• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran di SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Saintifik Melalui Model Discovery Learning dengan Permainan terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 Semest

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran di SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pendekatan Saintifik Melalui Model Discovery Learning dengan Permainan terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 Semest"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

9

Bab II ini berisi kajian teori tentang variabel-variabel yang terdapat dalan rumusan masalah yang ditetapkan peneliti, antara lain: pembelajaran matematika di SD, pendekatan saintifik melalui metode Discovery Learning dengan permainan, hasil belajar.

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Matematika dan Pembelajaran di SD

2.1.1.1 Pengertian Matematika

Istilah “matematika” berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein” yang artinya “mempelajari”. Mungkin juga kata itu erat hubungannya dengan kata Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya ialah “kepandaian”, “ketahuan”, atau “inteligensi” (Andi Hakim Nasution, 1978: 12). Di bagian lain beliau berpendapat istilah “matematika” lebih tepat digunakan daripada “ilmu pasti” karena memang benarlah, bahwa dengan menguasai matematika orang akan belajar mengatur jalan pikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaiannya (Andi Hakim Nasution, 1987: 12). Dengan demikian pembelajaran matematika adalah cara berpikir dan bernalar yang digunakan untuk memecahkan berbagai jenis persoalan dalam keseharian, sains, pemerintah, dan industri. Lambang dan bahasa dalam matematika bersifat universal sehingga dipahami oleh bangsa–bangsa di dunia.

(2)

deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.

Dari berbagai pendapat mengenai Matematika, dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan, bentuk-bentuk (geometri) yang dapat diekspresikan dan dioperasikan melalui simbol-simbolnya dimana memerlukan kacakapan berpikir khususnya dalam berlogika atau mengamati pola dan berpikir rasional.

2.1.1.2 Pembelajaran Matematika

Matematika di sekolah mendorong siswa berpikir secara logis, menganalis data, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah yang timbul dalam situasi dan kehidupan nyata serta menggunakan konsep-konsep matematika dengan cara yang penuh makna, Muschla, J. A. dan Muschla, G.R. (2009:3). Senada dengan pendapat Muschla, J. A. dan Muschla, G.R., Daryanto (2013:411) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika perlu diberikan sejak sekolah dasar agar siswa mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerja sama. Menanamkan daya nalar dan membiasakan anak berfikir logis adalah tujuan pokok dari pembelajaran matematika di sekolah. Matematika bukan merupakan ilmu empiris. Matematika merupakan ilmu hitung dan ilmu ukur. Metode matematika tidak memusat pada realitas nyata melainkan daya abstraksi atau yang diciptakan bebas oleh nalar manusia, Drost (2008: 91).

2.1.1.3 Pembelajaran Matematika di SD

(3)

masih ada guru yang memberikan konsep-konsep matematika sesuai jalan pikirnya, tanpa memperhatikan bahwa jalan pikiran siswa berbeda dengan jalan pikiran orang dewasa dalam memahami konsep-konsep matematika yang abstrak sesuai dengan definisi matematika yang sudah dikemukakan oleh beberapa ahli. Sesuatu yang terkadang dianggap mudah oleh orang dewasa terkadang dapat dianggap sulit oleh seorang anak. Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasional konkret artinya siswa SD belum berpikir formal (Erna Suwangsih, 2006: 15).

2.1.1.4 Peran Matematika di SD

Pemahaman terhadap peranan pengajaran matematika di Sekolah Dasar sangat membantu para guru untuk memberikan pembelajaran matematika secara proporsional sesuai dengan tujuannya. Sebagaimana tercantum dalam dokumen BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 2) mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

(4)

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.

Peran matematika dalam (Permendikbud, 2013: 231) Kecakapan atau kemahiran matematika merupakan bagian dari kecakapan hidup yang harus dimiliki siswa terutama dalam pengembangan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan siswa sehari-hari. Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai, merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang, mengembangkan kreaktivitas dan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

2.1.2 Pendekatan Saintifik

2.1.2.1 Pengertian Pendekatan Saintifik

(5)
(6)

atau ekuilibrasi atara asimilsi dan akomodasi. Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal develoment daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Nur dan Wikandari, 2000: 4).

2.1.2.2 Sintak Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut: a. Mengamati (observasi)

(7)

melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

b. Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.

(8)

c. Mengumpulkan Informasi

Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

d. Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar

Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

(9)

memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

e. Menarik kesimpulan

Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.

f. Mengkomunikasikan

Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

(10)

2.1.3 Discovery Learning

2.1.3.1 Pengertian Discovery Learning

Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan Inquiry dan Problem Solving. Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam mengaplikasikan Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuia dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin mengubah kegitan belajar mengajar yang teacher oriented (berorientasi pada guru) menjadi student oriented (berorientasi pada siswa).

(11)

Menurut Westwood (2008), pembelajaran dengan menggunakan metode Discovery Learningakan efektif jika terjadi hal-hal berikut:

1. Proses belajar dibuat dengan cara terstuktur dan hati-hati.

2. Siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan awal untuk belajar.

3. Guru memberikan dukungan yang dibutuhkan siswa untuk melakukan penyelidikan.

Gambar 1

Komponen dan Proses Belajar dengan Discovery Learning

2.1.3.2 Langkah-langkah Discovery Learning

Imam Kurinasih (2014: 64), menuliskan langkah-langkah (sintak) operasional Discovery Learning sebagai berikut:

1. Langkah Persiapan Strategi Discovery Learning a) Menentukan tujuan pembelajaran

(12)

c) Memilih materi pelajaran

d) Mengatur topik-topik pelajaran dari yangsederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampai simbolik.

e) Melakukan penelitian proses dan hasil belajar peserta didik. 2. Prosedur Aplikasi Strategi Discovery Learning

Dalam mengaplkasi strategi discovery learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:

Tabel 1

Sintak Discovery Learning

No Sintak discovery learning

1. Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan memberikan penjelasan ringkas.

2. Guru mengajukan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji.

3. Kelompok merumuskan hipotesis dan merancang percobaan atau mempelajari tahapan percobaan yang dipaparkan oleh guru, LKS, atau buku. Guru memimbing dalam perumusan hipotesis dan merencanakan percobaan. 4. Guru memfasilitasi kelompok dalam melaksanakan percobaan /investigasi 5. Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan untuk mengumpulkan data

yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis.

6. Kelompok mengorganisasi dan menganalisis data serta membuat laporan hasil percobaan atau pengamatan.

7. Kelompok memaparkan hasil investgasi (percobaan atau pengamatan) dan mengemukakan konsep yang ditemukan. Guru membimbing peserta didik dalam mengkonstruksi konsep berdasarkan hasil investigasi.

2.1.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning

Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning

(13)

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan lainnya.

g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sma-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi

h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.

k. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

l. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

m.Memberikan keputusann yang bersifat instrinsik, situasi proses belajar menjadi terangsang.

n. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.

o. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

p. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

(14)

Kelemahan Model Discovery Learning

a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

b. Metode ini tidak efisien untuk mnegajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemkan teori atau pemecahan masalah lainnya.

c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.

d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, seangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan, dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.

e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.

f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena tekah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

2.1.4 Permainan

2.1.4.1 Pengertian Permainan

(15)

Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut peneliti menyimpulkan definisi permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.

2.1.4.2 Permainan menurut Teori Dienes

Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertupu pada teori Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkan itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.

Dalam Sri Subarinah (2006: 5), Dienes berpendapat bahwa konsep-konsep matematika akan mudah dan berhasil untuk dipelajari apabila melalui tahapan tertentu yang dibedakan dalam enam tahapan berurutan sebagai berikut:

a. Tahap Permainan Bebas (Free Play)

Pada tahap ini siswa belajar matematika melalui permainan benda kongkret tanpa arahan guru, yang penting benda-benda yang dipakai untuk bermain sudah tersedia. Disini anak mempersiapkan mental dan sikap sendiri untuk bisa memahami struktur dan konsep matematika lebih lanjut seiring dengan perkembangan usianya.

b. Tahap Permainan (Games)

(16)

Pada tahap ini anak-anak melakukan kegaiatn belajar untuk menemukan kesamaan sifat melalui perminan yang dirancang guru. Siswa diajak untuk melakukan pengamatan terhadap pola, keteraturan dan sifat-sifat sama yang dimiliki oleh model-model yang diamati. Misalkan kita berikan berbagai macam bentuk bangun segitiga (sama kaki, sama sisi, siku-siku, lancip, tumpul, sembarang) kemudian siswa diminta mengamati dan menyebutkan tentang sifat-sifat yang sama dari benda-benda yang diamati sehingga mereka mempunyai konsep tentang segitiga, misalnya segitiga mempunyai tiga sisi yang lurus dan mempunyai tiga titik sudut.

d. Tahap Representasi (Representation)

Pada tahap ini siswa belajar membuat peryataan atau representasi tentang sifat-sifat yang sama dari suatu konsep yang telah diamati pada tahap sebelumnya. Representasi siswa dapat berupa penyajian verbal (kata-kata) yang diucapkan maupun ditulis, ataupun bentuk gambar atau diagram.

e. Tahap Simbolis (Symbolism)

Pada tahap ini siswa mulai menciptakan simbol matematika atau rumusan verbal. Misalnya untuk menuliskan segitiga ABC disimbolkan ∆ ABC.

f. Tahap Fomalisasi (Formalism)

Pada tahap terakhir ini, siswa belajar mengorganisasi konsep-konsep membentuk suatu sistem matematika yang memuat aksioma, dalil, teorema beserta akibat-akibatnya. Tahap ini diluar jangkauan siswa SD.

2.1.5 Hasil Belajar

2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar

(17)

Menurut Gagne dalam Suprijono (2013: 5) hasil belajar itu berupa (a) Informasi verbal adalah kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis, (b) Keterampilan intelektual adalah kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang, (c) Strategi kognitif adalah kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, (d) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani, (e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu merupakan proses belajar sedang perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar. Dengan demikian belajar akan menyangkut proses belajar dan hasil belajar (Hudoyo, 1988: 1). Kingsley dalam Sudjana (2004: 22) membagi tiga macam hasil belajar mengajar menjadi: (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita-cita. Menurut Gagne dalam Sudjana (2008: 22) hasil belajar adalah dicapainya sejumlah kemampuan setelah mengikuti proses belajar mengajar, yaitu ketrampilan intelektual (pengetahuan), strategi kognitif (memecahkan masalah), informasi verbal (mendeskripsikan sesuatu), ketrampilan motorik, sikap dan nilai. Bloom dan Kratwohl (dalam Usman, 1994: 29) juga mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

(18)

dan rountinized. Aspek psikomotor juga mencangkup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, managerial, dan intelektual.

Bloom dalam Usman (1994: 29) membagi ranah kognitif menjadi enam bagian, yaitu: (1) Pengetahuan, yang mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sulit, (2) pemahaman, yang mengacu pada kemampuan memahami makna materi, (3) penerapan, yang mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan atau prinsip, (4) analisis, yang mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponennya, (5) sintesis, yang mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru, dan (6) evaluasi, yang mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.

Hasil belajar menurut Suprijono (2013: 5) adalah pola-pola dari perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan dan keterampilan. Hasil belajar adalah secara keseluruhan bukan salah satu aspek saja. Rasyid (2008: 9) juga berpendapat bahwa hasil belajar jika di tinjau dari segi proses pengukurannya, kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka. Dengan demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar siswa tersebut akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan penguasaan kompetensi siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian dikonversi dalam bentuk angka-angka.

(19)

2010). Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Arikunto dan Gagne, yaitu kemampuan yang dicapai oleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran di kelas yang dapat dilakukan melalui evaluasi belajar (tes tertulis).

2.1.6 Hubungan Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning

dengan Permainan terhadap Hasil Belajar Matematika

Matematika dapat didefinisikan sebagai studi dengan logika yang ketat dari topik seperti kuantitas, struktur, ruang, dan perubahan. Matematika merupakan tubuh pengetahuan yang dibenarkan (justified) dengan argumentasi deduktif, dimulai dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi". Kecakapan atau kemahiran matematika merupakan bagian dari kecakapan hidup yang harus dimiliki siswa terutama dalam pengembangan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan siswa sehari-hari (Permendikbud Nomor 57 Tahun 2014: 231). Kecakapan dan kemahiran matematika dapat diwujudkan dalam pendidikan di sekolah dasar salah satunya melalui pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang menfasilitasi siswa dalam pengembangan penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah-masalah adalah pendekatan saintifik.

(20)

Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Berikut ini adalah pemetaan pendekatan saintifik melalui model discovery learning.

Tabel 2

Pemetaan Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning

(21)

Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan (Permendiknas Nomor 41, 2007:3). Penerapan pendekatan saintifik melalui model discovery learning akan dilaksanakan sesuai dengan standar

(22)

proses yang tertulis pada Permendiknas Nomor 42 Tahun 2007. Berikut ini adalah pemetaan pendekatan saintifik melalui model discovery learning berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007:

Tabel 3

Pemetaan Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

Model Sintak Kegiatan pembelajaran

(23)
(24)

Guru

membimbing peserta didik dalam

mengkonstruksi konsep

berdasarkan hasil investigasi.

Penerapan pendekatan saintifik melalui model discovery learning di dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 dapat menjadi pedoman guru dalam meningkatkan pembelajaran di sekolah dasar. Penekanan pada kerja ilmiah dengan proses menemukan konsep matematika akan lebih mudah diterapkan pada pendidikan sekolah dasar jika memperhatikan karakteristik siswa SD. Menurut Piaget, siswa SD masih berada pada tahap perkembangan operasional konkret sehingga butuh benda nyata dalam proses pembelajaran. Teori Dienes yang bertumpu pada teori Piaget mengemukakan bahwa konsep-konsep matematika akan mudah dan berhasil untuk dipelajari apabila melalui tahapantertentu yang dibedakan dalam enam tahapan berurutan. Enam tahapan berurutan tersebut adalah tahapan permainan. Permainan sangat sesuai digunakan dalam pembelajaran siswa SD karena sesuai dengan karakteristik siswa SD yaitu senang bermain. Dalam penerapan pendekatan saintifik melalui model discovery learning dilakukan dengan mengintegrasikan permainan di dalam proses penemuan. Melalui permainan diharapkan siswa tidak terbebani untuk menemukan sebuah konsep matematika namun merasa senang di dalam permainan namun sekaligus dapat menemukan konsep matematika melalui permainan. Jadi permainan yang dilakukan bermuatan tentang materi yaitu kompetensi dasar yang harus dicapai siswa.

(25)

Berikut ini adalah pemetaan implementasi pendekatan saintifik melalui model discovery learning dengan permainan terhadap hasil belajar matematika siswa:

Tabel 4

Pendahuluan Siswa diberi penjelasan mengenai topik dan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.

Guru memberikan motivasi tentang perlunya mempelajari faktor, bilangan prima, faktor prima untuk dapat

memecahkan masalah dalam kehidupan

Pendahuluan Siswa diberikan permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji.

Siswa dengan arahan guru mencermati permasalahan utama yang disajikan guru melalui cerita pewayangan dalam pembelajaran

Pendahuluan Kelompok merumuskan hipotesis (Siswa menjawab

(26)

Kelompok melakukan

Eksplorasi Kelompok melakukan percobaan atau pengamatan melalui permainan yang ditemukan siswa dalam sebuah kotak kado petunjuk jawaban 1 yang disediakan guru.

Siswa melakukan permainan kartu dengan arahan guru untuk menemukan konsep matematika.

Elaborasi Siswa melakukan analisis datadengan menggunakan tabel pada LKS yang disediakan guru.

Konfirmasi Siswa menarik kesimpulan berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dengan mengisi LKS yang disediakan guru. Siswa menulis dan mempresentasikan penemuan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

(27)

dasar. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan menggunakan kelompok kontrol. Subyek penelitian melibatkan 104 siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Kuta Blang yang terdiri dari tiga level sekolah yaitu level tinggi, sedang dan rendah. Instrumen pengumpul data berupa soal tes kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis, lembar observasi, angket skala sikap dan pedoman wawancara. Dari pembahasan hasil penelitian, setelah diterapkan pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing diketahui bahwa pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa level sekolah tinggi, sedang dan rendah. Selain itu sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Berdasarkan temuan penelitian, maka pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing sangat potensial diterapkan di lapangan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

(28)

berupa skala sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran dengan kategori kemampuan awal matematis siswa. Siswa memiliki sikap positif terhadap matematika dan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing.

2.3 Kerangka Pikir

Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang, mengembangkan kreaktivitas dan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya Permendikbud Nomor 57 (2014: 231). Melalui pendekatan saintifik yang diintegrasikan dengan model penemuan akan melatih siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir sistematis, logis, kritis, dan kreatif dalam memecahkan masalah kontektual sehingga siswa diharapkan mengerti penggunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari.

(29)

pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik siswa, maka pembelajaranan saintifik dengan proses menemukan dibantu dengan permainan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Menurut teori Dienes, tahap permainan yang digunakan yaitu tahap penelaahan kesamaan sifat (searching for communities). Pada tahap ini anak-anak melakukan kegaiatan belajar untuk menemukan kesamaan sifat melalui permainan yang dirancang guru. Siswa diajak untuk melakukan pengamatan terhadap pola, keteraturan dan sifat-sifat sama yang dimiliki oleh model-model yang diamati. Oleh karena itu, penerapan pendekatan saintifik melalui model-model discovery learning dengan permainan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, dan bersifat menyenangkan karena dibantu dengan permainan yang telah dirancang guru. Dalam bermain siswa diharapkan dapat menemukan konsep matematika dan dapat digunakan dalam pemecahan masalah kontektual di awal pembelajaran. Melalui pola berpikir yang seperti itu, kecenderungan pembelajaran matematika dengan knsep hafalan, serius, sukar, dan hanya berfokus pada angka-angka akan berubah menjadi pembelajaran yang menyenangka-angkan dengan melakukan kerja ilmiah guna menemukan sendiri konsep matematika yang akan difasilitasi guru sesuia dengan tahap perkembangan siswa SD.

(30)

Gambar 2

Pemetaan Kerangka Pikir Kondisi awal

Siswa belajar matematika hanya berpusat pada angka, rumus, hafalan.

Hasil

Siswa hanya mampu menghafal rumus matematika tanpa mengetahui bagaimana rumus itu ditemukan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.

Permendikbud No 57 Tahun 2014

Ketrampilan matematika yang sesuai merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang, mengembangkan kreaktivitas.

Solusi

Penggunaan pendekatan dan model pembelajaran yang mengubah konsep dalam kondisi awal.

Di desain sesuai dengan karakteristik dan perkembangan siswa SD

Pendekatan saintifik melalui model discovery learning dengan permainan

Hasil

Berpikir logis, sistematis, kritis, kreatif, matematika menyenangkan, menemukan, pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil

Peningkatan hasil belajar

(31)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori, kerangka pikir yang relevan, dan kerangka pikir yang diuraikan di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah:

1. 0: 1 =

tidak terdapat pengaruh penggunaan Pendekatan Saintifik melalui Model Discovery Learning dengan Permainan terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas 5 SD Semester II Tahun Ajaran 2014/2015.

2. : 1≠ 2

Gambar

Gambar 1 Komponen dan Proses Belajar dengan
Tabel 1 Discovery Learning
Tabel 2 Pemetaan Pendekatan Saintifik melalui Model
Pemetaan Pendekatan Saintifik melalui Model Tabel 3 Discovery Learning berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian : Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa perilaku ibu dalam pendidikan bermain pada anak usia 1-2 tahun dan 2-3 tahun berada pada kategori

 Set the Channel mode as AUTO, adjust the (Horizontal) time calibration and (Vertical) voltage calibration, make sure the signal displays clearly.  Adjust

Ø Set the Channel mode as AUTO, adjust the (Horizontal) time calibration and (Vertical) voltage calibration, make sure the signal displays clearly. Ø Adjust

Latrogenic perforation can be treated non surgically using mineral trioxide aggregate and directly restored using composite resin with iber post.. Keywords: Direct restoration;

46/LL/NONSAR/KCI/RKS/V/2018, tanggal 09 Mei 2018 Pengadaan Jasa Sewa Alat Komunikasi Radio Virtual Trunking Tahun

dalam proses produksi, dengan begitu harga barang yang di-ekspor tersebut akan. mampu bersaing di pasar luar

Peningkatan kadar prolin seiring dengan cekaman kekeringan merupakan adaptasi tanaman untuk mencegah kerusakan sel (Hayat et al., 2012), sementara itu penurunan kadar

Hasil dari eksperimen yang telah dilakukan adalah robot dapat dikenali dengan menggunakan metode tersebut dengan baik walaupun terkadang di beberapa daerah, robot