• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kasus Perburuhan Stephen Michae (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Kasus Perburuhan Stephen Michae (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kasus Perburuhan: Stephen Michael Young Melawan

PT. Siemens Indonesia

Oleh: Ardy Prasetyo

I.

Kasus Posisi

Pesangon Tak Dibayar, Eks Pegawai PT. Siemens Menggugat

Senin, 18 Juni 2012 – 18.54 WIB Rizka Diputra - Okezone

JAKARTA - Stephen Michael Young, mantan karyawan PT Siemens Indonesia, mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terhadap bekas perusahaan tempatnya bekerja, lantaran haknya berupa uang pesangon belum dibayar.

Sidang perkara beregister No: 85/PHI.G/2012/PN. JKT.PST tertanggal 14 Mei 2012 yang dipimpin majelis hakim pimpinan Dwi Sugiarto, SH, MH sudah memasuki tahap pembacaan jawaban tergugat (PT Siemens Indonesia) atas gugatan penggugat (Stephen Michael Young).

Dalam gugatan Stephen yang dibacakan Sapriyanto Refa dan M Nazarudin Salam, disebutkan, sejak penggugat diberhentikan sebagai Manager Power Transmission and Distribution (PTD) Service pada Oktober 2011 hingga hari ini, uang pesangon senilai Euro 347,602 ditambah bonus tahun 2011 sebesar Rp80,659 juta dan sebesar Euro 11,118, serta gaji yang menjadi hak penggugat belum diberikan oleh tergugat.

Penggugat merasa kecewa diperlakukan tidak adil oleh tergugat, yakni di PHK tanpa kesalahan, tidak ada pemberitahuan, serta tanpa izin dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (LPPHI). Yang lebih melanggar hukum lagi, hak-haknya selama bekerja 13 tahun tidak dipenuhi oleh tergugat.

(2)

Tindakan sepihak itu, menurut penggugat, tidak sesuai pasal 151 ayat (3) UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Di mana karyawan yang di PHK harus mendapat pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hah dan hak-hak lainnya. Di samping pihak perusahaan harus memberitahukan alasan tindakan PHK kepada karyawan bersangkutan, serta mesti melalui mekanisme LPPHI hingga dikeluarkannya penetapan.

“Yang menjadi pokok persoalan dan merupakan pelanggaran tergugat, adalah Stephen (penggugat) sebagai warga negara asing, menurut UU No 13/2003 hanya bisa bekerja di Indonesia untuk jangka waktu tertentu. Atau paling lama hanya tiga tahun, dan kalau ingin diperpanjang harus dilakukan pembaharuan perjanjian kerja dengan masa jedah minimal 30 hari," tambahnya.

Tetapi kenyataannya, kata dia, Stephen dipekerjakan oleh PT Siemens Indonesia selama kurang lebih 13 tahun terus menerus tanpa putus. Seolah-olah telah menjadi karyawan tetap, yang menurut UU sesuatu tak boleh terjadi bagi warga asing yang bekerja di Indonesia.

Menurut UU Ketenagakerjaan, lanjutnya, konsekwensinya dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menjadi Perjanjian Kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), kalau sampai terjadi PHK, maka harus ada kesalahan yang pernah dilakukan, kemudian harus ada pemberitahuan/peringatan, dan harus ada izin dari (LPPHI).

“Ternyata, bagi klien kami, semua itu tidak ada. Penyebab Stephen di PHK karena tidak mau menandatangani draf perjanjian kerja baru, yang isinya menghilangkan hak pesangon dan lain-lain, tidak seperti diatur dalam isi kontrak sebelumnya,” ungkap Refa yang kini menjabat Wakil Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Stephen, katanya lagi, di PHK oleh PT Siemens Indonesia pada Oktober 2011 tanpa kesalahan, tanpa pemberitahuan, dan tanpa izin dari (LPPHI), maka konsekwesinya perusahaan itu harus membayar pesangon, uang penghargaan masa kerja, penggantian hak-hak yg blm dibayar dan hak2 lain yang menjadi hak Penggugat/Steven menurut UU No 13/2003.

Sementara itu, menurut jawaban kuasa hukum PT Siemens Indonesia, Kantor Hukum Adnan Kelana Haryanto & Hermanto (AKHH), pihak tergugat menolak dalil yang disampai penggugat yang dinilai tidak logis dan keliru.

(3)

Sebab, meski hubungan kerja antara penggugat dan tergugat menggunakan PKWT, bukan berarti harus tunduk pada ketentuan PKWT sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Hal itu, mengingat perjanjian dimaksud berdasarkan kesepakatan bersama, dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan Indonesia.

Oleh karena itu, menurut dalil tergugat, berdasarkan perjanjian kerja dan peraturan UU Ketenagakerjaan, maka PT Siemens Indonesia (tergugat) tidak pernah memiliki kewajiban hukum apapun. Baik untuk pemberitahuan, peringatan/teguran, uang pesangon, uang penghargaan maupun uang penggantian hak sebagaimana dituntut Stephen Michael Young.

Kepada Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial yang mengadili gugatan tersebut, tergugat meminta agar menolak seluruh gugatan, serta menghukum penggugat membayar biaya perkara ini.(ful)

II. Analisis Kasus

Pesangon merupakan salah satu jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja. Jaminan sosial, menurut Widodo Suryandono, merupakan perlindungan yang diberikan oleh masyarakat dari economic and social distress yang disebabkan oleh penghentian pembayaran upah (tidak bekerja) misalnya karena sakit, kecelakaan, melahirkan, pemutusan hubungan kerja, cacat badan, ketuaan, kematian.1 Pasal 1

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan yang dimaksud dengan jaminan sosial adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.2 Sedangkan pengertian pengupahan menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pengupahan menyebutkan bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaam atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan

1 Aloysius Uwiyono, Asas-Asas Hukum Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers 2014), hlm. 104

(4)

perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasari suatu perjanjian kerja antara pengusaha termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.3

Stephen Michael Young adalah seorang pekerja di Perusahaan PT. Siemens Indonesia yang hak-hak pekerjanya telah dilanggar oleh perusahaan di mana dia bekerja. Stepehen diputus hubungan kerjanya oleh perusahaan secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan dan alasan yang jelas. Menurut Pasal 151 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja dapat dilakukan didahului dengan perundingan dengna serikat pekerja atau dengan pekerja yang akan diputus hubungan kerjanya.4 Kemudian jika tidak ada persetujuan tentang

pemutusan hubungan kerja tersebut, PT. Siemens Indonesia dapat mengajukan penetapan PHK kepada Lembaga Pernyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagaimana diatur dalam Pasal 151 ayat (2) UU Ketenagakerjaan.5

Stephen Young juga tidak mendapatkan hak-haknya berupa pesangon sebesar Euro 347,602 ditambah bonus tahun 2011 sebesar Rp80,659 juta dan sebesar Euro 11,118, serta gaji yang belum dibayarkan kepadanya. Kejadian ini tidak boleh terjadi karena UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 156 ayat (1) diatur bahwa pesangon harus dibayarkan dalam hal pemutusan hubungan kerja dan bonus Stephen adalah uang penghargaan masa kerja yang diatur dalam Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.6 Selain itu, tidak dibayarnya upah Stephen oleh PT. Siemens

Indonesia melanggar ketentuan dalam Pasal 88 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, setiap pekerjaan harus dinilai dengan upah dan harus dibayar berdasarkan asas no work no pay.

3 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Pengupahan

4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 151 ayat (3)

5Ibid., Pasal 151 ayat (2)

(5)

Alasan Pemutusan Hubungan Kerja atas Stephen Young juga sangat tidak mendasar, yaitu dikarenakan Stephen Young tidak menyetujui draf Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang diajukan oleh PT. Siemens Indonesia. Draf perpanjangan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut dinilai sangat merugikan karena isinya menyatakan bahwa pekerja dapat diputus hubungan kerjanya sewaktu-waktu dan tidak mendapatkan pesangon pada saat pemutusan hubungan kerja yang sangat bertentangan dengan Pasal 156 ayat (1) UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Mengenai kewarganegaraan Stephen Young yang merupakan Warga Negara Asing, UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa Stephen seharusnya dapat bekerja dengan waktu tertentu dan paling lama jangka waktu 3 (tiga) tahun. Apabila akan diperpanjang, perjanjian kerja harus diperbaharui dengan ketentuan jeda waktu pembaharuan selama 30 hari. Akan tetapi, PT. Siemens Indonesia mengindahkan ketentuan tersebut dengan mempekerjakan Stephen secara kontinu selama 13 tahun seakan-akan Stephen adalah karyawan tetap PT. Siemens yang berkewarganegaraan Indonesia. Hal inilah yang juga menjadi kelalaian Stephen Young karena tidak memperhatikan ketentuan yang ada di dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang Warga Negara Asing.

Warga Negara Asing sebagaimana dijelaskan di atas memiliki pengaturan khusus. Dalam hal ini Stephen tidak memperhatikannya dan akan menimbulkan kerugian bagi dirinya sendiri sebagai pekerja. Penggunaan Tenaga Kerja Asing harus tunduk pada Bab VIII tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang diatur dalam Pasal 42 – 49 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Memang inilah yang menjadi kesalahan Stephen Young dalam kasus ini. Stephen seharusnya tahu hak dan kewajiban dia sebagai tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan tersebut.

(6)

dalam hal ini UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 51 ayat (2) mengatur bahwa perjanjian kerja yang disyaratkan tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam kasus ini, apabila draf perjanjian kerja waktu tertentu yang disodorkan oleh PT. Siemens Indonesia tidak mencantumkan ketentuan mengenai hak berupa pesangon bagi pekerja, maka perjanjian tersebut sangat bertentangan dengan Pasal 156 ayat (1) UU No. 13/2003 dan harus dinyatakan batal demi hukum. Hal itu menjadi wajar apabila Stephen tidak mau menandatangani perpanjangan perjanjian tersebut karena di samping bertentangan dengan peraturan yang berlaku, juga sangat merugikan dirinya.

Selanjutnya, dengan alasan tersebut Stephen Michael Young mengajukan gugatan terhadap PT. Siemens Indonesia ke Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat dengan register perkara No: 85/PHI.G/2012/PN. JKT.PST tertanggal 14 Mei 2012. Pengadilan Hubungan Industrial menurut Pasal 55 UU No. 2/2004 merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum. Hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali diatur secara khusus sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 57 UU No. 2/2004 tentang Penyelesaiaan Perselisihan Hubungan Industrial. Langkahnya untuk menggugat PT. Siemens Indonesia merupakan hal yang tepat mengenai kompetensi absolut. Akan tetapi, sebelum mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial, antara Stephen Young dan PT. Siemens Indonesia harus diusahakan penyelesaian hubungan industrial di luar pengadilan (non ajudication) terlebih dahulu melalui tahap mediasi dan konsiliasi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan 4 UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaiaan Perselisihan Hubungan Industrial. Apabila mediasi dan konsiliasi tidak juga mencapai kesepakatan, sesuai dengan Pasal 5 UU No. 2/2004, baru kemudian dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

(7)

(rechtsgeschillen) dan kedua perselisihan kepentingan (belangengeschillen).7 Dalam

kasus ini, yang menjadi pokok permasalahan dalam perselisihan hubungan industrial adalah jenis perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 huruf a dan c UU No. 2/2004 tentang Penyelesaiaan Perselisihan Hubungan Industrial. Perselisihan Hak dapat dilihat dari tidak dibayarnya pesangon atau jaminan sosial Stephen Young oleh PT. Siemens ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja dan upah Stephen Young yang belum dibayarkan. Kemudian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja dapat dilihat dari diputusnya hubungan kerja Stephen Young oleh PT. Siemens Indonesia secara sepihak dan tanpa alasan yang jelas serta tidak adanya penetapan dari Lembaga Penyelesaiaan Perselisihan Hubungan Industrial.

III. Kesimpulan

(8)

Pusat untuk memutus siapa yang hak-haknya lebih dilanggar di antara Stephen Michael Young dan PT. Siemens Indonesia.

IV. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang Nomo 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaiaan Perselisihan Hubungan Industrial

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan pada pohon Jati yang terserang inger-inger menunjukkan bahwa serangga ini seluruhnya menyerang bagian batang pohon Jati dan tidak dijumpai

Berdasarkan hasil analisis pre-test dan post-test dapat diketahui bahwa perangkat pembelajaran Salinitas Salt Water (SSW) pada materi klasifikasi materi dan

Oleh karena itu dalam pelaksanaan akhlak anak banyak hal yang dilakukan oleh orang tua agar pembinaan akhlak anak lebih baik, melihat realita dilapangan bahwa masih adanya

Paling tidak ada tiga alasan yang mendasari, yaitu pertama , perluasan problem areas serta tema-tema baru menuntut agar sejarah lebih bersifat analitis dan tidak

perasaannya, sifatnya, filsafatnya, dan lain sebagainya. Sedangkan informan menjelaskan tentang waktu dan tempat. Indeks biasanya bersifat implisit sehingga perlu

Hasil pengujian identifikasi senyawa fenol dalam ekstrak maupun fraksi etil asetat daun yakon juga menghasilkan kesimpulan bahwa kedua sampel tersebut positif mengandung senyawa

Dengan latar belakang masalah, yaitu terdapat penurunan pertumbuhan investasi asing langsung (foreign direct investment) di Kawasan Industri Batam antara tahun