1
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Rusman 2013:3). Peningkatan
mutu pendidikan dalam pembelajaran sekarang terus menjadi perhatian dari
beberapa pihak, khususnya pendidikan Sekolah Dasar. Salah satu mata pelajaran
yang mendapat perhatian dari berbagai pihak adalah mata pelajaran Matematika.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peran
penting dalam mencapai tujuan pendidikan, karena Matematika merupakan mata
pelajaran yang membekali siswa untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis
dan kreatif. Adapun tujuan pembelajaran matematika secara umum, yaitu agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma
secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
(5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Ibrahim dan Suparni
2012: 36).
Sering kali pada proses pembelajaran di sekolah, masih banyak anak yang
diam dan tidak ikut berpartisipasi dalam pembelajaran. Meskipun masih kurang
paham terhadap penjelasan guru, siswa terlihat pasif sehingga dalam pembelajaran
peran guru lebih dominan, selain itu juga pada pembelajaran guru jarang melatih
siswanya untuk mendiskusikan soal yang menggunakan pemecahan masalah,
dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum pembelajaran matematika belum
sepenuhnya dipahami oleh siswa, karena pembelajaran tidak berpusat pada
kenyataan dan guru juga belum menggunakan media pembelajaran yang menarik.
Hal ini menimbulkan permasalahan dalam pembelajaran matematika, selain itu
guru juga tidak memperhatikan cara berfikir dari masing-masing siswanya yang
berbeda-beda ada siswa yang berfikir secara cepat dan ada juga yang berfikir
secara lambat. Kesalahannya lainnya adalah dalam proses pembelajaran, guru
kurang kreatif menggunakan strategi, media, dan pendekatan dalam pelaksanaan
pembelajaran kurang dilibatkan dalam pembelajaran dan membuat siswa lebih
cenderung pasif, hal ini menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa.
Dalam hal literasi Matematika dan Sains, hasil studi Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007, hasilnya
memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia belum menunjukkan prestasi
memuaskan. Literasi Matematika peserta didik Indonesia, hanya mampu
menempati peringkat 36 dari 49 negara, dengan pencapaian skor 405 dan masih di
bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Hasil yang diperoleh ini, lebih buruk
dibandingkan dengan pelajar Mesir yang berada pada urutan ke 35 (Martin, dkk,
2008). Rendahnya mutu pendidikan dapat pula dilihat dalam laporan studi
Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2003. Untuk
literasi Sains dan Matematika, peserta didik berada di ranking ke 38 dari 40
negara peserta. Pada tahun 2006, prestasi literasi matematika berada pada
peringkat ke 50 dari 57 negara (OECD, 2007). Dari hasil diatas menunjukkan
bahwa SDM bangsa Indnesia sangat rendah. Rendahnya mutu SDM bangsa
Indonesia saat ini adalah akibat dari rendahnya mutu pendidikan. Hal ini juga
dapat dilihat dari berbagai indikator mikro.
Dari perspektif mikro, terdapat berbagai, faktor yang berpengaruh
terhadap hasil belajar yang akan mempengaruhi mutu pendidikan. Menurut
Suryabrata (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar terdiri dari: (1)
faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa, yang terdiri dari faktor-faktor sosial
dan nonsosial, dan (2) faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa; terdiri dari
tersebut, sangat menentukan hasil belajar siswa. Faktor-faktor sosial dalam
belajar, dalam hal ini adalah faktor manusia, baik manusia itu hadir maupun tidak
langsung hadir. Kehadiran orang atau orang-orang pada waktu seseorang sedang
belajar, akan mengganggu individu dalam belajar. Sebagai contoh, kalau satu
kelas murid sedang mengerjakan ujian, lalu terdengar banyak anak-anak lain
bercakap-cakap di samping kelas, atau seseorang sedang belajar di kamar, satu
atau dua orang hilir mudik ke luar masuk kamar belajar, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor tersebut, pada umumnya bersifat mengganggu proses belajar dan
akhirnya juga akan mengakibatkan pengaruh terhadap hasil belajar seseorang.
Biasanya faktor-faktor tersebut mengganggu konsentrasi, sehingga perhatian tidak
dapat ditujukan kepada hal yang dipelajari atau aktivitas belajar itu semata-mata.
Oleh karena itu, dengan berbagai cara, faktor-faktor tersebut harus diatur, agar
supaya belajar dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya. Demikian pula halnya
dengan faktor-faktor nonsosial dalam belajar, seperti misalnya: keadaan udara,
suhu udara, cuaca, waktu (pagi, atau siang, ataupun malam), tempat (letaknya),
peralatan yang digunakan untuk belajar (seperti alat tulis menulis, buku-buku,
alat-alat peraga, dan sebagainya yang biasa kita sebut alat-alat pelajaran).
Keseluruhan faktor-faktor tersebut, dapat membantu proses / hasil belajar secara
maksimal. Letak sekolah harus seberapa mungkin diusahakan untuk memenuhi
syarat-syarat menurut pertimbangan didaktis, psikologis, dan pedagogis.
Faktor-faktor fisiologis, seperti keadaan jasmani pada umumnya, melatar belakangi
aktivitas belajar, keadaan jasmani (fisik) yang sehat dan segar akan berbeda
pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang sehat dan kurang segar,
keadaan jasmani yang lelah akan lain pengaruhnya daripada yang tidak lelah.
Pada sisi lain, dalam hubungannya dengan faktor fisiologis adalah berfungsi
tidaknya panca indera dengan baik. Panca indera juga merupakan
komponen-komponen fisiologis yang menentukan berlangsungnya aktivitas belajar dengan
baik. atau tempat belajar misalnya harus memenuhi syarat-syarat seperti di tempat
yang tidak terlalu dekat kebisingan atau jalan ramai.
Dalam mencapai tujuan pembelajaran matematika, profesionalisme guru
karena itu, guru harus mampu mendesain pembelajaran matematika yang inovatif,
dengan menjadikan siswa sebagai subjek belajar. Dengan demikian, siswa akan
memiliki kemampuan penalaran, komunikasi, koneksi dan mampu memecahkan
masalah. Selain itu, guru perlu memahami bahwa kemampuan siswa
berbeda-beda, dan tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. Oleh karena
itu, guru perlu mengembangkan strategi pembelajaran yang menyenangkan dan
model pembelajaran yang menarik agar merangsang siswa untuk berpikir kritis
dan kreatif untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba membandingkan model
Problem Based Learning dengan model pembelajaran konvensional. Model
Problem Based Learning adalah inovasi dalam pembelajaran karena dalam
Problem Based Learning kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan
berfikirnya secara berkesinambungan (Tan 2003:229), sedangkan model
pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang dapat menyajikan
materi pelajaran yang luas (Sanjaya, Wina 2006:148).
Model Problem Based Learning memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a.
pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang memiliki konteks dengan
dunia nyata, b. siswa secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan
mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, c. mempelajari dan mencari
sendiri yang terkait dengan masalah, d. melaporkan solusi dari masalah (Amir
(2009:12).
Penelitian yang dilakukan oleh Niken (2012) dengan judul“ Pengaruh
penggunaan model Problem Based Learning dengan memanfaatkan media VCD
terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Mangunrejo
Grobogan” hasil penelitianya yaitu ada pengaruh yang signifikan dengan
menggunakan model Problem Based Learning. Ditujukan dengn nilai probabilitas
signifikasi 0,038< 0,05 dan perbedaan rata-rata antara kelas kontrol 70,92 dan
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berupaya untuk memilih dan
menerapkan model Problem Based Learning dalam mata pelajaran matematika
kelas 5 di SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03
Salatiga.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat didefinisikan
permasalahan sebagai berikut :
1. Siswa belum mampu menyelesaikan soal berbasis masalah
2. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran
3. Hasil belajar yang rendah
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah, maka permasalahan dibatasi menggunakan
model Problem Based Learning untuk mengetahui hasil belajar siswa. Penelitian
difokuskan dengan menggunakan Model Problem based Learning untuk menguji
perbedaan Model Problem Based Learning terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas 5 pada materi menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun
datar.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dihadapi dalam
penulis ini adalah :
”Adakah Perbedaan yang Signifikan Penggunaan Model Problem Based Learning
Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga
dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015 ? ”
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan dari model
Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun
Ajaran 2014/2015.
1.6 Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas
khususnya dalam bidang pendidikan, adapun manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini yaitu:
1.6.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan
pemahaman, pengetahuan dan pengalaman untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam dunia pendidikan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memperkaya ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitian lebih lanjut dan
mendukung kajian teori bahwa dengan memberikan model Problem Based
Learning kepada siswa, pembelajaran akan lebih bermakna karena akan mudah
dipahami oleh siswa karena siswa dapat memperoleh pengalaman belajar mandiri
dari materi yang dipelajarinya
1.6.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini ditujukan untuk para siswa, bagi para
guru dan bagi pihak sekolah. Pembahasan lebih terperinci akan diuraikan sebagai
berikut.
a. Bagi Siswa
Melalui penggunaan model Problem Based Learning ini siswa dapat
meningkatkan minat dan keaktifan belajar siswa sehingga berimbas pada
peningkatan hasil belajar siswa.
b. Bagi Guru
Penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan
kompetensi guru dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran
inovatif dan meningkatkan kepekaan guru terhadap sikap dan perilaku
c. Bagi Sekolah
Penggunaan model Problem Based Learning dapat memberikan nama
baik bagi sekolah akibat hasil belajar siswa yang tinggi, serta dapat