• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN

OPTIMISME PADA WANITA PENDERITA KANKER

Oleh:

Niken Wulandari Suryaningtyas Endah Puspita Sari

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN

OPTIMISME PADA WANITA PENDERITA KANKER

Oleh:

Niken Wulandari Suryaningtyas Endah Puspita Sari

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

(3)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN OPTIMISME PADA

WANITA PENDERITA KANKER

Telah Disetujui Pada Tanggal

Dosen Pembimbing Utama

(4)

CORRELATION BETWEEN SOCIAL SUPPORT AND OPTIMISM IN

WOMEN WITH CANCER

Niken Wulandari Suryaningtyas Endah Puspita Sari

ABSTRACT

This study attempted to search the correlation between social support and optimism in women with cancer. The hypothesis tested was a positive correlation between social support and optimism in women with cancer. Subject of this

research were 50 women with cancer.

Data were collected by two scales include optimism scale from Seligman

(2006) theory and the social support scale that is based on the theory of Sarafino (2006).

Data were analyzed by using Pearson Product Moment. Results of this study

indicate a significant correlation between social support and optimism with r = 0.582, p = 0.000 (p <0.01). The hypothesis of this study there is a significant

relationship between social support with optimism in women cancer patients is acceptable.

(5)

Pengantar

Kanker merupakan penyakit yang tidak asing lagi terdengar di masyarakat saat ini. Data dari Kementerian Kesehatan tahun 2012 menyebutkan bahwa prevalensi kanker mencapai 4,3 banding 1.000 orang. Padahal data sebelumnya

menyebutkan prevalensinya 1 banding 1.000 orang (Kartika, 2013). Dikutip dari Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar sebanyak sembilan provinsi mempunyai

prevalensi penyakit tumor/kanker di atas prevalensi nasional, yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

menjadi wilayah dengan prevalensi penderita kanker tertinggi di Indonesia yaitu 9,6 per 1.000 penduduk dan yang terendah adalah Maluku dengan 1,5 per 1.000

penduduk (Riset Kesehatan Dasar, 2007).

Dapat dikatakan bahwa penderita kanker mengalami kondisi yang tidak menyenangkan baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik, kesehatan penderita

kanker terganggu, hal ini dikarenakan sel-sel kanker yang menyerang bagian tubuh penderita itu sendiri dan juga efek samping ketika penderita menjalani

pengobatan medis seperti mual, tidak nafsu makan, diare, kulit kering. Secara psikis, penderita kanker mempunyai perasaan hampa, inisiatifnya kurang, merasa tidak berarti, apatis, serba bosan, tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, muncul

pikiran bunuh diri. Gejala-gejala gangguan psikologis yang bisa muncul pada pasien yang menderita kanker adalah kemarahan, kecemasan, depresi, dan tidak

(6)

Tidak sedikit dari penderita yang divonis terkena kanker merasa tidak lagi punya masa depan. Mereka merasa putus asa dan tidak percaya diri sehingga

membuat dirinya kehilangan gairah hidup. Mereka tidak lagi optimis dalam memandang hidup. Baginya hidup sudah berakhir ketika mereka didiagnosa kanker, mereka pesimis terhadap masa depan dan juga pesimis bisa melakukan

sesuatu untuk mengubah keadaan. Kanker digambarkan oleh banyak orang sebagai suatu masalah besar. Ketakutan yang dialami ketika didiagnosis kanker

diantaranya perusakan, ketergantungan, nyeri, penurunan berat badan, penipisan finansial, kesepian dan kematian.

“Pertama kali ketika didiagnosa kanker, saya merasa bahwa hidup saya tidak

panjang. Saya takut jika sewaktu-waktu meninggal belum memiliki bekal apa-apa, anak-anak masih kecil tidak ada yang mengurus. Pasti membutuhkan banyak

biaya untuk berobat….” (SB, Wawancara Pribadi, 6 Maret, 2013).

Kondisi psikologis seseorang akan mempengaruhi tingkat kekebalan tubuhnya. Individu yang berada pada tingkat emosional yang rapuh akan lebih

cepat tertularkan penyakit, karena tingkat kekebalan tubuhnya menurun akibat kondisi emosi yang buruk tadi. Kondisi psikologis yang positif, penuh

pengharapan, akan meningkatkan daya tahan tubuh, sedangkan sikap negatif, takut, dan pasrah, akan menurunkan daya kekebalan tubuh. Begitu juga dengan penderita kanker, ketika penderita kanker memiliki kondisi psikologis yang

(7)

menyebabkan atau memperberat kanker seperti stress, dendam, kebencian yang mendalam atau sakit hati (Corwin, 2001).

Salah satu sikap positif yang seharusnya dimiliki penderita kanker adalah optimisme. Optimisme merupakan salah satu keyakinan positif yang memiliki peran penting dalam proses penyebuhan bagi penderita kanker. Seligman (2006)

mengemukakan bahwa optimisme dan pesimisme mempengaruhi kesehatan seseorang, hampir seperti pengaruh dari faktor-faktor fisik. Berdasarkan hasil

wawancara dengan salah seorang pasien kanker, optimisme untuk sembuh sangat berpengaruh disamping pengobatan medis, dia harus menjalani kemoterapi sebanyak enam kali, proses pengobatan pun sangat panjang tetapi karena begitu

optimis dan yakin akan sembuh, akhirnya sekarang sel kanker sudah berkurang (SB, Wawancara Pribadi, 6 Maret, 2013).

Orang yang optimis memiliki coping yang efektif dan dapat menemukan aspek-aspek yang positif dari situasi yang penuh tekanan. Optimisme dapat mempengaruhi kesehatan, orang yang memiliki optimisme ketika sakit akan lebih

cepat sembuh. Optimisme merupakan keyakinan positif, suasana positif tersebut berpengaruh pada kesehatan. Optimisme dibutuhkan penderita kanker karena

optimisme berfungsi membuat kondisi tubuh penderita kanker menjadi lebih sehat, karena dengan adanya keyakinan bahwa dirinya akan sembuh maka semangat hidupnya akan lebih mengarahkan kepada hal-hal positif seperti berpikir

positif. Seligman (2006) mengatakan bahwa optimisme pada individu akan memancarkan harapan, yang berarti memiliki keyakinan yang kuat bahwa segala

(8)

merupakan faktor dalam meningkatkan motivasi untuk dapat bertahan hidup. Individu yang memiliki sikap optimis memiliki harapan kuat terhadap segala

sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan frustasi (Goleman dalam Nurtjahjanti & Ratnaningsih, 2011). Orang yang optimis adalah orang yang mengharapkan hasil

positif. Seorang yang optimis berharap untuk mengatasi stres dan tantangan sehari-hari secara efektif.

Scheier dan Carver mendefinisikan optimisme sebagai harapan positif ketika menghadapi masalah dalam hidup (Wiberlly, Carver & Antoni, 2008). Optimisme dapat dengan mudah muncul dalam diri individu ketika individu merasa tidak

sendiri. Bantuan yang didapat dari orang lain seperti keluarga, teman, dan masyarakat membuat penderita kanker tidak merasa sendiri dalam menghadapi

masalahnya. Bantuan dan perhatian yang diperoleh dari orang lain tersebut dapat disebut sebagai dukungan sosial. Dukungan sosial sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan individu, mengingat individu adalah makhluk sosial yang selalu

berhubungan satu dengan yang lain. Tersedianya dukungan sosial akan memberi pengalaman pada individu bahwa dirinya dicintai, dihargai, dan diperhatikan.

Adanya perhatian dan dukungan dari orang lain akan menumbuhkan harapan untuk hidup lebih lama, sekaligus dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan pada penderita kanker. Sebaliknya, kurang atau tidak tersedianya dukungan sosial

akan menjadikan individu merasa tidak berharga dan terisolasi. Adanya dukungan sosial yang cukup dapat membuat individu lebih optimis karena merasa yakin

(9)

Dukungan sosial akan memberikan kenyamanan secara fisik maupun psikologis kepada penderita. Pasien penderita kanker tidak hanya menderita

secara fisik, tetapi juga mengalami masalah psikologis, sehingga penderita tidak hanya membutuhkan perawatan fisik tetapi juga perawatan psikologis seperti dukungan keluarga (Lubis & Hasnida, 2009). Pasien penderita kanker memiliki

banyak kebutuhan, termasuk penanganan penyakit, pemantauan pengobatan, administrasi obat, dukungan emosional, bantuan perawatan diri (Given, Given, &

Kozachik, 2001)

Sarason (Kuntjoro, 2002) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan,

menghargai dan menyayangi kita. Sarafino (2006) berpendapat bahwa dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan kepedulian,

atau membantu orang dari orang-orang atau kelompok-kelompok lain. Sumber pendukung pertama biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak, saudara kandung, atau cucu. Selain itu dukungan sosial pada penderita

kanker juga dapat diperoleh dari teman, sahabat, konselor, dan petugas pelayanan kesehatan. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga merupakan unsur

terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah karena keluarga merupakan sumber pendukung yang pertama dan paling dekat dari penderita kanker. Adanya dukungan dari orang-orang seperti keluarga, pasangan, teman

baik (teman sesama penderita maupun teman yang bukan penderita), konselor, dan dokter akan memberikan pengalaman kepada penderita kanker bahwa dirinya

(10)

penderita kanker pada suatu keyakinan bahwa dirinya masih berarti bagi orang-orang terdekatnya sehingga dapat lebih yakin untuk menjalani pengobatan demi

kesembuhannya.

Pentingnya kaitan dukungan sosial dan optimisme bagi penderita kanker menarik minat penulis untuk menelitinya. Adapun pertanyaan penelitian ini adalah

“apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan optimisme pada wanita penderita kanker?”

Optimisme Dukungan Sosial

Metode Penelitian

Data dalam penelitian ini diambil dari wanita penderita kanker. Subyek penelitian diambil berdasarkan purposive sampling, dimana subyek penelitian dipilih berdasarkan ciri-ciri atau sifat yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan

dalam penelitian ini. Ciri subyek yang diinginkan dalam penelitiian ini meliputi: wanita yang berusia 20 sampai 50 tahun, menderita sakit kanker.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan skala. Skala dalam penelitian ini terdiri dari dua skala, yaitu : skala optimisme dan skala dukungan sosial. Skala optimisme disusun berdasarkan aspek

yang dikemukakan oleh Seligman (2006) dan terdiri dari 26 aitem. Skala dukungan sosial disusun berdasarkan aspek Sarafino (2006) dengan jumlah aitem

(11)

Skala optimisme terdiri dari pernyataan favorabel dan unfavorable dan menyediakan alternatif jawaban yang terdiri dari STS (Sangat Tidak Sesuai),

TS(Tidak Sesuai), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Bobot nilai setiap pilihan berada pada rentang 1-4. Bobot penilaian pada aitem favorable yaitu STS=1, TS=2, S=3, SS=4. Untuk aitem unfavorable STS=4, TS=3, S=2, SS=1.

Skala dukungan sosial terdiri dari dua kategori aitem, yaitu aitem favorable dan unfavorable, dan menyediakan alternatif jawaban yang terdiri dari STS

(Sangat Tidak Sesuai), TS(Tidak Sesuai), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai). Bobot nilai setiap pilihan berada pada rentang 1-4. Bobot penilaian pada aitem favorable yaitu STS=1, TS=2, S=3, SS=4. Untuk aitem unfavorable STS=4, TS=3, S=2,

SS=1.

Untuk mengetahui adanya hubungan antara dukungan sosial dan optimisme

digunakan teknik Product-Moment dari Pearson. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan aplikasi komputer yaitu program SPSS seri 19.0 for Windows.

Hasil Penelitian

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik Product-Moment dari Pearson karena data telah memenuhi persyaratan normalitas dan linearitas. Uji korelasi tersebut menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1

Analisis korelasi Pearson Product-Moment Dukungan Sosial dan Optimisme

Variabel Pearson Correlation p

(12)

Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji hipotesis mengenai adanya hubungan antara dukungan sosial dengan optimisme pada wanita penderita

kanker. Setelah tahap analisis pengolahan data dilakukan, ternyata diperoleh hasil yang mendukung hipotesis tersebut. Hasil analisis data yang menggunakan teknik

product moment menunjukkan bahwa hipotesis terbukti dengan nilai koefisien r = 0.582 dan p = 0.000 (p < 0.01). Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan optimisme.

Wanita penderita kanker yang memiliki banyak dukungan sosial memiliki optimisme yang tinggi. Sebaliknya, apabila dukungan sosial yang dimiliki

penderita kanker sedikit maka memiliki optimisme yang rendah.

Dalam penelitan ini dukungan sosial merupakan variabel bebas yang dikorelasikan dengan optimisme. Dari hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa

apabila subjek tinggi dukungan sosialnya maka subjek memiliki optimisme yang tinggi. Sebaliknya, subjek memiliki dukungan sosial yang sedikit maka subjek

memiliki optimisme yang rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yamada (2011) yang bertujuan untuk meneliti hubungan antara dukungan sosial, optimisme dan kognisi pada penderita kanker payudara. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan positif pada optimisme dan kognisi. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat dukungan sosial maka semakin

(13)

Pada tabel kategorisasi terlihat bahwa variabel optimisme sebagian besar pada kategori tinggi, artinya subjek memiliki dominan optimisme. Orang-orang

optimis memperlihatkan kecenderungan untuk melakukan perlawanan dalam mengatasi masalah, hambatan, tidak gampang menyerah, dan berjuang sekuat tenaga (Farid, 2007). Menurut Alwisol (2004), orang optimis cenderung memiliki

visi pribadi, bertindak konkrit, berpikir realistik, menjalin hubungan sosial, berpikir proaktif dan positif, dan berani melakukan trial and error. Karakteristik

yang ada pada orang optimis tersebut menunjukkan bahwa subjek yang memiliki dominan optimisme menyikapi kegagalan sebagai hal yang wajar, menganggap kegagalan sebagai pemicu untuk bangkit, dan mencoba tanpa putus asa sampai

meraih keberhasilan.

Perasaan seperti malu, kesedihan, tekanan, putus asa, tidak berharga,

keterpurukan serta ketidakberdayaan yang dirasakan individu ketika menerima kenyataan bahwa kondisi fisiknya tidak sehat seperti orang lainnya lambat laun akan bisa diterima. Dalam menjalani proses tersebut tidaklah mudah, individu

penderita kanker membutuhkan kehadiran keluarga, kerabat, teman dan dukungan sosial lainnya yang dapat menumbuhkan optimisme untuk hidup. Hal tersebut

sesuai dengan penelitian yang dilakukan di California yang menunjukkan bahwa individu yang memiliki sedikit ikatan sosial dan komunitas lebih mungkin meninggal dibandingkan dengan mereka yang memiliki lebih banyak ikatan dan

(14)

Adanya dukungan sosial seperti dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan instrumen, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial terbukti

telah memiliki keterkaitan dengan adanya optimisme pada diri wanita penderita kanker, dengan memberi kontribusi sebanyak 33,9%. Menurut Vinacle (Frank, 2008), faktor optimisme dipengaruhi oleh pola pikir optimis-pesimis yaitu 1)

faktor etnosentris yaitu meliputi keluarga, status sosial, jenis kelamin, agama dan kebudayaan. 2) faktor egosentris adalah sifat yang dimiliki setiap individu, berupa

aspek kepribadian.

Dalam penelitian ini terlihat bahwa subjek memiliki optimisme yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel kategorisasi optimisme, dimana sebagian

besar subjek berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan segala kesulitan dan kelemahan yang dihadapi subjek penderita kanker, mereka

mampu bertahan dan menghadapinya sehingga mereka dapat mencapai optimisme. Hal tersebut juga tidak terlepas dari dukungan sosial yang berpengaruh terhadap kesejahteraan hidup seseorang. Penelitian Kiecolt-Glaser

dan Glaser (Taylor, 2000) menemukan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan dengan system imun yang lebih baik. Sistem imun yang lebih baik membuat sel

kanker menjadi berkurang dan mendorong penderita kanker untuk optimis. Jika dilihat pada tabel deskripsi data penelitian, terlihat bahwa secara empirik rata-rata dukungan sosial dan optimisme lebih tinggi daripada

perhitungan secara hipotetik. Ini berarti subjek penelitian memiliki dukungan sosial dan optimisme yang lebih tinggi dari seharusnya. Hal tersebut terjadi karena

(15)

banyak dukungan sosial yang didapatkan oleh penderita tersebut, sehingga membuat penderita kanker bisa lebih merasa diperhatikan disaat penderita tersebut

merasa tidak berdaya dan membutuhkan bantuan.

Setelah dilakukan penelitian, peneliti melihat ada kelemahan di dalam penelitian ini yaitu peneliti tidak mampu mengontrol subjek yang terdiri dari

tempat pengambilan data yang berbeda sehingga memungkinkan terdapat intervensi yang berbeda antara tempat-tempat tersebut. Peneliti juga tidak sanggup

mengontrol dengan siapa subjek tinggal, dan jenis kanker yang diderita karena tidak diungkap dalam poin identitas di lembar skala. Padahal kedua hal tersebut juga memiliki pengaruh terhadap dukungan sosial dan optimisme pada wanita

penderita kanker.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Antara dukungan sosial dengan optimisme terdapat hubungan positif yang signifikan. Hal ini dapat diartikan bahwa hipotesis penelitian ini diterima.

2. Secara umum, penderita kanker memiliki dukungan sosial yang tinggi. Artinya penderita merasakan adanya pendampingan dan dukungan dari orang-orang terdekat, keluarga dan teman, dan pemenuhan berbagai

(16)

3. Penderita kanker memiliki optimisme cukup tinggi. Tingkat optimisme yang cukup tinggi menunjukkan bahwa penderita memiliki keyakinan yang

optimis untuk dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran

yang dapat menjadi perhatian:

1. Bagi keluarga penderita kanker, agar memberikan dukungan sesuai dengan

yang penderita butuhkan, sehingga penderita merasakan keringanan dalam mengatasi masalahnya. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan emosi, dukungan instrumen, dukungan penghargaan, dukungan informasi dan

dukungan jaringan sosial.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hubungan dukungan sosial

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Apriana, E. 2002. Hubungan antara Konsep Diri dengan Optimisme pada Mahasiswa Tingkat Akhir. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Imu Sosisal Budaya Universitas islam Indonesia.

Astuti, P.A., 2010. Hubungan antara Konsep Diri dengan Optimisme Peyandang Cacat Tubuh Non Bawaan di Pusat Rehabilitasi Terpadu Penyandang Cacat. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Imu Sosisal Budaya Universitas islam Indonesia.

Astuti, A. dan Budiyani, K. Hubungan antara Dukungan Sosial yang Diterima dengan Kebermaknaan Hidup pada ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana

Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi edisi 2. Penerbit Pustaka Belajar : Yogyakarta

Bissonnete, M. 1998. Optimism, Hardiness, and Resiliency: A review of The Literature.

Chandra, A. (4 Februari 2013). Faktor Psikologis Pasien Kanker. Diunduh pada

tanggal 08 Februari 2013 dari

http://health.kompas.com/read/2013/02/04/14550337/Faktor.Psikologis.Pasi en.Kanker

Chaplin, C.P., 2009. Kamus Lengkap Psikologi. (Edisi Pertama, Cetakan keenam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Daylailatu, H. 16 Maret 2012. Penderita Kanker, Kelompok Dukungan Lebih Kuat dengan Berbagi (1). Diunduh pada 12 Februari 2012 dari

http://m.tabloidnova.com/Nova/News/Peristiwa/Penderita-Kanker-Kelompok-Dukungan-Lebih-Kuat-dengan-Berbagi-1

(18)

Given, B.A., Given, C.W., dan Kozachik, S. 2001. Family Support in Advanced Cancer. A Cancer Journal for Clinicians. 2001; 51; 213-231

Kartika, U. (21 Maret 2013). Penderita Kanker di Indonesia Meningkat. Diunduh 25 Maret 2013 pada dari http://health.kompas. com/read/ 2013/03/21/ 19425358/ Penderita.Kanker.di.Indonesia.Meningkat.

Kurniawati. 2000. Dukungan Sosial, Harga Diri dan Optimisme pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Psikologi Universitas Gadjah Mada

Lubis, N.L., dan Hasnida. 2009. Dukungan Sosial pada Pasien Kanker, Perlukah?. Medan: USU Press

Nurtjahjanti, H., dan Ratnaningsih, I.Z. 2011. Hubungan Kepribadian Hardiness dengan Optimism pada Calon Tenaga Terja Indonesia (CTKI) Wanita di BLKLN Disnakertrans Jawa Tengah. Jurnal Psikologi Undip. Vol.10, no.2, Oktober 2011

Octavia, D.L. 2009. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Resiliensi pada Anak Jalanan. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Imu Sosisal Budaya Universitas islam Indonesia.

Omri. Masalah Psikologi pada Penderita Kanker. Diunduh pada tanggal 10

Februari 2013 dari http://www.rumahkanker.com/

perawatan/perawatanpsikis/68-psikologi-penderita-kanker

Tofik Onlen. Gejala Kanker Serviks. Diunduh pada tanggal 08 Februari 2013 dari http://tofikonline.net/gejala-kanker-serviks.htmlniawati

Ranggiasanka, A. 2010. Waspada Kanker pada Pria dan Wanita. Yogyakarta: Hanggar Kreator

Riskerdas. 2007. Riset Kesehatan Dasar: Laporan Nasional 2007. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Ronowulan, E. 05 Februari 2010. Emosi Negatif Perburuk Kondisi Penderita

Kanker. Diunduh pada 12 Februari 2013 dari http://m.beritasatu.com/kesehatan/29823-emosi-negatif-perburuk-kondisi-penderita-kanker.html.

Rottinghaus, P. J., Day, S. X., & Borgen, F. H. 2005. The Career Inventory: A Measure of Career-Related Adaptability And Optimism. Journal of Career Assessment. Volume 13 No. 1, 3-24.

(19)

Seligman, M.E.P. 2006. Learned Optimism: How to Change Your Mind And Your Life. New York: Vintage Books.

Taylor, S.E., Peplau, L.A., Sears, D.O. 2009. Psikologi Sosial, (Cetakan Pertama, Edisi Keduabelas. Jakarta: Kencana.

Wikipedia. (09 Februari 2013). Kanker. Diunduh pada tanggal 10 Februari 2013 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan progress kinerja penyerapan selama satu triwulan, yang dihitung berdasarkan selisih penyerapan kumulatif antara Triwulan IV Tahun 2015 dan Triwulan I

Untuk meningkatkan penjualan produk sebuah perusahaan diperlukan strategi dan pendekatan yang sesuai dengan kebutuan perusahaan dan dapat menembus tujuan

Rekapitulasi kuadrat tengah karakter kuantitatif yang diamati disajikan pada Tabel 2 yang menunjukkan berbeda sangat nyata pada parameter umur berbunga, umur panen,

[r]

17 Ketika saya membuat suatu perencanaan, ibu senantiasa memberikan penilaian yang apa adanya, sehingga tidak membuat saya disudutkan. SS S TS

Serta abangku Fazli yang selalu mengingatkan penulis untuk selalu bersabar dan bersyukur dengan apa yang sedang dijalani, terimakasih atas doanya untuk

Waktu pelaksanan tahapan tindakan pada siklus II yaitu pertemuan I dilaksanakan pada hari kamis tanggal 4 Februari 2016, pertemuan II dilaksanakan pada hari senin tanggal

a) Taat terhadap semua aturan hukum Republik Indonesia dan Amerika Serikat. b) Mendukung prioritas-prioritas dan kebijakan nasional yang terkait, seperti Indonesian