TUGAS MATA KULIAH OBSTERIK
KOMPLIKASI NIFAS (GANGGUAN
TRAKTUS URINARIA)
Disusun oleh :
Nama
: Nita Aquarista
NIM
: P07124115 028
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah untuk mata kuliah Obstetrik dengan judul “Komplikasi Nifas
(Gangguan Traktus Urinaria) ini telah disahkan pada :
Hari
:
Tanggal
:
Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufk dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah untuk mata kuliah Obstetrik yang berjudul “Komplikasi Nifas (Gangguan Traktus Urinaria) ini dengan baik dan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami tentang gangguan pada traktus urinaria (saluran perkemihan).
Harapan kami makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Mataram, 04 Maret 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Traktus Urinaria2
2.2 Contoh Gangguan Traktus Urinaria 3
A. Retensio Urine 3
B. Inkontinensia Urine 4 C. Infeksi Saluran Kemih 5
2.3 Diagnosis dan Penatalaksanaannya 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 10
3.2 Saran 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah melahirkan plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 (enam) minggu (Sarwono : 2006).
Pada masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan khususnya bidan untuk melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan berlanjut pada komplikasi nifas. Salah satunya akan dibahas pada makalah ini yakni gangguan pada traktus urinaria (sistem perkemihan).
Gangguan traktus urinaria ini disebabkan oleh banyak hal yang nantinya akan dibahas dalam pembahasan selanjutnya. Traktus urinaria sendiri merupakan sebutan lain dari sistem perkemihan yang di dalamnya termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
1.2. Rumusan Masalah
a) Bagaimanakah pengertian dari gangguan traktus urinaria ? b) Apa saja contoh dari gangguan traktus urinaria ?
c) Bagaimanakah penatalaksaan terhadap gangguan traktus urinaria ?
1.3. Tujuan Penulisan
a) Untuk mengetahui pengertian dari gangguan traktus urinaria
b) Untuk mengetahui apa saja contoh dari gangguan traktus urinaria beserta gejalanya
c) Untuk mengetahui penanganan atau penatalaksanaan terhadap gangguan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Gangguan Traktus Urinaria
Traktus urinaria atau yang biasa disebut saluran perkemihan terdiri dari dua buah ginjal, dua buah ureter, satu buah kandung kemih (vesika urinaria), dan satu buah urethra.
Gangguan atau infeksi traktus urinaria merupakan suatu infeksi atau ganguan pada saluran kemih yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra, Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E : 2004).
Gangguan traktus urinaria merupakan penyebab morbiditas pasca operasi yang lebih umum. Biasanya gangguan ini disebabkan oleh tindakan manipulasi operasi, trauma persalinan, bakteri, pemeriksaan dalam terlalu sering, dan kateterisasi.
Kandung kemih pada masa nifas tidak begitu sensitif terhadap tekanan cairan intravesikal. Overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna dan urin residual yang berlebihan sering dijumpai. Selain itu, pengaruh dari anestesi regional juga mengakibatkan kelumpuhan sementara dan gangguan fungsi saraf pada kandung kemih. Sisa pengeluaran urin dan bakteriuria pada kandung kemih, ditambah dilatasi pelvis renalis dan ureter membentuk kondisi optimal untuk terjadinya infeksi atau gangguan saluran kemih.
pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan seperti sebelum hamil (Bobak, et, al :2005).
2.2.Contoh Gangguan Traktus Urinaria
Menurut beberapa sumber, terdapat beberapa macam contoh dari gangguang pada traktus urinaria baik yang disebabkan oleh bakteri maupun trauma pasca operasi. Berikut beberapa contoh gangguan pada traktus urinaria :
A. Retensio urine
Retensio urin adalah ketidak-mampuan berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana keadaan tidak dapat mengeluarkan urin ini lebih dari 25-50% kapasitas kandung kemih (Stanton, 2000).
Retensi urin adalah ketidak mampuan seserorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui (Dasar-dasar Urologi : 2011).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis (Depkes RI Pusdiknakes 1995).
Retensio urine post-partum adalah ketidakmampuan berkemih secara spontan setelah persalinan.
Penyebab dari retensi urin ini adalah akibat dari edema saluran kemih karena tekanan atau infeksi. Penyebab lainnya, yaitu :
Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis pada medulla spinalis Kelemahan otot detrusor karena terlalu lama meregang
Kelainan patologi uretra
Kecemasan atau trauma post-operasi
Tanda dan gejala : Urin mengalir lambat Terjadi poliuria
Timbul hasrat berkemih tapi urin tertahan
Nyeri pada suprapubik
B. Inkontinensia urine
Inkontinensia urin adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan keluarnya urin (Dasar-dasar Urologi).
Inkontinensia urine merupakan salah satu keluhan utama pada penderita usia lanjut. Seperti halnya dengan keluhan pada suatu penyakit bukan merupakan suatu diagnosa sehingga perlu dicari penyebabanya (Brocklehurst dkk, 1987).
Inkontenensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner, segera setelah adanya sensasi yang kuat yang sifatnya urgensi untuk dihindari biasanya terjadi pada lansia, dan berhubungan dengan kerusakan CNS (Central Nervous System) (Smeltzer, Suzanne C : 2001).
Inkontinensia urin stress
Merupakan inkontinensia urin dimana urin keluar melalui uretra pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal. Terjadinya inkontinensia ini karena sfingter tidak mampu menahan tekanan intrauretra saat tekanan intravesika meningkat atau bisa juga karena kelemahan otot dasar panggul yang berfungsi menyangga uretra dan buli-buli akibat trauma persalinan. Peningkatan tekanan intraabdominal ini dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat beban.
Inkontinensia paradoksa
kelemahan otot detrusor akibat cedera spinal, efek pemakaian obat, atau pasca persalinan.
Inkontinensi kontinua
Keadaan urin yang keluar setiap saat, dalam posisi apapun. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula sistem urinaria yang menyebabkan urin tidak melewati sfingter uretra. Fistula ini sendiri terjadi akibat dari operasi ginekologi, trauma obstetri, atau pasca radiasi daerah pelvik.
Inkontinensia urin fungsional
Keadaan keluarnya urin tanpa dapat ditahan dimana pasien dalam kondisi tidak mampu untuk menjangkau toilet saat muncul hasrat miksi.
Tanda dan gejala umum Inkontinesia urin : Urin keluar tanpa disadari
C. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran kemih.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998).
Diantaranya infeksi saluran kemih yang mungkin terjadi selama masa nifas, yaitu :
Sistitis
Sistitis adalah inflamasi pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi bakteria (Basuki P Purnomo : 2011).
Tanda dan gejala : - Sering berkemih - Disuria
- Nyeri suprapubis - Hematuria
- Koloni bakteriuria >100.000 Pielonefritis
Merupakan infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai dari saluran kemih bagian atas kemudian naik ke ginjal (Jurnal Askep Ganggguang Sistem Perkemihan).
Pielonefritis adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim ginjal (Basuki P. Purnomo : 2011).
Tanda dan gejala :
- Demam >37,8°C disertai menggigil
- Nyeri punggung bagian bawah dan suprapubis - Anoreksia, mual, dan muntah
- Sering berkemih
- Bakteri, nitrat, SDM, SDP, dan protein dalam urin
2.3.Diagnosis dan Penatalaksanaannya A. Retensio Urine
1) Diagnosis
Ada massa sekitar daerah pelvik
Volume residu urin >200 mL
Pengeluaran urin tertahan
2) Penatalaksanaan
Bladder trainning (melatif kandung kemih) dengan menstimulasi pengeluaran urin.
memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 2-6 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa residu urin normal (≤ 50 mL).
Terapi dengan air hangat atau dingin (Hidrotherapy)
Berikan antibiotik atau anti-inflamasi
Upayakan berkemih spontan
B. Inkontinensia Urin 1) Diagnosis
Anamnesis dan riwayat penyakit
Seberapa banyak urin yang dikeluarkan
Adanya faktor batuk, bersin, dan aktivitas lain (inkontinensia
uretra dan sfingter)
Diare, konstipasi, dan inkontinensia alvi (kemungkinan kelainan neurologis)
Riwayat persalinan menyebabkan predisposisi sfingter dan
kelemahan otot panggul Pemerikasaan fisik
Abdomen, kemungkinan dijumpai distensi buli-buli
(inkontinensia paradoksa)
Minta pasien melakukan manuver Valsava; jika terdapat urin keluar kemungkinan menderita inkontinensia urin stress
2) Penatalaksanaan Anamnesis
Kaji penyebab terjadinya inkontinensia urin sehingga dapat diketahui penanganan untuk membantu penyembuhannya. Misalnya : berat ringannya, lamanya, tingkat ketergangguan, penyekit lain, atau terapi sebelumnya.
Jika disebabkan oleh fistula, terlebih dahulu fistula dilakukan operasi rekonstruksi setelah tiga bulan
Lakukan senam Kegel untuk meningkatkan resistensi uretra
dengan cara memperkuat otot panggul Pemberian obat
a. Antikolinergik (Oksibutinin, Propantheline bromide, dan Tolterodine tartrate) untuk meningkatkan aktifitas buli-buli b. Dyclomine dan Flavoxate untuk melemaskan otot polos c. Antidepresan trisiklik (Imipramine) untuk meningkatkan
resistensi uretra
C. Infeksi Saluran Kemih (ISK) 1) Diagnosis
Uretritis, terutama disebabkan klamidia
Vaginitis, vulvitis, atau trauma yang menyerupai disuria
Sering berkemih yang mungkin dianggap normal
2) Penatalaksanaan
Kunjungan awal, kaji riwayat ISK dan lakukan urinalisis serta
kultur untuk memeriksa ISK asimtomatik Bila negatif lakukan langkah berikut :
a. Bila kultur awal negatif, tidak dibutuhkan penangan lanjutan b. Bila kultur positif, obati pasien dan ulang kultur urin. Minta
pasien memeriksakannya kembali
Bila pasien menunjukan gejala sistitis, langkahnya adalah :
a. Lakukan urinalisis tangkap-bersih
Bila (-) meski ada gejala, pertimbangkan kultur gonokokus dan klamidia
Bila (+) pertimbangkan terapi walaupun hasil kultur belum selesai
Periksa pasien untuk nyei tekan CVA
Pertimbangkan untuk memberikan 200 mg Pyridium per oral, 3
Terapi dengan pemberian obat antibiotik
a. Obat jenis sulfa
b. Amoxicilin 500 mg per oral, 3 kali/hari selama 7-10 hari c. Nitrofurantoin 100 mg per oral, 2 kali/hari selama 3-10 hari d. Norfloksasin 400 mg per oral, 2 kali/hari selama 3-10 hari e. Fosfomisin tromentamin 3 gr per oral, campur dengan air
Bila pasien mengalami gejala pielonefritis, lakukan :
a. Urinalisis tangkap-bersih, kultur urin, dan hitung darah lengkap
b. Pemeriksaan nyeri tekan CVA dan ketidaknyamanan simfisis Sarankan tindakan perawatan mandiri, dengan cara :
a. Minum air minimal 6-8 gelas/hari
b. Hindari konsumsi kafein yang dapat mengiritasi sistem perkemihan. Asupan vitamin C berlebih juga dapat bersifat iritan.
c. Lakukan hygiene perineum dengan benar untuk mencegah kontaminasi uretra dari bakteri rektum
d. Berkemih dengan teratur dan tidak ditahan untuk mencegah stasis urin
e. Segera berkemih setelah melakukan hubungan seksual guna mencegah bakteri yang mungkin bergerak ke uretra
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gangguan traktus urinarius (saluran berkemih) pada komplikasi nifas merupakan sedikit dari banyak komplikasi nifas lainnya. Gangguan ini disebabkan oleh berbagai sebab,seperti : trauma persalinan, kelemahan otot panggul, pemasangan kateter,takut berkemih dan bakteri yang menimbulkan infeksi.
Selama masa nifas, ibu sangat rentan terkena berbagai macam komplikasi sehingga tenaga kesehatan harus cermat dalam mengenali gejalanya. Hal ini dilakukan guna mengetahui penatalaksanaan yang akan diberikan secara tepat.
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hasmita,Maya.,2011.,Efektivitas Bladder Training Sitz Bath Terhadap Fungsi Eliminasi Berkemih Spontan Pada Ibu Post Partum Spontan Di RSUP. H. Adam Malik – RSUD. Dr. Pirngadi Medan Dan RS. Jejaring
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27637/3/Chapter %20II.pdf Diakses pada 3 Maret 2016
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto.,2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran KemihEdisi: 3. Jakarta: FKUI
Enggram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Chandranita,Manuaba Ida Ayu dkk.,2006. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidana. Jakarta: EGC
Gde, Manuaba Ida Bagus.,2000. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC
Taber M.D,Ben-zion.,1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC
Morgan, Geri dkk.,2003. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik Edisi 2. Jakarta: EGC
B. Purnomo, Basuki.,2011. Dasar-dasar Urologi Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto
Nastiti Madyaning,Eky.,
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/113658456? extension=pdf&ft=1457091980<=1457095590&user_id=163974293& uahk=aBeSkv2MBSCUG1xl2ZYWlR7Doms Diakses pada 4 Maret 2016
Anonim.,https://id.scribd.com/doc/117882137/RETENSI-URIN. Diakses pada 3 Maret 2016