Pelaksanaan Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia: Paper Resume
Febriani Purba
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Sistem pengelolaan limbah berbahaya dan beracun di Indonesia dapat berjalan dengan sukses apabila terdapat sinergi antara peraturan perundangan-undangan yang mengatur tentang limbah berbahaya dan beracun, ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah berbahaya dan beracun, dan berjalannya penegakan hukum bagi pihak-pihak yang melanggar aturan. Penegakan hukum bagi pihak-pihak yang melanggar aturan pada umumnya tidak dilaksanakan dengan maksimal. Hal ini biasa terjadi di Negara-negara berkembang dengan sistem pemerintahan yang masih lemah seperti Indonesia. Rendahnya penegakan hukum dan denda atau penalti yang rendah membuat industri enggan untuk mengelola limbah berbahaya dan beracun yang dihasilkan. Hal ini ditambah dengan kenyataan mahalnya biaya pengelolaan limbah berbahaya dan beracun serta belum maksimalnya fasilitas pengelolaan limbah berbahaya dan beracun yang ada di Indonesia.
Penegakan hukum dalam pengelolaan limbah B3 merupakan hal penting yang harus dilaksanakan. Apabila penegakan dilakasanakan dengan tegas dan transparan maka industri dengan sendirinya akan mengikuti sistem yang ada. Pencabuatan ijin usaha merupakan salah satu alat yang dapat digunakan pemerintah bagi industri yang terbukti bersalah. Pencabutan ijin usaha ini akan menimbulkan efek jera bagi industri lain. Inspeksi dan penegakan hukum yang baik akan memberikan banyak keuntungan bagi industri itu sendiri, seperti terciptanya persaingan yang sehat dan meningkatnya citra perushaan di mata publik. Namun dapat juga memberikan dampak negatif
apabila pengelolaan lingkungan masih buruk sehingga dibutuhkan seperti biaya perbaikan yang mahal, citra perusahaan yang buruk, dan risiko denda serta pencabutan ijin usaha.
Agar penegakan dapat berjalan dengan baik pemerintah harus menyediakan akses kepada perusahaan tentang jenis-jenis limbah yang termasuk limbah berbahaya dan beracun serta cara pengelolaannya, karena pada umumnya industri skala kecil dan menegah tidak mengetahui karakteristik limbah yang dihasilkan sehingga cenderung merasa tidak perlu melakukan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.
Penegakan hukum dilkasanakan secara kuantitatif dan kualitatif di sepanjang daur hidup limbah yang melibatkan setiap aktor yang berperan di dalamnya. Setiap aktivitas harus memiliki ijin dan memiliki standar prosedur yang baku. Kegiatan-kegiatan yang harus ditegakan dalam pengelolaan limbah B3 seperti: (1) Pemberian sangksi bagi kegiatan illegal seperti open dumping, pembuangan dan tumpahan yang disenagaja, proses daur-ulang yang tidak memiliki ijin, serta pemalsuan informasi tentang karaktersiktik limbah; (2) Tanggung jawab operator seperti keamanan, cara penanganan tumpahan limbah, serta dokumentasi yang lengkap.
dokumentasi yang lengkap, serta pelaporan. Ijin untuk pembuangan limbah B3 di landfill berisi tentang sistem operasi pengelolaan limbah yang ada, pengawasan, dan rehabilitasi daerah tempat pembuangan limbah. Transportasi illegal limbah B3 merupakan salah sau pelanggaran yang paling sering terjadi. Oleh sebab itu sangat penting dibuat aturan yang mengatur tata cara transportasi limbah B3 dari satu lokasi ke lokasi lain. Kegiatan pemindahan B3 harus dilakukan dengan menggunakan jenis kendaran yang sesuai dengan karaktersitik limbah B3 yang diangkut. Pemasangan tanda bahaya juga harus di pasang di badan kendaraan agar pengguna jalan yang lain dapat waspada. Titik keberangkatan dan titik tujuan kendaraan harus ditetapkan dan tidak diubah sewaktu-waktu tanpa ada persetujuan dari pihak yang berwenang. Selain itu supir harus dilatih menggunakan alat-alat
emergency dan tindakan yang harus dilakukan seandainya terjadi kejadian darurat selama di perjalanan. Dokumen-dokumen tentang limbah juga harus selalu ada.
Regulasi tentang tata cara pembuangan limbah B3 telah ditur di dalam London
Convention tahun 1972 dan Basel
Convention pada tahun 1980. Di dalam Konvensi Basel diatur tata cara perpindahan lintas Negara limbah berbahaya dan beracun. London Convention bertujuan untuk mencegah pembuangan limbah berbahaya dan beracun secara sembarangan di laut. Masyarakat memiliki peran yang strategis dalam keberhasilna penegakan hukum pengelolaan limbah B3. Masyarakat memiliki hak untuk melaporkan kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitarnya sebagai akibat dari kegiatan suatu industri. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang jenis-jenis limbah B3 membuat peran masyarakat menjadi sangat rendah.
Minimmisasi limbah pada sumber penghasilnya merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan oleh industry untuk memperkecil jumlah limbah B3 yang dihasilkan. Cleaner Production atau produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventive dan terpadu serta diterapkan secara terus menerus di sepanjang proses produksi dan daur hidup produk. Produksi bersih bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan mengefisiensikan penggunaan bahan mentah, energy, dan air, menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan, dan memanfaatkan kembali secara maksimal limbah atau produk samping yang dihasilkan sehingga terjadi pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi. Pemerintah memiliki peranan yang besar dalam penerapan produksi bersih di industry. Pemberian intensif kepada industri yang menerapkan produksi dapat memicu industri lain untuk ikut menerapkan.
Pengelolaan limbah B3 di Indonesia dapat dilaksanakan dengan maksimal apabila pemerintah melaksanakan secara konsisten peraturan-peraturan yang telah dibuat terkait dengan pengelolaan limbah B3 yaitu:
- UU No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 02 tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah B3
- Peraturan Menteri LH No. 18 tahun 2009 juncto Peraturan Menteri LH No. 85 tahun 2009 tentang Tata Cara Perijinan Pengelolaan Limbah B3 - Keputusan No. 02/Bapedal/09/1995
tentang Dokumen Limbah B3
- Keputusan No. 03/Bapedal/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3