• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION/ADR (STUDI KASUS DI POLSEK NATAR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION/ADR (STUDI KASUS DI POLSEK NATAR)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA

ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION/ADR (STUDI KASUS DI POLSEK NATAR)

(JURNAL)

Oleh Yuenchi Arwindi

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN MELALUI PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA

ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION/ADR (Studi Kasus di Polsek Natar)

Oleh

Yuenchi Arwindi, Eko Raharjo, Tri Andrisman Email : yuenchiarwindi@yahoo.com

Seiring perkembangan zaman proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan pun ikut berkembang. Salah satunya Alternative Dispute Resolutio/ (ADR) atau biasa disebut dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di luar pengadilan. Permasalahan yang diteliti dalam kasus ini adalah bagaimana proses penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesaian sengketa Alternative Dispute Reesolution/ADR dan apakah dasar hukum yang digunakan dalam proses penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesaian sengketa Alternative Dispute Resolution/ADR? Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu menggunakan dua macam pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan secara yuridis empiris. Jenis data menggunakan data primer dan data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, serta analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian bahwa : 1) Proses penyelesaian perkara ADR dengan cara yang pertama penerimaan laporan, pemeriksaan saksi dan pelaku, penyelidikan, penyidikan, dan mengurus berkas, 2) bagaimanakah penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesian sengketa Alternative Dispute Resolution/ ADR jika ditinjau secara yuridis? 3) Jika ditinjau secara yuridis ketentuan yang memberikan pembenaran untuk menyelesaikan perkara secara ADR yaitu dimungkinkan adanya hapusnya penuntutan terhadap pelanggaran apabila denda damainya sudah dibayar, dan dasar bagi penegak hukum untuk mengesampingkan perkara pidana berdasarkan surat edaran Kapolri No.Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS, tanggal 14 Dsember 2009 tentang Penanganan Kasus melalui Alternative Dispute Resolution (ADR), 3) Dasar hukum yang digunakan yaitu Surat Kapolri No.Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS, tanggal 14 Dsember 2009 tentang Penanganan Kasus melalui Alternative Dispute Resolution (ADR), hak diskresi kepolisian yang diatur berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Saran yang diberikan penulis yaitu masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan, kehati-hatian, serta kecermatan agar mengantisipasi kemungkinan menjadi korban tindak pidana penipuan.

(3)

ABSTRACT

AN ANALYSIS OF THE CRIMINAL CASES OF FRAUD THROUGH THE DISPUTE RESOLUTION ALTERNATIVE

DISPUTE RESOLUTION / ADR (Case Study in Polsek Natar)

By:

Yuenchi Arwindi, Eko Raharjo, Tri Andrisman Email : yuenchiarwindi@yahoo.com

As the times of the process of settling disputes outside the courts expanded. One of them is Alternative Dispute Resolution/ (ADR) or commonly called Alternative Dispute Settlement (APS) outside the court. The problem under investigation in this case is how the process of settling the criminal fraud case through the choice of dispute resolution Alternative Dispute Resolution/ ADR and what is the legal basis used in the process of settling the criminal fraud case through the choice of dispute resolution Alternative Dispute Resolution/ ADR? The research method used by the writer is using two kind of problem approach that is juridical normative approach and empirical juridical approach. Types of data use primary data and secondary data, data collection is done by literature study and field study, and data analysis is done qualitatively. The results of the research are: 1) The process of solving the case of ADR in the first manner of receipt of the report, examination of witnesses and perpetrators, investigation, investigation and administering the file, 2) How is the settlement of a fraud criminal offense through the choice of dispute resolution Alternative Dispute Resolution / ADR if reviewed juridically? 3) If judicially reviewed provisions giving justification for resolving cases by ADR namely Article 82 KUHP it is possible to remove the prosecution of the violation if the damages have been paid, and the basis for law enforcement to override criminal cases based on the circular of the Chief of Police No.Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS dated 14 December 2009 on Case Handling through Alternative Dispute Resolution (ADR), 3) Legal basis used is Police Chief No.Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS, dated 14 December 2009 on Case Handling through Alternative Dispute Resolution (ADR), the right of police discretion regulated pursuant to Article 18 Law no. 2 of 2002 on the Police of the Republic of Indonesia. Some suggestions given by the author that the community should increase alertness, prudence, and precision in order to anticipate the possibility of becoming a victim of criminal fraud.

(4)

I. PENDAHULUAN

Proses penyelesaian sengketa yang sudah dikenal sejak lama adalah melalui proses litigasi di pengadilan. Proses litigasi cenderung menghasilkan masalah baru karena sifatnya yang win-lose, tidak responsif, time consuming proses perkaranya, dan terbuka untuk umum. Seiring perkembangan zaman prorses penyelesaian sengketa di luar pengadilan pun ikut berkembang. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan bersifat tertutup untuk umum (close door session) dan kerahasian para pihak terjamin

(confidentiality), proses beracara

lebih cepat dan efisien. Proses penyelesaian sengketa ini menghindari kelambatan yang diakibatkan prosedural dan administratif sebagaimana beracara di pengadilan umum dan win-win

solution.1

Salah satu bentuk kejahatan yang semakin memiliki modus operasi tertentu adalah kejahatan penipuan yang berkedok bantuan dana usaha mikro pemerintahan secara melawan hukum. Penipuan adalah kejahatan yang termasuk ke dalam Pasal 378 KUHP, penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntung-kan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain menyerahkan barang, uang atau kekayaannya, serta menyebabkan kerugian juga pada orang lain tersebut.

1 Frans Henda Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitase Nasional Indonesia dan Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2012. hlm. 9.

Tindak pidana penipuan sering kali di temukan dan terjadi di lingkungan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan atau keuntungan seseorang dapat melakukan suatu tindak pidana penipuan. Di Indonesia seringnya terjadi tindak pidana penipuan dikarenakan banyak faktor-faktor yang mendukung terjadinya suatu tindakan penipuan, misalnya karena kemajuan teknologi sehingga dengan mudah melakukan tindakan penipuan, keadaan ekonomi yang kurang sehingga memaksa seseorang untuk melakukan penipuan, terlibat suatu utang dan lain sebagainya.2

Alternative Dispute Resolution/ ADR

merupakan bahasa asing dari alternatif penyelesaian sengketa. Istilah ADR pertama kalinya lahir di Amerika Serikat, seiring dengan pencarian alternatif pada tahun 1976,

yaitu ketika “Chief Justice Warren

Burger” mengadakan “the Rescoe E.

Pond Confreceon the Causes of Popular Dissatisfaction with the

Administratration of Justice” (Pound

Conference) di Saint Paul,

Minesoeta. Para akademisi, para anggota pengadilan, dan para anggota public interest lawyer, secara bersama-sama mencari cara-cara baru dalam menyelesaikan sengketa. Pada tahun 1976 itu pula

American Bar Association (ABA)

mengakui secara resmi gerakan

Alternative Dispute Resolution

(ADR) dan membentuk suatu komisi khusus untuk penyelesaian sengketa

(Special Committee on Dispute

resolution).3

2 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1993. Hlm 54.

(5)

Istilah ADR (Alternative Dispute

Resolution) relatif baru dikenal di

Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya.

Tindak pidana penipuan di Indonesia sendiri masih banyak dilakukan warga Indonesia karena di latar belakangi oleh keadan ekonomi misalnya atau sulitnya mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang sehingga karena alasan tersebut membuat seseorang untuk melakukan tindakan penipuan.

Contoh kasus penipuan sudah terjadi di Lampung pada hari Senin tanggal 8 Agustus 2016 pada tahun lalu polisi menangkap dua tersangka kasus penipuan uang yang berkedok dana bantuan pemerintah untuk usaha mikro yaitu Wisnu (49) dan Budiyono (45). Kedua tersangka menawarkan dana bantuan pemerintah kepada korban yang bernama Hi Bunari (pengusaha rongsokan) di desa Candi Mas Natar, Lampung Selatan. Tersangka menawarkan dana bantuan sebesar Rp 700.000.000,- juta dari Pemerintah Provinsi Lampung, syaratnya korban harus membayar pajak pinjaman sebesar Rp 135.000.000,- juta, Korban sudah menyetor uang sebesar Rp 135.000.000,- juta ke kedua tersangka namun dana bantuan itu tidak ada.

Korban Bunari membayar uang sebesar Rp 135.000.000,- juta itu secara bertahap kepada tersangka. Korban percaya karena Budiono

pernah menjadi pelaksana tugas Kepala Desa Candi Mas. Bunari mendapatkan surat pencairan dana bantuan. Surat itu berkop Pemerintah Provinsi Lampung dan ditandatangani Soni sebagai Kepala Bendahara dana anggaran dan pejabat Bank Lampung Fikri Rahmad Abdullah, Kepala Seksi Bidang Bantuan APBN. Bunari lalu membawa surat pencairan itu ke Bank Lampung. "Ternyata surat itu fiktif dan dana tidak bisa dicairkan," hasil penyelidikan sementara Soni Manurung ini bukanlah pejabat Pemprov. Soni merupakan bagian dari sindikat penipuan besama Wisnu dan Budiyono.

(6)

juga dengan ADR (Alternative

Dispute Resolution).

Polisi sebagai aparat penegak hukum hendaknya bersikap bijak terhadap segala kasus yang dilaporkan oleh warga. Apabila sekiranya kasus itu bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan mengapa polisi tidak menyarankan hal itu. Untuk menghindari jatuhnya korban pemidanaan, maka perlu dilakukannya mediasi di tingkat kepolisian. Hal itu akan cukup membantu para pelaku kejahatan yang terjerat tindak pidana kecil. Lembaga resmi yang disediakan oleh Negara dalam menyelesaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan sengketa perdata dan pidana adalah Pengadilan, sedangkan yang disediakan oleh lembaga swasta adalah Arbitrase. Penyelesaian sengketa di luar lembaga peradilan sering disebut juga dengan

Alternative Dispute Resolution

(ADR) atau dalam istilah Indonesia

diterjemahkan menjadi Alternatif

Penyelesaian Sengketa (APS)”.

Tidak jarang kasus dalam bidang pidana tertentu yang juga diselesaikan dengan cara Alternative

Dispute Resolution/ADR ini. Dapat

disebutkan di sini misalnya dalam pelanggaran lalu lintas, perkara ringan dan juga tindak pidana (delik) aduan. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam analisis kasus di sini dipilih tentang kasus penipuan yang penyelesaiannya tidak lewat jalur pengadilan, tetapi diselesaikan melalui pilihan penyelesaian sengketa alternatif/ADR (Alternative

Dispute Resolution). dasar korban

bersedia berdamai padahal sudah ditipu sebanyak Rp 135 juta karena biasanya Alternative Dispute

Resolution (ADR) hanya digunakan

pada kasus yang mengalami kerugian kecil dan bagaimana proses terjadinya sehingga tercapai kesepakatan penyelesaian pada kasus ini melalui ADR/Alternative Dispute

Resolution, dan apakah benar atau

tidaknya jika ditinjau dari segi yuridisnya.

Dengan adanya salah satu contoh kasus di atas korban dan pelaku melakukan ADR di Polsek Natar, karena korban dan pelaku melakukan ADR penulis tertarik menjadikan kasus ini sebagai contoh kasus dalam penulisan dengan judul skripsi

“Analisis Penyelesaian Perkara

Tindak Pidana Penipuan Melalui Pilihan Penyelesaian Sengketa Alternative Dispute Resolution/ ADR (studi kasus di Polsek

Natar)”.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang akan menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah proses penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesian sengketa Alternative

Dispute Resolution/ ADR?

b. Bagaimanakah penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesian sengketa Alternative Dispute

Resolution/ ADR jika ditinjau

secara yuridis?

c. Apakah dasar hukum yang digunakan dalam penyelesaian perkaraa tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesaian sengketa Alternative Dispute

(7)

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu menggunakan dua macam pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan secara yuridis empiris. Jenis data menggunakan data primer dan data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, serta analisis data dilakukan secara kualitatif.

II. PEMBAHASAN

A. Proses Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penipuan Melalui Pilihan Penyelesaian Sengketa Alternative Dispute Resolution/ADR

Proses penyelesaian perkara pidana adalah serangkaian proses yang dilakukan dalam tahap menyelesaikan perkara tindak pidana melalui hukum acara pidana. Proses penyelesaian perkara pidana dapat dilakukan dengan cara yang sesuai dengan KUHAP dan dapat juga dengan menggunakan proses penyelesaian perkara di luar pengadilan atau disebut juga dengan alternatif penyelesaian sengketa (APS), dalam Bahasa asingnya berarti Alternative Dispute

Resolution/ ADR.

Dalam kasus penipuan yang menimpa Hi. Bunari ini proses penyelesaian perkara di lakukan dengan cara Alternative Dispute

Resolution/ ADR. Yaitu berdasarkan

hasil dari wawancara penyidik Polsek Natar Lampung Selatan, Suparno mengatakan bahwa dimulainya penyidikan yang pertama adalah:

1. Polisi menerima laporan korban di kantor Polsek Natar

2. Polisi memeriksa saksi dan tersangka

3. Melaksanakan gelar perkara yang dihadiri oleh penyidik, pengawas penyidik, atasan penyidik untuk menganalisa posisi permasalahan.

4. Memberikan ruang atau kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melakukan musyawarah untuk perdamaian (rekonsiliasi) dengan melibatkan pranata sosial dan difasilitasi dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat

5. Hasil Perdamaian (dalam bentuk tertulis) disampaikan/diterima oleh penyidik

6. Penyidik menerima hasil perdamaian dan bersama-sama dengan atasan penyidik menilai dan mempertimbangkan apakah masalah tersebut bisa di selesaikan melalu ADR, kemudian dibuatkan laporan (melalui mekanisme gelar perkara dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait) 7. Apabila dapat diselesaikan

melalui ADR, penyidik membuat laporan jurnal dan disampaikan keatasan penyidik dengan melampirkan surat perdamaian, notulen, dan daftar hadir.5

Berdasarkan uraian proses terjadinya penyelesaian sengketa melalui

Alternative Dispute Resolution

tersebut dari mulai awalnya terjadinya laporan hingga terjadinya proses penyelesaian melalui

Alternative Dispute Resolution/ADR

ini yaitu laporan dari korban penipuan kepada penegak hukum,

(8)

kemudian dilakukan penyelidikan dengan mengumpulkan alat bukti untuk menetapkan siapa korban dan pelakunya. Setelah perkara tersebut menjadi terang dan dengan didasari kebutuhan masing-masing pihak seperti korban ingin dikembalikan kerugiannya, pelaku ingin mendapat kesempatan berubah kearah yang lebih positif, kedua belah pihak ingin merasakan rasa aman, tentram, dan damai dalam bermasyarakat dan keengganan dalam ikut serta dalam proses peradilan pidana, karena tidak menguntungkan baik dalam biaya uang, waktu, fikiran, dan tenaga. Kedua belah pihak menginginkan dan mengajukan perkara tersebut diselesaikan secara alternatif di luar pengadilan kepada penegak hukum. Kemudian melakukan penyelesaian sengketa yang bersifat konsensual/ keputusan yang dapat diterima dan memuaskan semua pihak dan dituangkan ke dalam surat kesepakatan perdamaian. Setelah itu pelapor/korban mencabut laporannya dari penegak hukum atau kepolisian. Menurut penyidik kepolisian Polsek Natar Lampung Selatan Suparno, kepolisian melakukan penyidikan tersebut tetapi belum mengirim SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) ke Kejaksaaan atau pihak pelapor maupun terlapor dikarenakan kedua belah pihak memilih menyelesaikan perkara penipuan ini menggunakan penyelesaian perkara melalui cara alternatif, damai, dan kekeluargaan.6 Dari hasil uraian penelitian di atas yang didapat dari narasumber bahwa pada kasus ini pihak kepolisian sama sekali tidak menganjurkan adanya

6 Hasil wawancara dengan Suparno Penyidik Polsek Natar pada tanggal 3 April 2018

perdamaian melalui Alternative

Dispute Resolution/ADR ini tetapi

para pihak yang bersangkutan yaitu korban dan pelaku penipuan yang dengan kemauan sendiri melakukan perdamaian tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses terjadinya penyelesaian perkara tindak pidana penipuan ini dapat terjadi walaupun dasar hukum yang benar-benar jelas belum ada, tetapi jika para pihak yang bersangkutan seperti korban dan pelaku tindak pidana meyepakati adanya perdamaian dan ganti rugi perdamaian pada kasus ini tetap bisa terjadi. Proses pnyelesaian sengketa alternatif ini juga mengedepankan Hak Asasi Manusia milik korban dan pelaku yang menginginkan adanya perdamaian.

Dengan demikian, ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan, dalam arti di luar mekanisme ajudikasi standar konvensional. Oleh karena itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi menggunakan prosedur judikasi nonstandar, mekanisme tersebut masih merupakan ADR. Dalam Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, Pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara atau metode konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi atau konsiliasi atau penilaian ahli.7

(9)

Sehingga dapat dipahami, bahwa ADR merupakan sebuah lembaga untuk menyelesaikan sengketa tanpa melalui litigasi melainkan melalui non-litigasi yang diharapkan dan dengan maksud untuk menghasilkan keputusan yang bijaksana dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

B. Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penipuan melalui Pilihan Penyelesaian Sengketa

Alternative Dispute

Resolution/ADR Ditinjau Secara Yuridis

Berdasarkan keterangan hasil wawancara dari korban yaitu Hi. Bunari kronologi penipuannya yaitu pelaku Wisnu (49) dan Budiyono (45) menawarkan dana uang bantuan pemerintah sebesar Rp 800.000.000,- juta dan Rp 300.000.000,- juta dengan ketentuan harus membayar pajak sebesar 1% dari uang dana bantuan tersebut yang kurang lebih berjumlah Rp 120.000.000,- juta rupiah. Uang pajak 1% tersebut Hi. Bunari membayarkan 3 (tiga) kali pembayaran, yaitu pembayaran pertama 50% total pajak, kemudian 25% total pajak lagi, dan yang pembayaran terakhir 25% total pajak lagi. Setelah Hi. Binari menyelesaikan pembayaran pajak 1% tersebut Hi. Bunari diberikan cek, dan kwitansi dari pelaku yang digunakan korban untuk mencairkan dana bantuan palsu tersebut ke Bank Lampung yang ada di Natar Lampung Selatan, tetapi tidak bisa kemudian korban menelpon pelaku lagi dan pelaku mengatakan bahwa cek tersebut hanya bisa dicairkan di Bank Lampung yang ada di Teluk Betung. Setelah korban ke Bank Lampung yang ada di Teluk Betung

tidak bisa, korban sudah mulai curiga bahwa ini adalah tindak pidana penipuan dan korban Hi. Bunari bertanya dengan temannya seorang polisi. Kemudian Hi. Bunari akhirnya membuat laporan ke Polsek Natar, Lampung Selatan dan langsung ditanggapi oleh Kepolisian Polsek Natar, Lampung Selatan. Pada akhirnya setelah melewati proses panjang penyelidikan dan penyidikan pelaku tertangkap, kemudian berdasarkan kesepakatan bersama antara korban dan pelaku melakukan kesepakatan damai dengan pelaku mengganti rugi kerugian yang dialami oleh Hi. Bunari. Korban Hi. Bunari menyetujui karena pelaku dan keluarga pelaku bersedia memberikan jaminan berupa surat tanah dan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) mobil serta keluarga juga bersedia menjaminnya, selain itu juga korban, pelaku, dan keluarga pelaku juga membuat surat perjanjian perdamaian di Polsek Natar, Lampung Selatan. Korban Hi. Bunari mau berdamai karena melihat itikad baik yang ada pada pelaku dan juga keluarga pelaku.8

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Polsek Natar Lampung Selatan, Rosef Effendi, Penyidik Kepolisian Polsek Natar Lampung Selatan, Suparno, dan korban penipuan Hi. Bunari bahwa dalam perkara penipuan ini pihak Kepolisian tidak menganjurkan penyelesaian perkara tersebut di luar pengadilan atau ADR, hanya saja atas kemauan dari pelaku dan korban yang mengharapakan permasalahan tersebut diselesaikan secara

(10)

musyawarah dan kekeluargaan, dimana pelaku mengembalikan semua kerugian kepada korban sehingga timbul kesepakatan damai dan pencabutan laporan.

Hasil wawancara dengan dosen Erna Dewi dari kasus penipuan korban Hi. Bunari ini tentang perdamaian antara korban dan pelaku yang melakukan tindak pidana penipuan ini, kepolisian kurang tepat dengan kasus penipuan menggunakan penyelesaian sengketa Alternative Dispute

Resolution, karena ADR ini

digunakan untuk alternatif penyelesaian sengketa yang ringan yaitu penipuan di bawah Rp 2.500.000,- juta rupiah berdasarkan Perma : No. 2 Tahun 2012, dan juga dalam kasus perkara ini semua unsur pidananya sudah tercukupi. ADR juga digunakan jika ancaman pidana tergolong ringan yaitu ancaman pidana kurang dari 1,5 tahun. Jadi jika dilihat menurut hukum pidana itu sendiri jika korban dan pelaku berdamai bukan atas kemauannya sendiri ini kurang tepat karena pidana tidak mengenal kata damai. Berdasarkan pasal 378 yang diatur dalam KUHP pelaku penipuan diancaman paling lama kurungan penjara selama 4 (empat) tahun. Seharusnya pelaku pada penipuan korban Hi. Bunari ini dipidana sesuai dengan pasal tersebut yang sesuai dengan KUHP.9

Penghentian penyidikan penipuan menurut beliau juga karena perdamaian antara kedua belah pihak (korban dan pelaku) tidak dimungkinkan secara hukum, karena

9 Hasil Wawancara dengan Ibu Erna Dewi, selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tanggal 10 April 2018

(11)

kata damai, dan salah satu tersangka penipuan yaitu Wisnu pada kasus ini juga adalah residivis sehingga jika dilakukan perdamaian tidak akan menimbulkan efek jera pada pelaku tindak pidana penipuan dan kemungkinan pelaku tindak pidana penipuan bisa melakukan tindak pidana penipuan lagi.

Penyelesaian perkara pidana oleh kepolisian pada dasarnya merupakan bagian dari sistem peradilan pidana. Penyelesaian secara alternatif dalam proses peradilan pidana pada dasarnya merupakan bagian dari pelaksanaan sistem peradilan pidana yang pada akhirnya berujung pada upaya pencegahan (prevensi) kejahatan, yakni dalam bentuk tindakan represif. Di samping langkah penyidikan, penuntutan sampai dengan pelaksanaan pidana dari para aparat penegak hukum, termasuk pula kegiatan-kegiatan pencegahan kejahatan yang berupa tidak melakukan “kegiatan”. Artinya, penegak hukum tidak melakukan kegiatan penyidikan, penuntutan dan pemidanaan atas perbuatan orang atau perkara tertentu. Polisi tidak harus meneruskan perkara ke kejaksaan, meski pelaku ada dan bukti-bukti telah cukup. Hal ini berkaitan dengan masalah model kontrol dalam penyelenggaraan sistem peradilan pidana

(administration of criminal justice

system). Ada dua model, yakni

model (pandangan) yang dogmatis

atau “kontrole positif” dan pandangan yang fungsional atau

kontrole negatif”.

Dalam sistem peradilan pidana (hukum pidana formil) memang dikenal dengan asas legalitas yang berarti bahwa penegak hukum wajib

untuk melakukan penuntutan. Jadi, semua tindak pidana yang diketahui atau diterima oleh penegak hukum, berdasarkan hasil laporan masyarakat maupun tertangkap tangan, harus (wajib) dilakukan penuntutan, kecuali memang ada hal-hal yang menghapuskan kewenangan penuntutan, misalnya: terdakwa meninggal, adanya tenggang waktu daluwarsa, dan sebagainya. Menurut asas maupun doktrin serta hukum positif, penegak hukum tidak dapat menghentikan perkara pidana yang bukan delik aduan, meskipun ada pencabutan laporan atau para pihak (pelaku dan korban) sudah melakukan perdamaian.

C. Dasar Hukum Yang

Digunakan Dalam

Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Penipuan Melalui Pilihan Penyelesaian Sengketa Alternative Dispute Resolution/ ADR

(12)

hukum yang memiliki kekuatan mengikat bagi setiap orang.10

Berdasarkan hasil wawancara dengan Suparno penyidik Polsek Natar, Lampung Selatan Dasar hukum atau sumber hukum yang digunakan pada penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesaian sengketa Alternative

Dispute Resolution/ ADR ini masih

belum jelas bentuk formilnya tetapi, biasanya pihak kepolisian menggunakan dasar Surat Kapolri No. Pol : B/3022/XII/2009/SDEOPS, yang dikeluarkan pada tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute

Resolution/ADR, yang berisikan

tentang:

1. Kerugian kecil harus disepakati pihak yang berperkara, bila tidak terdapat kesepakatan baru diselesaikan sesuai dengan prosedur hukum

2. Berprinsip musyawarah mufakat diketahui masyarakat dengan ikutkan RT/RW setempat

3. Hormati norma hak sosial/adat serta penuhi azas keadilan 4. Tidak disentuh lagi oleh

tindakan hukum lain yang kontraproduktif dengan jumlah polisi masyarakat.11

Dengan syarat Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/433/VII/2006, yaitu :

1. Tindak pidana ringan, ancaman kurang dari 3 bulan

2. Kejahatan ringan dalam KUHP : 302, 352, 364, 373, 379, 482, dan 315.

10 Wahyu Sasongko. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Penerbit Universitas Lampung, 2013, hlm. 21.

11 Hasil wawancara dengan Suparno penyidik Polsek Natar, Lampung Selatan pada tanggal 3 April 2018

Dasar hukum yang digunakan juga Pasal 82 KUHP tentang dimungkinkan adanya penghapusan penuntutan terhadap pelanggaran apabila adanya denda damainya yang sudah dibayar, di dalam Undang-Undang tersebut juga terdapat asas yang dapat dijadikan dasar bagi penegak hukum untuk mengesampingkan perkara pidana atau menyelesaikan perkara secara alternatif di luar pengadilan. Pasal 82 KUHP mengatur sebagai berikut: 1) Kewenangan menuntut

pelanggaran yang diancam hanya dengan pidana denda menjadi hapus, kalau maksimum denda dibayar dengan sukarela, demikian pula dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan, bila penuntutan telah dimulai atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.

2) Bila di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai perampasan itu harus diserahkan pula atau harganya harus dibayar menurut taksiran pejabat tesebut dalam ayat (1). (KUHP 41)

3) Dalam hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan lebih dulu telah dihapus berdasarkan ayat (1) dan (2) pasal ini.

(13)

III. PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Proses penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesaian sengketa

Alternative Dispute

Resolution/ADR adalah sebagai

berikut :

a. Polisi menerima laporan korban

b. Polisi memeriksa saksi dan tersangka

c. Melaksanakan gelar perkara yang dihadiri oleh penyidik, pengawas penyidik, atasan penyidik untuk menganalisa posisi permasalahan

d. Memberikan ruang atau kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melakukan musyawarah untuk perdamaian (rekonsiliasi) dengan melibatkan pranata sosial dan difasilitasi dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat

e. Hasil Perdamaian (dalam bentuk tertulis) disampaikan/diterima oleh penyidik

f. Penyidik menerima hasil perdamaian dan bersama-sama dengan atasan penyidik

menilai dan

mempertimbangkan apakah masalah tersebut bisa di selesaikan melalu ADR, kemudian dibuatkan laporan (melalui mekanisme gelar perkara dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait) g. Apabila dapat diselesaikan

melalui ADR, penyidik membuat laporan jurnal dan

disampaikan keatasan penyidik dengan melampirkan surat perdamaian, notulen, dan daftar hadir.

2. Penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesaian sengketa

Alternative Dispute

Resolution/ADR ditinjau dari

segi yuridis adalah dalam tataran yuridis dapat ditemukan ketentuan yang memberikan pembenaran untuk menyelesaikan perkara secara Alternatif di luar pengadilan atau Alternative Dispute

Resolution/ADR yaitu dalam

Pasal 82 KUHP dimungkinkan adanya hapusnya penuntutan terhadap pelanggaran apabila denda damainya sudah dibayar, dan di dalam Undang-Undang terdapat asas yang dapat dijadikan dasar bagi penegak hukum untuk mengesampingkan perkara pidana atau menyelesaikan secara Alternatif di luar pengadilan dan juga berdasarkan surat edaran Kapolri No. Pol: B/3022/XII/2009/ SDEOPS, tanggal 14 Dsember 2009 tentang Penanganan Kasus melalui Alternative Dispute

Resolution (ADR).

Alur proses penyelesaian perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesaian sengketa Alternative Dispute

Resolution/ADR memang tidak

berdasarkan KUHAP karena, landasan penyelesaian perkara pidana melalui Alternative

Dispute Resolution (ADR) dan

(14)

diskresi yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Negara Republik Indonesia dan KUHAP. Berdasarkan asas maupun doktrin dan hukum positif, penegak hukum (Kepolisian) juga tidak dapat menghentikan perkara pidana yang bukan delik aduan, meskipun ada pencabutan laporan atau para pihak (pelaku dan korban) sudah melakukan perdamaian.

Jika penyelesaian perkara tindak pidana penipuan yang dilakukan penyelesaian alternatif melalui ADR berdasarkan Perma : No. 2 Tahun 2012, dan juga dalam kasus perkara ini semua unsur pidananya sudah tercukupi. ADR juga digunakan jika ancaman pidana tergolong ringan yaitu ancaman pidana kurang dari 1,5 tahun. Jadi jika dilihat menurut hukum pidana itu sendiri jika korban dan pelaku berdamai bukan atas kemauannya sendiri ini kurang tepat karena pidana tidak mengenal kata damai. Berdasarkan pasal 378 yang diatur dalam KUHP pelaku penipuan diancam paling lama kurungan penjara selama 4 (empat) tahun. Seharusnya pelaku Wisnu (49) dan Budiyono (45) pada penipuan korban Hi. Bunari ini di pidana sesuai dengan pasal tersebut yang sesuai dengan KUHP. 3. Dasar hukum yang digunakan

dalam penyelesaian kasus perkara tindak pidana penipuan melalui pilihan penyelesaian sengketa Alternative Dispute

Resolutiom/ADR ini adalah

menggunakan Surat Kapolri No.Pol:

B/3022/XII/2009/SDEOPS, tanggal 14 Dsember 2009 tentang Penanganan Kasus melalui Alternative Dispute

Resolution (ADR), hak diskresi

kepolisian yang diatur berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan juga Pasal 82 tentang dimungkinkan adanya penghapusan penuntutan terhadap pelanggaran apabila adanya denda damainya yang sudah dibayar, di dalam Undang-Undang tersebut juga terdapat asas yang dapat dijadikan dasar bagi penegak hukum untuk mengesampingkan perkara pidana atau menyelesaikan perkara secara alternatif di luar pengadilan. B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(15)

Bunari yang terjadi di desa Candi Mas Natar, Lampung Selatan.

2. Masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan, kehati-hatian, serta kecermatan dalam kemungkinan adanya sekelompok orang yang menawarkan dana bantuan berdasarkan bantuan dana dari pemerintah. Masyarakat juga harus mencari tahu apakah benar pemerintah sedang memberikan dana bantuan kepada masyarakat sebelum menerima bantuan dana dari sekelompok orang yang mengaku sebagai orang-orang dinas pemerintahan. Hal ini penting dilakukan agar mengantisipasi kemungkinan menjadi korban tindak pidana penipuan.

3. Pemerintah harus lebih transparan lagi dalam membagikan informasi tentang bantuan pemerintah yang diberikan kepada masyarakat, agar masyarakat lebih banyak tahu tentang pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Hutagalung, Sophar Maru. 2014. Praktik Peradilan Perdata dan

Alternatif Penyelesaian

Sengketa. Jakarta: Sinar

Grafika.

Jacqualine M, Nolan-Halvey. 1992. Alternative Dispute Resolution

in Arbitrase Nutshell. S.T. Pal,

Minn. West Publishing Co.

Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum

Pidana, Jakarta: Bina Aksara.

Sasongko, Wahyu. 2013.

Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Penerbit

Universitas Lampung.

Winarta, Dr. Frans Henda. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitase Nasional Indonesia

dan Internasional, Jakarta:

Sinar Grafika.

http://lampung.tribunnews.com/2016 /08/08/video-dua-sekawan- sindikat-penipuan-bantuan-

pemerintah-diringkusdanhttps://www.terasl

Referensi

Dokumen terkait

At dahil sa kanila, magpahanggang ngayon, nakikilala natin para sa atin ang sinabi ni San Agustin, “Si Hesus ay naglaho sa ating mga mata, upang matagpuan natin siya sa

Jika terdapat duplikasi dimana penyedia telah terdaftar di dua LPSE atau lebih maka Roaming pada User ID tunggal tidak dapat dilakukan sebelum penyedia melakukan aktivasi

Dalam penelitian ini, yang di maksud kinerja profesional guru yang bersertifikasi pendidik adalah kemampuan profesional guru yang bersertifikasi pendidik pada MI

Tahap-tahap penelitian meliputi: (1) isolasi fungi endofit dari kulit buah kakao, (2) seleksi fungi endofit penghasil polifenol oksidase, (3) optimasi produksi

LAPORAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BUKIT KACAPI RESORT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu!.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pengetahuan kepala sekolah tentang rokok dan kawasan tanpa rokok terhadap dukungan penerapan wilayah kawasan tanpa

Perlu dilakukan usuha-usaha untuk lebih meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bencana alam melalui pelatihan dan sosialisasi serta dapat juga dengan