• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos

Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk

anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang (Novizan, 2002).

Pupuk organik yang sering digunakan untuk memupuk tanaman adalah kompos. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman,

hewan dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber hara bagi tanaman. Dengan demikian, pupuk kandang dan pupuk hijau yang mengalami proses fermentasi

merupakan bagian dari kompos (Parnata, 2010).

Beberapa kegunaan kompos adalah: (1) Memperbaiki struktur tanah;

(2) Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir; (3) Meningkatkan daya tahan dan daya serap air; (4) Memperbaiki drainase dan pori-pori dalam tanah; (5) Menambah dan mengaktifkan unsur hara (Budiman, 2013).

Peluang penggunaan pupuk organik di masa yang akan datang semakin besar. Ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain semakin mahalnya pupuk

(2)

organik. Pupuk organik boleh dikatakan tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia sehingga aman dipakai (Musnamar, 2003).

Penggunaan pupuk organik yang dipadukan dengan penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan pengurangan penggunaan pupuk kimia, baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Beberapa hasil aplikasi

penggunaan pupuk organik yang dipadukan dengan pupuk anorganik disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil Aplikasi Penggunaan Pupuk Organik dipadukan dengan Pupuk Anorganik

Komoditas Lokasi/Jenis

Tanah Dosis Pemupukan (ha)

Produksi

Kedelai Jambi/ultisol 5 ton kompos serasah sisa panen + NPK dosis rekomendasi setempat

2,3 0,9

Ubi Kayu Jambi/ultisol 5 ton kompos serasah sisa panen + NPK dosis rekomendasi setempat

28 10

Sumber: Musnamar, 2003

Selain meningkatkan produktivitas tanaman, dengan penggunaan pupuk kompos maka penggunaan pupuk kimia pun akan berkurang. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kresnatita (2004) bahwa penggunaan pupuk

(3)

2.1.2. Jagung

Seperti kita ketahui bersama, tanaman jagung sangatlah bermanfaat bagi

kehidupan manusia. Di Indonesia sendiri, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua yang terbilang sangat penting setelah tanaman padi, bahkan sekarang ini masih ada beberapa daerah kecil yang memanfaatkan jagung sebagai

makanan pokok mereka sehari-hari (Budiman, 2013).

Selama tiga dekade terakhir permintaan jagung untuk pangan maupun

untuk bahan baku pakan domestik terus meningkat seiring dengan berkembangnya pabrik pakan dan industri perunggasan. Jumlah pabrik pakan ternak pada tahun 2012 adalah 68 pabrik dengan total kapasitas produksi

terpasang 18,15 juta ton dan produksi riil 13,8 juta ton. Berikut adalah data perkembangan konsumsi dan produksi jagung tahun 2008-2012.

Tabel 3. Perkembangan Konsumsi dan Produksi Jagung di Indonesia

Tahun Konsumsi (ton) Produksi (ton) Defisit (ton)

2008 16.615.000 16.317.000 298.000

2009 17.989.000 17.630.000 359.000

2010 20.066.000 18.328.000 1.738.000

2011 20.505.000 17.230.000 3.275.000

2012 20.392.000 19.377.000 1.015.000

Sumber:Direktorat Pangan dan Pertanian, 2014

Meningkatnya permintaan komoditas jagung untuk industri pakan dan pangan, menuntut kontinuitas ketersediaan dan mutu produk yang memadai.

Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan produksi yang dapat ditempuh melalui perluasan areal dan peningkatan produktivitas. Namun, pengembangan

(4)

a. Masih sedikitnya penggunaan benih hibrida b. Kelangkaan pupuk

c. Kelembagaan belum berkembang

d. Teknologi pascapanen dan panen belum memadai e. Lahan garapan sempit

(Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Selain kendala diatas, keadaan di lapangan yang dihadapi petani adalah

penggunaan pupuk kimia yang terus menerus akan menurunkan produktivitas lahan yang mengakibatkan menurunnya produksi jagung mereka. Menurut Zubachtirodin (2009) hal ini dapat diatasi dengan perbaikan pengelolaan

usahatani yaitu salah satunya dengan pengolahan tanah yang baik, dengan memanfaatkan bahan organik tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah dan

meningkatkan produktivitas tanaman jagung.

Pada upaya peningkatan produksi jagung, pemupukan merupakan hal penting dan harus diperhatikan. Biasanya jenis pupuk yang diberikan pada jagung

adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yang berupa pupuk kandang diberikan dosis sekitar 15-20 ton/ha. Pupuk anorganik yang digunakan

(5)

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Biaya Usahatani

Menurut Hadisapoetro dalam Suratiyah (2006), biaya usahatani yaitu semua korbanan yang dipergunakan untuk menghasilkan pendapatan kotor kecuali upah tenaga keluarga, bunga seluruh aktiva yang dipergunakan dan biaya untuk

kegiatan si pengusaha sendiri.

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap

(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) (Rahim dan Diah, 2008).

2.2.1.1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap ini umumnya didefenisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau

sedikit. Contoh biaya tetap antara lain : sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi (Soekartawi, 2002).

Berbagai alat-alat yang biasa digunakan dalam usahatani dapat merupakan

modal tetap. Alat-alat tersebut adalah traktor, bajak, cangkul, sabit, dan lain-lain. Untuk alat-alat tersebut hanya diperhitungkan penyusutannya. Modal berdasarkan

fungsinya dibagi dalam modal tidak tetap dan modal tetap. Modal tidak tetap hanya dipakai dalam satu kali proses produksi maka keseluruhan nilai modal tidak tetap dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Sementara modal tetap

perlu diperhitungkan dahulu karena tidak semua nilai modal tetap dibebankan pada proses produksi. Penggunaan modal tetap pada umumnya menyangkut lima

(6)

Untuk memperhitungkan penyusutan pada dasarnya bertitik tolak pada harga perolehan (cost) sampai dengan modal tersebut dapat memberikan manfaat.

Untuk menghitung biaya penyusutan digunakan metode garis lurus (Straight Line Method) yaitu sebagai berikut:

Harga Pembelian – Nilai Residu Penyusutan per tahun =

Umur Ekonomis (Suratiyah, 2006).

2.2.1.2. Biaya Variabel (Variable Cost)

Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Kalau menginginkan produksi yang

tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah dan sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan.

(Soekartawi, 2002).

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga, khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Tenaga kerja

usahatani dapat dibedakan menjadi 2 yaitu, tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga

kerja keluarga dan tenaga luar antara lain adalah komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari,

(7)

2.2.2. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan

semua biaya. Pendapatan kotor/penerimaan total adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2002).

Menurut Hadisapoetro dalam Suratiyah (2006), pendapatan usahatani

dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Pendapatan bersih adalah selisih dari pendapatan kotor dengan biaya

mengusahakan (Rp).

b. Pendapatan petani adalah pendapatan kotor dikurangi biaya alat-alat luar dan bunga modal luar (Rp).

c. Pendapatan tenaga keluarga adalah selisih dari pendapatan petani dikurangi dengan bunga modal sendiri (Rp/jam kerja orang).

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangatlah kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat dibagi ke dalam dua golongan sebagai berikut:

1) Faktor internal dan faktor eksternal 2) Faktor manajemen

Faktor internal terdiri dari umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan dan modal. Faktor eksternal dari segi faktor produksi (input) terbagi dalam dua hal, yaitu

ketersedian dan harga. Faktor ketersedian dan harga sarana produksi benar-benar tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu berapapun dana tersedia.

(8)

harga pupuk sangat tinggi bahkan tidak terjangkau. Semuanya itu pasti berpengaruh pada biaya, produktivitas, dan pendapatan dari usahatani

(Suratiyah, 2006).

2.3. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) dengan judul “Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Penggunaan Pupuk

Organik” di Desa Surabayan Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pendapatan petani jagung pengguna pupuk organik lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan pupuk organik dan

perbedaan tersebut nyata pada α = 0.01, hal itu dikarenakan biaya usahatani yang dikeluarkan pengguna pupuk organik jauh lebih rendah. Perbedaan biaya

usahatani tersebut sebanyak Rp 1.949.066 atau 42,32%. Secara statistik perbedaan tersebut nyata pada α = 0.00. Perbedaan biaya usahatani tersebut disebabkan oleh:

a. Penyusutan alat pertanian: Nilai penyusutan alat pertanian petani jagung

pengguna pupuk non organik lebih besar 33,27% dibanding dengan nilai penyusutan alat pertanian petani jagung pengguna pupuk organik.

b. Biaya benih: Biaya benih yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk non organik lebih besar 39,64% dibanding biaya benih yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk organik.

c. Biaya tenaga kerja: Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk non organik lebih besar 16,04% dibanding biaya tenaga kerja

(9)

d. Biaya pupuk: Biaya pupuk yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk non organik lebih besar 67,29% dari biaya pupuk yang dikeluarkan petani

jagung pengguna pupuk organik.

e. Irigasi: Biaya irigasi yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk non organik lebih tinggi 87,98% dari petani jagung pengguna pupuk organik.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purtikoningrum (2009) dengan judul “Penggunaan Pupuk Organik Bokashi Ditinjau dari Peningkatan

Pendapatan Petani Pada Usahatani Padi Varietas IR 64 di Kabupaten Karanganyar”. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa:

a. Produktivitas padi varietas IR 64 yang menggunakan pupuk organik Bokashi

sebesar 6.154,08 Kg/Ha/MT, sedangkan produktivitas padi varietas IR 64 yang tanpa menggunakan pupuk organik Bokashi sebesar 6.370,84

Kg/Ha/MT. Menurut hasil uji statistika produktivitas padi varietas IR 64 yang menggunakan pupuk organik Bokashi tidak berbeda nyata dengan produktivitas padi varietas IR 64 yang tanpa menggunakan pupuk organik

Bokashi, atau dengan kata lain produktivitas padi dari kedua usahatani tersebut sama.

b. Pendapatan usahatani padi varietas IR 64 yang menggunakan pupuk organik Bokashi adalah sebesar Rp 7.571.953,02/Ha dan pendapatan usahatani padi varietas IR 64 yang tanpa menggunakan pupuk organik Bokashi yaitu sebesar

Rp 6.705.328,06/Ha. Menurut hasil uji statistika pendapatan usahatani padi varietas IR 64 yang menggunakan pupuk organik Bokashi berbeda nyata dengan pendapatan usahatani padi varietas IR 64 yang tanpa menggunakan

(10)

2.4. Kerangka Pemikiran

Jagung memiliki banyak manfaat dan kegunaan, selain untuk bahan

pangan manusia, jagung juga menjadi bahan baku utama untuk pakan ayam. Kendala yang di hadapi petani dalam usahatani jagung di Indonesia salah satu diantaranya yaitu masalah pupuk. Pupuk menjadi satu hal yang sangat vital bagi

tanaman, kekurangan pupuk dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

Namun keberadaan pupuk kimia bersubsidi yang dibutuhkan petani

menjadi hal yang sangat sulit didapatkan. Distribusi yang kurang merata dan mahalnya harga pupuk kimia non subsidi menyebabkan petani jagung mencari alternatif lain yaitu dengan menggunakan pupuk kompos. Selain itu, alasan lain

petani menggunakan pupuk kompos adalah pengerasan yang terjadi pada lahan jagung mereka yang disebabkan penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus

selama ini. Pupuk kompos dapat memperbaiki struktur tanah dan menambah unsur hara.

Dengan penggunaan pupuk kompos maka biaya usahatani yang

dikeluarkan oleh petani akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan dengan penggunaan pupuk kompos maka petani mengurangi penggunaan pupuk kimia

(11)

Petani Jagung Petani Jagung

Penggunaan Pupuk Penggunaan Pupuk

Pupuk Kimia Pupuk Kimia + Kompos

Produksi Produksi

Biaya Analisis Uji Beda Biaya Dua Rata-Rata

Pendapatan Pendapatan

Keterangan:

: Alur berpikir : Alur analisis : Alat analisis

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian penelitian terdahulu dan landasan teori diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Produksi yang diperoleh pada usahatani jagung yang menggunakan pupuk kompos lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan pupuk kimia.

Gambar

Tabel 2.  Hasil Aplikasi Penggunaan Pupuk Organik dipadukan dengan
Tabel 3. Perkembangan Konsumsi dan Produksi Jagung di Indonesia
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Pendapatan petani adalah imbalan yang diterima oleh petani dari hasil kegiatan usahatani jagung yang menggunakan pupuk organik dan pupuk non organik yang diperoleh dari selisih

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik cair Nasa berpengaruh nyata dan sangat nyata secara umum terhadap tinggi bibit, jumlah daun dan diameter

Berdasarkan hasil penelitian Hartini, Sholihah dan Manshur (2019) menyimpulkan bahwa pemberian pupuk organik cair urine kelinci berpengaruh nyata terhadap tinggi

Penentuan sampel dilakukan dengan metode Stratified Random Sampling dengan jumlah sampel lahan sempit 51 orang dan lahan luas 10 orang.Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Berdasarkan hasil statistik diperoleh bahwa perlakuan kompos serasah jagung, pupuk organik cair urin kambing dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh tidak

Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung adalah tinggi. Tahap Adopsi

Pupuk SP-36 menghasilkan produksi biji jagung, clan produksi BK jerami jagung ryata lebih tinggi dibanding pupuk BP pada dosis yang sama, sedang kadar PKjerami tidak berbeda

Tanaman jagung manis belum responsif terhadap perbedaan dosis kompos jerami dan frekuensi penyemprotan pupuk organik cair daun gamal, dimana pada hampir semua