• Tidak ada hasil yang ditemukan

POSITIVISME DAN POSPOSITIVISME DALAM FIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POSITIVISME DAN POSPOSITIVISME DALAM FIL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

POSITIVISME DAN POSPOSITIVISME DALAM FILSAFAT ILMU

BAB I POSITIVISME

Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan. Auguste Comte mencoba mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.

Menurutnya Untuk menciptakan masyarakat baru yang serba teratur, maka perlu adanya perbaikan jiwa atau budi terlebih dahulu. Menurut Comte pemikiran, jiwa atau budi manusia berkembang dalam tiga tahap atau zaman: zaman teologis, zaman ontologis atau metafisis, dan zaman positivistis.[1]

Tingkat I yaitu tingkat teologi, yang menerangkan Segala-galanya dengan pengaruh dan sebab-sebab yang melebihi kodrat, tingkat kedua ialah tingkat metafisika yang hendak menerangkan segala sesuatunya melalui absraksi, tingkat ketiga ialah tingkat positif yang hanya menghiraukan yang sungguh-sungguh serta sebab-akibat yang sudah tertentukan.[2]

Masa Comte haruslah mengabdikan ilmu yang disebutnya positif. Drsmping, MTK, fisika, Biologi dalam ilmu ke masyarakatan pun semangat positif itu akan dapat kita alami dan daripada itu baiklah orang yang mengatakan bahwa ia tidak tahu saja.[3]

Dengan demikian pada prinsipnya zaman positif atau zaman ketika orang tahu, bahwa tiada gunanya Untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun metafisis. Ia tidak lagi mau melacak asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakikat yang terjadi dari segala sesuatu yang berada dibelakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau yang disajikan kepadanya yaitu dengan pengamatan dengan memakai akalnya. Pada zaman ini pengertian menerangkan berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana segala gejala telah dapat Disusun dan diatur dibawah satu fakta yang umum saja seperti, gaya berat.[4]

(2)

anak-anak orang atau seseorang teolog, sebagai pemula ia menjadi seorang metafisikus dan sebagai orang dewasa ia atau seorang fisikus.[5]

Hukum dalam 3 tahap ini berlaku dibidang ilmu pengetahuan sendiri. Segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikeruhkan oleh pemikiran metafisis, dan akhirnya tiba dizaman hukum-hukum positif yang cerah.

Pengaturan ilmu pengetahuan yang berarti harus disesuaikan dengan pembagian kawasan gejala-gejala atau penampakan-penampakan yang dipelajari ilmu itu.[6]

Paham ini tidak hanya besar pengaruhnya dibidang filsafat, akan tetapi juga besar pengaruhnya dibidang ilmu-ilmu yang lain. Dalam hal ini terbukti Comte menjadi besar pengaruhnya dalam sosiologi. Pengaruh positivisme tampak pula dalam ilmu jiwa, logika, sejarah, dan kesusilaan.

Nama positivisme diintroduksikan Aguste Comte dari kata positif yang artinya factual. Menurut positivisme pengetahuan kita tidak boleh melebihi fakta-fakta. Positivisme menolak cabang filsafat seperti metafisika. Karena menanyakan hakikat benda-benda atau penyebab yang sebenarnya bagi positivismetidakmempunyai arti apapun juga. Ilmu pengetahuan juga filsafat hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungannya. Tugas khusus filsafat antara mengkoordinasi ilmu-ilmu lain dan memperlihatkan kesatuan antara berbagai macam ilmu. Maksud positivisme sama dengan empirisme, yang menerima pengalaman bathiniah atau subjektif sebagai sumber pengetahuan. Ada beberapa pendapat dari para pakar filosofis diantaranya yaitu:

1. Aguste Comte

a. Aguste Comte membagi perkembangan perkembangan manusia menjadi tiga yaitu:

v Jaman teologis, yang mempercayai dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adi kodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut.

v Jaman metafisis, kuasa-kuasa adi kodrati diganti dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang abstrak.

v Jaman positif, manusia hanya membatasi diri dengan fakta-fakta yang disajikkan secara nyata. [7]

b. Susunan ilmu pengetahuan

Menurut Conte tidak semua ilmu mencapai kematangan pada saan yang sama. Dengan demikia Comte membedakan enam ilmu pokok yaitu matematika, fisika, kimia, biologi, sosiologi. Bagi Comte ilmu sejarah tidak bisa mencapai taraf ilmu pengetahuan sejati karena tidak mungkin menentukan relasi-relasi tetap antara fakta-fakta historis.

2. J.S.Mill

John Stuart Mill (1806-1873) atau salah satu sahabat Comte. Tapi ada pikiran-pikirannya yang bertentangan dengan Comte, seperti Mill menerima peikologi sebagai ilmu yang paling fundamental. Mill juga meneruskan prinsip-prinsip positivisme dalam bidang logika. [8]

3. H. Spencer

(3)

saja walaupun dibelakang gejala tersebut ada dasar yang absolut, tetapi absolut itu tidak dapat dikenal.

[9]

Anggapan dasar dari penelitian ilmu-ilmu alam. Yaitu:

1. Seorang ahli sains mengamati sel di laboratorium dengan menghadapi proses-proses alamiah itu sebagai objek belaka.

2. Dengan distansi penuh, ia menghadapi objek sebagai fakta netral (data yang bersih dari unsure-unsur subjektif).

3. Ia dapat memanipulasi objeknya dalam eksperimen untuk menemukan pengetahuan menurut "model akibat" .

4. hasil manipulasi atau sebuah pengetahuan tentang hukum-hukum yang niscaya. Seperti "jika air dipanaskan sampai 100º C, maka akan mendidih.

5. Teori yang dihasilkan dapat diterapkan sebagai pengetahuan secara instrumental dan universal. [10]

Dalam positivisme kedudukan pengetahuan diganti metodologi dan satu-satunya metodologi yang berkembang sejak penaissance sampai aufklarung atau metodologi ilmu-ilmu alam. Kalau metodologi salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang, kenyataan, penggeseran tempat pengetahuan ileh metodologi dalam positivisme atau suatu penyempitan atau reduksi pengetahuan.

Gagasan Comte tentang ilmu-ilmu positif yaitu: 1. Menolak perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial.

2. Manganggap pernyataan-pernyataan yang tidak dapat diverivikasi secara empiris, seperti etika, estetika agama, metafisika sebagai non sense.

3. Berusaha menyatukan ilmu pengetahuan dalam satu bahasa ilmiah yang universal. 4. Memandang tugas filsafat sebagai analisis atas pernyataan. [11]

Pendekatan untuk ilmu-ilmu sosial

a. Fenomenologi memperluas konteks ilmu pengetahuan dengan konsep lebenswelt (dunia kehidupan), merupakan konsep yang dapat menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan yang mengalami krisis akibat cara berpositivitis dan saintitis.

b. Hermeneutik atau usaha untuk mengatasi objektivisme dari positivisme yang melenyapkan peranan subjek dalam membentuk kenyataan sosial.

c. Mengatasi permasalahan positivisme seprti usaha mengatasi determinisme ekonomis Marxisme ortodoks.[12]

Positivisme Paradigma IPA

1. Positivisme

Positivisme diganakan pertama kali oleh Sain Simon (sekitar 1825), positivisme berakar dari empirisme, prinsip positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist Inggris Francis Bacon (sekitar 1600).

(4)

Pendekatan ilmu-ilmu alam telah sukses menjelaskan gejala-gejala alam sampai menjadi teknologi , diyakini sukses yang sama akan diperoleh jika pendekatan tersebut diterapkan dalam ilmu-ilmu tentang masyarakat. Para penganut pandangan ini dimasukkan kedalam aliran positivisme, seperti Aguste Comte, Ernst Mach, para filsuf dari lingkungan wina.[13]

August Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh-tokoh utama posistivisme sosial. Positivisme sosial pengembangan ilmu terutama untuk mengembangkan organisasi sosial. Filsafat positivistik August Comte

Meskipun Comte seorang ahli matematik, tetapi comte memandang bahwa matemati bukan ilmu, hanya alat berfikir logik, dan matematika memang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena, tetapi dalam praktik fenomena memang lebih komplek Metodologi A. Comte

Alat penelitian yang pertama menurut comte adalah observasi. Kita mengobservasi fakta. Tindakan mengamati sekaligus menghubungkan dengan suatu hukum yang hipotethik diperbolehkan oleh comte. Sosiologi A. Comte

Comte membedakan antara social static dan social dinamics, perbedaan tersebut hanya untuk tujuan analisis satu menalaah fungsi jenjang-jenjang peradaban yang kedua menalaah perubahan-perubahan

jenjang tersebut.

Bentham dan Mill

Menurut meraka ilmu yang falid adalah ilmu yang dilandaskan pada fakta 3. Positivisme Evalusioner

Berangkat dari phisika dan biologi, digunakan doktrin evolusi biologik Herbert Spencer. Konsep evolusi spencer diilhami konsep evalusi biologik, evolusi merupakan proses dari sederhana ke kompleks, pengetahuan manusia terbatas pada kawasan phenomena Haeckel dan Monisme

Agama sering melihat materi dan ruh sebagai dua yang dualistik. Haeckel memandang bahwa hal dan kesadaran itu menampilkan sifat yang berbeda, tetapi mengenai substansi yang satu, monistik.

4. Positivisme Kritis Mach dan Avenarius

Fakta menjadi satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas, realitas bagi keduanya adalah sejumlah rangkaian hubungan beragam hal indriawi yang relatif stabil Pearson

Konsep hukum merupakan merupakan suatu deskripsi tentang dunia luar, bukan persepsi. Petzoldt Hukum memungkinkan orang meilih kondisi mana yang diperkirakan lebih efektif terhadap determinasi suatu penomena, hukum hanya memberi efek logis tidak perlu sampai efek fisik.

(5)

Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologis, aliran ini bersifat critical realism yang memandang realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Secara epistemologis hubungan antara pengamat dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, seperti yang diusulkan oleh aliran positivisme. Aliran ini menyatakan suatu hal yang tidak mungki dicapai atau melihat kebenaran apabila pengamat berdiri dibelakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh karena itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif,, dengan catatan bahwa pebngamat harus bersifat se-netral mungkin, sehingga tingkat subjektivitas dapat dikurangi secara minimal.

Untuk mengetahui pospositivisme dapat kita gambarkan dalam 4 bagian

1. Harus diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang sangat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa pospositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian, suatu ilmu memang betul mencapai objektivitas apabila telah diverikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.

2. Pandangan aliran positivisme bukan suatu realitas yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi merupakan perkembangan akhir dari pandangan pospositisme.

3. Banyak pospositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut realisme dan ini, menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui adanya sebuah kenyataan. Realisme mengungkap bahwa semua pandangan itu benar sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan yang dianggap terbaik dan benar. Pospositivisme menolak pandangan bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.

4. Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, Maka tidak ada sesuatu yang benar-benar pasti. Pandangan ini tidak bisa diterima karena objektivitas nerupakan indeikator kebenaran yang melandasi penyelidikan yang ingin ditekankan bahwa objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.

Pospositivisme lawan dari positivisme: cara berpikir yg subjektif Asumsi thd realitas: there are multiple realities (realitas jamak), Kebenaran subjektif dan tergantung pada konteks value, kultur, tradisi, kebiasaan, dan keyakinan. Natural dan lebih manusiawi Edmund Husserl (1859-1938) Gagasan Dasar Phenomenologi dari Franz Bremento (1838-1917): “all consciousness is by its very nature intentional, that is, directed toward some object”.

Phenomenologi dari Husserl (Phenomenologi modern). Kesadaran berilmu pengetahuan yg pertama-tama adalah kesadaran manusia tentang objek-objek intensional. Dua arti objek intensional:

semantik dan ontologik.

(6)

PARADIGMA POSPOSITIVISME

Merupakan versi modifikasi dari positivisme (Positivisme terbukti gagal memahami realitas) Hasil penelitian yang berasal dari manipulasi statistical modelling relatif semakin kontradiktif, parsial dan kurang memberi gambaran yang jelas tentang situasi masyarakat dimana penelitian itu dilakukan. Terjadi pergeseran paradigma (khun) dari positivisme ke neopositivisme yang kemudian bermetamorfose menjadi postpositivism.

ASUMSI ONTOLOGIS

PARADIGMA POSPOSITIVISME

“Critical realist” –Seperti halnya realitas dalam klaim positivisme, namun penganut paradigma ini menyatakan bahwa realitas tak pernah bisa dipahami secara utuh, karena keterbatasan kemampuan manusia. Selain itu sifat alam (fisik dan sosial) itu tidak akan pernah ditemukan secara utuh.

ASUMSI EPISTIMOLOGIS PARADIGMA POSPOSITIVISME

“Modified dualism –objectivity” – objektivitas tetap sesuatu yang ideal, tak ada perdebatan tentang perlunya objektivitas dalam suatu penelitian, tetapi hal tersebut hanya bisa didekati. Peneliti sosial tidak akan pernah menghindari efek interaksi antara peneliti dengan obyek yang diteliti. Jadi klaim objektivitas dari penganut pasitivisme adalah suatu kemustahilan.

ASUMSI AKSIOLOGIS PARADIGMA POSPOSITIVISME

“Controlled value-free” –Para penganut paradigma pospositivisme mempercayai bahwa sistem nilai memegang peranan dalam suatu penelitian, tetapi peneliti bisa mengontrolnya. Jadi menolak prinsip aksiologis paradigma positivisme

ASUMSI METODOLOGIS PARADIGMA POSPOSITIVISME

“Modified experimental-manipulative” : Para penganut pospositivisme tetap mengandalkan model-model eksperimen, manipulasi dan mengontrol variabel penelitian, menggunakan metode survey, menyusun hipotesis, seperti halnya klaim positivisme, tetapi mereka juga mengakui metode kualitatif sebagai metode ilmiah yang dapat digunakan dalam mendekati kebenaran ilmiah.

PERBEDAAN LAIN ANTARA PARADIGMA POSITIVISME DENGAN POSPOSITIVISME

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh yang signifikan antara variabel karakteristik individu dan faktor psikologis

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Astika Yuna Sitorus,SP telah banyak membantu penulis mulai dari awal masuk kuliah sampai saat ini dan khususnya

Yunani mencapai puncak kejayaannya atau zaman keemasannya (zaman Hellenisme) di bawah pimpinan Iskandar Agung(356-323 SM) dari Macedonia, yang merupakan salah seorang

Formulir Bimbingan Proposal merupakan formulir kontrol proses pelaksanaan bimbingan dari mahasiswa kepada calon pembimbing proposal. Formulir ini diisi oleh mahasiwa untuk

5 Matrik jarak genetik Fusarium oxysporum sampel Tanah Karangploso dengan beberapa Gen dari spesies lain tergabung dalam Genus Fusarium yang terdata

vastattiin yhdistämällä sisällön analyysillä aineistosta tuotettu teema- jäsennys ja teemojen esiintymisissä havaitut muutokset (tutkimuksen alakysymykset 1a ja 1b)

keberadaan suatu pihak pada suatu kontrak anjak piutang yang muncul dari kontrak penjualan barang-barang antara seorang pemasok barang dengan debitor dari negara yang berbeda