhan ini baru dapat kita ketahui dengan jalan memahami makna bagian-bagiannyaKemampuan itu sangat ditentukan oleh kompetensi linguistiknya. Apabila kompetensi linguistiknya kurang, sulit baginya untuk dapat mencari makna tersebut. Pada tahap pembacaan
hermeneutik ini, pembaca diharapkan mampu menafsirkan makna teks sesuai dengan konvensi sastra dan budaya yang melatarbelakanginya. Konvensi budaya dalam penelitian ini adalah teori
psikoanalisis.
Sumber data penelitian ini ialah karya sastra novel yang terbit mulai tahun 1920-an hingga tahun 2000-an. Adapun novel yang akan dijadikan sumber data merupakan novel yang sering dibicarakan dan menjadi tonggak perjalanan sejarah sastra Indonesia. Novel-novel tersebut di antaranya !920-an novel Siti Nurbaya yang merupakan novel pertama yang membuka cakrawala sastra Indonesia, tahun 1933 , novel Layar Terkembang yang merupakan novel yang mengangkat emansipasi perempuan tahun 1945 novel Belenggu yang merupakan novel yang banyak dipengaruhi budaya Barat,
novel Pada Sebuah Kapal, yang
menggambarkan sikap perempuan, novel
Burung-burung Manyar yang
menggambarkan perempuan mandiri, tahun 1980 tahun 1998-2000 novel Saman yang sarat dengan kebebasan perempuan
Data penelitian ini meliputi tentang (1) gambaran pribadi perempuan dalam
karya sastra (novel, cerpen, dan puisi) Indonesia yang meliputi: (a) struktur jiwa, (b)
pertahanan jiwa, dan (c) tipe kepribadian, (2) gambaran perempuan yang
direpresentasikan oleh pengarang pria dan pengarang perempuan (3) pergeseran gambaran pribadi perempuan dalam karya novel sejak zaman sebelum perang dan mutakhir.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dengan memilih novel, cerpen dan puisi yang
menggambarkan kehidupan perempuan sehingga sesuai
dengan masalah yang diajukan. Selain itu juga dilakukan penelusuran pustaka yang mengulas tentang karya sastra Indonesia yang menampilkan tokoh perempuan di antaranya buku Kesusastraan Modern dalam Kritik dan Esei I, II, III, dan IV karya
H.B. Jassin, buku Sastra Bari Indonesia I dan Sastra Indonesia Modern II karya A. Teeuw, buku Laut Biru Langit Biru karya Ajip Rosidi, Angkatan 66 karya H.B. Jassin, Gema Tanah Air karya H.B. Jassin,
Kumpulan Cerita Pendek karya
Satyagraha Hoerip, Tonggak I dan II karya Linus Suryadi A.G., dan Cerpen
IndonesiaMutakhir: Antologi Esei dan Kritik
karya Pamusuk Eneste. Pembacaan dilakukan berulang-ulang sehingga diperoleh pemahaman sesuai dengan kebutuhan penelitian
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 622 keseluruhan sehingga peneliti dapat
memahami dan menguraikan isi karya sastra dari
segi kepribadian perempuan yang terdapat dalam karya sastra Indonesia.
Langkah-langkah analisis data meliputi: (1) pembacaan secara kritis terhadap seluruh data
(2) pereduksian terhadap seluruh data. (3) penyajian data yang terdiri dari identifikasi dan klasifikasi data berdasarkan unsur-unsur masalah
(4) penafsiran terhadap seluruh data, dan (5) penyimpulan data dan penjelasan simpulan
Dengan demikian diharapkan dapat diketahui pergeseran citra pribadi
perempuan dalam sastra Indonesia mulai zaman sebelum perang hingga mutakhir
Temuan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan tergambar bahwa pribadi
perempuan yang ditampilkan dalam novel Indonesia memiliki struktur pribadi yang bervariasi demikian juga dengan mekanisme pertahanan dan tipe kepribadian.
Representasi pengarang perempuan dan laki-laki tidak berbeda dan tedapat pergeseran pribadi perempuan pada zaman sebelum perang hingga zaman mutakhir.
1. Psikoanalisis Tokoh Siti Nurbaya dalam Novel Siti Nurbaya
Novel Siti Nurbaya bercerita tentang kisah cinta tokoh Siti Nurbaya dengan Samsulbahri yang harus kandas karena dengan terpaksa Siti Nurbaya menikah dengan laki-laki lain untuk menolong orang tuanya dari beban hutang. Tokoh Siti Nurbaya adalah tokoh yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga kaya yang menganut agama Islam Dia memiliki paras yang cantik dan kekayaan melimpah
sehingga kehidupan remaja yang dia jalani berjalan dengan menyenangkan dia memiliki
banyak teman dan kekasih yang mencintai dan dicintainya. Di satu pihak kecantikan yang dia miliki memudahkan dia untuk bergaul, namun di pihak lain membuat suatu bencana. Karena kecantikannya dia
mengalami kesengsaraan yang
mengakibatkan dia harus menikah dengan orang yang tidak dia cintai.
Dia memiliki paras cantik
sebagaimana tergambar dalam deskripsi berikut ini:
Alangkah elok parasnya anak perawan ini, tatkala berdiri sedemikian! Seakan-akan dagang yang rawan, yang bercintakan sesuatu yang tak mudah diperolehnya. Pipinya sebagai pauh dilayang, yang kemerah-merahan warnanya kena bayang baju dan payungnya, bertambah merah rupanya, kena panas matahari. Apabila ia tertawa cekunglah kedua pipinya, menambahkan manis rupanya; istimewa pula karena pada pipi kirinya ada tahi lalat yang hitam. Pandangan matanya tenang dan lembut, sebagai janda baru bangun tidur. Hidungnya mancung bagai bunga melur, bibitnya halus, sebagai delima merekah, dan di antara kedua bibir itu kelihatan giginya, rapat berjejer, sebagai dua baris gading yang putih. Dagunya sebagai lebah bergantung, dan pada kedua belah cuping telinganya kelihatan subang perak, yang bermatakan berlian besar,yang memancarkan air embun. Di lehernya yang jenjang, bergantung pada rantai emas yang halus, sebuah dokoh hati-hati, yang bermatakan permata delima. Jika ia minum, seakan-akan terbayanglah air yang
diminumnya di dalam kerongkongannya. Suaranya lemah lembut, bagai buluh perindu, memberi pilu yang mendengarnya. Dadanya bidang, pinggangnya ramping. Lengannya dilingkari gelang ular-ular yang bermatakan beberapa butir berlian yang bernyala-nyala sinarnya. Pada jari manis tangan kirinya yang halus itu, kelihatan sebentuk cincin mutiara, yang besar matanya. Kakinya baik tokohnya dan jalannya lemah gemulai.
Ditinjau dari segi superego dia merupakan anak Ia seorang anak kaya
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 623
mempunyai beberapa toko yang besar-besar, kebun yang lebar-lebar serta beberapa perahu di laut, untuk pembawa perdagangannya melalui lautan. Anak ini pun seorang gadis yang dapat dikatakan tiada bercacat, kerena bukan rupanya saja yang cantik, tetapi kelakuannya dan adatnya, tertib dan sopannya serta kebaikan hatinya, tiadalah kurang daripada kecantikan parasnya.
Ego yang dia miliki ketika menjalin cinta dengan seorang pemuda dia
menempatkan diri sebagai perempuan yang senantiasa dapat menyembunyikan
perasaannya.
Kata Samsu pula. “Tetapi oleh anak -anak muda sekarang ditukar menjadi:
Pulau pandan jauh di tengah, di balik Pulau Angsa Dua, Hancur badanku di kandung tanah Cahaya matamu kuingat jua.” ”ya, tentu, begitu pun boleh juga; bagaimana kehendak yang berpantun sana,” jawab Nurbaya.
Sungguhpun ia berkata demikian, tetapi di dalam hatinya buah pantun ini menimbulkan suatu pikiran; hanya tiada diperlihatkannya itu, dan dibuangnyalah mukanya menoleh ke darat...
Menganggap kekasihnya lebih tahu dari dia.
"O, ya, Sam. Tadi aku diberi hitungan oleh Nyonya Van der
Stier, tentang perjalanan jarum pendek dan jarum panjang, pada
suatu jam. Dua tiga kali kucari hitungan itu, sampai pusing
kepalaku rasanya, tak dapat juga. Bagaimanakah jalannya
hitungan yang sedemikian?"
Rasa cinta kepada kekasihnya akhirnya terkalahkan oleh rasa cintanya kepada orang tua. Demi orang tua dia rela mengorbankan diri untuk menikah dengan orang yang tidak dia cintai.
Tatkala kulihat ayahku akan dibawa ke dalam penjara,
sebagai seorang penjahat yang bersalah besar, gelaplah mataku
dan hilanglah pikiranku dan dengan tiada kuketahui,
keluarlah aku, lalu berteriak, "Jangan dipenjarakan ayahku!
Biarlah aku jadi istri Datuk Meringgih!"
Mekanisme pertahanan yang dia lakukan dengan merepresi
keinginan-keinginan untuk bersatu dengan kekasihnya. Tipe kepribadian yang dia miliki tipe socially useful karena dia menyesuaikan diri dengan lingkungan
2 Psikoanalisis Tokoh Tuti dalam Novel
Layar Terkembang
Novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana berkisah tentang
kebebasan seorang perempuan dalam menentukan sikapnya terhadap kehidupan yang dia jalani. Kebebasan itu tergambar dalam diri tokoh Tuti yang memiliki sikap tegas terhadap karir juga terhadap laki-laki. Tuti seorang perempuan cerdas yang tidak mudah terayu dan kagum terhadap sesuatu. Dia mencintai Yusuf kekasih adiknya, namun dia represi karena bagi dia tidak pantas merebut kekasih adiknya. Tipe kepribadian yang dia miliki perpaduan antara ruling dan tipe avoiding.
Struktur Kepribadian: Superego yang dimilik Tuti: berpendidikan tinggi H.B.S. Carpentier Alting Stichting
“Kalau demikian rupanya Zus sekolah H.B.S. Carpentier Alting Stichting ” (hal. 10)
Egonya dipengaruhi pendidikan yang dia tekuni dan latar agama yang dia dalami. Dari pendidikan yang dia tekuni tergambar pikiran yang tegas dengan susunan kalimat yang jelas
Mendengar pikiran yang setegas dan sejelas itu susunannya, Yusuf terdiam kekaguman sejurus.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 624 bagaimana dia mampu merumuskan hakikat
agama secara luas.
Tetapi Tuti segera menyambung pula, ”Selama kedua pihaknya, orang kampung ataupun kaum terpelajar masih menganggap agama demikian, selama itu agama itu tiada akan menarik golongan pemuda...”
”Ya,” kata Yusuf perlahan-lahan melepaskan dirinya dari pesona kekaguman mendengar ucapan Tuti.
Dari pendidikan yang dia tekuni dia juga menjadi nggota dari sebuah organisasi perempuan, yakni Putri Sedar dari Bandung.
”Saya menghadiri kongres itu dahulu, sebagai wakil pedoman besar Putri Sedar dari Bandung” (hal.13)
Di dalam organisasi yang dia terjuni Tuti mencoba memasukkan pemikirannya tentang peran perempuan dalam masyarakat.
Panjang lebar tuti menerangkan
pengaruh seorang ibu dalam didikan anak yang di kemudian hari akan menjadi orang besar. Bahwa perempuanlah yang pertama kali memimpin anak dan menetapkan sifat-sifat yang mulia ang seumur hidup tidak berubah lagi dalam jiwa anak. Bahwa ibu yang sekarang tidak bedanya dengan mesin pengeram, tiada mungkin dapat menyerahkan keturuann yang berharga kepada dunia. Bahwa segala usaha untuk memperbaiki keadaan bangsa yang tiada melingkungi perbaikan keadaan perempuan tiada akan berhasil, selaku hanya menyirami daun dan dahan tanam-tanaman, sedangkan uratnya dibiarkan kekurangan air.
Demikian juga dengan kehidupan pergaulannya dengan laki-laki bahwa perkawinan bukan merupakan suatu kewajiban
Dalam mengingatkan perhubungan dengan Hambali itu perlahan-lahan hatinya agak tenang. Sekaliannya nyata kelihatan tergambar kepadanya. Tidak, tidak, ia tidak pernah menyesal. Selalu ia berkata apabila perkawinan menjadi ikatan baginya, bagi cita-cita dan pekerjaan hidupnya, biarlah seumur
hidupnya ia tidak kawin. Hanya satu pendirian itu saja yang sesuai dengan akal yang sehat.
Pemikiran adalah segala-galanya bagi Tuti sehingga dia memandang rendah pada kesenian yang dianggapnya sebagai kegiatan orang yang tidak ada kerjaan.
Yusuf memandang kepada Tuti, agak keheran-heranan sedikit, sebab belum pernah nampak kepadanya tuti terharu serupa itu melihat sesuatu pertunjukan. Malahan biasanya ia agak rendah memandang seni, yang menurut katanya hanya pekerjaan bagi orang yang tiada mempunyai pekerjaan yang lain.
Mekanisme Pertahanan yang dilakukan Tuti rasionalisasi terutama ketika dia harus menahan perasaan kesepian karena tidak ada laki-laki yang menemaninya.
Tipe Kepribadian yang dimiliki Tuti ruling dan avoiding. Kepribadian ruling yang dimiliki Tuti karena dia senang berdebat dan berorganisasi selain itu dia juga seorang avoiding yang dicirikan
kemampuannya menata rumah dengan rapih dan teratur.
Dengan kemauannya yang tetap dankeras, dapat Tuti mengatur rumah, jauh lebih rapi dari ketika bundanya masih hidup dahulu. Tiap-tiap perabot mempunyai tempat yang tentu menurut susunan yang nyata. Segala sesuatu berlangsung pada waktu yang tetap, sebab Tuti ialah orang yang teliti akan waktu.
3 Psikoanalisis Tokoh Tini dalam Novel
Belenggu
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 625 karir dan komunikasi dengan suaminya
jarang dilakukan. Kesepian yang dirasakan menyebabkan suaminya tergoda perempuan lain bekas temannya sewaktu kecil. Karena dia merasa perempuan cantik dan
berpendidikan tinggi tidak mau bersaing dengan kekasih suaminya yang seorang penyanyi akhirnya diameninggalkan suaminya.
Tipe kepribadian Tini tipe ruling. Struktur Kepribadian: Superego yang dimilik Tini: pendidikan tinggi: Karena pendidikannya yang tinggi sehingga Tini tidak mungkin melakukan hal yang biasanya dilakukan seorang istri seperti melepaskan sepatu suaminya. Hal ini tampak pada pernyataan suaminya Tono
Dokter Sukartono memandang sepatunya. Dia tersenyum, lucu rasanya membayang-bayangkan Tini duduk bersimpuh dihadapannya sedang asyik meninggalkan sepatunya. Mengurus bloc-note saja tiada hendak. Tiada hendak... Betulkah karena tidak hendak? Tini pelalai di waktu belakangan ini, sampai barang sulamannya ditaruhnya di meja itu. Tini tahu, dia tiada suka ada barang di sana, biar bloc-note itu jangan tersembunyi. Dia tidak suka membiarkan orang sakit menunggu tidak perlu. (hal.13)
Sikap yang ditunjukkan Tini terhadap suaminya diakuinya juga olehnya. Dia tidak bisa melayani suaminya dengan baik karena ego yang dia miliki.
Kadang-kadang sepulangnya di rumah, terbit rasa kasihan dalam hati Tini melihat Kartono lagi membaca, menanti, kalau-kalau ada lagi patient datang. Adakah didalan hatinya sepi juga seperti dalam hatiku? Rusuh gelisah kadang-kadang? Terbitlah
keinginannya hendak bercimbu-cumbu dengan dia, henda meriangkan melalaikan hatinya, tetapi selalu tertahan oleh perasaan segan, Terbitlah pikirannya: ”Mengapakah mesti aku yang dahulu menghampirinya? Mengapa bukan dia?” Maka terasa pula perasaan seperti malam itu, seolah-olah kehilangan tempat pegangan bagi jiwanya. Tono tiada memberi
sandaran lagi. Maka dicobanya memberanikan, menegakkan jiwanya.
Akibatnya ego yang dimiliki Tini mengakibatkan hubungan suami istri mereka mengalami keretakan dan tidak ada lagi rasa cinta di antara mereka. Tini merasa itu tidak mungkin dan menganggap suaminya masih cinta.
”Tetapi mematikan apa?” jawabnya datang lambat-lambat:”Cinta..., cita-cita.” Tetapi benarkah cinta kami mati? Benarkah dia tiada peduli lagi? Pertanyaan itu tiada terjawab oleh pikirannya, karena, tertumbuk pada tembok, sampai pada jalan buntu. Pada sikap Tini tiada sedikit juga terbayang perasaan hatinya tentang hal itu. Menduga? Didalam hati kecilnya, Kartono merasa, masih percaya meskipun sikap Tini tiada peduli, sikap seperti tembok, Kartono merasa, Tini masih menaruh kasih (hal:78)
Namun, ternyata cinta telah padam di antara mereka.
Kata Tini dengan gembira:”Lemparkan mimpi itu!
Gambaranmu dalam hatiku sudah kurobek-robek, ketika dalam jiwaku robek semuanya, semuanya menjadi layu, buah cintaku layu pula.”
”Tidak ada jalan lagi?” Suara Hartono sedih.
Tini termenung, lalu katanya seolah-olah sama sendirinya: ”Dapatkah perbuatan dahulu ditiadakan, dapatkah dipupus saja seperti tulisan pada batu tulis? Tulisan dikertas dapat, tapi berbekas juga. Dapatkah
menghapus yang sudah lalu? Benar sudah lalu .... Tapi masih hidup dalam pikiran, seperti duri dalam daging, dapatkah mematikan pikiran?” 114
Cinta Tini padam karena penghianatan yang dilakukan Tono dan ia hendak
mengalahkan madunya itu. Sikap yang diambil Tini menunjukkan dia memiliki tipe kepribadian ruling, senang bertengkar.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 626
Tono bergaul dengan perempuan lain. Didalam hatinya dia belum hendak mengaku,
sebenarnya dia cemburu, karena orang lain mendapat kasih saying Tono. Bagaimanakah rupa perempuan itu itu, maka Tono tertarik. Perasaan marah dalam hatinya bercampur nafsu hendak tahu. Dengar di sini dengar di sana, banyak juga orang yang suka
menceritakan padanya, bukan karena hendak menolong, bukan karena ksihan, melainkan karena suka dongeng 129
Penghinaan yang dilakukan Tini kepada madunya Yah mendapat balikan tentang keadaan Tini yang sebenarnya yang tidak lebih baik dari dirinya ketika dia masih sekolah telah melakukan hal yang tidak baik dengan seorang pria.
“Nyonya,” kata Yah dengan sungguh -sungguh, “terlalu banyak kata itu nyonya ulangi, membuat kuping merah.” Kemudian ditentangnya muka Tini, lalu katanya dengan perlahan-lahan: “Ingat lagi nyonya, beberapa tahun yang lalu, nyonya masih sekolah, ingat lagi sopir yang membawa nyonya dan tuan studen Technische Hoogeschool? ”
Tini terkejut
Yah tersenyum, katanya perlahan-lahan:”Nyonya, manakah beda kita? Janganlah nyonya memaki-maki.” 132
4. Psikoanalisis Tokoh Ati dalam Novel
Burung-burung Manyar
Novel Burung-burung Manyar karya YB Mangunwijaya menampilkan seorang tokoh yang bernama Ati yang dapat
menciptakan suasana perasaan pada diri dua orang laki-laki. Dia memiliki daya tarik penuh sebagai seorang perempuan cantik, cerdas dan kaya. Ati berasal dari keluarga bangsawan dan berpendidikan tinggi. Dia bersuami, namun juga mempunyai kekasih. Teto merupakan kekasihnya sewaktu remaja dan masih dicintainya. Egonya
meninggalkan kekasihnya dan kembali kepada suaminya. Mekanisme pertahanan yang dilakukan dengan replacement meraih
pendidikan yang tinggi. Tipe kepribadian melankolik dan kolerik. Struktur
Kepribadian: Superego yang dimilik Ati: berpendidikan tinggi, wanita karir, anak bangsawan
Ati seorang perempuan cantik sebagaimana digambarkan oleh Mboknya.
”Wijen. Aduh cantiknya Den Rara Larasati! Wijen?” dan Mbok Naya menyeka memanja gadis cilik yang baru saja
merebahkan diri duduk di atas amben dan yang tersenyum manis merayunya. Mbok Naya tertawa geli. ”wijen untuk apa Den Rara?”
”Saya bukan Den Rara. Saya At-tik. Sudah.”
Ati bukan dari kalangna bangsawan tetapi dari kalangan berpendidikan dan berkedudukan
Dalam hati Atik mengagumi ibunya. Untung ibu dulu kawin tidak dengan seorang pangeran atau kaum istana mulia ini. Ibunya menikah dengan seorang konsulen pertanian yang tidak berdarah ningrat tetapi seorang anak emas pegawai tinggi departemen entah apa. Ya cocok, anak angkat dengan anak angkat. Ia tahu itu, karena ibunya selalu berterus terang. Ayahnya bekerja di Bogor yang banyak hujannya itu, tetapi yang subur dan bersuasana bebas. Ayahnya, Meneer Antana seorang pegawai Dinas Kebun Raya Bogor dan juga ikut diserahi cagar alam Ujung Kulon. 20
Dan tahu-tahu wanita itu seperti topan membadai padaku dan jatuh ke dalam pelukanku.
”Teto! Teto!” dan menangislah ia terisak-isak. Aku tak dapat apa-apa, selain spontan membelai punggungnya dan mata tolol memandang kepada suaminya, yang ... mengangguk-angguk tersenyum seolah seorang ayah penuh pengertian melihat anaknya bertemu dengan kekasih yang sudah lama ditunggu.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 627 sehingga tipe kepribadian yang dia miliki
socially useful.
Jendela dibuka dan Atik masih dalam daaternya muncul. Seperti sumber air artesis di lereng Gunung Merapi yang tiba-tiba namun telah lama sebetulnya menunggu
pemerdekaannya, mencuatlah salam segarnya:”Haloooo Tetooo! Selamat pagi, Bu!” Wajahnya cerah serba tertawa dengan gigi-gigi yang boleh dipamerkan...
”Selamat pagi Tik!” jawabku kurang spontan karena agak terpukau terus terang saja, Bu Antana bergumam:”Anakku ini sering arif seperti nenek, tetapi sering masih seperti anak kecil.”
”Eeh, maaf,” canda-sendaku, ”Selamat pagi, Ibu Doltor maxima cum laude.” Ia cemberut manja. 224
5. Psikoanalisis Tokoh Laila dalam Novel
Saman
Novel Saman berkisah tentang seorang perempuan karir yang bernama Laila yang memiliki tiga orang sahabat yang semuanya memiliki sikap bebas di dalam menjalin cinta. Laila sendiri menganut sikap tradisional dengan berusaha
mempertahankan keperawanannya sebelum dia menikah. Laila seorang perempuan karir beragama Islam. Dia memiliki kekasih yang telah beristri. Dia dapat menghindari
hubungan di luar nikah karena agamanya dan juga karena kekasihnya sudah beristri. Tipe kepribadian yang dimiliki tipe leaning.
Id yang dimiliki Laila menyuruh dia untuk melakukan hubungan suami istri, tapi dia tidak mau
Lalu kami berbaring di ranjang, yanag tudungnya pun belum disibakkan, sebab kami memang tak hendak tidur siang. Dia katakan, dada saya besar. Saya jawab tidak sepatah kata. Dia katakan, apakah saya siap. Saya jawab, tolong, saya masih perawan. (Adakah cara lain.) Dia katakan, bibir saya indah. Ciumlah. Cium di sini. Saya menjawab tanpa kata-kata. Tapi saya telah berdosa. Meskipun masih perawan.
Pernyataan kekasihnya yang tidak mungkin berpacaran tanpa melakukan hubungan intim.
Di perjalanan pulang dia bilang, sebaiknya kita tak usah berkencan lagi (saya tidak menyangka). ”Saya sudah punya istri.”
Saya menjawab, saya tak punya pacar, tetapi punya orang tua.”Kami tidak sendiri, saya juga berdosa.”
I membalas, bukan itu persoalannya. “Orang yang sudah kawin, tidak bisa begitu.”
Saya mengerti. Meskipun masih perawan. 4
Laila merupakan seorang wanita karir dengan dandanan modern
Perempuan itu memberi isyarat agar pilot berputar hingga sudut yang baik bagi dia untuk memotret tiang-tiang eksplorai minyak bumi di bawah mereka. Ia telah menggeser daun jendela hingga lensa telenya menyembul kepada udara tekanan rendah yang sebagian menerobos lekas-lekas mengibarkan
rambutnya lepas. Potongannya bob, tapi perias di salon membujuk agar dia juga memberi highlight warna chestnut. Dan ia menurut. 7
Laila bekerja di sebuah rumah produksi untuk memproduksi profil perusahaan.
Perempuan itu dipanggil Laila. Lelaki itu Toni. Keduanya dating setelah rumah produksi kecil yang mereka kelola – CV, bukan PT- mendapat kontrak untuk mengerjakan dua hal yang berhubungan. Membuat profil perusahaan Textoil Indonesia, patungan saham dalam negeri dengan
perusahaan tambang yang berinduk di Kanada. Juga menulis buku tentang pengeboran di Asia Pasifik atas nama Petroleum Extension Service. 8
Pertama kali dia mencintai seorang pria beda agama dan ditentang oleh orang tuanya.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 628
membatalkan lelaki sebagai penjahat. Waktu itu pemuda itu mahasiswa seminari yang ditugaskan membimbing relokasi tentang kesadaran social di SMP kami. Dan terbukti lelaki itu tidak menginginkan keperawanan. Temanku amat kagum padanya, pemuda yag tampangnya sama sekali biasa saja namun bak, dan Frater Wis pun memenuhi buku hariannya. Mungkin ada sepuluh “Frater Wis” di setiap halaman. Tapi Laila berasal dari keluarga Minang-Sunda. Ayah dan ibunya menemukan diary itu dan habis-habisan memarahi
temanku. Hampir-hampir ia dipindahkan ke sekolah lain.... 150
…Laila tetap mungil seperti anak kecil yang belum kenal dosa… 150
Konsep yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh perempuan yang ditampilkan dalam novel sebelum perang hingga mutakhir sebagian besar digambarkan sebagai sosok yang cantik, mandiri, memiliki sikap dan berasal dari keluarga berada. Norma agama dan norma masyarakat mempengaruhi sikap mereka di dalam menyeimbangkan antara id dan superego. Tipe kepribadian yang
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 629
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1988. A Glossary of Literary Terms. Chicago: Holt Rinehart & Winston, Inc.
Alexander, L.G. 1963. Poetry and Prose Apreciation for OverseasStudents. London: Longman.
Ali, Lukman, ed. 1978. Tentang Kritik Sastra. Jakarta: P3B.
Aminuddin. 1984. Pengantar Memahami Unsur-unsur dalam Karya Sastra. Malang: FPBS IKIP Malang.
Aminuddin. 1984. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: FPBS IKIP Malang.
Barthes, Roland. 1992. "Unsur-unsur Semiologi: Langue dan Parole" dalam Panuti Sujiman dan Art van Zoest, (ed.) Serba-serbi Semiotika. Jakartaa; Gramedia, hal. 80-88.
Culler, Jonathan. 1986. Theory and Criticism after Structuralism. New York: Cornell University Press. Ithaca.
Daiches, David. 1986. Critical Approaches to Literature. London: Longman.
Danarto. 1987. Berhala. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Edy, Nyoman Tusthi. 1991. Kamus Istilah Sastra Indonesia. Ende: Nusa Indah.
Fang, Liaw Yock. 1970. Ikhtisar Kritik Sastra. Singapore: Pustaka Nasional.
Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadimadja, Aoh. 1972. Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Relisme dalam Kesusastraan.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Hamalian, Leo & Karl, Frederick R. 1967. The Shape of Fiction. New York: McGraw-Hill Book Company.
Hardjana, Andre. 1981. Kritik Sastra. Jakarta: Gramedia.
Hawkes, Terence. 1983. Structuralism & Semiotics. London: Routledge.
Hellwig, Tineke. 2003. In The Shadow of Change; Citra Perempuan dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Desantara
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus 2010 | 631 Kennedy, X.J. 1966. An Introduction to Poetry. Boston:
Little, Brown and Company.
Luxemberg, Jan van. et.al. 1963. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sujiman, Panuti. 1985. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
The Liang Gie. 1976. Garis Besar Estetik. Yogyakart: Karya.
Teeuw, A. 1983. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Teeuw, A. 1991. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.