• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penggunaan Abu Gunung Sinabung Sebagai Filler Untuk Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) Menggunakan Spesifikasi Bina Marga 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Penggunaan Abu Gunung Sinabung Sebagai Filler Untuk Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) Menggunakan Spesifikasi Bina Marga 2010"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PERKERASAN SECARAUMUM

Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang

dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban

lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti. Perkerasan

atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau

lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik.

Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah

dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan

dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala

kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul

beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya

diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan

kualitas pelayanan lalu lintas.

Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan

aspal.Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar

partikel agregat,dan agregat berperan sebagai tulangan.Sifat-sifat mekanis aspal

dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan

pembentuknya.Fraksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat

(interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan,

bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan.Sedangkan sifat

(2)

campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat agregat dan aspal serta

sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan

beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat

diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan

dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai.Perkerasan jalan di Indonesia

umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh

beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over loading), temperatur (cuaca),

air, dan konstruksi perkerasan yang kurang memenuhi persyaratan

teknis.Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan dalam tiga

jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan

terbuka.Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran sangat

tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan.Tebal padat

campuran beraspal harus lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang

digunakan. Beberapa jenis campuran aspalpanas yang umum digunakan di

Indonesia antara lain :

- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)

- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)

- HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)

Laston (AC) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi

perkerasan lentur.Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara

(3)

Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.2

Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada

konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus

(AC-wearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt

Treated Base)).

a. Laston sebagai lapisan aus, dikenaldengan nama AC-WC

(AsphaltConcrete Wearing Course) dengantebal minimum AC WC

adalah 4cm. Lapisan ini adalah lapisan yangberhubungan langsung dengan

bankendaraan.

b. Laston sebagai lapisan pengikat,dikenal dengan nama AC-BC(Asphalt

Concrete Binder Course)dengan tebal minimum AC BCadalah 5 cm.

Lapisan ini untukmembentuk lapis pondasi jikadigunakan pada

pekerjaanpeningkatan atau pemeliharaanjalan.

c. Laston sebagai lapisan pondasi,dikenal dengan nama AC-Base(Asphalt

(4)

tidak berhubunganlangsung dengan cuaca tetapimemerlukan stabilitas

untuk memikulbeban lalu lintas yang dilimpahkanmelalui roda kendaraan.

Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila

diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu.

Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus

direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang

memenuhi kriteria :

a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban

lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan

deformasi plastis selama umur rencana.

b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang

cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.

c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan

akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak.

d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada

rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.

e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal

berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.

f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu

menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana.

g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah

dihamparkan dan dipadatkan.

(5)

campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau

lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan proporsi

dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa sehingga dapat

memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat. Pembuatan

campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari

penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan dilanjutkan

dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang dilakukan di

laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari hasil

percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah

memenuhi persyaratan.

Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua, yaitu :

A. Perkerasan lentur (flexible pavement)

Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai

bahan pengikatnya.Perkerasan lentur memiliki umur rentang antara 10-20 tahun

masa pemakaian saja.Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan

yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan.Lapisan-lapisan tersebut

berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan

dibawahnya.Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk menerima

beban kendaraan yang melaluinya dan meneruskan ke lapisan di bawahnya.

Biasanya material yang digunakan pada lapisan-lapisan perkerasan jalan semakin

kebawah akan semakin berkurang kualitasnya. Karena lapisan yang berada

(6)

lapis permukaan (surface)

lapis pondasi atas (base)

lapis pondasi bawah

(subbase)

tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan

pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas

yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang

berfungsi sebagai berikut:

1. Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus

mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa

layan.

2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di

bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

3. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan

sehingga mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat

dipikul oleh lapisan lain.

B. Perkerasan kaku (rigid pavemet)

(7)

langsung di atas tanah dasar.Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan

perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat.Oleh karena itu

material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan

harus benar.Lapisan-lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah

ini.

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku

Perkerasan kaku ini memiliki umur rencana yang lebih lama dibandingkan

perkerasan lentur., tetapi lebih mahal biaya yang dibutuhkan . Pada umumnya

perkerasan kaku dipakai pada jalan antar lintas provinsi karena arus lalu lintasnya

padat.Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis

gabungan (composite pavement).

C. Perkerasan komposit (composite pavement)

Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan

(8)

lapis permukaan (surface)

D. Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku.

Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada

tabel 2.1.

Tabel 2.2Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku

Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

Bahan Pengikat Aspal Semen

(9)

II.2. KRITERIA DAN FUNGSI LAPISAN PADA PERKERASAN LENTUR.

Upaya yang dilakukan dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada

pengguna jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat

tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

a. Syarat-syarat berlalu-lintas.

• Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak

berlubang.

• Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban

yang bekerja diatasnya.

• Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan

permukaan jalan sehingga tak mudah selip.

• Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

b. Syarat-syarat kekuatan/struktural.

Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan

menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:

• Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan

lalu-lintas ke tanah dasar.

• Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di

bawahnya.

• Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya

dapat cepat di alirkan.

• Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi

(10)

Secara jelas susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :

a. Lapis Permukaan (surface course)

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan

pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas

yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang

berfungsi sebagai berikut:

 Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai

stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

 Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya

yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

 Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan

sehingga mudah menjadi aus.

 Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul

oleh lapisan lain.

Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai

berikut:

 Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

aspal yang ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal

maksimal 2 cm.

 Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan

aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm.

 Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

(11)

 Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari

campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras

dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 23,5 cm.

Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural

yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar

lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang

berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda

lalu-lintas.Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur

rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya

dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan

yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan

menyebarkan beban roda, antara lain:

 Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat

pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh

aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis.

Tebal lapisan bervariasi antara 410 cm.

 Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan

bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal

lapisan padat antara 35 cm.

 Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran

(12)

dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam

campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan

Laston Lapis Pondasi (ACBase).

 Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan

37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh

campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan

tebal nominal rancangan.

b. Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan

ini bertugas menerima beban yang berat.Oleh karena itu material yang digunakan

harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar.

c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis

pondasi dan tanah dasar.Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di

Indonesia adalah sebagai berikut:

 Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas

B, Sirtu/pitrun kelas C.

 Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan

kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur.

d. Tanah Dasar (subgrade course)

Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa

permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar

(13)

di atas tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh

konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar.

II.3.BAHAN CAMPURAN ASPAL PANAS

II.3.1. AGREGAT

Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras

dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu

batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit

bumi yang keras dan penyal (solid).ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai

suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun

berupa fragmen-fragmen.Agregat/batuan merupakan komponen utama dari

lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan

persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan

demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya

dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat

dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan

yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada

perkerasan jalan.Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh

karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan

memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan

atau pemeliharaan jalan.

Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan

(14)

tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan

daya pelekatan dengan aspal.

II.3.1.1. Sifat agregat.

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul

beban lalu-lintas.Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan

kontruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan

dipengaruhi oleh:

a. Gradasi

b. Ukuran maksimum

c. Kadar lempung

d. Kekerasan dan ketahanan

e. Bentuk butir

f. Tekstur permukaan

2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik,dipengaruhi oleh:

a. Porositas

b. Kemungkinan basah

c. Jenis agregat

3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan

aman, dipengaruhi oleh:

a. Tahanan geser (skid resistance)

b. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bitominous mix

(15)

II.3.1.2. Klasifikasi agregat

Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan

beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).

- Batuan beku

Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas

batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive

igneous rock).

- Batuan sedimen

Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman.

Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di

danau, laut dan sebagainya.

- Batuan metamorf

Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses

perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit

bumi.

II.3.1.3. Jenis agregat dan Persyaratan Sifat Agregat.

Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan

berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan,

agregat buatan atau agregat artifisial.

Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar,

agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan

bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang

(16)

memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam

buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut

Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk

Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 memberikan persyaratan untuk agregat

sebagai berikut :

1. Agregat Kasar

Tabel 2.3. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis pemeriksaan Standart

Syarat

maks/min

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

natrium dan magnesium sulfat.

SNI 03-3407-1994 Maks. 12 %

Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 30 %

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)

Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 %

Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.1 %

Sumber :(Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI PerkerasanBeraspal, Dep. PU, 2010

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

(17)

2. Agregat Halus

Tabel 2.4.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 60 %

Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %

Kadar Lempung SNI 3432 : 2008 Maks. 1%

Sumber :(Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)

3. Bahan Pengisi (filler)

Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang

lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan

no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering

untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi

yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement(PC), debu

dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak

plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat

dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah

retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability.

Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah

terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga menghasilkan jalan yang

(18)

Ukuran Sa

6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran be

iller bersama-sama dengan aspal membentuk

pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan

eningkatkan stabilitas campuran, sedangkan

ungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam

dari filleradalah untuk meningkatkan viskosita

an terhadap temperature. Meningkatkan komposi

eningkatkan stabilitas campuran tetapi menur

) dalam campuran. Berikut hasil pengujian kandunga

lam Semen dan Abu Vulkanik Gunung Sinabung.

(19)

Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik

agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan

akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan

jalan.Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95%

terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor

penentu dari kinerjacampuran tersebut.

Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain :

a) Ukuran butir

b) Gradasi

c) Kebersihan

d) Kekerasan

e) Bentuk partikel

f) Tekstur permukaan

g) Penyerapan

h) Kelekatan terhadap aspal

Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume

bahanterhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o 25oC

(68o77oF).Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :

a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume

dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk

volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.

b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume

dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat

(20)

c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume

dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori

yang dapat menghisap aspal.

II.3.1.4. Sifat-Sifat Fisik Agregat dan Hubungannya Dengan Kinerja Campuran.

Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95%

terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor

penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus

diperhatikan antara lain:

a. Ukuran butir

b. Gradasi

c. Kebersihan

d. Kekerasan

e. Bentuk partikel

f. Tekstur permukaan

g. Penyerapan

(21)

II.3.2. ASPAL

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang

bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup

pemanasan dan sebaliknya.

II.3.2.1. Jenis aspal.

Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas:

1. Aspal alam,

2. Aspal buatan.

II.3.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal).

Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:

a. Aspal keras/semen (AC).

Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari

campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu

tertentu. AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi

sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin,

permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal

keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.

Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) .

Aspal semen pada temperature ruang (25 − 30 )berbentuk padat. Aspal semen

terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak

(22)

Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya

yaitu:

1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50

2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70

3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100

4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150

5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300

b. Aspal dingin/cair.

Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari

hasil penyulingan minyak bumi.Dengan demikian berbentuk cair dalam

temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan

pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:

1. RC (Rapid Curing Cut Back)

2. MC (Medium Curing Cut Back)

3. SC (Slow Curing Cut Back)

c. Aspal emulsi.

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.

II.3.2.1.2. Aspal buton.

Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal

dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan

material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam

(23)

dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal

buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).

II.3.2.2. Komposisi aspal

Aspal merupakan unsur hydrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar

untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut.Komposisi

dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes.Asphaltenes merupakan material

berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut

dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins

adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang memberikan sifat adhesi dari

aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa

pelayanan jalan.Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari

asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda

tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses

pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.

II.3.2.3. Sifat aspal.

Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan

antara aspal itu sendiri.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang

ada dari agregat itu sendiri.

Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap

cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang

(24)

1. Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya

akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.Sifat ini merupakan sifat dari

campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor

pelaksanaan dan lain-lain.Meskipun demikian sifat ini dapat diperkirakan dari

pemeriksaan TFOT.

2. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan

ikatan yang baik antara agregat dengan aspal.Kohesi adalah kemampuan aspal

untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.

3. Kepekaan terhadap temperature

Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih

kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur

bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur.

Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari

asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.

4. Kekerasan aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat

sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat

yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi

oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah

tinggi).Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan

(25)

yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti

agregat.Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

II.3.2.4. Pemeriksaan Properties Aspal

Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat

aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah di

tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur.

Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa uji

meliputi:

a. Uji penetrasi

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek

(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban,

waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan

membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1

mm selama 5 detik pada temperature 25 . Besarnya penetrasi di ukur dan

dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai

penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan

menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya

dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter untuk keperluan

pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat

dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan

jarum, temperatur dan waktu.

(26)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang

berkisar antara 30 sampai 200 . Temperatur pada saat dimana aspal mulai

menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai

nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja

dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin

berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di

bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang

terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan

tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari

aspal.Aspal dengan titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan

temperatur tetapi lebih untuk bahan pengikat perkerasan.

c. Daktalitas.

Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal,

Dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang

berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi

adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat

penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat

mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang

rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik dibandingkan dengan

aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi.Daktalitas yang semakin tinggi

menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk

perkerasan jalan.

(27)

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat

piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat zat

cair suling dengan volume yang sama pada suhu25 .

Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:

Berat jenis= ( )

[( ) ( )]... (2.1)

Dimana :

A = Berat piknometer (gram)

B = Berat piknometer berisi air (gram)

C = berat piknometer berisi aspal (gram)

D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)

Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi

volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :

V = Vt x Fk...(2.2)

Dimana :

V = Volume aspal pada temperatur 15

Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu

Fk = Faktor Koreksi

e. Titik Nyala dan Titik Bakar

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari

(28)

mempunyai titik nyala open cup kurang dari70 . Dengan percobaan ini akan

diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat

terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurang-kurangnya

5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya

minyak ringan dalam aspal.Semakin tinggi titik nyala dan bakar menunjukkan bahwa

aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi.

f. Kelekatan Aspal pada Agregat

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan

tertentu dalam air.Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif

yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat.Adhesi

adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat.Pengamatan terhadap

(29)

II.3.3.Anti Stripping Agent

Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti

pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan kedalam

campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat

proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam

rentang 0,2% - 0,5 % terhadap berat aspal. Contoh contoh anti stripping agent :

Wetfix-BE, Morlife 2200, dan Derbo-401.

1. Derbo-401

Adalah jenis anti stripping yang berasal dari India.Anti Stripping ini

telah diuji oleh IIP-Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang

menghasilkan produk-produk terbaik. Untuk campuran Hotmix, penggunaan

anti stripping agent jenis Derbo-401 ini berkisar 0.1%-0.4% dari berat

bitumen.Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya berkisar

0.2%-0.5% dari berat bitumen.

Penggunaan Derbo ini diyakini dapat memberi keuntungan antara lain

sebagai berikut :

• Meningkatkan stabilitas Marshall sisa pada daerah dengan curah

hujan tinggi.

• Menghemat lebih dari 50 % biaya maintenance konstruksi jalan pada

kondisi iklim lembab.

• Harga yang cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan anti

pengelupasan lainnya.

(30)

2. Morlife 2200

Morlife 2200 adalah sebuah jenis anti pengelupasan dengan performa

tinggi berdasarkan ilmu –ilmu kimia yang baru dan inovatif.Morlife 2200

meningkatkan ikatan ikatan antara aspal dan agregat, mengatasi

masalah-masalah yang terjadi dengan adhesi campuran yang lemah. Campuran aspal

yang menggunakan Morlife 2200 ini akan memperlihatkan peningkatan daya

tahan dan uap sehubungan dengan kerusakan dan pengelupasan. Uap dalam

kadar rendah dari morlife 2200 ini merupakan sebuah perbaikan kemajuan

yang dramatikal dibandingkan dengan aditif lainnya, dan tidak ditemukannya

uap yang tercipta dalam proses pencampuran. Morlife 2200 disimpan pada

suhu lingkungan yaitu 20250C ( 68-770F ).

3.Wetfix-BE

Wetfix merupakan salah satu dari jenis anti stripping yang memiliki

kesensitifan yang cukup tinggi, selain harganya yang relatif mahal dan

penambahan jumlahnya terhadap campuran aspal sangat sedikit, akan tetapi

menghasilkan stabilitas yang cukup baik.

Wetfix BE ini memiliki beberapa kegunaan,antara lain :

• Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hotmix.

• Biaya perawatan yang lebih rendah.

(31)

II.5. MARSHALL TEST

Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama

dengan The Missisippi State Highway Departement. Penelitian ini dilanjutkan the

u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan

pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria rancangan

campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat

pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric Characteristic dan Marshall

Properties. Volumetric Characteristic akan menghasilkan parameter-parameter: void

in meineral agregate (VMA), void in mix (vim), void filled with asphalt (VFWA)

dan density. Sedangkan marsall properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan

(flow) yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall.Pemeriksaan

dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis

(32)

Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor

tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut

dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari pengujian

dengan alat marshall, antara lain:

a. Stabilitas

b. Marshall quetient (MQ)

c. Kelelehan

d. Rongga dalam campuran (VIM)

e. Rongga dalam agregat (VMA)

Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T

245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh

benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan

stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotien, yang merupakan

ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di gunakan terdiri

dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan

proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter.

Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk

mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder

berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

II.5.1. PENGUJIAN MARSHALL UNTUK PERENCANAAN CAMPURAN.

Untuk keperluan pencampuran, agreat dan aspal di panaskan pada suhu dengan

(33)

dengan nilai viskositas aspal 280±30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses

pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder

dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur 60 ± 1

dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan.

Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah metode

pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan

menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan persiapan benda uji.

Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut :

a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada

b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan

c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari semua

agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus

dihitung lebih dahulu.

Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa

volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.

Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada

temperatur 60 (140 ). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu campuran

beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum

yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar aspal optimum

untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian marshall, pelu

dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval kadar aspal yang berbeda

sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur. Pengujian agar

direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan perkiraan minimum 2

(34)

II.5.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat

Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan

dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan beberapa

kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah

sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara

b. Selimuti benda uji dengan parafin

c. Timbang benda uji berparafin di udara

d. Timbang benda uji berparafin di air

Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan

menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM

D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara

b. Timbang benda uji SSD di udara

c. Rendam benda uji di dalam air

d. Timbang benda uji SSD di dalam air

II.5.1.2. Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (flow)

Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian stabilitas

dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur pengujian

bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut:

a. Rendam benda uji pada temperatur 60 (140 ) selama 30-40 menit sebelum

(35)

b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada

alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.

II.5.1.3. Pengujian Volumetrik

Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa

rongga-density, sifat tersebut adalah:

a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat

b. Rongga dalam agregat mineral

c. Rongga udara dalam campuran padat

Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis

masing-masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.

Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:

UdaraVa

aspal Vbe VmaVb

VbaVmm

AgregatVsb Vse Vmb

Gambar 2.4. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas padat.

Keterangan gambar:

Vma = Volume rongga dalam agregat mineral

(36)

Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran

Va = Volume rongga udara

Vb = Volume aspal

Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat

Vbe = Volume aspal effektif

Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah)

Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif)

Wb = Berat aspal

Ws = Berat agregat

= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3)

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

% rongga = × 100%

% Vma = × 100%

Density = ×

= Gmb×

Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total

volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang

tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va

atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda uji,

merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dalam dan aspal.

Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban

sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam

(37)

lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding.

Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang

akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari

kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya

perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan

tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.

Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran

beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian,

dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan

kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa

terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika

mempergunakan kadar aspal yang tinggi.

Marshall quetient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga di

antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu

perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak

termasuk volume aspal yang diserap agregat).Rongga udara dalam campuran atau

VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel

agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume

(38)

II.6. ANALISA CAMPURAN BERASPAL

Tahap analisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau

ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128).

2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi

(AASHTO T 100 atau ASTM D 854).

3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran.

4. Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29.

5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726).

6. Hitung berat jenis effektif agregat.

7. Hitung absorbsi aspal dari agregat.

8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat.

9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat.

10. Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat.

II.6.1.RUMUSAN PERHITUNGAN DAN PARAMETERNYA.

Parameter dan rumusan untuk menganalisa campuran aspal panas adalah sebagai

berikut:

1. Berat jenis curah agregat

Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus

dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan agregat

dapat ditentukan sebagai berikut:

(39)

Dengan pengertian:

Gsb = berat jenis curah total agregat

, , … = Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n

, , … = berat jenis curah agregat 1, 2,..., n

Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan

menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di abaikan.

2. Berat jenis effektif agregat.

Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis effektif

agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:

= ...(2.4)

Dengan pengertian:

Gse = Berat jenis effektif agregat

Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100%

Pb = Aspal, persen dari berat total campuran

Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041

Gb = berat jenis aspal

Catatan :

Volume aspal yang terserap oleh agregat umumnya lebih kecil dari volume air yang

(40)

Berat jenis semu (Gsa) dihitung dengan formula:

= ⋯

⋯ ... (2.5)

Denganpengertian :

Gsa = berat jenis semu total agregat

, , … = persentase dalam berat agregat 1, 2,..., n

, , … = berat jenis semu agregat 1, 2,..., n

3. Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal

Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis

maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung

persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= ... (2.6)

Dengan pengertian:

Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Pmm = campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100%

Ps = agregat, persen berat total campuran

Pb = aspal, persen berat total campuran

Gse = berat jenis effektif agregat

(41)

4. Penyerapan aspal.

Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi

dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung dengan

persamaaan sebagai berikut:

= 100

× ... (2.7)

Dengan pengertian:

Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat

Gse = berat jenis effektif agregat

Gsb = berat jenis curah agregat

Gb = berat jenis aspal

5. Kadar aspal effektif campuran

Kadar aspal effektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya

jumlah aspal yang meresap kedalam partikel agregat. Persamaan untuk perhitungan

adalah sebagai berikut:

= − ...(2.8)

Dengan pengertian:

Pbe = kadar aspal effektif persen total campuran

Ps = agregat, persen berat total campuran

Pb = aspal, persen berat total campuran

(42)

6. Persen VMA pada campuran aspal panas padat.

Rongga adalah mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat

pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal effektif, dinyatakan

dalam persen volume total. VMA dihtung berdasarkan berat jenis agregat curah

(bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat.

Jika komposisi campuran di tentukan sebagai persen berat dari campuran total,

maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= 100 − ...(2.9)

Dengan pengertian:

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Gsb = berat jenis curah campuran padat

Pbs = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = berat jenis curah campuran padat (ASTM D 1726)

Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat maka VMA

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= 100 − × × 100... (2.10)

Dengan pengertian:

Pb= aspal, persen berat agregat

Gmb= berat jenis curah campuran padat

(43)

7. Perhitungan rongga udara dalam campuran padat.

Rongga udara, Pa dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara

partikel agregat terselimuti aspal, rongga udara dihitung dengan persamaan sebagai

berikut:

= 100 ... (2.11)

Dengan pengertian:

Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume

Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Gmb = berat jenis curah campuran padat

8. Persen VFA (sering disebut VFB) dalam campuran padat.

Rongga udara terisi aspal, VFA merupakan persentase rongga antar agregat

partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang terserap agregat,

dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

= 100 ... (2.12)

Dengan pengertian:

VFA = rongga terisi aspal, persen dari VMA

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

(44)

II.7. EVALUASI HASIL UJI MARSHALL.

Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncankan memenuhi

kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian

Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk

evaluasi hasil perhitungan volumetrik.

II.7.1. Stabilitas

Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda uji

harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi benda uji tidak

standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang diperoleh

dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.

II.7.2. Pelelehan.

Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas kekuatan

stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara komponen bahan

pada benda uji.

Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein

Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya.Pada penggambaran hubungan

stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai trend

umum:

 Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam

campuran sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.

(45)

 Nilai kuoisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar

aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah nilai

kuosien Marshall berkurang.

Apabila hasil penggambaran tidak sesuai, maka perlu dilakukan evaluasi dari

hasil pengujian, apakah alat yang digunakan untuk pengujian tidak standar atau

terdapat kekeliruan dalam perhitungan.

II.7.3 Evaluasi VMA.

VMA = 100 (1-Gmb(1-Pht)/Gsb)... (2.13)

Dari rumustersebut diatas terlihat bahwa VMA merupakan fungsi dari Gmb,

Gsb, dan Pb atau Pagg. Keslahan perhitungan akan menyebabkan kesalahan pada

penilaian nilai VMA.

Sebagai contoh penyimpangan nilai VMA akibat kesalahan perhitungan yang

mana kesalahan ini akan menyebabkan pergeseran puncak lengkung hiperbola (titik

terendah) kurva hubungan antara VMA dengan kadar aspal. Pergeseran tersebut akan

menyebab kesalahan penentuan kadar aspal dan selanjutnya akan sangat

mempengaruhi kinerja campuran beraspal yang dihasilkan.

II.7.4 Pengaruh Rongga Udara dalam Campuan Padat (VIM).

Rongga udara(VIM) setelah selesai dipadatkan dilapangan idealnya adalah 7

%. Rongga udara yang kurang jauh dari 7 % akan rentan terhadap perlelehan, alur

dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah selesai pemadatan yang jauh dari 7

(46)

nilai lapangan tersebut dalam spesifikasi, nilai VIM rencana dibatasi pada interval

3,5 % sampai 5,5 %. Dengan kepadatan lapangan dibatasi minimum 98%.

Hasil penelitian dijalan-jalan utama (lalu-lintas berat) di pulau jawa

menunjukkan perkerasan Laston yang mempunyai nilai VIM lapangan diatas 7 %

umumnya sudah menampakkan indikasi awal terjadinya retak.Sementara perkerasan

yang dimulai menampakkan indikasi awal terjadinya deformasi plastis umumnya

sudah mempunyai VIM lapangan di bawah 3 %.Tujuan perencanaan VIM adalah

untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM mencapai

tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar mendekati batas

terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati kesesuaian

dengan hasil uji di laboratorium.

II.7.5 Pengaruh Rongga Udara Terisi Aspal (VFA)

Kriteria VFA bertujuan menjaga keawetan campuran beraspal dengan

memberi batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama, semakin tinggi nilai VFA

makin banyak kadar aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat

menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan film aspal. VFA, VMA, dan

VIM saling berhubungan karena itu bila dua diantaranya diketahui maka dapat

mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFA membantu perencanaan campuran dengan

memberikan VMA yang dapat diterima atau memenuhi persyaratan. Kriteria VFA

menyediakan tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan melaksanakan

campuran beraspal panas. Karena perubahan dapat terjadi antara tahap perencanaan

dan pelaksanaan, maka kesalahan dapat ditampung dengan memperlebar rentang

(47)

II.7.6 Pengaruh Pemadatan

Padar kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi akan

mengakibatkan VIM dan VMA berkurang. Bila kadar aspal campuran rencana yang

dipadatkan sebanyak 2 x 50 tumbukan, diambil sebelah kiri VMA terendah, tapi

lalu-lintas ternyata termasuk kategori lalu-lalu-lintas berat (yang mana harus dipadatkan

sebanyak 2 x 75 tumbukan) maka akibat pemadatan oleh lalu-lintas, keadaan kadar

aspal yang sebenarnya akan lebih tinggi. Sebaliknya bila campuran dirancang untuk

2 x 75 tumbukan tetapi ternyata lalu-lintas cenderung rendah, maka rongga udara

akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara akan mudah masuk. Akibatnya

campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak serta adesivitas aspal

berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan butir atau pengelupasan. Karena itu

maka usaha pemadatan yang direncanakan di laboratorium harus dipilih yang

Gambar

Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku
Tabel 2.2Perbedaan Perkerasan Lentur dan Pekerasan Kaku
Tabel 2.3. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan fasilitas berupa menu pakar yang memungkinkan pakar mengolah data (mengubah, menambah, dan menghapus) penyakit, fakta, penyebab, pengobatan, solusi,

Persentase juring bergetah kuning, skor, dan persentase buah kulitnya bergetah kuning terendah pada pemberian B dengan dosis 1,55 g/pohon serta dosis ini dapat menaikkan kandungan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : 1) Memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan representasi matematis

MARIMUTHU : Ini yang sepatutnya kerajaan lakukan, tetapi masalahnya ialah kita hanya bercakap untuk mencari sumber tenaga pilihan apabila menghadapi masalah.. Tetapi apabila

Sedangkan berdasarkan SKL SD Kurikulum 2013 Kemendikbud (2014) tentang sikap, bahwa setelah melaksanakan pembelajaran siswa diharapkan memiliki perilaku yang

Karena hukum najis adalah hukum pembebanan yang terkait dengan (seharusnya diketahui) semua orang.. Maka, tidak boleh mengatakan tentang najisnya sesuatu kecuali dengan

Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan. menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan diolah untuk mengetahui pengaruh Iklan brenti jo bagate terhadap