• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Kajian Semantik Ilm al Dal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ruang Lingkup Kajian Semantik Ilm al Dal"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

Ruang Lingkup Kajian Semantik

Kajian semantic tidak hanya menjangkau bidang dalam tataran linguistic, tetapi juga mencakup bidang yang lebih luas di luar tataran linguistic. Namun bahasan ini, hanya akan memfokuskan pada bidang linguistic.

Makna dapat dianalisis melalui struktur dalam pemahaman tataran bahasa, baik dalam lingkup fonologi, morfologi maupun sintaksis. Dan bagaimana sikap para linguis Arab pra Al-Zamakhsyari dalam menekuni kajian ini, penulis akan menampilkan tokoh linguis Arab yang bisa mewakili tokoh-tokoh linguis lainnya. Tokoh yang dimaksud adalah Abu Al-Fath Utsman Ibn Jinni (321-392 H). kajian makna baik dalam lingkup fonologi, morfologi, maupun sintaksis yang dilakukan Ibn Jinni, dapat kita tangkap dalam buku Al-Khashaish pada:

ا باب ةيونعملا ةعانصلاو ةيظفللا ةللادل

Adapun yang akan diuraikan adalah sebagai berikut:

1. Makna dalam lingkup fonologi

Fonologi sebagai salah satu kajian linguistic adalah suatu ilmu yang mengkaji fungsi bunyi-bunyi dalam bahasa tertentu yang dapat membedakan makna suatu kata dengan lainnya. Makna fonologis ini bisa berbentuk fonem, stress (nabr), atau intonasi (tanghim).

Ada beberapa pendapat tentang apa itu fonem? Namun secara garis besar dapat disimpulkan, fonem adalah:

ةملكلا ىنعم اهب زيمتي ةيتوص ةدحو رغصأ

Unit bunyi terkecil yang dapat membedakan arti kata

Fonem-fonem itu memang tidak memiliki makna, namun ia dapat membedakan makna suatu kata dengan lainnya. Dan untuk mengenai apakah bunyi itu merupakan satuan bunyi atau fonem yang sama atau bukan yang dapat membedakan makna kata, biasanya diadakan

kontras dua kata dengan minimal fair (يرغص ةيئانث), umpamanya: - باط dikontraskan dengan بات

(2)

2 - رب dikontraskan dengan رب

Apa yang membedakan makna kata-kata yang dikontraskan di atas? Jelas karena pada:

- Kata باط ada bunyi ءاط dan pada kata بات ada bunyi ءات

- Kata ملأ ada bunyi ةزمه dan pada kata ملع ada bunyi نيع

- Kata رب ada bunyi ةحتف dan pada kata رب ada bunyi ةرسك

Melihat perbedaan makna kata-kata yang dikontraskan di atas, jadi bunyi ءاط adalh fonem sendiri yang berbeda dengan fonem ءات, bunyi نيع fonem sendiri yang berbeda dengan fonem ةزمه, begitu juga

bunyi fathah (a) adalah fonem sendiri yang berbeda dengan bunyi kasrah (i). ketika kita mengucapkan ungkapan:

هنسح نم –

همرك نم –

ضعب نم ه

Jelas ada perbedaan pengucapan bunyi nun (ن) pada ketiga ungkapan di atas, namun perbedaan pengucapan itu tidak merubah makna

ketiga نم di atas, karena ketiga ragam bunyi nun tadi masih dalam lingkup satu satuan bunyi atau fonem. Perbedaan bunyi yang terjadi hanya merupakan alophon.

Begitu juga ketika kita mengucapkan kata جرخأ umpamanya, dengan

memberi tekanan pada suku kata pertama yaitu ـخأ, sementara orang

lain memberi tekanan pada suku kata kedua yaitu جرـ, makna kata di atas tidak berubah. Jadi tekanan bunyi pada kata atau stress (Inggris) dan nabr (Arab), bukan merupakan fonem yang dapat membedakan arti kata dalam bahasa Arab.

(3)

3

Namun demikian, stress (nabr) dalam bahasa Arab secara factual itu ada dalam pemakaian bahasa sehari-hari, hanya tidak merupakan fonem yang dapat membedakan arti kata. Dan akan lucu bila seseorang berbicara dalam bahasa Arab, tetapi tidak memperhatikan pengucapan stress di dalamnya.

Untuk mengetahui di mana letak stress pada suatu kata dalam bahasa

Arab, perlu diketahui dulu jenis syllable (عطقم) atau suku kata dalam bahasa Arab. Dan dengan mengetahui jenis suku kata dalam bahasa Arab, kita akan dapat membedakan antara kata bahasa Arab dengan kata yang bukan bahasa Arab. Ada lima jenis syllable atau maqtha’ dalam bahasa Arab fusha, yaitu:

a. CV (ح ص) seperti ب

b. CVV (ح ح ص) seperti بت

c. CVC (ص ح ص) seperti يف

d. CVVC (ص ح ح ص) seperti نيع

e. CVCC (ص ص ح ص) seperti تنب

(C=consonant; V=vocal; ص=حيحص/فرح; ح=فرح)

Untuk membedakan letak nabr (stress) dalam suatu kata, para ahli berbeda pendapat. Sebagai contoh, menurut Ibrahim Anis, letak nabr (stress) dalam suatu kata bahasa Arab bisa dilihat dari jenis suku kata atau syllable paling akhir dari kata itu. Bila suku kata terakhir itu berupa jenis keempat atau kelima (cvvc atau cvcc), maka disitulah

letak nabrnya. Contoh kata نيعتسن dan رقتسم nabr-nya pada suku

kata نيع dan رق.

Apabila suku kata terakhir bukan dari jenis keempat atau kelima, lihat suku kata sebelum akhir, apabila ia berupa jenis kedua atau ketiga (cvv

(4)

4

Apabila suku kata sebelum akhir bukan dari jenis kedua atau ketiga, artinya jenis pertama (cv), maka perhatikan lagi suku kata sebelumnya. Bila dari jenis pertama juga, maka letak nabr-nya ada

pada suku ketiga dari akhir, seperti kata سلج nabr-nya pada suku

kata ـج, dan kata عمتجا, nabr-nya pada suku kata ـت.

Sementara Brocklmann (linguis Jerman) berpendapat, nabr atau stress dalam bahasa Arab, bisa diketahui dengan cara menelusuri jenis syllable pada suatu kata dari belakang ke depan. Kapan kita menemui suku kata atau syllable panjang yaitu jenis kedua, ketiga, keempat, atau kelima dalam kata itu, maka disitulah nabr-nya. Dan bila tidak ditemui syllable panjang pada kata tersebut, berarti nabr-nya ada pada suku kata pertama dari depan kata itu. Contoh:

- لتاقي nabr-nya pada suku kata اق

- عمتجي nabr-nya pada suku kata ـجي

- بتك nabr-nya pada suku kata ـك

Namun satu hal yang perlu kita ketahui adalah bahwa nabr atau stress itu ada dalam bahsa Arab, hanya saja nabr itu bukan merupakan fonem yang dapat membedakan makna suatu kata dari lainnya.

Dan bagaimana kajian Ibn Jinni tentang makna fonologi, morfologi dan sintaksis? Seperti disebutkan di atas, Ibn Jinni tidak menyebut kata fonem, morfem, atau sintaksis, namun maksud dari ungkapannya al-dilalah al-lafzhiyah wa al-shina’iyyah wa al-ma’nawiyah dalam uraiannya sama seperti yang dimaksud para linguis kontemporer dengan makna fonologi (fonem, stress dan intonasi), makna morfologi dan makna sintaksis. Tentang fonem ia mengatakan:

هردصم ىلع هظفل ةللادو ماق ىلإ ىرت لاأ

(5)

5

bila salah satu unsur satuan bunyinya diganti dengan satuan bunyi yang lain, bunyi qaf umpamanya diganti dengan shad sehingga menjadi ماص jelas artinya akan berubah, karena ada fonem yang berbeda pada kedua kata itu. Di tempat lain Ibn Jinni mengatakan:

ةاقرم ةجردللو ،ةاقرم ملسلل مهلوق كلذ نمو

Di sini Ibn Jinni menjelaskan bahwa harakat (vocal) dapat membedakan makna kata. Perbedaan makna dua kata di atas hanya karena kata yang pertama huruf mim-nya dibaca kasrah (i), dan kata yang kedua huruf mim-nya dibaca fathah (a).

Sedangkan masalah stress atau nabr Ibn Jinni tidak membahasnya dengan pengertian bahwa nabr itu adalah tekanan salah satu syllable dalam kata secara jelas. Namun dari bahasannya dapat disimpulkan dengan adanya “memanjangkan sebagian harakat kata”, yang menurut istilah beliau ةكرحلا للطم.

Selain itu, salah satu kajian bahasa kontemporer adalah intonasi atau tanghim. Intonasi memang hanya dapat dalam bahasa lisan, dan dalam bahasa tulis sulit diketahui tanpa mengetahui tujuan dari si penulis melalui petunjuk-petunjuk yang terkandung dari kontek kalimat. Contoh ungkapan: ةعماجلا هذه يف بلاط وه.

Kalimat tadi bisa berubah-ubah maknanya, tergantung bagaimana mengucapkannya. Pertama, berbentuk uslub khabari (pola kalimat berita), kalau diucapkan dengan suara datar, sehingga maknanya “ia mahasiswa di universitas ini”. Kedua, berbentuk uslub ta’ajjubi atau istihja’I (pola kalimat kekaguman atau penghinaan), bila diucapkan dengan nada lebih tinggi dari pola kedua disertai perubahan raut muka atau mimic, sehingga maknanya “ah, masa, ia mahasiswa di Universitas ini?”.

Contoh lain dari intonasi (tanghim) ini adalah kalimat:

(6)

6

Kalimat di atas akan mempunyai makna yang berbeda-beda, bila

diucapkan dengan intonasi yang berbeda-beda pula. Pertama, kata ريخ diucapkan dengan nada tinggi, dan kata ام diucapkan dengan nada rendah, maka kalimat di atas berbentuk kalimat positif yang berarti “segala sesuatu yang ada pada Allah itu baik bagi orang-orang yang bajik”. Kedua, kata ريخ diucapkan dengan nada rendah, dan kata ام diucapkan dengan nada tinggi, maka kalimat di atas menjadi kalimat negatif yang berarti “tidak ada balasan baik dari Allah, untuk orang -orang yang bajik”.

2. Makna dalam lingkup morfologi

Morfologi adalah bagian linguistic yang mempelajari morfem. Morfologi mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk dan klasifikasi kata-kata. Dalam ilmu bahasa Arab, morfologi ini adalah sharf, meskipun ada perbedaan sedikit antara keduanya. Secara definitive morfologi adalah:

ام ةغل يف ىنعم تاذ ةيوغل ةدحو رغصأ “Unit bahasa terkecil yang memiliki makna”

Kalau kita perhatikan contoh-contoh di bawah ini:

-:برض برضي

براض بورضم

Kita akan mendapatkan arti kata-kata di atas sebagai berikut:

Kata برض sebagai kata dasar, menunjukkan peristiwa pemukulan yang telah terjadi di masa lampau.

Kata برضي di samping menunjukkan peristiwa pemukulan, ia mengandung arti peristiwa yang sedang atau akan terjadi, serta pelakunya orang ketiga tunggal dan lelaki (mudzakkar). Tambahan arti waktu sedang atau akan dan pelakunya orang ketiga tunggal

mudzakkar, ditunjukkan oleh adanya tambahan ةعراضملا ءاي.

(7)

7

kasrah. Sedangkan kata برضي di samping memiliki arti dasa برض, mengandung arti obyek pelaku yang ditunjukkan oleh tambahan huruf mim dan waw. Jadi, kalau kita amati kata-kata برضي– براض –بورضم, masing-masing terdiri atas dua unit bahasa yang mempunyai arti atau morfem , yaitu morfem dasar disebut dengan morfem bebas (free morpheme/morfem hurr) dan morfem tambahan yang disebut dengan morfem terikat (bound morpheme/morfem muqayyad).

Morfem terikat terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Derivasional Morpheme (morfem isytiqaqi) yaitu morfem berupa tambahan atau perubahan pada fi’il mujarrad.

لتق لتتقا ،لتاق ،لتقي :

ملع ملاع ،ملعأ ،ملعت :

b. Inflecting Morpheme (morfem I’rabiy) yaitu morfem yang terkait erat dengan masalah nahwu.

لعفلا terdiri atas tiga morfem yaitu:

a) Morfem hur : بتك

b) Morfem Isytiqaqi : tambahan ةعراضملا ءاي

c) Morfem I’rabiy : tambahan نا

3. Makna dalam lingkup sintaksis

Dalam kajian linguistic, sintaksis adalah juga merupakan gramatika, sama dengan morfologi. Bedanya, kalau morfologi mengkaji hubungan gramatikal di dalam kata itu sendiri, sementara sintaksis mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, yaitu dalam satuan yang kita sebut kalimat.

(8)

8

a) Jumlah Khabariyah (kalimat berita) ada yang positif (itsbat), negatif (nafy) dan penegasan (ta’kid).

b) Jumlah Insya’iyah (kalimat nonberita) ada yang berbentuk kalimat

permohonan (ةبلط), kalimat bersyarat (ةيطرش), dan kalimat

ungkapan rasa (ةيحاصفا).

Bentuk-bentuk kalimat di atas dan makna yang terkandung di dalamnya tentu diakibatkan oleh bentuk-bentuk kata yang dipasang dalam kalimat tersebut, perubahan i'rab, atau intonasi yang diucapkan si penutur kalimat. Namun tidak selamanya bahwa bentuk kata (mabna sharfi), akan menunjukkan makna dari bentuk kata tersebut, karena makna kalimat tidak hanya tergantung kepada bentuk kata yang digunakan, namun harus dilihat juga dari kontek kalimat. Umpamanya kalimat:

سمأ ةرضاحملا يف دلاخ رضحي مل

لاهس هتدجو باتكلا اذه تأرق اذإ

Dua kalimat di atas, yang pertama menggunakan fi’il mudhari’ dan yang kedua menggunakan fi’il madhi, namun masing-masing tidak menunjukkan sesuai dengan fungsinya sebagaimana bentuk sharfinya. Fi’il mudhari pada kalimat pertama menunjukkan masa lampau, karena terdapat dalam kalimat negative (jumlah manfiyah), dan fi’il madhi pada kalimat kedua menunjukkan masa yamg akan dating, karena terdapat dalam kalimat bersyarat (jumlah syarthiyah).

Perubahan makna kalimat juga seperti disebutkan di atas adalah karena perubahan I’rab. I’rab yaitu perubahan akhir kata, baik berupa harakah atau berupa huruf, sesuai dengan jabatan kata dalam suatu kalimat. I’rab berfungsi sebagai pembeda antara jabatan suatu kata dengan yang lain, yang sekaligus dapat merubah pengertian kalimat tersebut. Contoh:

يخأ ٌلتاق اذه

(9)

9

Dua kalimat tersebut sangat berbeda sekali artinya, hanya karena

perbedaan bunyi akhir kata Qatil (لتاق). Yang pertama dibaca tanwin serta kata setelahnya menjadi maf’ul bih, dan yang kedua tidak dibaca tanwin (diidhafahkan). Maka kalimat pertama berarti “orang ini akan membunuh saudaraku”, sedangkan kalimat kedua artinya “orang ini adalah pembunuh saudaraku”.

Perubahan dalam I’rab ini akan berdampak serius bila terjadi pada ungkapan atau ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan akidah. Contoh-contoh berikut bisa dijadikan bukti:

ءيرب الله نإ هلوسرو نيكرشملا نم

Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.

Bila kata هلوسرو pada ayat di atas dibaca هلوسرو dengan dibaca

majrur karena mengikuti kata sebelumnya (نيكرشملا) atau menjadi ma’thuf, maka terjemahan ayat di atas akan menjadi “Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasul-Nya”. Ini kesalahan yang sangat fatal akibat I’rab.

Ibn Jinni menambahkan bahwa perlu dibedakan antara istilah fa’il (subyek) dan maf’ul bih (obyek) dalam konteks nahwu dan makna keduanya dalam konteks leksikal. Menurut ulama nahw لعاف mesti dibaca rafa’ dan هب لوعفم mesti dibaca nashab. Tetapi fa’il menurut arti hakiki atau menurut arti leksikal tidak mesti dibaca rafa’ seperti dalam contoh:

ماق اديز نإ

ديز مايق نم تبجع

(10)

10

pelaku atau لعاف. Begitu juga dengan maf’ul bih, menurut arti hakiki atau arti leksikal, tidak mesti dibaca nashab seperti dalam contoh:

ديز برض

Kata ديز pada kalimat di atas dibaca rafa’, padahal secara hakiki, ia sebagai objek penderita atau maf’ul bih.

Begitulah Ibn Jinni menguraikan makna dalam lingkup sintaksis atau dalalah nahwiyah.

Beberapa Teori tentang Ruang Lingkup Kajian Semantik

Trier

لوقحلا ةيرظنو ريارت

تمدق دقو .ةلماكتم ةيرظن اهجارخإو ةيللادلا لوقلحا ةيرظن ةرولب في ريارت نيالملأا لىإ لضفلا دوعي

:ةمهلما تلاوقلما نم اددع ةيرظنلا هذه

اهلثتم طباترلا ةقيثولا ميهافلما نم تاعوممج نم نيبم مجعلما

هذهو .تادرفلما نم تاعوممج

ينعُتو ددتح لقح لك لخاد تاملكلا نياعمو .صخلأا لىإ معلأا نم جردتت ةيموهفلما تاعوملمجا

.لقلحا في ىرخأ تادرفم نم اهكراشي ام ىلع ءانب

:اهم نيرصنع نم نّوكم ليلاد لقح ّلك

( يموهفم :لَّولأا ـ

Conceptual Field

.)

( يمجعم :نياثلاو ـ

Lexical Field

لولأا ةحاسم يطغي )

سبلام ةينآ ةبارق ةيموهفم لوقح

بوث ردق بأ

ةيمجع

م ت

ادرف

م

فطعم نحص دج

ءادر سأك خأ

رازإ ةيداب تخأ

ءاذح ةساط مع

ةمامع ريز لاخ

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

15

.ءاونلأا باتك ،تابنلا باتك ،تارشلحا باتك ،ناسنلإا قلخ باتك ،ليلخا باتك ،لبلإا باتك

ايئابفلأ وأ ايتوص ةبترم مجاعم لكش في ةيبرعلا مجاعلما فيلأت رولبت ليبقو

ددع رهظ كلذك هدعبو

ةغللا ئدابم ،عاركل دّجنُلما ،ديبع بيلأ فنصلما بيرغلاك :نياعلما بسح ةبترلما مجاعلما نم

،هديس نبلا صصخلما .بيادجلأا نبلا ظفحتلما ةيانَّو ظفلتلما ةيادب ،بيلاعثلل ةغللا هقف ،فياكسلإل

.ةغللا هقف في حاصفلإاو

DAFTAR PUSTAKA

Al-Tawwab, Ramadhan Abd. Al-Madkhal ila Ilm Lughah wa Manahij al-Bahts al-Lughawiy. Kairo: Maktabah al-Khanji, 1982. Cet. I.

Hilmi Khalil. Al-Ta’rif bi ‘Ilm al-Lughah. Kairo: Al-Hai’ah al-Mishriyah al-‘Ammah, 1979.

HS, Moh. Matsna. Orientasi Semantik Al-Zamakhsyari. Jakarta: Anglo Media, 2006.

Referensi

Dokumen terkait