• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIGRASI DAN URBANISASI DITINJAU DARI ASP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MIGRASI DAN URBANISASI DITINJAU DARI ASP"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MIGRASI DAN URBANISASI DITINJAU DARI ASPEK HUMAN CAPITAL: KONDISI KESEHATAN MASYARAKAT MIGRAN DI SLUM AREA DALAM KAITANNYA

DENGAN PRODUKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN Rafika Farah Maulia, Universitas Indonesia

Migrasi merupakan salah satu fenomena yang menjadi isu paling penting terutama di negara-negara berkembang. Adanya migrasi masyarakat dari desa ke kota mengakibatkan terjadinya urbanisasi di kota-kota besar. Pada beberapa kasus di negara berkembang, urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar tidak diimbangi dengan kesiapan daerah tersebut untuk menerima penduduk migran dalam jumlah yang sangat banyak sehingga terjadilah over population yang mengakibatkan terbentuknya daerah-daerah kumuh atau slum area di perkotaan. Penduduk yang berada di slum area pada umumnya memiliki tingkat kebersihan yang sangat buruk sehingga berdampak pada kondisi kesehatan mereka. Kesehatan yang kurang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi produktivitas seseorang dalam melakukan berbagai pekerjaan. Diimplikasikan bahwa kondisi kesehatan yang buruk akan menurunkan produktivitas seseorang sehingga menurunkan pendapatan orang tersebut. Hal ini berarti bahwa kemiskinan yang terjadi pada warga migran, khususnya yang berada di daerah slum, tidak hanya diakibatkan oleh tidak adanya keterampilan yang mereka miliki akan tetapi juga diakibatkan oleh kesehatan mereka yang buruk sehingga menjadikan mereka kurang produktif. Studi ini akan membahas bagaimana kondisi kesehatan masyarakat migran di slum area berpengaruh pada produktivitas dan kesejahteraannya. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai institusi terkait. Analisis dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dan telaah pustaka. Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberi alternatif solusi untuk berbagai pihak terkait guna meningkatkan kesehatan masyarakat di slum area sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat tersebut.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap negera memiliki karakteristiknya masing-masing, di negara-negera berkembang salah satu karakteristik yang paling menonjol adalah kondisi demografinya. Negara berkembang identik dengan dengan jumlah penduduk yang banyak dengan angka pertumbuhan penduduk tahunan yang cukup tinggi. Isu yang lebih menarik untuk di telusuri mengenai karakteristik penduduk di negara berkembang adalah kualitas sumber daya manusianya yang dapat dikatakan masih rendah. Di sisi lain pemerintah di negara-negara berkembang belum dapat melakukan pembangunan secara merata di seluruh wilayahnya, sehingga terciptalah daerah-daerah yang terbangun dan daerah-daerah yang tidak terbangun dengan baik atau dapat dikatakan tertinggal. Kondisi ketimpangan antar daerah ini menyebabkan adanya migrasi penduduk yang menimbulkan dampak terjadinya urbanisasi, terutama di kota-kota besar.

Data terakhir menyebutkan bahwa laju urbanisasi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 51,4 persen atau tertinggi kedua di ASEAN setelah Malaysia dengan angka sebesar 73,4 persen. Tingkat urbaisasi yang tinggi ini tidak selalu diimbangi oleh kesiapan daerah tujuan migrasi utnuk menerima para penduduk migran. Di sisi lain, tidak semua penduduk migran ini mempunyai modal ataupun keterampilan yang dapat dipergunakannya utnuk mencari pekerjaan di kota. Akibatkanya, pupulasi penduduk miskin meningkat yang berimplikasi pada terciptanya daerah-daerah kumuh di perkotaan atau slum area karena para penduduk migran yang miskin tidak mampu menjangkau perumahan yang layak.

Kebersihan penduduk di slum area ini sangatlah memprihatinkan. Hidup di lingkungan yang sama sekali tidak bersih dan jauh dari kondisi higienis membuat kesehatan para penduduk ini menjadi taruhannya. Kesehatan yang buruk akan meurunkan produktivitas dari orang itu sendiri sehingga berdampak negatif pada kualitas hidupnya.

1.2 Tujuan Studi

1.2.1 Tujuan Umum

(3)

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Memahami pengaruh aspek human capital terhadap pembangunan suatu komunitas masyarakat.

1.2.2.2 Menyusun kerangka solusi untuk mengatasi masalah kesehatan di kawasan kumuh guna meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya.

1.3 Pertanyaan Studi

1.3.1 Bagaimana kondisi kesehatan masyarakat di slum area?

1.3.2 Apakah kondisi kesehatan masyarakat di slum area mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan mereka?

(4)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Human Capital

Human capital merupakan investasi produktif terhadap orang-orang mencakup pengetahuan, keterampilan, gagasan, kesehatan, dan lokasi yang merupakan hasil dari investasi di bidang tersebut (Todaro, 2012). Dalam Pentagon of assets, human capital merupakan salah satu sumber daya yang memegang peranan penting bagi pembangunan. Seperti yang telah disebutkan bahwa human capital terdiri dari berbagai aspek seperti pendidikan, keterampilan, kesehatan, gagasan, dan lain sebagainya sehingga human capital menjadi bagian terpenting dari sumber daya manusia (SDM) yang dapat meningkatkan kualitas hidup dari manusia itu sendiri. Adapun inti dari human capital adalah segala potensi yang ada dalam diri manusia yang apabila ditingkatkan dapat meningkatkan produktivitas.

Dalam konsep human capital, manusia lebih dipandang sebagai intangible asset. Dalam hubungan antara salah satu jenis human capital , yaitu kesehatan dengan produktivitas seseorang, pendekatan human capital berfokus pada kemampuan tak langsung dari kemampuan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan. Manusia dengan segala kemampuannya apabila dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada enam komponen dari modal manusia menurut Ancok (2002) , yakni:

1. Modal intelektual

Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukaan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Manusia harus memiliki sifat proaktif dan inovatif untuk mengelola perubahan lingkungan kehidupan (ekonomi, sosial, politik, teknologi, hukum dll) yang sangat tinggi kecepatannya.

2. Modal emosional

Emotional Intelligence (kemampuan emosional) untuk menggambarkan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri, serta memahami emosi orang lain agar dia dapat mengambil tindakan yang sesuai dalam berinteraksi dengan orang lain.

3. Modal sosial

(5)

4. Modal ketabahan

Konsep modal ketabahan berasal dari pandangan Paul G. Stoltz yang ditulis dalam buku Adversity Quotient: Turning Obstacles into Opportunities ( 1997). Ketabahan adalah modal untuk sukses dalam kehidupan, apakah itu kehidupan pribadi ataukah kehidupan sebuah organsanisasi.

5. Modal moral

Modal moral merupakan etika yang dimiliki oleh seorang individu yang berguna untuk menimbang baik dan buruk dalam setiap kegiatan yang dilakukan maupuan setiap keputusan yang diambilnya

6. Modal kesehatan

Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi semua modal di atas. Badan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul dengan maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar dia bisa bekerja dan berfikir secara produktif.

2.2 Kesehatan

Seperti yang telah dijelaskan bahwa salah satu jenis human capital adalah kesehatan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Helath Organization / WHO) pengertian sehat adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Definisi lain yang tercantum dalam UU N0. 23/1992 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa sehat adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

(6)

seseorang masih mungkin dinilai abnormal oleh orang lain, masing-masing orang/kelompok/masyarakat memiliki patokan tersendiri dalam mengartikan sehat.

WHO telah membagi definisi sehat ke dalam tiga komponen penting yang merupakan satu kesatuan, yaitu:

1. Sehat Jasmani

Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.

2. Sehat Mental

Sehat mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat” (Men Sana In Corpore Sano).

3. Sehat Spiritual

Spritual merupakan komponen tambahan pada pengertian sehat oleh WHO dan memiliki arti penting dalam kahidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.

(7)

2.3 Produktivitas

Produktivitas berarti kemampuan menghasilkan sesuatu. Secara lebih jelasnya produktivitas dapat diartikan sebagau kemampuan menghasilkan suatu kerja yang lebih banyak daripada ukuran biasa yang telah umum. Pengertian produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan di hari lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari baik dari hari ini (Sinungan dalam Ravianto, 1985 ). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktifitas seseorang, antara lain yaitu: pendidikan, keterampilan, gizi dan kesehatan, etika dan sikap kerja, motivasi, teknologi, dan lain sebagainya.

Ada dua macam alat pengukuran produktivitas, yaitu (Ravianto, 1985 : 139) :

a. Physical productivity, yaitu produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran (size), panjang, berat, banyaknya unit, waktu, dan biaya tenaga kerja.

(8)

BAB III

ANALISIS MASALAH

3.1 Kondisi Kesehatan Masyarakat di Slum Area

Slum area atau yang biasa di sebut dengan kawasan kumuh merupakan suatu kawasan yang identik dengan pemukiman penduduk yang sangat padat dengan karakteristik bangunanya yang semi permanen atau bahkan non permanen, ukuran rumah kecil atau bahkan sangat kecil, cenderung kotor, dan memiliki kondisi sanitasi yang buruk. Kawasan-kawasan semacam ini sangat mudah ditemukan di pinggiran kota-kota besar di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Slum area ini biasanya banyak terdapat di bantaran sungai, daerah dekat pasar dan juga pabrik, pinggiran rel kereta api, terminal, dan tempat-tempat umum lain yang biasa dikunjungi oleh banyak orang. hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat di slum area ini adalah penduduk migran yang tidak dapat menjangkau pemukiman yang layak karena tidak memiliki penghasilan yang cukup atau dapat dikategorikan miskin. Hal ini terbukti dengan data dari survey sigkat yang pernah saya lakukan di daerah pemukiman kumuh sekitar Terminal Terpadu Kota Depok. Data hasil dari survey tersebut menunjukkan seluruh responden yang berhasil saya wawancarai, yaitu total 28 orang adalah bukan penduduk asli Kota Depok melainkan penduduk migran dari daerah lain di Jawa dan Sumatera seperti Purwokerto, Tasikmalaya, Tegal, Lampung, dan daerah lainnya. Mereka tinggal di daerah tersebut karena tidak ada pilihan lain harus tinggal dimana.

(9)

Dikarenakan keterbatasan data, mari kita mengerucutkan ruang lingkup analisis menjadi lebih sempit. Mengambil contoh kasus di Jakarta sebagai kota dengan tingkat urbanisasi tertinggi di Indonesia, menggunakan data yang tersedia dari Badan Pusat Statistik dengan asumsi sebagai berikut: a. Total Rukun Warga (RW) di DKI Jakarta sebayak 1673 dan jumlah Rukun Warga (RW) yang termasuk dalam katagori kumuh sebanyak 264 (Data Pemprov DKI Jakarta), maka total kawasan pemukiman kumuh di DKI Jakarta sebanyak 16 persen dari total seluruh wilayah DKI Jakarta. Apabila penduduk DKI Jakarta pada akhir tahun 2014 tercatat sebanyak 10.075.300 jiwa (data Bappeda DK Jakarta) maka 16% dari total penduduk yaitu sekitar 1.612.048 jiwa tinggal di kawasan pemukiman kumuh yang rentan terjangkit berbagai macam penyakit. Angka ini tentu saja belum termasuk warga di pinggiran Jakarta yang tidak terdata dalam pendataan ini karena tidak memiliki kelengkapan administrasi, sehingg sangat dimungkinkan bahwa jumlah penduduk yang tinggal di pemukiman kumuh lebih banyak dari yang sudah disebutkan.

Berikut disajikan data keluhan kesehatan oleh warga DKI Jakarta dari 2009 sampai tahun 2010.

Keluhan Kesehatan Penduduk Jakarta Tahun 2009 - 2013

(dalam persen)

(10)

Dari grafik yang disajikan dapat diketahui bahwa keluhan kesehatan yang dialami oleh seluruh penduduk Jakata cenderung mengalami penurunan dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kesehatan penduduk Jakarta mengalami perbaikan meskipun tren yang terjadi tidak selalu konstan turun akan tetapi lebih fluktuatif. Penurunan yang terjadi dapat diakibatkan oleh banyak faktor antara lain yaitu kesadaran warga Jakarta akan pentingnya hidup sehat yang mulai mengalami peningkatan, adaanya program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diluncurkan oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu yaitu Joko Widodo.

Angka yang disajikan pada grafik di atas dapat mejadi dua kali lipat apabila wilayah yang didata hanya pada daerah pemukiman kumuh, dikarenakan di daerah pemukiman kumuh kemungkinan warganya terserang penyakit lebih besar dibandin dengan seluruh daerah di Jakarta yang sebagiannya juga merupakan kawasan pemukiman elit. Keluhan kesehatan yang dirasakan warga di daerah pemukiman kumuh dapat mencapi lebih dari 60% dari total warga yang tinggal di daerah tersebut. Perkiraan ini di dapat dari data survey singkat yag dilakukan oleh beberapa mahasiswa pada kelas Ekonomi Kemiskinan yang menyebutkan bahwa 19 dari 30 atau 63% responden yang diwawancarai di daerah Kampung Bandan mengaku megalami keluhan penyakit dalam tiga bulan terakhir. Keluhan penyakit yang paling banyak dialami adalah diare, penyekit kulit, dan reumatik. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan warga di daerah pemukiman kumuh atau slum area jauh lebih buruk dari pada kondisi kesehatan warga yang tinggal di pemukiman dengan kebersihan yang terpelihara.

3.2 Kesehatan dan Produktivitas Warga di Slum Area

(11)

20050 2010 2013

Pendapatan Perkapita Penduduk Jakarta Tahun 2005 - 2013

(dalam ribu rupiah per tahun)

Grafik 2. Penapatan Perkapita Penduduk Jakarta Tahun 2005 – 2013

Grafik di atas merepresentasikan dua golongan pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk Jakarta. Asumsikan bahwa seluruh penduduk yang tinggal di daerah kumuh merupakan pekerja bukan pertanian – golongan bawah dan untuk pekerja bukan pertanian -golongan atas adalah penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas. Kedua grafik tersebut menunjukkan tren yang semakin meningkat, hal ini mengindikaskan bahwa pendapatan perkapita masyarakat Jakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, peningkatan yang terjadi berbeda-beda, untuk pekerja bukan pertanian – golongan bawah peningkatan pendapatan yang diperoleh tidak sebesar peningkatan pendapatan pada pekerja bukan pertanian – golongan atas. Hal ini berarti pekerja golongan bawah jauh lebih sulit untuk meningkatkan pendapatannya dari pada pekerja golongan atas.

(12)

pekerja golongan bawah yang memiliki keluhan kesehatan sebanyak 68,72% (asumsi di kali dua) dengan pendapatan rata-rata yang hanya Rp 20.768.900. Data tersebut menunjukkan selisih penapatan sebesar dua kali lipat.

(13)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis masalah yang telah dilakukan baik melalui studi kepustakaan maupun pengolaha data, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesehatan masyarakat di daerah pemukiman kumuh atau slum area tergolong buruk, sebanyak lebih dari 60% warga yang tinggal di daerah ini mengalami keluhan kesehatan. Angka ini dua kali lipat lebih tinggi dari pada keluhan kesehatan yang dialami oleh penduduk yang tinggal di pemukiman dengan kebersihan yang terawat

2. Kesehatan yang buruk tersebut diakibatkan oleh kondisi lingkungan yang kotor dan tidak terawat dengan baik sehingga menjad sarang berbagai macam bakteri dan serangga yang dapat mengakibatkan penyakit.

3. Selain mempengaruhi kualitas hidup masyarakat, kesehatan yang buruk juga berpengaruh terhadap produktivitas seseorang. Warga yang tinggal di daerah pemukiman kumuh dengan tingkat kesehatan yang rendah memiliki pendapatan yang rendah pula. Faktor kesehatan mungkin buka menjadi satu-satunya alasan mengapa para warga ini memliki penghasilan yang rendah, akan tetapi kesehatan memiliki pengaruh yang cukup besar dala hal produktivitas masyarakat sehingga mempengaruhi pendapatannya.

4.2 Saran

(14)

Peningkatan kesehatan bagi masyarakat di area pumikiman kumuh ini dapat dilakukan dengan banyak cara dan juga dapat dilakukan oleh siapa saja, antara lain yaitu: 1. Perbaiki kebersihan dan kesehatan lingkungan melaui optimalisasi program pemerintah

dibidang sanitasi seperti Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), dan lain sebagainya.

2. Sosialisasi kesehatan kepada masyarakat di pemukiman kumuh. Intensif posyandu dan juga pemberian vaksin.

3. Penertiban kawasan kumuh dengan cara relokasi ke tempat yang lebih baik seperti rumah susun.

4. Penyediaan lebih banyak tempat sampah di kawasan kumuh dengan pengelolaan yang baik dan tegas. Karena pada dasarnya masyarakat bersedia untuk di atur asalkan ada kepastian yang jelas dari pemerintah.

5. Pemberdayaan masyarakat seperti pembuatan bank sampah, pengelohan sampah menjadi energi lain, daur ulang sampah mejadi barang yang bernilai dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat agar dapat saling berbagi ilmu satusama lain.

4.3 Masalah yang Belum Terselesaikan

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D. (2002), Outbound Management Training: Aplikasi Ilmu Perilaku dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: UII Press.

Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Manajemen. Jakarta: SIUP (Diakses dari http://skripsi-manajemen.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-definisi-produktivitas-kerja.html , 23 Desember 2015)

Sumarna Almarogi. Pengertian SEhat dan Sakit Menurut Para Ahli WHO. Diakses dari

http://www.infosehat.id/pengertian-sehat-menurut-para-ahli/ (23 Desember 2015)

The Liang Gie. 1987. Ensiklopedia Administrasi. Jakarta: Ghalia Indonesia (Diakses dari

http://skripsi-manajemen.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-definisi-produktivitas-kerja.html , 23 Desember 2015)

Todaro, Michael, Stephen C. Smith. 2012. Economic Development. Boston, United Stated of America: Pearson Education, Inc.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2015. Diakses dari

http://www.bappedajakarta.go.id/ (23 Dsember 2015)

Gambar

Grafik 2. Penapatan Perkapita Penduduk Jakarta Tahun 2005 – 2013

Referensi

Dokumen terkait

Perlakaun p4 merupakan perlakuan yang menghasilkan jumlah umbi terbanyak, dan merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah anakan dan jumlah umbi tanaman bawang merah

Klik ganda icon Command Button pada ToolBox untuk membuat sebuah kontrol tombol perintah pada Form1. Ulangi langkah di atas sebanyak dua kali sehingga kita memiliki tiga

It was observed through the number of CD4 + T cells were significantly different compared with the positive control (infected pregnant mice without

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK HERRINGBONE D ALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN PAD A SISWA KELAS XI SMA SAND HY PUTRA TAHUN AJARAN 2015/2016.. Universitas Pendidikan Indonesia

Atas dasar cutoff bank statement, auditor dapat membuat rekonsiliasi bank untuk membuktikan ketelitian catatan kas klien dan membuktikan status setoran dalam perjalanan dan cek

The research aimed to determine the diversity of endophytic fungi in soybean with different resistance to Sclerotium rolfsii and find out their potential antagonist

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

Evaluasi Kualitas Lingkungan Permukiman di Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. DAFT AR