• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KECEPATAN ANGIN MESOSFER DAN TE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KECEPATAN ANGIN MESOSFER DAN TE (1)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

147

Analisis Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer Bawah Daerah Ekuator Indonesia dari Pengamatan MF Radar

Dyah Rahayu M, Buldan Muslim, dan Gatot W Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi

PUSFATSIANSA, LAPAN dyah_rm@bdg.lapan.go.id

Abstrak

Variasi komponen pasut diurnal dan semidiurnal dari data angin zonal dan meridional untuk stasiun Pameungpeuk dan Pontianak akan dianalisis untuk mengetahui bagaimana pola musiman pasut diurnal dan semidiurnalnya. Data yang digunakan adalah data jam-an kecepatjam-an jam-angin zonal djam-an meridional keluarjam-an MF Radar Pontijam-anak djam-an Pameungpeuk. Data stasiun Pontianak tahun 2004 dan data stasiun Pameungpeuk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2006.

Dengan memanfaatkan persamaan harmonik untuk gelombang pasut dan mencari solusinya, maka akan diperoleh amplitudo komponen-komponen pasut baik diurnal maupun semidiurnal angin zonal dan meridional. Data amplitudo pasut bulanan akan memberikan informasi bagaimana variasi kecepatan angin pada ketinggian 90 km (Mesosfer-Lower Termosfer) di atas Pameungpeuk dan Pontianak.

Hasilnya menunjukkan bahwa variasi musiman terlihat jelas pada angin rata-rata baik di atas Pameungpeuk dan Pontianak. Komponen-komponen pasut diurnal dan semidiurnal untuk stasiun Pontianak mencapai maksimum saat matahari berada dekat ekuator dan sebaliknya mencapai minimum pada saat bulan-bulan matahari jauh dari ekuator. Sementara untuk stasiun Pameungpeuk nilai maksimum dan minimumnya lebih bervariasi. Hasil-hasil analisis kecepatan angin di atas dibandingkan juga dengan hasil-hasil analisis serupa untuk daerah ekuator lainnya, dalam hal ini dibandingkan dengan Brazil. Pola angin mesosfer di atas Pontianak memiliki kesamaan dan perbedaan dengan pola angin mesosfer di atas Cariri, Brazil. Kesamaannya ada pada pola angin rata-rata baik zonal maupun meridional. Sedangkan perbedaannya ada pada pasut diurnal dan semidiurnal dan perbandingan besar gelombang pasut zonal dan meridional.

1. PENDAHULUAN

Pemodelan kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah perlu dilakukan untuk

memahami dinamika atmosfer atas terutama di daerah ekuator seperti Indonesia,

mengingat peran penting daerah ekuator sebagai penggerak sirkulasi udara secara global.

Sebelum lebih jauh merancang model baik model empiris maupun fisis maka lebih dulu

perlu diketahui dan dipahami bagaimana variasi dari kecepatan angin di lapisan mesosfer

dan termosfer bawah daerah yang akan dimodelkan.

Berkaitan dengan pembahasan tentang variasi kecepatan angin mesosfer dan

(2)

diantara gelombang-gelombang atmosfer di lapisan ini maka pasut adalah yang dominan.

Biasanya pasut diurnal dan semidiurnal paling dominan, walaupun ditemukan juga

harmonik lebih tinggi seperti terdiurnal dan quarter diurnal (Sujata Kovalam, 2000).

Pasut atmosfer adalah salah satu komponen terpenting dalam perpindahan energi

dan momentum antara lapisan atmosfer satu dengan lapisan atmosfer lainnya. Dinamika

atmosfer yang diakibatkan oleh pasut atmosfer di mesosfer dan termosfer bawah akan

menyebabkan terjadinya peningkatan amplitudo dalam penjalarannya ke arah atas. Proses

inilah yang menentukan besarnya momentum dan panas di lapisan atmosfer atas.

Peningkatan amplitudo pasut, terutama di lapisan mesosfer dan termosfer bawah akan

mendominasi medan-medan angin. Seperti gelombang atmosfer lainnya, pasut atmosfer

akan memindahkan momentum dari daerah sumbernya ke daerah dimana pasut akan

terdisipasi sehingga mempengaruhi sirkulasi rata-rata dan struktur lapisan atmosfer lainnya

(Teitelbaum dan Vial, 1981; Lieberman dan Hays, 1994).

Pengamatan dan kajian tentang pasut atmosfer di mesosfer dan termosfer bawah

terdahulu menunjukkan adanya variabilitas dalam beberapa skala waktu meliputi skala

pendek (Nakamura dkk, 1997), skala planeter (Fritts dan Isler, 1994), semiannual (Vincent

dkk, 1988), intraseasonal (Eckermann dkk, 1997), dan interannual (Vincent dkk, 1988;

Burrage dkk, 1995a; Fritts dan Isler, 1994). Variabilitas dalam skala waktu tersebut

penting untuk mempelajari penyebab-penyebabnya. Variasi parameter-parameter pasut

dalam skala waktu lebih lama ditemukan pada lapisan atmosfer lebih rendah.

Pada program kegiatan penelitian tahun 2007 ini dikaji variabilitas kecepatan angin

mesosfer dan termosfer bawah di beberapa stasiun radar di Indonesia yaitu Pameungpeuk

dan Pontianak dengan analisis harmonik. Analisis data kecepatan angin hasil pengamatan

radar-radar atmosfer atas yang ada di Indonesia itu akan menjadi modal awal yang sangat

diperlukan dalam perancangan model angin mesosfer dan termosfer bawah ekuator

Indonesia.

2. DATA DAN METODOLOGI

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kecepatan angin horizontal

hasil keluaran MF radar Pameungpeuk dan Pontianak. Untuk stasiun Pontianak digunakan

data tahun 2004, sementara untuk stasiun Pameungpeuk digunakan data dari tahun 2005

(3)

Perhitungan angin rata-rata, amplitudo gelombang pasut diurnal dan semidiurnal

dilakukan terhadap data jam-an setiap hari. Jika hanya ada data pengamatan yang kurang

dari 20 jam dalam satu hari atau ada kekosongan data lebih besar dari 4 jam berturut-turut

maka kami tidak menggunakan nilai hasil analisis harmonik pada hari tersebut

Data kecepatan angin jam-an kemudian diolah dengan memanfaatkan analisis

harmonik untuk pasut. Persamaan harmonik untuk gelombang pasut dapat dituliskan

sebagai berikut :

Vt = Ao + a24 sin[ω24t] + b24 cos[ω24t] + a12 sin[ω12t] + b12 cos [ω12t]

Dengan menampilkan persamaan tersebut menjadi bentuk matriks maka akan didapatkan

solusinya. Sehingga komponen-komponen pasut meliputi amplitudo dan fase akan

diperoleh dari persamaan berikut :

A24 = [a242 + b242]1/2 P24 = arc[tan(b24/a24)]

A12 = [a122 + b122] 1/2 P12 = arc[tan(b12/a12)]

Gambar 1a dan 1b menunjukkan langkah-langkah bagaimana data kecepatan angin

tersebut diolah. Dengan memanfaatkan software MATLAB maka pendekatan fungsi

harmonik untuk data pengamatan dapat diperoleh, sehingga komponen pasut nya juga akan

didapatkan. Gambar 1a menunjukkan plot data pengamatan dan pendekatan persamaan

harmonik untuk data tersebut. Gambar 1b adalah plot komponen pasut (amplitudo)

meliputi komponen pasut diurnal, semidiurnal, dan terdiurnal.

Gambar 1a Gambar 1.b

Dari data amplitudo pasut bulanan baik diurnal maupun semidiurnal, akan dapat kita lihat

(4)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis harmonik untuk data kecepatan angin stasiun Pameungpeuk dan

Pontianak dapat dilihat pada gambar berikut :

Angin Rata-rata Zonal Pameungpeuk Tahun 2005 dan 2006

Angin Rata-rata Zonal Pontianak Tahun 2004

-30

Angin Rata-rata Meridional Pameungpeuk Tahun 2005 dan 2006

Angin Rata-rata Meridional Pontianak Tahun 2004

Gambar 2a, 2b, 2c, dan 2d, menunjukkan variasi angin rata-rata zonal (2a dan 2b)

dan meridional (2c dan 2d) di atas Pameungpeuk dan Pontianak. . Nilai terbesar terjadi

pada bulan Maret (25 m/dt), di mana angin rata-rata arahnya ke Barat dan Utara. Rata-rata

angin zonal arahnya ke Barat kecuali pada bulan Juni, Juli dan Oktober arahnya ke Timur.

Pada bulan Juni untuk stasiun Pontianak angin meridional mencapai puncaknya dan

mengarah ke Selatan. Sedangkan untuk stasiun Pameungpeuk angin meridional mencapai

puncaknya pada bulan Oktober dan mengarah ke Utara.

Komponen Pasut Diurnal Angin Zonal Pameungpeuk Tahun 2005 dan 2006

(5)

Komponen Pasut Diurnal Angin Meridional Pameungpeuk

Komp. Pasut Diurnal Angin Meridional Pontianak Tahun 2004

Gambar 3a, 3b, 3c, dan 3d, menunjukkan variasi komponen diurnal angin zonal (3a dan

3b) dan meridional (3c dan 3d) di atas Pameungpeuk dan Pontianak. . Nilai terbesar terjadi

pada bulan Agustus (30 m/dt). Dari gambar dapat dilihat bahwa gelombang pasut

mengalami osilasi setengah tahunan, di mana nilai amplitudo maksimum terjadi pada

bulan-bulan dimana matahari berada dekat dengan ekuator. Sedangkan nilai amplitudo

minimum terjadi saat matahari berada jauh dari ekuator. Hasil tersebut mendukung teori

tentang pasut atmosfer yang sangat berhubungan dengan posisi matahari.

Amplitudo pasut atmosfer terbesar terbentuk di lapisan troposfer dan stratosfer saat

radiasi matahari mengenai lapisan atmosfer dan terjadi penyerapan uap air dan ozon pada

siang hari. Pasut yang terbentuk kemudian dapat menjalar dari sumbernya dan naik ke

lapisan mesosfer dan termosfer. Pasut atmosfer dapat digambarkan sebagai fluktuasi angin,

temperatur, kerapatan, dan tekanan. Dalam kegiatan ini kami hanya akan mengkaji

fluktuasinya dalam kecepatan angin horizontal (zonal dan meridional).

Dari gambar 3 di atas tampak bahwa amplitudo pasut diurnal angin zonal lebih

besar dibandingkan dengan amplitudo pasut diurnal angin meridional.

Komp. Semi Diurnal Angin Zonal Pameungpeuk Tahun 2005-2006

(6)

Komp. Semi Diurnal Angin Meridional Pameungpeuk

Komp. Semi Diurnal Angin Meridional Pontianak Tahun 2004

Seperti halnya gambar 3, hasil analisis harmonik untuk komponen semidiurnal

angin horisontal (zonal dan meridional) dapat dilihat dalam gambar 4. Dari gambar 4

terlihat adanya variasi musiman komponen pasut semidiurnal pada saat posisi matahari

berada dekat dengan ekuator. Untuk komponen semidiurnal, amplitudo pasut angin zonal

lebih besar daripada angin meridional di atas Pontianak. Sementara di Pameungpeuk,

komponen pasut semidiurnal angin meridional lebih dominan dibandingkan angin

zonalnya.

Pola angin netral mesosfer-termosfer bawah di atas Pontianak pada ketinggian 90

km didominasi oleh pasut diurnal yang besarnya bervariasi antara 20 – 35 m/dt. Sedangkan

pola angin netral mesosfer-termosfer bawah di atas Pameungpeuk pada ketinggian 90 km

didominasi oleh pasut diurnal yang besarnya bervariasi antara 2 – 18 m/dt.

Dari hasil di atas terlihat juga bahwa gelombang pasut di atas Pontianak relatif

lebih besar dibandingkan dengan di atas Pameungpeuk. Hasil-hasil tersebut juga konsisten

dengan posisi matahari terhadap ekuator yang berpengaruh terhadap pembentukan dan

penjalaran gelombang pasut dari permukaan ke atas.

Jika dibandingkan antara pola musiman angin rata-rata di atas Pontianak dan di atas

Cariri maka kita bisa melihat adanya kemiripan pola musiman baik pada angin rata-rata

zonal dan angin rata-rata meridional. Walaupun pada angin meridional ada sedikit

pergeseran fase saat angin rata-rata mengarah ke Utara. Di atas Pontianak angin rata-rata

meridional mengarah ke Utara mulai Oktober – Januari sedangkan di atas Cariri dimulai

(7)

Gambar 5 Pola musiman gelombang pasut diurnal di atas Cariri

Gelombang pasut diurnal dan semidiurnal meridional di atas Cariri umumnya lebih besar

dari pada pasut diurnal dan semidiurnal zonal (Gambar 5 dan 6). Hal ini berkebalikan

dengan gelombang pasut diurnal di atas Pontianak yang pada ketinggian 90 km umumnya

pasut dirnal zonal lebih besar dari pada meridional. Variasi setengah tahunan pasut

meridional di atas Cariri lebih nampak jelas dibandingkan dengan pasut zonal, di mana

amplitudo mencapai maksimum pada saat ekuinok. Nilai maksimum

(8)

amplitudo pasut diurnal zonal yang terjadi pada saat ekuinok ini berkebalikan dengan pola

gelombang pasut diurnal meridional di atas Pontianak.

Adapun sebab perbedaan tersebut yang terjadi pada gelombang pasut bisa disebabkan

oleh karena perbedaan lintang titik pengamatan. Pontianak tepat di khatulistiwa sedangkan

Cariri terletak di minus 7 lintang selatan.

4. KESIMPULAN

Dengan memanfaatkan metode analisis harmonik untuk gelombang pasut telah

diperoleh komponen-komponen pasut berupa amplitudo pasut diurnal, semidiurnal, dan

angin rata-rata yang dapat memberikan gambaran bagaimana variasi kecepatan angin netral

mesosfer dan termosfer bawah di atas Pameungpeuk dan Pontianak.

Hasil-hasilnya secara keseluruhan menunjukkan bahwa pasut diurnal lebih dominan

dibandingkan dengan pasut semidiurnal dan angin zonal lebih kuat dibandingkan dengan

angin meridional.

Variasi musiman gelombang pasut untuk stasiun Pontianak konsisten dengan posisi

matahari terhadap ekuator sementara untuk stasiun Pameungpeuk lebih bervariasi. Hal

tersebut menunjukkan bahwa variasi musiman gelombang pasut tidak hanya dipengaruhi

oleh posisi matahari terhadap ekuator.

Dibandingkan dengan variasi gelombang pasut di wilayah ekuator lain (Brazil)

terdapat persamaan untuk pola angin rata-rata baik zonal maupun meridional. Sedangkan

perbedaannya adalah pada pasut diurnal dan semidiurnal dan perbandingan besar

gelombang pasut zonal dan meridional. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh

adanya perbedaan lintang antara Pontianak dan Brazil.

DAFTAR PUSTAKA

Burrage, M.D., Hagan, M.E., Skinner, W.R., Wu, D.L and Hays, P.B., 1995a, Long term

variability in the solar diurnal tide observed by HRDI and simulated by the

GSWM, Geophysical Research Letters 22, 2641-2644.

Eckermann, S.D., Rajopadhyaya, D., and Vincent, R.A., 1997, Intraseasonal wind

variability in the equatorial and lower thermosphere: Long term observation for

(9)

Fritts, D.C and Isler, J.R., 1994, Mean motion and tidal and two-day wave structure and

variability in the mesosphere and lower thermosphere over Hawaii, Journal of

Atmospheric Sciences 51, 2145-2164.

Gurubaran, S., Sridharan, S., Tsuda, T., Nakamura, T., Vincent, R.A., Tides in the

Equatorial MLT Region: Results from simultaneous MF and Meteor Radar

measurements from Indonesian and Indian Sectors, American Geophysical

Union, Fall Meeting 2004.

Groves G.V., 1967, Seasonal and Latitudinal model of Atmospheric structures between 30

and 120 km , Journal of British Interplanetary Society, 22, 285-307.

Kovalam, S., 2000, MF Radar observations of tides and planetary waves, Thesis PhD,

Department of Physics and Math Physics, University of Adelaide, Australia.

Liebermann, R.S and Hays, P.B., 1994, An estimate of the momentum deposition in the

lower thermosphere by the observed diurnal tide, Journal of the atmospheric

sciences, 51, 3094-3105.

Nakamura, T., Fritts, D.C., Isler, J.R., Tsuda, T., Vincent, R.A and Reid, I.M., 1997, Short

period fluctuations of the diurnal tide observed with the low latitude MF and

meteor radars during CADRE: Evidence for gravity wave/tidal interactions,

Gambar

Gambar 1a dan 1b menunjukkan langkah-langkah bagaimana data kecepatan angin
Gambar 2a, 2b, 2c, dan 2d, menunjukkan variasi angin rata-rata zonal (2a dan 2b)
Gambar 3a, 3b, 3c, dan 3d, menunjukkan variasi komponen diurnal angin zonal (3a dan
Gambar 5  Pola musiman gelombang pasut diurnal di atas Cariri

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengembangkan bahan ajar berupa modul saku FPB dan KPK berbasis probem solving pada pembelajaran matematika kelas IV SD yang valid, praktis,

Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, algoritma atau metode yang digunakan untuk mendeteksi dan mengenali gambar rambu lalu lintas dikembangkan dari

1) Sistem Informasi Geografis untuk Mitigasi Bencana Alam Banjir di Kota Manado ini dirancang dengan menggunakan metodologi DAD, perangkat lunak yang bersifat open

Ada 11(sebelas) butir prakarsa yang lain, yaitu: Perlu terciptanya iklim investasi yang kondusif, good mining practice, intensifikasi cadangan batubara, insentif untuk Low Rank

Pada Metode penelitian hanya digunakan untuk mahasiswa yang mengambil tugas akhir membuat sistem informasi atau membuat alat, jika Skripsi yang dibuat hanya

5. Penerapan menjadi lebih mudah karena pemakai mengetahui apa yang diharapkannya. Pelanggan kadang tidak melihat atau menyadari bahwa perangkat lunak yang ada belum

Di beberapa daerah, sesuai dengan potensi ekonominya, sektor pertanian mampu menjadi sektor utama yang mampu mendongkrak perkembangan perekonomian. Di kabupaten Banyumas

STUDI MENGENAI CONSTRUCTION WASTE PADA PROYEK KONSTRUKSI DI DAERAH KABUPATEN BADUNG, I Putu Gede Jaya Purnatha, NPM 08 02 13008, tahun 2013, Bidang Keahlian Manajemen