• Tidak ada hasil yang ditemukan

Breeding sites characteristic of Anopheles punctulatus group as malaria vector in Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Breeding sites characteristic of Anopheles punctulatus group as malaria vector in Papua"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 5, No. 3, Juni 2015 Hal : 126 - 131

Breeding sites characteristic of Anopheles punctulatus group as malaria vector in Papua

Abstract

Malaria was still a health problem in Indonesia. This disease was transmitted to human by the bite of Anopheles mosquitoes. Transmission of malaria in a region was determined by several factors, including agent (malaria parasite), host, environment, and their interaction. Our study aimed to know and understand bio-ecology of Anopheles punctulatus group as malaria vector in Papua as a baseline for the strategy in vector-borne disease control program in the area of malaria. We have reviewed several articles with reference to bio-ecology habitats of

Anopheles punctulatus group to obtain an idea of the type of habitat and habitat characteristics of the species. Breeding habitats of Anopheles punctulatus group include sand-mine quarry, wells, sewers/ditches and temporary pools with exposure to direct sunlight. While the types of vegetation such as algae (Clorophyta), grass (Cyperus rotundus), water spinach (Ipomoea aquatica), water hyacinth (Eichhornia crassipes) and velvetleaf plants (Limnocharis flava). Types and characteristics of Anopheles punctulatus group habitats depend on geographical location of a region where the species exist.

Karateristik habitat Anopheles punctulatus group sebagai vektor malaria di Papua

Abstrak

Malaria masih merupakan persoalan kesehatan di Indonesia. Penyakit ini ditularkan kemanusia melalui gigitan genus nyamuk Anopheles. Penularan penyakit malaria disuatu wilayah ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya Agent (parasit malaria), Host (penjamu) dan lingkungan yang saling berinteraksi. Tujuan penulisan artikel mengetahui dan memahami bioekologi nyamuk Anopheles punctulatus group sebagai vektor malaria di Papua sehingga menjadi data dasar untuk strategi dalam program pengendalian penyakit tular vektor malaria di daerah tersebut. Artikel ini mereview beberapa artikel menyangkut bioekologi habitat Anopheles punctulatus group yang telah diteliti untuk memperoleh gambaran mengenai jenis habitat dan karateristik habitat spesies tersebut. Jenis habitat perkembangbiakan Anopheles punctulatus group antara lain: bekas galian pasir, sumur, selokan/parit dan kolam sementara dengan adanya paparan sinar matahari langsung. Sedangkan jenis vegetasi berupa alga (Clorophyta), rumput (Cyperus rotundus), kangkung (Ipomoea aquatica), enceng gondok (Eichornia crassipes) dan tanaman genjer (Limnocharis flava). Jenis dan karateristik habitat Anopheles punctulatus group bergantung pada letak geografis dari suatu wilayah dimana spesies tersebut berada.

Penulis : Samuel sandy

Korespondensi :

Balai Litbang Biomedis Papua Email : mercury.sandy56 @gmail.com

Keywords : Breeding sites Anopheles punctulatus Anopheles koliensis Anopheles farauti Kata Kunci : Habitat

Anopheles punctulatus Anopheles koliensis Anopheles farauti Diterima :

Direvisi :

Disetujui :

Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang

(2)

Pendahuluan

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia. Situasi Malaria di dunia menurut The World Malaria Report tahun 2011 sebanyak lebih dari 655 ribu orang meninggal pada tahun 2010, dimana 81% terjadi di Afrika, dan 6% nya terjadi di Asia. Secara keseluruhan terdapat 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko (endemis) malaria yang

1 terdapat di 106 negara.

Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang masih menjadi daerah transmisi malaria atau berisiko malaria. Tahun 2011, terdapat 374

1

kabupaten dengan endemis malaria. Tahun 2011 jumlah kasus malaria di Indonesia sebanyak 256.592 orang dari 1.322.451 kasus tersangka malaria yang diperiksa sampel darahnya dengan tingkat kejadian tiap tahun insiden parasit malaria

1

(API) sebesar 1,75 per 1000 penduduk. Upaya eliminasi malaria telah banyak dilakukan sejak beberapa puluh tahun lalu. Diawali tahun 1952-1959 yaitu program Gerakan Pembasmian Malaria melalui Komando Pembasmian Malaria (KOPEM) yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno, dimana berhasil menurunkan angka kasus malaria secara signifikan, terutama di Pulau Jawa. Karena keterbatasan dana, program ini terhenti pada tahun 1969 dan diubah secara bertahap menjadi upaya pemberantasan yang diintegrasikan dalam sistem layanan kesehatan seperti puskesmas, 1 puskesmas pembantu, dan lain-lain. P e m b e r d a y a a n m a s y a r a k a t d a l a m pemberantasan malaria dikenal dengan Gebrak Malaria yang dicetuskan pada tahun 2000. Program ini nantinya menjadi cikal bakal terbentuknya program Ayo Berantas Malaria

1 dengan melibatkan mitra lintas sektoral.

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium spp yang ditularkan ke manusia melalui nyamuk genus Anopheles yang menghisap

2

darah manusia. Penularan penyakit malaria di suatu wilayah ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya Agent, Host (penjamu) dan lingkungan yang saling berinteraksi. Agent penyakit yaitu parasit (Plasmodium spp.) hidup dalam tubuh manusia (inang perantara ) dan tubuh nyamuk

(definitif). Dalam tubuh nyamuk agent (parasit) berkembang menjadi bentuk infektif (sporozoit), siap menularkan ke manusia yang berfungsi sebagai host intermediate bisa terinfeksi dan menjadi tempat berkembangnya agent

3

(Plasmodium spp.). Selain faktor tersebut bioekologi vektor Anopheles spp, geografis, kondisi iklim dan spesies vektor juga berperan terhadap

4 penularan malaria.

Salah satu aspek kurang berhasilnya pengendalian malaria disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai vektor malaria dilokasi penyebarannya. Berbagai aspek mengenai vektor yang memerlukan penelitian diantaranya habitat perkembangbiakan, bioekologi, dan kemampuan spesies sebagai vektor malaria, sedangkan pengetahuan mengenai prilaku vektor sangat penting dalam program

4 intervensi pengendalian vektor.

Di alam diperkirakan terdapat sekitar 430 spesies Anopheles, diantaranya terdapat 30-40 spesies di

2

alam yang merupakan vektor malaria. Fauna nyamuk Anopheles spp yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 80 spesies dan yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria adalah 22 spesies yaitu An. sundaicus, An. aconitus, An. nigerrimus, An. macullatus, An. barbirostris, An. sinensis, An. letifer, An. balabacencis, An. punctulatus, An. farauti, An. bancrofti, An. karwari, An. koliensis, An. vagus, An. parengensis, An. umbrosus, An. subpictus, An. longirostris, An.

5

(3)

8 persyaratan hidup bagi stadium pradewasanya. Perbedaan spesies ini dapat dilihat pada wilayah Irian Jaya, dimana banyak ditemukan jenis nyamuk wilayah Australia dan sedikit jenis nyamuk dari wilayah oriental. Sedangkan di bagian wilayah tengah di Propinsi Maluku ditemukan kombinasi jenis nyamuk wilayah Australia dan ilayah w oriental. Di wilayah barat Indonesia selebihnya

8 hanya ditemukan jenis nyamuk oriental.

Di Indonesia bagian Timur, nyamuk yang terbukti sebagai vektor malaria adalah An. bancrofti, An. koliensis, An. farauti, An. subpictus, An. barbirostris, An. Sundaicus dan yang berpotensi sebagai vektor 8 (saat dibedah ditemukan oosit) yaitu An. vagus. Anopheles punctulatus group yang ditemukan di Papua yaitu Anopheles punctulatus, Anopheles koliensis, dan Anopheles farauti. Spesies Anopheles ini merupakan vektor malaria dan filariasis di Papua. Bio-ekologi habitat perkembangbiakan Anopheles punctulatus group memiliki perbedaan bergantung pada letak geografis dan topografi suatu wilayah.

Identifikasi spesies yang berperan sebagai vektor dan penentuan perannya dalam penularan malaria sebagai dasar utama perencanaan penentuan strategi pemberantasan malaria yang efektif. Selain hal tersebut pemahaman mengenai bio-ekologi nyamuk vektor malaria sangat penting dalam starategi program pengendaliannya, hal ini dikarenakan terjadi variasi biologi yang menyebabkan perbedaan status penularan perubahan perilaku spesies nyamuk vektor malaria.

Metode

Artikel ini mereview beberapa artikel dan laporan hasil penelitian menyangkut bioekologi habitat Anopheles punctulatus group yang telah diteliti untuk memperoleh gambaran mengenai jenis habitat dan karateristik habitat spesies tersebut.

Habitat Anopheles punctulatus

Habitat perkembangbiakan Anopheles punctulatus antara lain bekas pijakan kaki hewan seperti sapi, babi dan kuda, bekas roda mobil, aliran sungai, aliran sungai dengan vegetasi air, tepi sungai, tepian sungai dengan vegetasi alga , kubangan sementara, kubangan karang, kolam buatan

manusia, saluran irigasi, pelepah sagu dan pelepah pisang, tempurung kelapa, di lubang-lubang pepohonan, selokan/parit. Karateristik habitat spesies ini adalah terpapar langsung terhadap cahaya matahari, salinitas 0‰, suhu perairan 28 ˚C, dengan kedalaman 20-30 cm, pH

9

habitat 6,6-6,8. Penelitian oleh Bangs (1985) pada penelitiannya di Irian Jaya menemukan habitat larva Anopheles punctulatus berupa genangan air sementara dan buatan manusia, umumnya pada lokasi yang curah hujannya tinggi. Larva berkelompok pada air yang tidak mengalir, dapat berkembang pada bekas tapak babi dan hewan lainnya, terpapar sinar matahari langsung, lebih banyak pada air yang bersih dan tidak

10

mengandung polutan. Penelitian Assem dan Dijk (1958) melaporkan bahwa larva An. punctulatus ditemukan pada genangan air sementara, buatan manusia, terbanyak pada genangan air yang tidak ada vegetasi ditempat terbuka, pada kondisi ekstrim, larva An. punctulatus dapat bertahan hidup pada suhu perairan sampai 40 ˚C, terpapar sinar matahari langsung dengan pH habitat perairan

11

antara 7 sampai 8,8. Survei habitat perkembangbiakan Anopheles punctulatus di Kampung Yobeh Kabupaten Jayapura di temukan jentik spesies ini pada bekas galian pasir dengan kedalaman 27 cm, pH perairan 7, dan suhu air habitat 30 ˚C, dan habitat terpapar sinar matahari l a n g s u n g , v e g e t a s i b e r u p a t a n a m a n rerumput(Digitaria ciliaris) , alang-alang dan alga air

12 (Chlorophyta).

Habitat Anopheles farauti

Habitat perkembangbiakan jentik Anopheles farauti antaralain pada perairan air tawar dan air payau

13 serta menyukai paparan sinar matahari. Jentik Anopheles farauti memiliki toleransi terhadap kadar salinitas tinggi. Pada kondisi alami jentik Anopheles farauti ditemukan di rawa-rawa, kolam, laguna dimana terdapat vegetasi, parit, disepanjang tepi

14,15

sungai. Penelitian yang dilakukan Pronoto (1994) habitat Anopheles farauti di Kabupaten Sorong yaitu selokan, parit, genangan air sementara, rawa, kolam ikan dan kolam

16

(4)

bekas galian pasir dan kubangan sementara. Vegetasi pada habitat ini berupa alga hijau (Chlorophyta) dan rumput (Cyperus rotundus). Sedangkan di Kampung Dobonsolo di temukan habitat Anopheles farauti yaitu parit/selokan, kolam dan sumur. Vegetasi pada habitat ini alga air (Chlorophyta), enceng gondok (Eichornia crassipes), genjer (Limnocharis flava) dan tanaman kangkung (Ipomoea aquatic). suhu habitat antara 28-30 ˚C, pH air habitat 6-7 dengan ke dalaman

11

habitat 10-68 cm. Survei kejadian luar biasa (KLB) malaria di Kabupaten Intan Jaya yaitu di Kampung Pogapa dan Dedesiga di temukan habitat perkembangbiakan Anopheles farauti berupa kolam dengan kedalaman 0,5-1 meter, suhu air 15-25 ˚C, dasar perairan berlumpur, air habitat keruh, pH air 6,8-7,1, dengan salinitas 0‰. Lokasi survei

17 berada di ketinggian 1800-2000 meter dpl. survei bioekologi Anopheles spp di Distrik Sarmi ditemukan habitat Anopheles farauti berupa kolam dengan karateristik salinitas perairan 0‰, pH air habitat 7, kedalaman kolam 50-70 cm, dengan vegetasi tanaman berupa rerumput. Di Distrik Sarmi Timur habitat perkembangbiakan Anopheles farauti berupa kolam, dengan karateristik air jernih sampai keruh, dengan salinitas 0‰, pH air habitat 7, ke dalaman kolam 50-100 cm, vegetasi perairan berupa tanaman kangkung (Ipomoe aquatica), rumput (Cyperus rotundus), dan serasah. Penelitian di Distrik Bonggo ditemukan habitat Anopheles farauti berupa kolam dan kubangan lumpur. Karateristik habitat antara lain salinitas 0‰, pH air habitat 7, vegetasi perairan rerumputan (Digitaria ciliaris) dan serasah, kedalaman habitat

20 kolam 50 cm.

Survei bioekologi yang dilakukan di Kabupaten Biak Numfor dibagian pesisir pantai di temukan habitat Anopheles farauti berupa genangan air pada kapal/perahu bekas yang sudah rusak, vegetasi berupa semak-semak dan pohon kelapa. Survei lain yang dilakukan di Kabupaten Asmat diperoleh gambaran habitat Anopheles farauti berupa rawa-rawa, dan kubangan air sementara dengan

21 vegetasi rerumputan.

Habitat Anopheles koliensis

Jentik Anopheles koliensis ditemukan pada genangan air sementara dengan paparan sinar

matahari langsung, genangan air semi-permanen dengan paparan sinar matahari langsung,

15,20,21

parit/selokan. Kadangkala jentik Anopheles koliensis ditemukan pada bekas pijakan babi atau

22,23

kubangan babi. survey entomologi di Kampung Dobonsolo, Kabupaten Jayapura di temukan habitat Anopheles koliensis di selokan/parit dan sumur dengan paparan sinar matahari langsung, kedalaman sumur 68 cm dan kedalaman selokan/parit 30 cm, dengan pH air habitat 6-7 dan

12

suhu habitat 30 ˚C. Penelitian di Distrik Bonggo habitat jentik Anopheles koliensis ditemukan bersama dengan jentik Anopheles farauti yaitu

18 habitat kolam kubangan berlumpur.

Kesimpulan

Hasil kajian beberapa literatur habitat Anopheles punctulatus group disimpulkan bahwa habitat spesies ini adalah kolam sementara, bekas galian pasir, sumur, parit/selokan yang memiliki paparan sinar matahari langsung, dengan vegetasi air yang di temukan alga (Clorophyta), kangkung (Ipomoea aquatica), rumput (Cyperus rotundus), enceng gondok (Eichornia crassipes) dan tanaman genjer (Limnocharis flava), sedangkan vegetasi darat berupa tanaman rumput, dan alang-alang (Imperata clidrica). Kareteristik habitat yaitu salinitas habitat 0‰, suhu habitat perairan 27-30 ˚C. pH habitat perairan 6-8,8. Habitat Anopheles punctulatus group juga ditemukan pada daerah dengan ketinggian 1800-2000 meter dpl. Pengetahuan mengenai bioekologi khusunya habitat perindukan memungkinkan untuk dilakukan intervensi pengendalian yaitu pengendalian menggunakan kelambu berisektisida, penggunaan hewan ternak sapi, sebagai zoo-barier dan penerapan larva sida Bacillus sp untuk mengontrol populasi vektor. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai karaktersitik habitat menyangkut aspek kimiawi dan biologi penyusun perairan dalam mendukung perkembangan jentik Anopheles punctulatus group.

Daftar pustaka

(5)

J a n u a r i 2 0 1 5 d a r i http://www.tbindonesia.or.id/pdf/profilpppl2012-130917032535-phpapp02.pdf

2. CDC Atlanta. Anopheles Mosquitoes, 2012. Diakses p a d a 2 7 J a n u a r i 2 0 1 5 d a r i http://www.cdc.gov/malaria/about/biology/mosquitoes/ 3. Sukowati S. Masalah Keragaman Spesies Vektor

Malaria dan Cara Pengendaliannya di Indonesia. Orasi Pengukuhan Proffesor Riset Bidang Entomologi. Badan Litbangkes Depkes RI, Jakarta 2008.

4. Sukowati S. Shinta. Habitat Perkembanganbiakan dan Aktifitas Menggigit Nyamuk Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus di Purworejo, Jawa Tengah. Jurnal Ekologi dan Status Kesehatan. 2009;8(1):915-925.

5. Vytilingam I, Chiang GL. and Shing KI. Bionomic of Important Mosquito Vector in Malaysia. Southeast Asean. J. Trop.Public. Hlth,1992;23 (4):587-603. 6. Adnyana ND. Beberapa Aspek Bionomik Anopheles

sp di Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2011; 21(2): 62-70. 7. Munif, A. nyamuk vector malaria dan hubungannya

dengan aktifitas kehidupan manusia di Indonesia. Aspirator. 2009; 1(2):94-102

8. Fahmi, Fahri, Nurwidayati A, Swastika IN, Studi Keanekaragaman Spesies Nyamuk Anopheles spp di Kabupaten Donggala, Provensi Sulawesi Tengah, On line Journal of Natural Science, 2014; 3(2): 95-108

9. Saputro G, Hadi K, Koesharto FX.Perilaku Nyamuk

Anopheles punctulatus dan Kaitannya dengan Epidemiologi Malaria di Desa Dulanpokpok Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Hemera Zoa, Majalah Ilmu Kehewanan Indonesia.2010;2(1):25-33

10. Bangs MJ. Spesies dan Bionomik Vektor Malaria di Irian Jaya. Jakarta:US Naval Medical Research Unit No.2. 1985. Non Publised

11. Assem J van den, Dijk VJOM van. Distribution of Anopheline Mosquitoesin Netherland New Guinea. Tropicaland Geographical Medicine Journals.

1958;10:249-255.

12. Nur Hasanah. Studi Bioekologi Vektor Malaria di

Distrik Sentani Kabupaten Jayapura Provinsi Papua Tahun 2010. Laporan Kegiatan Risbinkes 2010 Balai Litbang Biomedis Papua. 2010.

13. Takken W, Snellen WB, Verhave JP, Knols, BGJ, Atmosoedjono S. Environmental Measures for Malaria Control in Indonesia—An Historical Review on Species Sanitation. Wageningen Agricultural University, Wageningen, 1990; xiiiþ167 pp

14. Hoedojo, Vectors of malaria and filariasis in Indonesia. Bull. Penelitian Kes. 1989; 17:181–190. 15. Church CJ, Atmosoedjono, S., Bangs, M.J.,. A review

of anopheline mosquitoes and malaria control strategies in Irian Jaya, Indonesia. Bull. Penelitian Kes. 1995:23; 3–17.

16. Pranoto, Munif, A. Beberapa aspek perilaku

Anopheles farauti di Klademak IIA, Sorong. C D K. 1994:94; 23–28.

17. Kawulur H, Oktavian A, Widiyanti M, Rahardjo M. Studi Kasus Malaria di Pegunungan Puncak Jaya Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Laporan Kegiatan Studi KLB 2010, Balai Litbang Biomedis Papua, 2010.

18. Windarti F. Bioekologi Anopheles spp di Kabupaten Sarmi, 2011. Laporan Kegiatan Penelitian Risbinkes 2011, Balai Litbang Biomedis Papua. 2011.

19. Lidwina S, Sandy S, Mirino YYR, Rahardjo M, Natalia EI, Keanekaragaman genetic Anopheles punctulatus group di Kabupaten Biak, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten dan Asmat. Laporan Kegiatan Penelitian DIPA 2012 Balai Litbang Biomedis Papua. 2012.

20. Lee VH, Atmosoedjono S, Aep S, Swaine CD,. Vector studies and epidemiology of malaria in Irian Jaya, Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med. Public Health. 1980;11:341–347.

21. Van den Assem J. Mosquitoes collected in the Hollandia Area, Netherlands New Guinea, with notes on the ecology of larvae. Tijdschr. Entomol. 1961;104:17–30.

22. Anthony RL, Bangs MJ, Hamzah N, Basri N, Purnomo, Subianto B. Heightened transmission of stable malaria in an isolated population in the highlands of Irian Jaya, Indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg. 1992; 47:346–356.

(6)

Subianto B. Malaria transmission by Anopheles punctulatus in the highlands of Irian Jaya, Indonesia. Ann. Trop.Med. Parasitol. 1996;90:29–38.

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TANAH HAK GUNA USAHA YANG DITELANTARKAN” adalah murni gagasan

intelligence tinggi pada kelas Concept Mapping adalah 70,42 dan mahasiswa dengan multiple intelligence rendah (a 2 b 2 ) adalah 71,74. Mahasiswa dengan Multiple Intelligence

Republik Indonesia Tahun 1945 kekuasaan presiden semula mempunyai kekuasaan membentuk Undang Undang, berdasarkan pasal 20 ayat 1 Undang Undang Dasar Negara

ݔҧ ≤ 13,5 Sangat Kurang (SK) Dari 20 orang peer reviewer, permainan Dakonmatika mendapatkan rata-rata penilaian 21,1 pada aspek B. Sehingga penilaian untuk aspek B pada permainan

Orang tua dengan anaknya pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun juga. Bila sesuatu menimpa pada diri anak, orang tua juga ikut

Dari dua dalil tersebut fuqahâ‟ berusaha menafsirkannya dengan metode al-jam‘ wa al-tawfîq, bahwa jika ia bisa membedakan darahnya, maka masa haidnya adalah sesuai darah

Model Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini : Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan