• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Akad Pembiayaan Istishna Pada PT Bank Rakyat Indonesia Syari’ah Cabang Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Akad Pembiayaan Istishna Pada PT Bank Rakyat Indonesia Syari’ah Cabang Binjai"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Hukum Islam merupakan bagian dari tata hukum Indonesia, yang mana bagi

setiap muslim, sudah menjadi kewajiban dalam menerapkan aturan yang telah

dititahkan oleh Allah, karena agama Islam mengatur seluruh aspek kehidupan

manusia, termasuk dalam pembangunan ekonomi dan juga dalam institusi keuangan.

Institusi keuangan yang mempunyai peranan penting terhadap perkembangan

ekonomi sebuah Negara modern khusus istitusi perbankan. Tidak dapat dinafikan,

bahwa institusi perbankan memang menyediakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan

masyarakat.

Melalui sektor keuangan ini, dana atau potensi yang ada dalam masyarakat

dapat dikembangkan pada kegiatan yang bersifat produktif, sehingga pertumbuhan

ekonomi dapat diwujudkan. Selain itu, institusi perbankan juga merupakan elemen

penting dari system pembayaran karena tanpa sistem pembayaran yang baik,

kehidupan modern tidak mungkin akan tercipta.1

Lahirnya bank berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah menambah

semarak khasanah hukum dan mempertegas visi tentang kehidupan perbankan di

Indonesia. Hal ini didasarkan pada Islam sebagai agama yang hak mengakui

(2)

kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat-alat

produksi dan faktor-faktor produksi. Namun kepemilikan tersebut dibatasi oleh 2

(dua) hal, yaitu kepentingan masyarakat dan cara memperoleh pendapatan. Islam

menolak pendapatan dari suap, rampasan atau perampokan, kecurangan, bunga uang,

perjudian, perdagangan gelap dan usaha-usaha yang menghancurkan masyarakat,

termasuk menimbun barang-barang untuk menghasilkan keuntungan.2

Keinginan untuk memperoleh pendapatan yang bersih termasuk mengenai

bentuk Bank Islam yang bersih dari sistem riba ditegaskan pada Konfrensi

Negara-Negara Islam Sedunia pada tanggal 21-27 April 1969, dimana sejak saat itu

perkembangan Bank Islam atau Bank Syariah di berbagai negara termasuk Indonesia

- cukup pesat, terbukti sejak Tahun 1992 telah beroperasi Bank Syariah bernama

Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

1992 tentang Bank Bagi Hasil.

Di Indonesia peranan Perbankan Syariah sebagai sumber pembiayaan dunia

usaha masih sangat minim. Ini dikarenakan banyak orang masih awam/kurang

mengerti dengan prinsip syariah yang diusung oleh bank-bank syariah. Akan tetapi

dalam perkembangannya, bank-bank yang berazaskan syariah ini mempunyai prospek

yang cerah, karena didalam prinsip syariah tidak mengusung sistem bunga seperti

pada bank konvensional, melainkan sistem bagi hasil. Dalam hal demikian, maka

(3)

kreditur, yang biasanya adalah suatu bank, dalam memberikan pembiayaan kepada

para pengusaha tersebut akan sangat mempertimbangkan agar uang yang digunakan

untuk membeli barang modal yang diperuntukkan nasabah tersebut dapat kembali

tepat waktu seperti yang diperjanjikan.

Pembiayaan dalam kegiatan Perbankan syariah merupakan kegiatan usaha

yang paling utama, karena pendapatan terbesar dari usaha Bank syariah berasal dari

pendapatan kegiatan usaha pembiayaan yaitu berupa bagi hasil. Ruang lingkup dari

pembiayaan sebagai kegiatan Perbankan syariah tidaklah semata-mata berupa

kegiatan membelikan barang modal yang diperuntukkan nasabah melainkan sangatlah

kompleks karena menyangkut keterkaitan unsur-unsur yang cukup banyak,

diantaranya meliputi : sumber-sumber dana pembiayaan, alokasi dana, organisasi dan

manajemen pembiayaan, kebijakan pembiayaan, dokumentasi dan administrasi

pembiayaan, pengawasan serta penyelesaiaan pembiayaan yang bermasalah.

Mengingat begitu luas ruang lingkup dan unsur-unsur yang melingkupi kegiatan

pembiayaan ini, maka tidak berlebihan penanganannya pun harus dilakukan secara

sangat hati-hati dengan ditunjang profesionalisme serta integritas moral yang harus

melekat pada sumber daya manusia pembiayaan tersebut.

Bank Syariah saat ini menjadi salah satu alternatif masyarakat untuk

melakukan transaksi perbankan dan transaksi bisnis para pengusaha, di mana

(4)

Indonesia. Secara yuridis formal, keberadaan bank syariah telah diakui dalam sistem

perundang-undangan Negara Republik Indonesia, termasuk keberadaan Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 dan 4, Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan (selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perbankan),

disebutkan, bahwa undang-undang membagi jenis bank menjadi dua macam, yaitu

bank umum dan bank perkreditan rakyat.

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran; Bank perkreditan rakyat

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan

Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.3

Ketentuan ini dipertegas dengan keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah, yang menyebutkan “Bank Syariah adalah Bank

yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut

jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.4

Undang-undang ini juga mengganti istilah Bank Perkreditan Rakyat Syariah menjadi

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. “Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank

3Pasal 1 angka 3 dan 4, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

4

(5)

Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.”5

Sistem perbankan dengan prinsip syariah istilah kredit berubah menjadi istilah

pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyebutkan:

Pembiayaan berdasar Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Prinsip syariah oleh Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perbankan

Syariah) diberikan defenisi yaitu: prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan

berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam

penetapan fatwa di bidang syariah.

Defenisi tersebut menjelaskan bahwa salah satu transaksi yang cukup populer

dan dikembangkan dalam sistem perbankan syariah adalah sistem jual beli, seperti

halnya diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam literatur hukum perdata, yang menjelaskan

tentang pengertian jual beli ini, disebut dengankoop en verkoop(bahasa Belanda) dan

5

(6)

purhcase and sale (bahasa Inggris).6 Hanya saja, dalam literatur hukum Islam,

pengertian jual beli sebagaimana diatur dalam KUH Perdata itu, dalam fiqh Islam

bentuk dan jenisnya dibagi pada tiga cara, yaitu:7

1. Bai` Al-murabahah (Deferred Payment Sale), yaitu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.

2. Bai` As-Salam (In Front Payment Sale), yaitu pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.8 3. Bai` Al-Istishna (Purchase By Order Or Manufacture), yaitu merupakan

bentuk kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.9

Dalam praktek sistem perbankan syariah, produk istishnamenyerupai produk

salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Dasar hukum Istishnamenurut fiqh Islam adalah jual beli dalam bentuk pemesanan, pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan

persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual (Fatwa

Dewan Syariah Nasional Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000). Sedangkan Istishna

menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah jual beli barang dalam bentuk

pemesanan, pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang

6

Yan Pramadya Puspa,Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang , 1997, hlm. 872

7

Muhammad Syafi’i Antonio,Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001.

8Dalam perbankan,salambanyak dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang

relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Bank memberikan pembiayaan sebagai pembayaran penuh di muka di awal masa tanam sebagai modal bagi petani. Kemudian setelah panen petani wajib menjual hasil panennya kepada bank sesuai dengan kualifikasi dan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Dalam akad ini, para phqak tidak dapat membatalkan kontrak secara sepihak.

9

(7)

disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan (PBI Nomor 7/46 pasal 1

butir 9).

Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi diantara ketiga bentuk sistem jual beli ini, pada awalnya yang banyak dilakukan adalah sistem jual beliBai` Al-Murabahahdan selalu disebut secara ringkas dengan sistem Murabahah. Namun dalam perkembangannya kedua

bentuk lainnya juga telah dikembangkan seperti salah satuproduk Bank BRI Syari’ah adalah Akad Pembiayaan Istishna yang merupakan pembiayaan produktif maupun konsumtif untuk memenuhi kebutuhan barang produksi atau barang konsumtif yang

dilakukan dengan cara pemesanan secara syari’ah sesuai dengan kemampuan

masing-masing nasabah.Akad Pembiayaan Istishna dalam pelaksanaannya digabung dengan Akad Murabahah. Hal ini dilakukan karena pada prinsipnya sama-sama berbentuk

jual beli barang hanya saja pada jual beli dilakukan dengan lebih dahulu melalui

pemesanan.10

Di dalam praktek perbankan khususnya pada Bank BRI Syariah

Cabang Binjai dikenal berbagai kegiatan usaha dibidang syariah antara lain adalah

Giro Wadi'ah, Tabungan Mudharabah, Deposito Mudharabah, Wakalah (Transfer, Kliring) dan Pembiayaan. Produk Pembiayaan yang dilaksanakan pada Bank BRI Syariah Cabang Binjai antara lain adalah : Murabahah (jual beli barang jadi bayar tangguh), Istishna (jual beli barang pesanan bayar tangguh), Ijarah (sewa atau leasing), Mudharabah (bagi hasil tanpa sharing dana nasabah), Musyarakah (bagi

10Hasil Wawancara dengan Bapak Toras Pulungan Kepala Cabang Bank Rakyat Indonesia

(8)

hasil dengan sharing dana nasabah) dan Qardh (pinjam kebajikan).11

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa salah satu produk Bank BRI Syari’ah adalah Istishna (jual beli barang pesanan bayar tangguh) yang dalam praktiknya dikaitkan dengan jual beli pembiayaan Murabahah sehingga pada akad pembiayaannya dikenal dengan “Akad Pembiayaan Murabahah Al Istishna”. Hal disebabkan karena pembiayaan murabahah juga menganut prinsip jual beli dengan

bayar tanggung hanya pada Istishna jual beli tersebut harus melalui pemesanan

terlebih dahulu.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah

lebih lanjut mengenai perjanjian pembiayaan Istishna dalam system perbankan

syariah. Penelaahan ini nantinya akan dilakukan melalui suatu penelitian dengan

judul “Akad Pembiayaan Istishna Pada PT Bank Rakyat Indonesia Syari’ah Cabang

Binjai”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan pokok permasalahan yang

akan diteliti secara lebih mendalam sebagai berikut:

1. Bagaimanakah mekanisme perjanjian pembiayaan Istishna menurut fiqh dan perbankan syari’ah ?

2. Apakah perjanjian pembiayaan Istishna pada Bank BRI Syari’ah Cabang Binjai telah sesuai dengan ketentuan prinsip-prinsip syari’ah ?

3. Apakah yang menjadi kendala pada perjanjian pembiayaan Istishna pada

Bank BRI Syari’ah Cabang Binjai ?

11

(9)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai

dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui mekanisme perjanjian pembiayaan Istishna menurut fiqh dan menurut perbankan syari’ah.

2. Untuk mengetahui perjanjian pembiayaan Istishna pada Bank BRI

Syari’ah Cabang Binjai telah sesuai dengan ketentuan prinsip-prinsip

syari’ah.

3. Untuk mengetahui yang menjadi kendala pada perjanjian pembiayaanIstishna

pada Bank BRI Syari’ah Cabang Binjai ?

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis, yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu

pengetahuan hukum pada umumnya dan terhadap perkembangan hukum perbankan

syari’ah pada khususnya, dan bagi para akademis mengenai penerapan prinsip kafalah

dalam akad pembiayaan pada bank syari’ah. Sedangkan bagi kalangan perbankan,

hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam rangka

meningkatkan pemberian pembiayaan secara teknis berkaitan dengan adad

(10)

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat,

khususnya kepada nasabah penerima pembiayaan pada bank syari’ah khususnya

nasabah Bank BRI Syari’ah Cabang Binjai, agar lebih mengetahui tentang hak dan

kewajibannya dalam Akad PembiayaanAl Istishnayang berdiri sendiri maupunAkad Pembiayaan Murabahah Al Istishna pada bank syari’ah yang diperolehnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan

baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan beberapa

penelitian menyangkut produk bank syari’ah antara lain:

1. Judul Penelitian “Kuasa MenjualDalam Aqad PembiayaanMurabahah, Sebagai

Dasar Hukum Penjualan Barang Jaminan (Studi Pada Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah Gebu Prima Medan) Oleh Hasbullah Hadi, NIM : 077011092. Adapun

yang menjadi pokok Kajian adalah

a. Bagaimanakah isi perjanjian pembiayaan murabahah yang dilaksanakan oleh

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Gebu Prima Medan ?

b. Bagaimanakah kekuatan yuridis dari Akta Kuasa Menjual yang dibuat

mengikuti akta perjanjian pembiayaan murabahah di Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah Gebu Prima Medan?

c. Bagaimanakah proses yang dilakukan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Gebu Prima Medan dalam menjual barang jaminan milik nasabah debitur yang

(11)

2. Judul Penelitian “Penerapan Sistem Jual BeliMurabahah Pada Bank Syariah (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank Negara Indonesia

Syariah Cabang Medan) Oleh : Ridha Kurniawan Adnans, NIM : 057011074.

Adapun permasalahan yang dikaji adalah :

a. Bagaimanakah konsep jual belimurabahahmenurut syariat Islam?

b. Bagaimanakah penerapan sistem jual belimurabahahterhadap pembiayaan

rumah/ properti pada bank BNI Syariah?

c. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem jual

beli murabahah terhadap pembiyaan rumah/ properti pada bank BNI

Syariah?

3. Judul Penelitian “Perjanjian Pembiayaan Murabahah Pada Bank Dengan

Prinsip-Prinsip Syariah Islam” (Penelitian di Bank Syariah Mandiri Medan),

Oleh : Rifki Suryadi NIM : 047011055. Adapun Permasalahan yang dibahas

adalah :

a. Bagaimanakah bentuk dari perjanjian (aqad) pembiayaanmurabahahpada

bank dengan prinsip-prinsip syariah Islam?

b. Bagaimanakah bentuk jaminan dalam perjanjian pembiayaanmurabahah?

c. Bagaimanakah penyelesaian pembiayaan macet yang diikat dengan

(12)

Ketiga penelitian di atas sejauh yang diketahui baik mengenai judul maupun

permasalahan tidak ada kesamaan dengan penelitian ini karena penelitian ini lebih

memfokuskan pada pembiayaan dengan prinsip Al Istishna pada Bank Syari’ah.

Dengan demikian penelitian tentang “Akad Pembiayaan Istishna Pada PT Bank

Rakyat Indonesia Syari’ah Cabang Binjai”, belum pernah dilakukan. Oleh karena itu,

penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat

dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian

yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk

mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Landasan teori

merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori

merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/ logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, defenisi dan proposisi yang disusun secara

sistematis.12

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur,

beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang

(13)

tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), juga simbolis.13Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori ialah: “...pendapat,

cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.”14

Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori

menurut pendapat dari berbagai ahli, dengan rumusan sebagai berikut : “Teori adalah

seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk

memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial

bagi keseluruhan teori yang lebih umum.”15 “Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian,

karena berdasarkan teori tersebut variabel yang bersangkutan memang dapat

mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab”.16

Jadi kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, thesis dari para penulis ilmu hukum di bidang hukum perbankan

syari’ah, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian

ini.17 Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu digunakan sebagai landasan

berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, yaitu

mengenai perjanjian pembiayaan istishna pada lembaga perbankan syariah yang

dalam hal ini didasarkan pada ketentuan Alqur’an dan Hadits serta ketentuan

13

HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto,Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm.21.

14W.J.S.Poerwadarminta,Kamus Umum BahasaIndonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hlm.1055. 15HR.Otje Salman S dan Anton F Sisanto,Op.Cit,hlm 22

16

J.Supranto,Op.Cit,, hlm.192-193.

17

(14)

Peraturan Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor

06/DSN-MUI/IV/2000. Dengan demikian, kerangka teori yang dijadikan sebagai pisau analisis

dalam penelitian ini bila dikaitkan dengan pemberian pembiayaan oleh bank syariah

kepada penerima pembiayaan, merupakan kebijakan perbankan sebagai konsekuensi

semakin tingginya berkembangnya lembaga perbankan syariah di Indonesia.

Berkembang perbankan syariah di Indonesia adalah didasarkan pada

ketentuan syariat Islam yang mengatur berbagai sisi kehidupan masyarakat muslim

termasuk di bidang perekonomian dan perbankan. Tujuan utama Syari’at diturunkan

adalah untuk kemaslahatan (kebaikan) dan mencegah kemafsadatan (kerusakan), syari’at menetapkan ada lima kebutuhan pokok manusia yang harus dilindungi oleh

hukum, yaitu;18 agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan, sehingga Allah SWT

menjadikan risalah Nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil alamiin

sebagaimana tercermin dalam surah Al-Anbiya ayat 107 yang artinya; “Tidaklah kami mengutus engkau, kecuali menjadi rahmat bagi seru sekalian alam”.

Dengan demikian, dapat dipahami Bank Syariah adalah “Bank yang

penentuan harga produknya berdasarkan perjanjian yang berlandaskan aturan hukum

Islam antara bank dan pihak lain (nasabahnya) untuk menyimpan dana atau

penyaluran dana (pembiayaan) usaha atau kegiatan perbankan lainnya.19

Menurut Kamus Hukum arti kata akad adalah perjanjian.20 Ditinjau dari Hukum Islam, perjanjian yang sering disebut dengan akad merupakan

suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih

berdasarkan persetujuan masing-masing. Dengan kata lain akad adalah perikatan

18Daud Rosyid, Indahnya Syari’at Islam, Usamah Press, Jakarta, 2003, hlm 35.

(15)

antara ijab dan kabul secara yang dibenarkan syara’, yang menetapkan persetujuan kedua belah pihak.21

Dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 1, Allah SWT. berfirman yang

menyatakan ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”22 Ahli pentafsir Al-Quran menjelaskan, bahwa makna aqad dalam firman Allah SWT.

tersebut diatas adalah “Aqad (perjanjian) mencakup janji prasetia hamba

kepada Allah, dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan

sesamanya.”23

Berdasarkan firman Allah SWT. tersebut di atas, syariat Islam menetapkan,

bahwa setiap manusia diminta untuk memenuhi aqadnya atau janjinya. Istilah al-aqdu, atau yang dalam literatur Indonesia dikenal dengan istilah aqad, makna dan esensi dasarnya dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUH Perdata. ”Istilah verbintenis yang dalam bahasa Belanda berarti mengadakan perjanjian.”24 Sedangkan istilah aqad menurut Atabik Ali dan A.Zuhdi Muhdlor dalam bahasa Indonesia adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu: “...dari akar kata

`aqada, yang berarti mengikat, menyimpulkan, dan menggabungkan.”25 Kemudian kata `aqadasebagai kata kerja berubah menjadi kata benda, dan disebut dengan lafal

al-aqdu. “al `aqdu artinya adalah persepakatan, perjanjian, atau kontrak.”26 Selanjutnya para ahli fiqh memberikan rumusan pengertian aqad sebagai

berikut ”Para ahli hukum Islam (jumhur ulama) memberikan defenisi akad sebagai

21

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqi,Pengantar Fiqh Muamalat, Cetakan Pertama Edisi Kedua, Pustaka Rizki Putra, Semarang: 1997, hlm. 28.

22Al-Quran Dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, Jakarta, 1971,

hlm.156.

23Ibid.

24Yan Pramadya Puspa,

Op.Cit,hlm.861.

25Atabik Ali dan A.Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Multi Karya Grafika,

Jogyakarta, 1998, hlm.1305.

(16)

pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan olehsyara` yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.”27

Pengertian akad atau perjanjian menjelskan bahwa dalam hukum perikatan

Islam titik tolak yang menjadi essensi dasar terjadinya suatu perikatan adalah adanya

unsur ikrar (ijab dan kabul) dalam setiap transaksi. Karena apabila dua janji antara

para pihak telah disepakati, kemudian dilanjutkan dengan ikrar (ijab dan kabul), maka

terjadilahaqdu (perikatan). Berdasarkan essensi dasar ini, maka dapat dilihat, bahwa kesepakatan kedua belah pihak yang ada dalam ijab dan kabul adalah menjadi syarat

utama sahnya suatu perjanjian.

Selanjutnya akad atau kontrak berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan

atau simpulan baik ikatan yang nampak (hissyy) maupun tidak nampak (ma’nawy). Kamus Al-Mawrid, menterjemahkan al-‘Aqd sebagai contract and agreement atau kontrak dan perjanjian.28 M. Hasballah Thaib mengatakan secara terminologi fiqh akad didefinisikan dengan pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul

(pernyataan perimaan ikatan) sesuai dengan kehendak yang berpengaruh pada objek

perikatan.29

Sedangkan akad atau kontrak menurut istilah adalah suatu kesepakatan

atau komitmen bersama baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua pihak

atau lebih yang memiliki implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya.30 Subhi Mahmasaniy mengartikan kontrak sebagai ikatan atau hubungan di antaraijab

danqabulyang memiliki akibat hukum terhadap hal-hal yang dikontrakkan.31

27Gemala Dewi dkk,Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.45-46. 28Rahmani Timorita Yulianti, Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syari’ah,

Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 1. Juli 2009. Fayruz Abadyy Majd al-Din Muhammad Ibn Ya’qub. al-Qamus al-Muhit, jilid 1. Beirut : D Jayl, hlm. 327.

29

M. Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) dalam Fiqh Islam dan Praktek di Bank Sistem Syari’ah, PPS, USU, Medan, 2005, hlm. 1.

30

(17)

Sementara itu, pengertian akad menurut Ahmad Azhar Basyir adalah suatu

perikatan antaraijabdankabuldengan cara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan akibat-akibat hukum. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, dan kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.32 Dalam hukum Islam istilah kontrak tidak dibedakan dengan perjanjian,

keduanya identik dan disebut akad. Sehingga dalam hal ini akad didefinisikan sebagai

pertemuan ijab yang dinyatakan oleh salah satu pihak dengan kabul dari pihak lain secara sah menurut syara’ yang tampak akibat hukumnya pada obyeknya.33 Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kontrak merupakan

kesepakatan bersama baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau lebih

melalui ijab dan qabul yang memiliki ikatan hukum bagi semua pihak yang terlibat

untuk melaksanakan apa yang menjadi kesepakatan tersebut.

Sehubungan dengan pengertian Hukum Kontrak dalam literatur Ilmu Hukum,

terdapat berbagai istilah yang sering dipakai sebagai rujukan di samping istilah

”Hukum Perikatan” untuk menggambarkan ketentuan hukum yang mengatur

transaksi dalam masyarakat. Ada yang menggunakan istilah ”Hukum Perutangan”,

”Hukum Perjanjian” ataupun ”Hukum Kontrak”. Masing-masing istilah tersebut

mempunyai artikulasi yang berbeda satu dengan lainnya.34Istilah hukum perutangan biasanya diambil karena suatu transaksi mengakibatkan adanya konsekuensi yang

berupa suatu peristiwa tuntut-menuntut.35

32

Ahmad Azhar Basyir,Azas-azas Hukum Muamalah, UII Press, Yogyakarta, 2004 hlm. 34.

33

Syamsul Anwar, Kontrak dalam Islam, makalah disampaikan pada Pelatihan Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Di Pengadilan Agama. Kerjasama Mahkamah Agung RI Dan Program Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2006 hlm.7.

34

Gemala Dewi dkk Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 1.

35Bandingkan dengan pengertian perikatan menurut Subekti yaitu, suatu pehubungan hukum

(18)

Lebih lanjut M. Hasballah Thaib mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya

aqad harus dilaksanakan sesuai dengan kehendak yang artinya bahwa seluruh

perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah apabila tidak

sejalan dengan hukum syara’ dan akibat dari aqad tersebut terjadi perpindahan

kepemilikan dar suatu pihak (yang yang melakukan hijab) kepada pihak lain (yang

menyatakan qabul).36

Hasballah Thaib merumuskan, bahwa ada 8 syarat umum yang harus dipenuhi

oleh suatu akad yang dilakukan oleh para pihak. Adapun syarat – umum suatu akad

itu ialah :

1) Pihak-pihak yang melakukan akad itu telah cakap bertindak hukum (mukallaf).

2) Obyek akad itu diakui oleh syara`.

3) Akad itu tidak dilarang olehnash(ayat atau hadis)syara’.

4) Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait dengan akad itu.

5) Akad itu bermanfaat.

6) Pernyataan ijab tetap utuh sampai terjadinya kabul. 7) Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis. 8) Tujuan akad itu harus jelas diakui olehsyara`.37

Sedangkan Gemala Dewi dkk dalam bukunya menyimpulkan, bahwa ada tiga

unsur pokok yang harus ada dalam suatu aqad atau perjanjian yaitu:38 a) Pertalian ijab dan qabul.

b) Dibenarkan olehsyara`.

c) Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya.

Dari pengertian dan penjelasan tersebut jelaslah bahwa dalam melaksanakan

aqad tersebut tidak terlepas dari adanya rukun aqad yang terdiri atas (1) Pernyataan

36M. Hasballah Thaib,Op.Cit., hlm.1. 37Ibid.hlm.11-12.

(19)

untuk mengikatkan diri (sighat al ‘aqad), (2) Pihak-pihak yang beraqad ( al-muta’aqidain) dan (3) Objek aqad (al-ma’qud ‘alaihi).39Sighat al ‘aqad merupakan rukun akad yang terpenting dan paling esensial, karena melalui pernyataan inilah

diketahui suatu maksud setiap pihak melakukan akad yang diwujudkan melalui ijab

kabul.

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan pembiayaan yang dijalankan

oleh Bank Syariah dapat diketahui bahwa akad pembiayaan tersebut termasuk dalam

bentuk kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang

berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu. Sesuai dengan sifatnya berdasarkan Syariah, maka

produk-produk Bank Syariah tidak sama dengan produk-produk-produk-produk Bank Konvesional,

walaupun beberapa produk harus diakui mengadopsi produk bank konvensional yang

dicari landasan hukumnya dalam sumber hukum Islam.

Sedangkan penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank yang

berdasarkan prinsip syari’ah juga sesuai dengan syari’ah Islam. Sumber penentuan

harga atau pelaksanaan kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah juga sesuai dengan

prinsip syariah dasar hukumnya adalah Alquran, dan Sunnah Rasul. Bank

berdasarkan prinsip syari’ah bunga adalah Riba.40

39Ibid. hlm 2.

(20)

Mandala Manurung dan Prathama Rahardja mengemukakan bahwa terdapat

tiga prinsip pokok perbankan syariah yaitu:

1. Orientasi Produktivitas

Beberapa aspek yang tercakup dalam prinsip ini adalah:

a) Modal dan sumber daya dikerahkan untuk produksi dan distribusi yang menghasilkan kesejahteraan.

b) Tidak diperkaankan adanya modal dan sumber daya yang tidak terpakai; Dari aspek-aspek di atas dapat dikatakan bahwa lembaga keuangan syariah sekalipun berorientasi kesejahteraan, namun tidak mempermasalahkan motivasi memperoleh laba.

2. Keadilan.

Dalam rangka keadilan, maka penerapan bunga diharamkan. Sedangkan investasi dilakukan dengan prinsip berbagi resiko. Kesucian dari kontrak/akad harus terjaga, dimana transparansi dan keterbukaan antara kedua belah pihak sangat penting untuk mengurangi resiko akibat informasi yang tidak sama dan kecurangan–kecurangan(moral hazard).

3. Investasi yang halal.

Tidak diperbolehkan melakukan investasi disektor-sektor yang diharamkam seperti : minuman keras, perjudian, pelacuran, dan lain-lain juga tidak diperbolehkan investasi untuk kegiatan spekulasi.41

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa seperti halnya pada bank

Konvensional, bank syari’ah dalam menjalankan operasionalnya juga

melakukan berbagai bidang usaha berdasarkan prinsip syari’ah. Demikian

juga dalam menyalurkan dana kepada masyarakat yang dilakukan dalam

bentuk pembiayaan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian yang dikenal dengan

akad.

Salah satu dari produk penyaluran dana pembiayaan oleh bank syrai’ah yang

diwujudkan dalam bentuk akad adalah istishna’. Istishna merupakan transaksi jual

(21)

beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan

persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan

kesepakatan.42 Landasan Syari’ah dari akad istishna adalah Al-Qur’an Surat Al Baqarah ayat 282 yang artinya: “wahai orang-orang yang beriman jika kalian berhutang dengan sebuah hutang dengan waktu yang telah di tentukan, maka

tuliskanlah hutang tersebut…”. Sedangkan dari Hadits didasarkan pada yang artinya

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal

atau menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf) dan salah satu hadits lainnya yang artinya “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain” (HR, Ibnu Majah, Daraquthni, dan yang lain dari Abu Sa’id al- Khudri).43 Produk pembiayaan ini diantaranya adalah pembiayaan jual- beli Istishna. Beberapa pengertianIstishnaantara lain:

1. Istishna menurut Fiqh adalah jual beli dalam bentuk pemesanan, pembuatan

barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara

pemesan (pembeli) dan penjual (Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor

06/DSN-MUI/IV/2000).

2. Istishna menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan, pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan

(22)

tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan (PBI

Nomor 7/46 pasal 1 butir 9).

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwaBai’ Istishnaadalah transaksi jual beli dengan pesanan, dimana pihak pembeli memesan suatu barang kepada pihak penjual

untuk dibuatkan baginya, dan mengenai pembayarannya dapat dilakukan dimuka

sekaligus, bertahap sesuai dengan progress pengerjaan, atau malah dicicil dalam jangka panjang, semua dapat diatur sesuai dengan perjanjian.

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan definisi operasional dari intisari objek penelitian yang

akan dilaksanakan. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari

perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu

dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau

definisi operasional sebagai berikut :

1. Akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul

(pernyataan perimaan ikatan) sesuai dengan kehendak yang berpengaruh pada

objek perikatan.44

2. Pembiayaan adalah suatu bentuk perjanjian penyediaan dana yang didasarkan

pada ekonomi Islam (prinsip syariah), yang salah satu prinsipnya

melarang/mengharamkan adanya riba (bunga) apa pun bentuknya.

3. Istisnna adalah Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang

berdasarkan persyaratan serta kriteria tertentu, sedangkan pola pembayaran

(23)

dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan (dapat dilakukan di depan atau

pada saat pengiriman barang).45

4. Bank Syari’ah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan

Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.46

5. Bank BRI Syari’ah adalah salah satu bank umum yang menjalankan usaha

Syari’ah.

G. Metode Penelitian

Penelitian menurut Ronny Hanitijo Soemitro, penelitian merupakan kegiatan

yang menggunakan penalaran empirik dan atau non empirik dan memenuhi

persyaratan metodologi disiplin ilmu yang bersangkutan.47

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini melakukan analisis secara sistimatis sehingga dapat lebih mudah

untuk difahami dan disimpulkan. Biasanya, penelitian deskriptif seperti ini

menggunakan metode survei.48 Dikatakan deskriptif, maksudnya dari penelitian ini

diharapkan dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh dan sistimatik mengenai

pembiayaan pada bank syariah. Sedangkan analisis dilakukan terhadap berbagai

45

Bank Indonesia, Istilah Populer Perbankan Syariah www.bi.go.id, Diakses September 2011

46Pasal 1 angka 7, Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

47Ronny Hanitijo Soemitro,Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm. 2. 48

(24)

aspek hukum yang mengatur tentang Akad Pembiayaan Istishna’ pada Bank Rakyat

Indonesia Syari’ah Cabang Binjai.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian

dengan metode penulisan dengan pendekatan pendekatan yuridis empiris untuk

menganalisa berbagai peraturan tentang pembiayaan berdasarkan bagi hasil pada

bank syariah, sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum

yang dilihat dari perilaku masyarakat dalam kehidupan masyarakat, selalu

berinteraksi dan berhubungan dengan aspek kemasyarakatan. Berbagai temuan dari

lapangan yang bersifat individual, kelompok yang akan dijadikan bahan utama dalam

mengungkapkan permasalahan yang diteliti dengan berpegang pada ketentuan yang

normatif.

3. Sumber data

Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari sumbernya dengan

melakukan penelitian lapangan (field research) melalui wawancara guna akurasi

terhadap hasil penelitian yang dipaparkan, yaitu wawancara langsung dengan nasabah

dan pejabat Bank Rakyat Indonesia Syari‘ah Cabang Binjai yang dalam penelitian ini

(25)

Sumber-sumber data dalam penelitian ini juga difokuskan pada data

kepustakaan mengingat penelitian yang dilakukan merupakan penelitian normatif.

Sumber data kepustakaan diperoleh dari :

a) Bahan hukum primer yang bersifat mengikat terdiri dari :

1) Norma atau kaidah dasar

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

4) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perbankan syariah.

5) Aqad pembiayaan musyarakah pada Bank Rakyat Indonesia Syari‘ah

Cabang Binjai

b) Bahan hukum sekunder, antara lain buku yang membahas tentang bank

syariah, akad/perjanjian, pembiayaan dengan sistim bagi hasil dan akad

pembiayaan Istishna pada bank syariah serta asil-hasil penelitian,

laporan-laporan, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang

relevan dengan penelitian ini.

c) Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan

yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan

sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah serta

ilmu pengetahuan lainnya yang dapat dipergunakan untuk melengkapi atau

(26)

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau

doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang

berhubungan dengan objek telah penelitian ini, yang dapat berupa peraturan

perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya. Di samping itu, juga dilakukan

penelitian lapangan (Field Research), dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan cara wawancara para responden dan informan dalam penelitian ini.

5. Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka

alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Studi Dokumen yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen yaitu tentang

perikatan dalam Islam, bank syari’ah dan pembiayaan syari’ah yang

merupakan dokumen sebagai sumber informasi secara teori.

b. Wawancara49 dengan menggunakan pedoman wawancara (interview quide)50. Wawancara dilakukan terhadap responden dengan menggunakan pedoman

wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara ini dilakukan

49Herman Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm. 71, yang menyatakan wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara, yaitu pewawancara (interviewer), responden (interview) informasi dalam wawancara, yaitu pewawancara (interviewer), responden (interview) pedoman wawancara, dan situasi wawancara.

50

(27)

dengan cara terarah maupun wawancara bebas dan mendalam (depth interview).

5. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara

kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Analisis data kualitatif

adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa

yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang

nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.51

Pengertian di analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan

penginterpretasian secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara

berfikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan

penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara

perspektif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan

permasalahan yang diteliti.52 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

1) Calon nasabah mengajukan pembiayaan kemudian pihak bank melakukan pengecekan atas dokumen dokumen nasabah, lalu kemudian pihak bank mensurvei dan melakukan

Bentuk pembiayaan perbankan berdasarkan prinsip syariah antara lain adalah : berdasarkan prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati

61 Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah menurut Pasal 1 angka 13 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam

Penelitian ini dilakukan untuk merumuskan model yang tepat untuk nasabah tabungan di Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Sumatera Utara sehingga dapat

Adalah pembiayaan untuk modal usaha dengan modal sebagian dana bank, sedangkan bertanggung jawab melaksanakan kegiatan usaha, untuk keuntungan bagi hasil atas

Tujuan penulisan ini untuk mengetahui penerapan akad Murabahah pada pembiayaan KPR Syariah. Sifat – sifat dasar kepemilikan dari sistem ajaran Islam yang biasa dikenal dengan

Pada PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mitra Harmoni Semarang pada praktenya, ada tiga pihak yang terlibat dalam proses pembiayaan multi jasa dengan akad ijarah,

Pelaksaan pembiayaan KUR Mikro iB di Bank BRI Syariah KCP Kebumen menggunakan akad murabahah bil wakalah yaitu akad jual beli dengan ketentuan bank mewakilkan