Research on Aedes aegypti hatchability and larval development into adult mosquitoes were conducted to compare the egg laying behavior of mosquitoes in different types of water (water from wells, sewage and clean water or distilled water). It also want to campare the durability of the larvae until the adult mosquitoes. This research was conducted on August to October 2012 in Entomology Laboratory Vector Borne Disease Research and Development Baturaja. The study design was a complete randomized design with different type of water as the treatment and used four level and six repetition. The observed variables were color, odor and turbidity of the water. Data analysis was performed by One-Way ANOVA Post Hoc Tests with Least Significant Difference (LSD). The results showed that there was a significant influence on the hatchability and development of Ae. aegypti larvae into the adult stage in regard of the type of water (p<0,05). It can be concluded that Ae. aegypti can grow into adult stage on the outside of clean water media and also on the soil contaminated water.
A B S T R A C T / A B S T R A K INFO ARTIKEL
Penelitian mengenai daya tetas dan perkembangan larva Aedes aegypti menjadi nyamuk dewasa dilakukan untuk membandingkan perilaku bertelur nyamuk Ae. aegypti pada tiga jenis air sumur gali, air selokan, dan air bersih, serta untuk melihat daya tahan Ae. aegypti sampai menjadi nyamuk dewasa. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober tahun 2012 di Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak kelompok, dengan faktor perlakuan adalah air sebagai media bertelur, dengan empat taraf dan enam pengulangan. Variabel yang diamati dibedakan berdasarkan warna, bau dan kekeruhan air. Analisis data dilakukan dengan One-Way ANOVA Post Hoc Tests dengan least significant difference (LSD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh media air terhadap daya tetas dan perkembangan Ae. aegypti menjadi nyamuk dewasa (p<0,05). Penelitian membuktikan bahwa Ae. aegypti dapat berkembang biak menjadi dewasa di luar media air bersih dan air yang dasarnya mengandung tanah.
© 2017 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved Kata kunci:
daya tetas larva, perilaku bertelur Ae. aegypti,
media pertumbuhan Article History:
Received: 31 Januari 2017 Revised: 3 Juni 2017 Accepted: 6 Juni 2017
*Alamat Korespondensi : email : sigit_rah@yahoo.co.id Keywords:
larvae hatchability, behaviour egg laying of Ae. aegypti,
growth medium
Daya Tetas dan Perkembangan Larva
Aedes aegypti
Menjadi Nyamuk
Dewasa pada Tiga Jenis Air Sumur Gali dan Air Selokan
Yahya* dan Sulfa Esi Warni
Loka Litbang P2B2 Baturaja, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Jl. Ahmad Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Timur, Sumatera Selatan
Hatchability and Development of Aedes aegypti Larvae to Become
an Adult Mosquito in Three Types of Well Drilled and Sewage Water
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena masih banyak daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan
1
sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain.
artropoda. Virus tersebut termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviridae, yang terdiri dari empat serotipe yaitu 1, 2,
DEN-2
berbagai wilayah di Indonesia. Virus dengue banyak ditularkan pada penduduk daerah perkotaan oleh nyamuk Ae. aegypti, Ae. albopictus, Ae. polynesiensis dan Ae.
3
scuttelaris. Pengendalian nyamuk Ae. aegypti merupakan salah satu masalah mendasar
4
dalam penanggulangan infeksi arbovirus meskipun banyak program yang dapat dilakukan untuk mengendalikan Ae. aegypti di antaranya adalah fogging, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pemberantasan
5
larva nyamuk dengan abate. Nyamuk Ae. aegypti selama ini diketahui memiliki kebiasaan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air (TPA) yang tidak
6
bersentuhan langsung dengan tanah. Oleh karena itu, program PSN sering dilakukan pada TPA rumah tangga seperti bak mandi, drum, gentong, ember dan lain-lain dengan cara dikuras sampai bersih seminggu sekali. Namun masih menghadapi kendala terutama di daerah kesulitan air bersih sehingga populasi Ae. aegypti tetap tinggi. Kebiasaan n y a m u k A e . a e g y p t i h a n y a d a p a t berkembangbiak di air bersih saja. Beberapa penelitian menemukan larva Aedes sp. terdapat di dalam sumur gali. Di Yogyakarta terdapat 35% sumur mengandung larva Ae. aegypti. Di Queensland, Australia dilaporkan bahwa sumur menjadi tempat perindukan jenis Ae. aegypti. Sembilan dari sepuluh sumur yang diteliti ditemukan jentik Ae. aegypti dan satu dari enam pertambangan mengandung
7
jentik Ae. aegypti. Sumur adalah habitat potensial sebagai tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti. Karakteristik air sumur menjadi daya tarik yang kuat bagi nyamuk betina untuk meletakkan telurnya di dalam sumur. Hal in mengindikasikan adanya perubahan kebiasaan nyamuk Ae. aegypti dalam
8,9,10,11
beradaptasi dengan lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk m e m b a n d i n g k a n d a y a t e t a s d a n perkembangan Ae. aegypti pada tiga jenis air sumur gali, air selokan serta air bersih yang diambil dari air minum isi ulang. Pada penelitian ini diamati daya tahan jentik Ae. aegypti pada berbagai media air yang diuji, dan kemampunnya dalam tumbuh dan
berkembang menjadi nyamuk dewasa.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat
Penelitian ini telah dilakukan di laboratorium entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja tahun 2012. Kegiatan penelitian ini diawali dengan pembiakan nyamuk Ae. aegypti yang merupakan generasi dari hasil rearing nyamuk di Loka Litbang P2B2 Baturaja, kemudian dilanjutkan dengan pengamatan daya tetas dan perkembangan larva nyamuk Ae. aegypti pada media air yang berasal dari air selokan serta tiga jenis air sumur gali yang digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air untuk keperluan rumah tangga yang berasal dari lingkungan yang endemis DBD. Pemilihan jenis air sumur berdasarkan perbedaan warna, bau dan kekeruhan serta air selokan. Pengamatan perilaku bertelur nyamuk Ae. aegypti pada media air yang berasal dari tiga jenis air sumur gali serta air selokan serta air bersih sebagai kontrol perlakuan. Nyamuk yang digunakan merupakan nyamuk Ae. aegypti yang kenyang darah di Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja. Pengamatan secara organoleptik dilakukan oleh satu orang terhadap warna, bau dan kekeruhan pada media air yang digunakan. Parameter kandungan dalam sampel air yang diperiksa di Instalasi Kimia Fisika Zat Cair Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Palembang meliputi nilai Chemical Oxygen Demand (COD), amonia, suhu air, kandungan asam/basa (pH), Total Dissolvel Solid (TDS), Biological Oxygen Demand (BOD).
Rancangan dan Analisis Penelitian
Penghitungan jumlah pengulangan
Maka jumlah pengulangan akan menjadi blok pengamatan. Tiap blok pengamatan dilakukan pada hari yang berbeda.
Cara Kerja
Tahapan kegiatan pembiakan nyamuk diawali dengan meletakkan telur nyamuk ke dalam nampan plastik yang berisi air pada nampan plastik diisi larva nyamuk sebanyak 50–100 ekor. Pada hari ke lima hingga ke enam pembiakan, larva Ae. aegypti berkembang menjadi pupa, kemudian pupa tersebut dipindahkan ke dalam gelas plastik dengan menggunakan pipet. Masing-masing gelas plastik diisi 100 ekor pupa, lalu diletakkan
0 0
dalam kandang nyamuk pada suhu 26 C ±2 C, hingga pupa berkembang menjadi nyamuk
1 3
dewasa. Setelah nyamuk melakukan perkawinan, maka diberi pakan darah berupa umpan marmut yang berfungsi sebagai sumber makanan bagi nyamuk betina, sedangkan pada nyamuk jantan diberi larutan sukrosa. Proses rearing ini bertujuan untuk mendapatkan nyamuk dewasa hingga jumlahnya nyamuk mencukupi untuk dilakukan pengujian .
Uji Perilaku Bertelur Nyamuk Ae. aegypti Tahapan pengujian dilakukan pada semua media air meliputi tiga jenis air dari sumur gali, satu jenis air selokan dan air bersih sebagai kontrol perlakuan. Tahap awal dimulai dengan menyiapkan enam ovitrap nyamuk yang masing masing dimasukan 25 ekor nyamuk betina dewasa kenyang darah.
transparan hingga volume maksimal sekitar ½ bagian dari gelas plastik. Pada permukaan air di bagian tepi gelas bagian dalam dilapisi dengan kertas saring yang membentuk lingkaran. Lebar kertas saring ± 4 cm. Bagian bawah lingkar kertas saring menyentuh ± 1 cm permukaan air dalam gelas plastik. Pengamatan dilakukan selama lebih kurang enam hari. Setiap harinya, dilakukan penghitungan jumlah nyamuk betina yang mati dan telur yang menempel pada kertas saring pada semua jenis sampel air. Penghitungan telur yang menempel pada kertas saring tujuannya untuk mengetahui jumlah telur nyamuk Ae.aegypti yang dihasilkan pada setiap kandang dan masing masing jenis air.
Proses penetasan dilakukan secara alami pada nampan plastik yang ditutupi dengan kain kasa. Setiap hari dilakukan pengamatan perkembangan dari telur hingga menjadi
14
nyamuk.
HASIL
Berdasarkan pemeriksaan air yang digunakan sebagai perlakuan dan kontrol diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan air yang dilakukan di laboratorium seperti yang terlihat pada Tabel 2, tampak bahwa semua jenis air sumur memiliki BOD tinggi yaitu sumur 1 sebesar 4,6, sumur 2 sebesar 4, dan sumur 3 sebesar 4,1 yang melebihi nilai ambang batas berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun
15
2010. Kandungan kimia lainnya yang tinggi pada semua air sumur adalah Amonia yaitu sumur 1 sebesar 0,77, sumur 2 sebesar 0,08, dan sumur 3 sebesar 0,21 yang juga melebihi nilai ambang batas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
1 6
Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002. Berdasarkan pemeriksaan air selokan diperoleh hasil kandungan bahan kimia yang sangat tinggi yaitu COD sebesar 639,Amonia sebesar 2,1, BOD sebesar 62,8 yangmelebihi nilai ambang batas.
aegypti yang ditemukan dalam ovitrap berdasarkan jenis air dengan enam kali pengulangan. Rata-rata jumlah telur paling sedikit ditemukan pada jenis air pembanding, pada seluruh perlakuan yaitu 6.345, jumlah telur terbanyak pada jenis air selokan.
Hal ini menunjukkan ada indikasi ketertarikan nyamuk terhadap jenis air tersebut, karena mengandung senyawa organik dan anorganik yang berpengaruh terhadap aroma yang bersifat “chemical
17
senses”. Karbondioksida, ammonia dan mikroorganisme yang diduga banyak
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Empat Sampel Air secara Organoleptik
No. Jenis sampel Warna Kekeruhan Bau
1 Air sumur 1 kuning Keruh dan berminyak Berbau
2 Air Sumur 2 kekuningan Sedikit keruh Tidak berbau
3 Air Sumur 3 kuning muda Keruh Tidak berbau
4 Air selokan Hitam Keruh Berbau menyengat
5 Air pembanding Jernih Tidak keruh Tidak berbau
No. Parameter Satuan sumur 1 Air Sumur 2 Air Sumur 3 Air selokan Kontrol Air
Nilai Ambang
Batas Maksimal
1 COD Mg/l 10 0 4 639 7 100 mg /l
2 Amoniak Mg/l 0,77 0,08 0,21 2,1 0,2 1,5 mg/l
3 Suhu °C 28 28 27,8 28,1 28 30C
4 TDS Mg/l 60 60 43 107 8,9 1000 mg/l
5 BOD Mg/l 4,6 4 4,1 62,8 3 50 mg /l
6 CO total Mg/l 3,2 2,6 2,8 20,8 2
7 pH 8,1 8 8 8,3 6,5-8,5
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Sampel Air di Laboratorium
Ulangan Air Selokan Air Sumur 1 Air Sumur 2 Air Sumur 3 Pembanding
1 1.441 1.317 1.212 1.247 1.349
2 876 1.053 1.153 810 1.260
3 1.395 1.022 1.059 1.185 1.251
4 1.096 1.316 1.105 1.236 775
5 1.879 1.282 989 1.140 896
6 1.525 1.216 1.148 1.374 814
Total 8.212 7.206 6.663 6.992 6.345
Rata-rata 1368,7 1201 1110,5 1165,3 1057,5
Tabel 3. Jumlah Telur Berdasarkan Jenis Air
terkandung pada jenis air tersebut dapat menjadi daya tarik bagi nyamuk Ae. aegypti betina dalam memilih media untuk meletakkan telurnya.
Pemilihan tempat untuk bertelur dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti indra penglihatan, penciuman, suhu, cahaya, kelembaban dan fisik media tempat peletakan
14
telur. Peletakan telurjuga dipengaruhi oleh
18
pertumbuhan ovarium yang sempurna.
perkembangan jentik menjadi pupa (pupasi) dan perkembangan larva menjadi nyamuk dewasa (eklosi). Selanjutnya untuk melihat jenis apa saja yang berpengaruh terhadap perkembangan jentik menjadi nyamuk dewasa dilakukan analisis LSD dengan hasi seperti yang terlihat pada Tabel 5. Pada Tabel
Tabel 4. Hasil Analisis Peletakan Telur dan Daya Tetas berdasarkan Jenis Air
5 tampak bahwa ada perbedaan jumlah telur yang menetas pada berbagai media air, pada air selokan berbeda dengan air sumur I, air sumur II, air sumur III, dan air pembanding, demikian juga untuk jumlah pupasi (Tabel 6) dan jumlah eklosi (Tabel 7) ada perbedaan bermakna pada masing-masing jenis air.
Tabel 5. Hasil Analisis LSD terhadap Perbedaan Jumlah Telur yang Menetas pada Masing-masing Jenis Air
Variabel Jenis Air (I) (J) Jenis Air Signifikansi
Jumlah
Telur Menetas Air Selokan Air Sumur II Air Sumur I <0,001 <0,001
Air Sumur III <0,001
Air Pembanding <0,001
Air Sumur I Air Selokan <0,001
Air Sumur II <0,001
Air Sumur III <0,001
Air Sumur II Air Selokan <0,001
Air Sumur I <0,001
Air Pembanding 0,002
Air Sumur III Air Selokan <0,001
Air Sumur I <0,001
Air Pembanding 0,006
Air Pembanding Air Selokan <0,001
Air Sumur II 0,002
Air Sumur III 0,006
Daya tetas telur berdasarkan jenis air
Hasil analisis perkembangan telur menjadi dewasa pada media air selokan dan ketiga media air sumur dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa daya tetas telur berdasarkan
Ae. aegypti terbanyak terdapat pada air sumur I yang memiliki karakteristik air berwarna kuning, keruh, berminyak serta berbau. Daya tetas telur Ae. aegypti paling sedikit terdapat pada air selokan. Hal ini kemungkinan, karena air sumur tidak keruh dan kandungan kimia
Variabel Signifikansi
Daya Tetas <0,001
Pupasi (Perkembangan Larva Menjadi Pupa) <0,001
Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa perkembangan nyamuk Ae. aegypti pra dewasa berdasarkan jenis air didapatkan hasil yang sangat berbeda nyata. Telur yang menetas dan berkembang menjadi pra dewasa paling sedikit terjadi pada air sumur I.
Tabel 6. Hasil Analisis LSD terhadap Perbedaan Jumlah Pupasi pada Masing-masing Jenis Air
Variabel Jenis Air (I) (J) Jenis Air Signifikansi Jumlah Pupasi Air Selokan Air Sumur I <0,001
Air Sumur II <0,001 Air Sumur III <0,001 Air Pembanding <0,001
Air Sumur I Air Selokan <0,001
Air Sumur II 0,003
Air Sumur III <0,001 Air Pembanding <0,001
Air Sumur II Air Selokan <0,001
Air Sumur I 0,002
Air Pembanding <0,001 Air Sumur III Air Selokan <0,001 Air Sumur I <0,001 Air Pembanding <0,001 Air Pembanding Air Selokan <0,001 Air Sumur I <0,001 Air Sumur II <0,001 Air Sumur III <0,001
Tabel 7. Hasil Analisis LSD terhadap Perbedaan Jumlah Eklosi pada Masing-masing Jenis Air
Variabel Jenia Air (I) (J) Jenis Air Signifikasi
Jumlah Eklosi Air Selokan Air Sumur I 0,009
Air Sumur II 0,009
Air Sumur III <0,001
Air Pembanding <0,001
Air Sumur I Air Selokan 0,009
Air Pembanding <0,001
Air Sumur II Air Selokan 0,009
Air Pembanding <0,001
Air Sumur III Air Selokan <0,001
Air Pembanding <0,001
Air Pembanding Air Selokan <0,001
Air Sumur I <0,001
Air Sumur II <0,001
Air Sumur III <0,001
Hal ini diduga karena air sumur I secara fisik berminyak pada permukaan air yang dapat menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya matahari kedalam air dan rendahnya kadar O2
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dapat dibuktikan bahwa nyamuk Ae. aegypti mau bertelur pada tempat perindukan yang berisi air bersih, air selokan, dan ketiga jenis air sumur. Hal ini menunjukkan bahwa nyamuk Ae. aegypti mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ada, khususnya lingkungan yang tidak menguntungkan.
Secara teoritis bahwa nyamuk Ae. aegypti hanya mau berkembang biak pada tempat tempat yang berisikan air jernih misalnya di dalam kaleng bekas, pecahan botol, pot bunga, tempat minum burung, gentong, bak
19
mandi dan lain sebagainya. Perubahan bionomik yang dibuktikan dalam penelitian ini selaras dengan indikasi perubahan perilaku Ae. aegypti yang dipublikasikan oleh Anif Budianto yang menyebutkan larva
Gambar 1. Daya Tetas Telur berdasarkan Jenis Air
Gambar 2. Perkembangan Ae. Aegypti Pra Dewasa
perindukan dan membuktikan adanya perubahan perilaku nyamuk Ae. aegypti dalam beradaptasi dengan lingkungan, artinya bila tidak menemukan perindukan air bersih maka nyamuk Ae. aegypti bisa beralih ke air selokan dan air sumur gali .
H a s i l p e n e l i t i a n S a y o n o d k k . menunjukkan hasil bahwa larva Ae. aegypti dapat bertahan hidup pada air got, air sumur
20
gali dan PAM. Larva Ae. aegypti mati pada limbah sabun mandi. Pada media air got, larva tumbuh lebih cepat, sedangkan pada air sumur gali dan PAM hanya sedikit larva yang bertahan hidup dan akhirnya mati setelah melalui masa larva yang panjang menjadi pupa yang tidak normal. Air limbah sabun mandi tidak memungkinkan larva Ae. aegypti bertahan hidup. Hal ini terjadi karena sifat basa (pH 12,8). Derajat keasaman (pH) air
Keterangan : 1. Air selokan 2. Air sumur I 3. Air sumur II 4. Air sumur III
5. Air pembanding (aquades)
Keterangan : 1. Air selokan 2. Air sumur I 3. Air sumur II 4. Air sumur III
Ae. aegypti. Larva akan mati pada pH ≤ 3 dan ≥
21
12. Pertumbuhan larva secara optimal
22
terjadi pada kisaran pH 6,0-7,5. Meskipun pH air PAM termasuk netral, tetapi kematian larva juga tinggi karena terdapat kandungan
23
kaporit (Ca(Ocl2)) yang bersifat disinfektan. Keberadaan makanan pada air sumur gali dan PAM lebih sedikit dibandingkan pada air
17
campuran seperti air got. Hasil penelitian Sayono dkk. juga menunjukkan bahwa jumlah telur Ae. aegypti menetas berbeda-beda menurut jenis air media penetasan. Hal ini m e m b u k t i k a n b a h w a k o n d i s i a i r mempengaruhi daya tetas telur Ae. aegypti. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa air comberan menjadi media yang baik bagi telur Ae. aegypti untuk menetas, juga pada air rob dan air hujan, sedangkan paling rendah terjadi pada air tanah. Ada kemungkinan, hal ini terkait dengan kadar unsur-unsur atau senyawa kimia yang terkandung di
2 0 , 2 4
dalamnya. Penelitian Jacob dkk. menunjukkan hasil bahwa Ae. aegypti mampu hidup tidak hanya pada air jernih tetapi juga dapat bertahan hidup dan tumbuh normal
25
pada air got yang didiamkan menjadi jernih. Hasil analisis lanjut dari penelitian deskriptif untuk mengetahui apakah nyamuk Ae. aegytpi mau bertelur diberbagai media air tercemar dan mengetahui jenis air tercemar yang paling disukai Ae. aegypti untuk bertelur, menunjukkan hasil bahwa media air memiliki pengaruh yang nyata terhadap kesukaan bertelur Ae. aegypti, pada taraf nyata 5% dengan nilai p sebesar < 0.0001. Air tercemar kotoran sapi merupakan media yang paling disukai Ae. aegypti untuk meletakkan
26
telurnya. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang menyebabkan terjadinya f e n o m e n a p e m b i a s a n c a h aya d a n menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya
2 7
matahari ke dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh tumbuhan plankton atau masuknya zat-zat yang tidak tersuspensi. Tingkat kekeruhan yang berlebihan akan mengakibatkan perubahan tubuh insekta yaitu terjadinya abrasi epitel saluran pernafasan, menurunnya frekuensi makanan, tersumbatnya alat pernafasan, terpaparnya keracunan, berkurangnya penglihatan, sedangkan di lingkungan air menyebabkan
28
menurunnya kandungan oksigen. Lamanya
penetasan telur telur nyamuk Ae. aegypti tergantung pada waktu yang dibutuhkan telur untuk menjadi masak setelah dikeluarkan
29
induknya dan suhu yang optimal. Telur yang sudah masak (umur 4-7 hari) akan langsung menetas setelah terkena air. Telur telur yang sudah masak tidak akan menetas bila suhu dalam kontainer berkisar 10°C-15°C, tetapi akan menetas bila suhu dinaikkan sampai
30
25°C.
Ternyata Ae.aegypti juga mampu berkembang biak dan menjadi dewasa di luar air bersih dan air yang dasarnya mengandung tanah. Kemungkinan pada masa yang akan datang, peningkatan penyakit DBD akan semakin tinggi. Apabila dari instansi pemerintah, swasta dan masyarakat tidak mewaspadai perubahan adaptasi dari nyamuk Ae. aegypti maka penyakit DBD akan semakin cepat menyebar di seluruh wilayah bahkan bisa menimbulkan Kejadian Luar Biasa.
KESIMPULAN
Nyamuk Ae. aegypti mampu bertelur dan berkembang menjadi nyamuk dewasa pada semua jenis perindukan, baik pada air bersih, air selokan maupun pada air sumur gali. Pada jenis air selokan dengan karakter fisik berwarna hitam, keruh dan berbau menyengat, perkembangan dari telur hingga dewasa relatif lebih lambat dibanding perkembang pada jenis air lainnya.
SARAN
Dalam program pemberantasan penyakit DBD untuk masa yang akan datang tidak h a n y a t e r f o k u s k e p a d a p r o g r a m pemberantasan sarang nyamuk pada kontainer di dalam rumah yang berisi air bersih, atau kontainer di luar rumah yang berisi sisa air hujan, tetapi hendaknya diperhatikan kebersihan lingkungan sekitar termasuk saluran limbah rumah tangga yang kemungkinan dapat dijadikan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Ae. aegypti.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam kepada Bapak Dr. Khoe Susanto, MS, Bapak Imran S.L. Tobing, Bapak Yeremia R.C, MS, Bapak Yulian Taviv, SKM, M.Si selaku Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja, Hendri Erwadi selaku teknisi laboratorium entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja, serta semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, P e n u l a r a n , P e n c e g a h a n D a n Pemberantasannya.; 2009.
2. Kurane I, Ennis FE. Immunity and Immunopatology in dengue virus infection. In: Semin Immunol. Vol 4. ; 1992:121-127.
3. World Health Organization (WHO). Dengue C o n t r o l . T h e m o s q u i t o . W H O . http://www.who.int/denguecontrol/mosqui to/en/. Published 2017. Accessed January 12, 2017.
4. Getis A, Morrison AC, Kenneth G, Scott TW. Characteristics of the spatial pattern of the dengue vector, Aedes aegypti, in Iquitos, Peru. Am J Trop Med Hyg. 2003;69(5):494-505. doi:10.1007/978-3-642-01976-0.
5. Baskoro T, Nalim S. Pengendalian nyamuk penular Demam Berdarah Dengue di Indonesia. In: Symposium Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2007.
6. Wulandari T. Vektor Demam Berdarah Dan Penanggulangannya. Mutiara Merdeka, Jakarta; 2001. penting untuk perkembangan nyamuk Ae. aegypti L. Bul Penelit Kesehat. 2001;29(2):22-31.
9. Budianto A. Studi Indeks Larva Nyamuk Aedes aegypti dan Hubungannya dengan PSP Masyarakat tentang penyakit DBD di Kota Palembang Sumatera Selatan tahun 2005. Bul Loka Litbang P2B2 Baturaja. 2007;1(1). 10. Hasyimi M, Harmany N, Pangestu.
Tempat-tempat terkini yang disenangi untuk perkembangbiakan vektor demam berdarah Aedes sp. Media Litbang Kesehat.
penampungan air rumah tangga pada masyarakat pengguna air olahan. J Ekol Kssehatan. 2004;3(1):37-42.
12. Asahina S. Food material and feeding procedures for mosquito Larvae. Bull World Health Organ. 1964;31:465-466.
13. Murthy JM, Rani PU. Biological activity of certain botanical extracts as larvacides againts the yellow fever mosquito Aedes aegypti. J Biopestic. 2009;2(1):72-76.
14. Tilak R, Gupta V, Suryam V, Yadav JD, Gupta KKD. A laboratory investigation into oviposition responses of Aedes aegypti to some common household substances and water from conspecific larvae. Med J Armed Forces India. 2005;61(3):227-229. doi:10.1016/S0377-1237(05)80159-5. 15. Menteri Negara dan Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010. 2010.
16. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik I n d o n e s i a N o m o r 907/Menkes/SK/VII/2002. 2002:1-21. 17. Agustina E. Pengaruh media air terpolusi
tanah terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. J Biot. 2013;1(2):103-107. 18. Christoper SSR. Aedes Aegypti (L) The Yellow
Fever Mosquito. London: Cambridge At the Univ. Press; 1960.
19. Scott TW, Morison A. Aedes aegypti Density and Risk Dengue Virus Transmision. In: Ecological Aspec for Aplication of Genetically Modified Mosquitoes. Chapter 14. ; 2003:187-206. abilities of freshwater and euryhaline Aedine m o s q u i t o l a r v a e . J E x p B i o l. 2 0 0 4 ; 2 0 7 ( 1 3 ) : 2 2 9 7 - 2 3 0 4 . doi:10.1242/jeb.01021.
22. Hidayat MC, Santoso L, Suwasono H. Pengaruh pH air perindukan terhadap pertumbuhan dan perkembangan Ae. aegypti pra dewasa. Cermin Dunia Kedokt. 1997;119:47-49.
aegypti pada air tercemar. In: Prosiding Seminar Nasional Hari Nyamuk Sedunia. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2009. 25. Jacob A, Victor DP, Wahongan GJP. Ketahanan
hidup dan pertumbuhan nyamuk. J e-Biomedik. 2014;2(November).
26. Wurisastuti T. Perilaku Bertelur Nyamuk Aedes aegypti pada Media Air Tercemar. J Biotek Medisiana Indones. 2013;2(1):25-32. 27. Abal EG, Dennisson WC. Seagrass depth
range and water quality in southern Moreton Bay, Queensland, Australia. J Aust Mar Fresh Res. 1996;47(6):763-771.
28. Ewing DA, Cobbold CA, Purse B V, Nunn MA, White SM. Modelling the effect of temperature on the seasonal population dynamics of temperate mosquito. J Theor Biol. 2016;400:65-79.
29. Kohler SL. Aquatic insects challenges to Populations. In: Royal Entomological Society of London. Symposium (24th: 2007). London: University of Edinburgh; 2007:55-79. 30. O'Gower AK. Environmental stimuli and