VARIABEL DETERMINAN PENGGUNAAN COTTON BUD TERHADAP INSIDENSI OTITIS EKSTERNA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
AILA MUSTOFA G0008047
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
viii
2. Cotton Bud ... 15
a. Pengertian... 15
b. Efek Penggunaan Cotton Bud ... 15
c. Serumen ... 16
3. Pengaruh Penggunaan Cotton Bud terhadap Otitis Eksterna ... 18
B. Kerangka Pemikiran …... 20
I. Definisi Operasional Variabel ... 28
ix
B. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN
iv
ABSTRAK
Aila Mustofa, G0008047, 2011. Variabel Determinan Penggunaan Cotton Bud
terhadap Insidensi Otitis Eksterna. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Tujuan: Mengetahui variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik
dengan pendekatan case-control yang dilaksanakan di Poliklinik Telinga Hidung
Tenggorokan (THT) RSUD dr. Moewardi Surakarta.. Subjek penelitian adalah orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel secara
fixed-disease sampling. Penelitian ini menggunakan analisis multivariat dengan enam variabel independen yaitu frekuensi, intensitas, durasi, teknik, bahan, serta
kondisi telinga saat menggunakan cotton bud dengan jumlah sampel 90.
Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Data diuji dengan uji Chi-Square atau uji Fisher, uji korelasi Spearman dilanjutkan uji Regresi Logistik.
Hasil Penelitian: Dari analisis bivariat terdapat korelasi positif antara frekuensi
dan otitis eksterna (r = 0.346 = korelasi lemah), intensitas dan otitis eksterna (r = 0.415 = korelasi sedang), serta antara teknik dan otitis eksterna (r = 0.265 = korelasi lemah) serta diperoleh tiga variabel yang dimasukkan
analisis multivariat yaitu frekuensi, intensitas dan teknik. Dari analisis multivariat
menunjukkan hasil bahwa, intensitas penggunaan cotton bud
(p = 0.001; OR 6.9(2.3, 20.8)), teknik penggunaan cotton bud
(p = 0,010; OR 5.3(1.5, 18.7)), dan frekuensi penggunaan cotton bud
(p = 0,011 OR 4.2(1.4, 12.9)) merupakan variabel determinan penggunaan cotton
bud terhadap insidensi otitis eksterna. Kualitas persamaan analisis regresi logistik
menunjukkan nilai diskriminasi sedang {Area Under Curve (AUC)=72.4%} dan
mempunyai kalibrasi baik dengan nilai p = 0.512 (p > 0.05).
Simpulan: Frekuensi, intensitas dan teknik merupakan variabel determinan
penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.
Kata Kunci: cotton bud, otitis eksterna
v
ABSTRACT
Aila Mustofa, G0008047, 2011. Determinant Variable of Cotton Bud Use and External Otitis Incidence. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta
Objective: Find the determinant variable of cotton bud use and external otitis incidence
Method: This analytic qualityative observational study uses case-control method, was held in the Ear Nose Throat (ENT) Clinic of dr. Moewardi Hospital Surakarta. 90 subjects were chosen to participate in this study by fixed-disease sampling. This study used multivariate analysis with six independent variables are frequency, intensity, duration, techniques, materials, and current condition of the ear using a cotton bud. Data were collected through questionnaire. Data were analyzed with Chi-Square or Fisher, Spearman and Logistic Regression.
Result: There is a positive correlation between the frequency and external otitis
(r = 0346 = weak correlation), the intensity and external otitis (r = 0415 = moderate correlation), as well as between technique and external otitis
(r = 0265 = weak correlation). Three variables which included multivariate analysis are frequency, intensity and technique. From multivariate analysis found
that intensity (p=0.001; OR 6.9(2.3, 20.8)), technique
(p= 0,010; OR 5.3(1.5, 18.7)), and frequency of cotton bud use (p = 0,011 OR 4.2(1.4, 12.9)) are determinant variable of cotton bud use and
external otitis incidence. Quality equation of logistic regression analysis showed by moderate discrimination value {Area Under the Curve (AUC) = 72.4%} and good calibration with p = 0.512 (p > 0.05).
Conclusion: Intensity, technique, and frequency are determinant variable of cotton bud use and external otitis incidence.
Keywords: cotton bud, external otitis
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus. Infeksi ini bisa menyerang seluruh
saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah tertentu sebagai bisul
(furunkel) atau jerawat (Sander, 2009). Prevalensi otitis eksterna mencapai 10 %
penduduk di dunia. 90 % kasus terjadi pada telinga unilateral (The 5-Minute
Pediatric Consult, 2008). Terdapat beberapa predisposisi terjadinya otitis eksterna,
antara lain (Sander, 2009) : struktur anatomis, kelembaban lokal, derajat
keasaman (pH) liang telinga, trauma mekanik, berenang dan terpapar air, benda
asing, bahan iritan, alergi, penyakit psoriasis, penyakit eksim atau dermatitis pada
kulit kepala, penyakit diabetes, penyumbat telinga serta alat bantu dengar. Salah
satu faktor predisposisi yang belum pernah diteliti sebelumnya adalah trauma
mekanik, dapat berupa trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar
(meatus akustikus eksterna), misalnya setelah mengorek telinga menggunakan
cotton bud. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan variabel
determinan penggunaan cotton bud terhadap otitis eksterna. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian untuk membuktikan hal tersebut secara empiris.
Jika otitis eksterna tidak diobati, infeksi akan menyebar ke struktur organ di
sekitarnya yang lebih dalam dan dapat berkembang menjadi otitis eksterna
maligna. Otitis eksterna maligna memiliki tingkat mortalitas hampir 50 %
(Roland, 2002). Sehingga dengan mencegah terjadinya otitis eksterna, terutama
yang disebabkan oleh penggunaan cotton bud, dapat menghindari komplikasi
tersebut.
Penggunaan cotton bud dapat menyebabkan berkurangnya lapisan protektif
yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan
trauma lokal yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan
menimbulkan eksudat (Oghalai, 2003). Cotton bud dapat memasukkan elemen
bakteri dan jamur ke dalam liang telinga dan jika epitel mengalami trauma, akan
mudah terjadi infeksi. Di samping itu, cotton bud juga dapat mendorong serumen
ke dalam liang telinga. Semakin lama, serumen akan terakumulasi dan
mengakibatkan penimbunan serumen (Lee, 2005). Keadaan di atas dapat
menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau
berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada liang telinga
merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur. Berdasarkan
penelitian di Malaysia (Lee, 2005), menunjukkan bahwa angka penggunaan cotton
bud di masyarakat sangat tinggi, yaitu mencapai 92 %, dan 74 % diantaranya
bertujuan untuk membersihkan serumen.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis
eksterna.
B.Perumusan Masalah
Apakah terdapat variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap
insidensi otitis eksterna?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel determinan penggunaan
cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran
dan penelitian selanjutnya tentang variabel determinan penggunaan cotton bud
terhadap insidensi otitis eksterna.
2. Manfaat Praktis:
Memperoleh data sebagai informasi bagi masyarakat, tentang variabel
determinan penggunaan cotton bud dan efek yang dapat ditimbulkan, sehingga
dapat mencegah terjadinya otiits eksterna.
4
Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus. Infeksi ini bisa menyerang
seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah
tertentu sebagai bisul (furunkel) atau jerawat (Sander, 2009). Faktor yang
mempermudah radang telinga luar adalah perubahan pH di liang telinga,
yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa, proteksi
terhadap infeksi menurun (Soepardi, 2007).
Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur
mudah tumbuh. Predisposisi otitis eksterna yang lain adalah trauma
ringan ketika mengorek telinga (Soepardi, 2007).
b. Etiologi
Otitis eksterna terutama disebabkan oleh infeksi bakteri, yaitu
Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus, dan Escherichia coli.
Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah Pseudomonas sp. (41
%), Streptococcus sp. (22 %), Staphylococcus aureus (15 %) dan
Bacteroides sp. (11 %) (Oghalai, 2003). Penyakit ini dapat juga
disebabkan oleh jamur (Aspergillus niger dan Candida albicans), alergi
(nikel, krom, bahan kimia hair spray, kosmetik), dan virus. Otitis
eksterna dapat juga disebabkan oleh penyebaran luas dari proses
dermatologis yang bersifat non infeksi (Sander, 2009).
Predisposisi terjadinya otitis eksterna lebih besar pada ras yang
memiliki liang telinga lebih kecil, karena lebih mudah terjadi obstruksi
dan infeksi. Selain itu otitis eksterna memiliki rasio yang sama pada
laki-laki maupun perempuan dan bisa terjadi pada semua kelompok usia,
namun mencapai puncak insidensi pada anak usia 7-12 tahun (Roland,
2002).
Faktor predisposisi otitis eksterna, yaitu (Sander, 2009) :
1) Struktur anatomis.
Penimbunan serumen dapat diperberat oleh adanya susunan anatomis
berupa lekukan pada liang telinga.
2) Kelembaban lokal.
Udara hangat/panas dan lembab memudahkan kuman bertambah
banyak.
3) Derajat keasaman (pH) liang telinga.
pH basa mempermudah terjadinya otitis eksterna. pH asam
memproteksi terhadap kuman infeksi.
4) Trauma mekanik.
Trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar (meatus
akustikus eksterna), misalnya setelah mengorek telinga
menggunakan lidi kapas atau benda lainnya.
5) Berenang dan terpapar air.
Perubahan warna kulit liang telinga dapat terjadi setelah terkena air.
Hal ini disebabkan adanya bentuk lekukan pada liang telinga
sehingga menjadi media yang bagus buat pertumbuhan bakteri. Otitis
eksterna sering disebut sebagai Swimmer's ear.
6) Benda asing.
Benda asing menyebabkan sumbatan liang telinga, misalnya
manik-manik, biji-bijian, serangga, dan tertinggal kapas.
7) Bahan iritan (misalnya hair spray dan cat rambut).
8) Alergi.
Alergi obat (antibiotik topikal dan antihistamin) dan metal (nikel).
9) Penyakit psoriasis.
10) Penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala.
11) Penyakit diabetes.
Otitis eksterna sirkumskripta sering timbul pada pasien diabetes.
12) Penyumbat telinga dan alat bantu dengar.
Terutama jika alat tersebut tidak dibersihkan dengan baik.
Otitis eksterna kronik dapat disebabkan (Sander, 2009) :
1) Pengobatan. Pengobatan infeksi bakteri dan jamur yang tidak
adekuat.
2) Trauma berulang.
3) Benda asing.
4) Alat bantu dengar (hearing aid). Penggunaan cetakan (mould) pada
hearing aid.
c. Klasifikasi
Otitis eksterna diklasifikasikan atas :
1) Otitis eksterna akut
a) Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul)
Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul) adalah
otitis eksterna lokal yang bermula dari infeksi folikel rambut dan
menimbulkan furunkel (bisul) pada sepertiga luar dari liang
telinga luar (meatus akustikus eksterna) (Sander, 2009). Kulit
telinga sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa
kulit,seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
serumen, maka tempat tersebut dapat terjadi infeksi pada
pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebab
biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus
(Soepardi, 2007).
Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai
dengan besar bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga
tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa
nyeri timbul pada penekanan perikrondrium. Rasa nyeri dapat
juga timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi
temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan
pendengaran, bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga
(Soepardi, 2007).
b) Otitis eksterna difus
Otitis eksterna difus adalah otitis eksterna yang dapat
disebabkan bakteri (Pseudomonas sp., Staphylococcus sp.,
Proteus sp.) atau jamur pada dua per tiga dalam dari liang telinga
luar (meatus akustikus eksterna) (Sander, 2009). Tampak kulit
liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya
(Soepardi, 2007).
Kuman penyebab biasanya golongan Pseudomonas sp..
Kuman lain yang dapat sebagai penyebab ialah Staphylococcus
albus, Escherichia coli dan sebagainya. Otitis eksterna difus dapat
juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis (Soepardi,
2007).
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat
sempit, kadang kelenjar getah bening regional membesar dan
nyeri tekan, terdapat sekret yang berbau. Sekret ini tidak
mengandung lendir (musin) seperti sekret yang keluar dari kavum
timpani pada otitis media (Soepardi, 2007).
2) Otitis eksterna kronik
Otitis eksterna kronik adalah otitis eksterna yang
berlangsung lama dan ditandai oleh terbentuknya jaringan parut
(sikatriks). Adanya sikatriks menyebabkan liang telinga menyempit
(Sander, 2009).
d. Patofisiologi
Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan
dibersihkan dan dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga.
Cotton bud (pembersih kapas telinga) dapat mengganggu mekanisme
pembersihan tersebut sehingga sel-sel kulit mati dan serumen akan
menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah ini juga diperberat oleh
adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga. Keadaan ini
dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga
ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap
pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri
dan jamur (Sander, 2009).
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan
berkurangnya lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel
skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang memudahkan
bakteri masuk melalui kulit, terjadi inflamasi dan cairan eksudat. Rasa
gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya infeksi lalu terjadi
pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri (Sander, 2009).
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu
menimbulkan perubahan rasa nyaman dalam telinga. Selain itu, proses
infeksi akan mengeluarkan cairan/nanah yang bisa menumpuk dalam
liang telinga (meatus akustikus eksterna) sehingga hantaran suara akan
terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran (Sander, 2009).
Bakteri patogen yang sering menyebabkan otitis eksterna yaitu
Pseudomonas sp. (41 %), Streptococcus sp. (22 %), Staphylococcus
aureus (15 %) dan Bacteroides sp. (11 %). Infeksi pada liang telinga luar
dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan tulang temporal (Sander,
2009).
Otalgia pada otitis eksterna disebabkan (Sander, 2009) :
1) Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan
bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma.
Selain itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
2) Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung
dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit
saja pada daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan
liang telinga luar sehingga mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada
penderita otitis eksterna.
e. Manifestasi Klinik
Gejala otitis eksterna umumnya adalah rasa gatal dan sakit
(otalgia). Gejala dan tanda pasien otitis eksterna selengkapnya (Sander,
2009) :
1) Otalgia
2) Gatal-gatal (pruritus)
3) Rasa penuh (fullness) di liang telinga. Keluhan ini biasa terjadi pada
tahap awal otitis eksterna difus dan sering mendahului otalgia dan
nyeri tekan daun telinga.
4) Pendengaran berkurang atau hilang.
5) Deskuamasi
6) Tinnitus
7) Discharge dan otore. Cairan (discharge) yang mengalir dari liang
telinga (otore). Kadang kadang pada otitis eksterna difus ditemukan
sekret/cairan berwarna putih atau kuning, atau nanah. Cairan tersebut
berbau yang tidak menyenangkan. Tidak bercampur dengan lendir
(musin).
8) Demam.
9) Nyeri tekan pada tragus dan nyeri saat membuka mulut.
10) Infiltrat dan abses (bisul). Keduanya tampak pada otitis eksterna
sirkumskripta. Bisul menyebabkan rasa sakit berat. Ketika pecah,
darah dan nanah dalam jumlah kecil bisa bocor dari telinga.
11) Hiperemis dan udem (bengkak) pada liang telinga. Kulit liang
telinga pada otitis eksterna difus tampak hiperemis dan udem dengan
batas yang tidak jelas. Bisa tidak terjadi pembengkakan,
pembengkakan ringan, atau pada kasus yang berat menjadi bengkak
yang benar-benar menutup liang telinga.
Tanda otitis eksterna menggunakan otoskop yaitu kulit pada
saluran telinga tampak kemerahan, membengkak, bisa berisi nanah dan
serpihan sel-sel kulit yang mati.
Otalgia merupakan keluhan paling sering ditemukan. Otalgia
berat biasa ditemukan pada otitis eksterna sirkumskripta. Keluhan ini
bervariasi dan bisa dimulai dari perasaan sedikit tidak enak, perasaan
penuh dalam telinga, perasaan seperti terbakar, hingga rasa sakit hebat
dan berdenyut. Hebatnya rasa nyeri ini tidak sebanding dengan derajat
peradangan yang ada. Rasa nyeri terasa makin hebat bila menyentuh,
menarik, atau menekan daun telinga. Juga makin nyeri ketika pasien
sedang mengunyah.
Gatal-gatal paling sering ditemukan dan merupakan pendahulu
otalgia pada otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita otitis
eksterna akut, tanda peradangan diawali oleh rasa gatal disertai rasa
penuh dan rasa tidak enak pada telinga.
Pendengaran berkurang atau hilang. Tuli konduktif ini dapat
terjadi pada otitis eksterna akut akibat sumbatan lumen kanalis telinga
luar oleh edema kulit liang telinga, sekret serous atau purulen, atau
penebalan kulit progresif pada otitis eksterna lama. Selain itu, peredaman
hantaran suara dapat pula disebabkan tertutupnya lumen liang telinga
oleh deskuamasi keratin, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang
dimasukkan ke dalam telinga. Gangguan pendengaran pada otitis
eksterna sirkumskripta akibat bisul yang sudah besar dan menyumbat
liang telinga.
f. Diagnosis
Diagnosis otitis eksterna dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika terdapat demam dan gejala
toksisitas, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
penunjang lain seperti pewarnaan gram dan kultur discharge dapat
dilakukan jika diduga suspek infeksi bakteri atau jamur (Ngan, 2007).
g. Diagnosis Banding
Diagnosa banding otitis eksterna : (a) Otitis eksterna nekrotik;
(b) Otitis eksterna bullosa; (c) Otitis eksterna granulosa; (d) Perikondritis
yang berulang; (e) Kondritis; (f) Furunkulosis dan karbunkulosis; (g)
Dermatitis seperti psoriasis dan dermatitis seboroika (Sander, 2009).
h. Komplikasi
Jika otitis eksterna tidak diobati, infeksi akan menyebar ke
struktur organ di sekitarnya yang lebih dalam dan dapat berkembang
menjadi otitis eksterna maligna. Komplikasi ini sering ditemukan pada
pasien imunokompromise seperti diabetes, pasien AIDS, pasien
kemoterapi, pasien dengan pengobatan imunosupresan seperti
glukokortikoid. Otitis eksterna maligna memiliki tingkat mortalitas
hampir 50 %. Komplikasi ini dapat dicurigai jika nyeri tekan, eritema dan
edema dari telinga luar atau jaringan yang lebih dalam ditemukan dari
pemeriksaan fisik (Roland, 2002).
i. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta (Sander, 2009):
1) Lokal. Pada stadium infiltrat, berikan tampon yang dibasahi dengan
10% ichthamol dalam glycerine, ganti setiap hari. Tampon dapat
juga dibasahi dengan larutan Burrowi (Burrow's solution). Pada
stadium abses, lakukan insisi abses dan berikan tampon larutan
rivanol 0,1%.
2) Sistemik. Minumkan antibiotik pada otitis eksterna sirkumskripta
yang cukup berat.
3) Analgetik. Minumkan paracetamol atau antalgin.
Pada kasus otitis eksterna sirkumskripta yang berulang, cari
adanya faktor penyakit sistemik seperti diabetes. Penatalaksanaan otitis
eksterna bertujuan : (a) Membuang serumen, kotoran, dan sel-sel kulit
mati dari liang telinga. Bersihkan dan keringkan menggunakan alat
penghisap atau kapas kering; (b) Mengeluarkan mikroorganisme.
Masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke dalam liang telinga
untuk menghindari infeksi bakterial akut dan ulserasi. Berikan juga
antibiotik sistemik jika perlu; (c) Mengurangi rasa sakit, peradangan dan
edema. Berikan obat golongan kortikosteroid misalnya metil prednisolon;
(d) Menghilangkan rasa tidak enak; (e) Memulihkan pendengaran; (f)
Menghilangkan gatal dan penggarukan yang berulang. Terapi antifungal
untuk menghindari infeksi jamur; (g) Terapi antialergi dan antiparasit
(Sander, 2009). Penatalaksanaan otitis eksterna kronik yaitu operasi
rekonstruksi liang telinga.
j. Pencegahan
Telinga perenang kemungkinan dicegah dengan meneteskan
cairan yang mengandung campuran alkohol dan cuka di dalam telinga
sebelum dan sesudah berenang. Orang tersebut harus menghindari
berenang di dalam air yang terpolusi, menggunakan semprotan rambut,
dan menghabiskan waktu yang lama di air hangat, iklim yang lembab.
Berusaha untuk membersihkan saluran dengan lap kapas mengganggu
mekanisme membersihkan-sendiri yang normal dan bisa mendorong
serpihan ke dalam gendang telinga, di mana kotoran menumpuk. Juga,
tindakan ini bisa menyebabkan kerusakan kecil yang mempengaruhi
otitis eksternal (Sander, 2009).
2. Cotton Bud
a. Pengertian
Cotton bud terdiri dari segumpal kecil kapas yang dibungkuskan
pada satu atau kedua ujung tongkat pendek, biasanya terbuat dari kayu,
kertas yang digulung, atau plastik. Cotton bud umumnya digunakan
dalam berbagai aplikasi termasuk pertolongan pertama, aplikasi
kosmetik, pembersihan, seni dan kerajinan. Alat ini ditemukan pada
tahun 1920 oleh Leo Gerstenzang (Schueller, 1996).
Cotton bud tradisional mempunyai ujung tunggal pada batang
Panjangnya sekitar 6 inchi (15 cm). Cotton bud ini dikemas steril dalam
kertas atau plastik. Kemasan ini dapat disterilkan menggunakan
autoclave. Cotton bud yang digunakan untuk kebutuhan rumah berukuran
lebih pendek, sekitar 3 inchi (7,6 cm) dan memiliki dua ujung kapas.
(Moser, 2006)
Cotton bud sering digunakan untuk membersihkan lubang
telinga dan untuk mengeluarkan serumen telinga. Walaupun dokter
mengatakan selama bertahun-tahun bahwa penggunaan cotton bud untuk
membersihkan telinga tidak aman, masyarakat tetap menggunakannya
(Moser, 2006) (Stein, 2001). Selain itu cotton bud juga sering digunakan
untuk mengaplikasikan dan menghapus riasan wajah, serta digunakan
untuk keperluan rumah tangga seperti membersihkan lukisan dan
kerajinan (Moser, 2006)
Cotton bud dapat digunakan untuk membersihkan air yang
secara tidak sengaja masuk ke liang telinga dalam beberapa keadaan.
Cotton bud hanya disarankan untuk mengeluarkan air atau kotoran di
liang telinga, bukan untuk membersihkan serumen atau menggaruk liang
telinga yang terasa gatal. Serumen hanya diproduksi di bagian luar liang
telinga (Lee, 2005).
b. Efek penggunaan Cotton bud
Penggunaan cotton bud untuk membersihkan telinga dapat
menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema
dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang
mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan
eksudat (Oghalai, 2003). Cotton bud dapat memasukkan elemen bakteri
dan jamur ke dalam liang telinga dan jika epitel mengalami trauma, akan
mudah terjadi infeksi. Di samping itu, cotton bud juga dapat mendorong
serumen ke dalam liang telinga. Semakin lama, serumen akan
terakumulasi dan mengakibatkan penimbunan serumen (Lee, 2005).
c. Serumen
Serumen umumnya dapat ditemukan di kanalis akustikus
eksternus. Kanalis akustikus eksternus normalnya memproduksi serumen
dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai lubrikasi membran timpani
dan epitelium, perlindungan untuk melawan kehilangan cairan
transepidermal dan mengumpulkan debris dan organisme (Angus, 2005).
Serumen akan memberikan suasana asam dan kaya lisozim. Serumen
adalah campuran sekresi glandula sebasea dan glandula seruminosa
(modifikasi kelenjar keringat apokrin) (Stout-Graham, 1990) yang
berkombinasi dengan epitel deskuamasi dan rambut (Gortel, 2006).
Sekresi normal dari glandula seruminosa memiliki konsistensi
yang lebih sedikit daripada glandula sebasea. Jika terjadi inflamasi
kanalis akustikus akan terjadi akumulasi produksi serumen, yang akan
melindungi bakteri dan jamur dari terapi topikal dan menambah
kelembaban kanalis akustikus (Gotthelf, 2006)
Normalnya kanalis akustikus mempunyai mekanisme
pembersihan sendiri. Reflek ini akan mengeluarkan serumen, deskuamasi
keratinosit dan debris yang terperangkap serta bakteri yang pelan-pelan
akan dikeluarkan dari kanalis akustikus melalui migrasi epitel dari bagian
yang lebih dalam ke arah superfisial, proses ini akan dimulai dari sel
germinal pada membran timpani yang akan dibantu dengan pergerakan
artikulasi temporomandibular (Gotthelf, 2006).
3. Variabel Determinan Penggunaan Cotton bud terhadap Otitis Eksterna
Penggunaan cotton bud merupakan salah satu predisposisi timbulnya
otitis eksterna. Cotton bud dapat menimbulkan trauma mekanik, dapat
berupa trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar (meatus
akustikus eksterna). Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif
yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan
trauma lokal yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan
menimbulkan eksudat (Oghalai, 2003). Cotton bud dapat memasukkan
elemen bakteri dan jamur ke dalam liang telinga dan jika epitel mengalami
trauma, akan mudah terjadi infeksi. Cotton bud dapat mengganggu
mekanisme reflek pembersihan serumen (Sander, 2009). Cotton bud
mendorong serumen ke dalam liang telinga sehingga sel-sel kulit mati dan
serumen akan terakumulasi di sekitar gendang telinga (Lee, 2005). Masalah
ini juga diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang
telinga.
Keadaan di atas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke
dalam liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab,
hangat, dan gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi
pertumbuhan bakteri dan jamur (Sander, 2009).
B. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: mempengaruhi tapi tidak diteliti dan tidak dapat dikendalikan
: mempengaruhi tapi tidak diteliti dan dapat dikendalikan
: menghambat
c. Struktur anatomis telinga
a. Perenang
h. Penyumbat telinga dan alat
C.Hipotesis
Terdapat variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi
otitis eksterna.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
pendekatan case-control, yaitu peneliti mempelajari seberapa jauh variabel bebas
(faktor risiko) mempengaruhi variabel terikat (efek) yang diobservasi melalui
pendekatan retrospektif. Efek diidentifikasi saat ini kemudian faktor risiko
diidentifikasi pada masa lalu (retrospektif).
B.Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan (THT)
RSUD dr. Moewardi Surakarta.
C.Subjek Penelitian
1. Kriteria Umum
a. Kriteria Inklusi secara umum
1) Bersedia sebagai responden penelitian
2) Usia 20-49 tahun
3) Tidak buta huruf
4) Pasien Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi
b. Kriteria Eksklusi secara umum
Pasien dengan riwayat otitis eksterna yang telah selesai menjalani masa
terapi (pasien lama)
1. Kriteria Kasus
a. Kriteria Inklusi Kasus
Pasien baru yang terdiagnosis otitis eksterna
b. Kriteria Eksklusi Kasus
1) Penyebab otitis eksterna:
a) Perenang dan sering terpapar air.
b) Benda asing (manik-manik, biji-bijian, serangga, dan kapas).
c) Bahan iritan (misalnya hair spray dan cat rambut).
d) Alergi. Alergi obat (antibiotik topikal dan antihistamin) dan
metal (nikel).
e) Penyumbat telinga dan alat bantu dengar.
2) Pasien memiliki penyakit psoriasis.
3) Pasien memiliki penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala.
4) Pasien memiliki penyakit diabetes.
2. Kriteria Kontrol
a. Kriteria Inklusi Kontrol
Pasien bukan otitis eksterna di Poliklinik THT RSUD dr.Moewardi
b. Kriteria Eksklusi Kontrol
1) Pasien perenang dan atau telinga sering terpapar air.
2) Telinga pasien pernah dilaporkan terdapat benda asing
(manik-manik, biji-bijian, serangga, dan tertinggal kapas).
3) Telinga pasien pernah terpajan bahan iritan (misalnya hair spray dan
cat rambut).
4) Pasien mempunyai alergi. Alergi obat (antibiotik topikal dan
antihistamin) dan metal (nikel).
5) Pasien memakai penyumbat telinga dan alat bantu dengar.
6) Pasien memiliki penyakit psoriasis.
7) Pasien memiliki penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala.
8) Pasien memiliki penyakit diabetes.
D.Besar Subjek
Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol
pengaruh faktor perancu (confounding factor) yang dapat menurunkan validitas
penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran subjek dan jumlah variabel
independen:
Penelitian ini menggunakan enam variabel independen yaitu frekuensi,
intensitas, durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta
kondisi telinga saat menggunakan cotton bud. Untuk meningkatkan efisiensi
penelitian maka digunakan rasio subjek terpapar : subjek tidak terpapar = 1 : 2
(Murti, 2010). Dengan demikian subjek yang dibutuhkan untuk penelitian ini
sebesar 90 subjek yang terdiri dari 30 subjek otitis eksterna dan 60 subjek non
otitis eksterna.
E.Cara Pengambilan Subjek
Pengambilan subjek dengan purposive sampling yaitu desain pencuplikan
non-random dengan restriksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi. Skema
pencuplikan purposive sampling yang biasanya digunakan dalam studi
n = 15 hingga 20 subjek per variabel independen
observasional epidemiologi case-control adalah fixed-disease sampling.
Fixed-disease sampling merupakan skema pencuplikan berdasarkan status penyakit
subjek, yaitu berpenyakit atau tidak berpenyakit yang diteliti, sedang status
paparan subjek bervariasi mengikuti status penyakit subjek. Kasus dan kontrol
berasal dari satu populasi sumber (source population, reference population),
sehingga peneliti dapat melakukan perbandingan yang valid antara kedua
kelompok studi (Murti, 2010). Dalam penelitian ini populasi sasaran merupakan
pasien usia 20-49 tahun yang berobat ke RSUD dr.Moewardi pada bulan Mei.
Sedangkan populasi sumber merupakan pasien Poliklinik THT RSUD dr.
Moewardi usia 20-49 tahun pada bulan Mei. Kemudian dari populasi sumber
tersebut peneliti akan mengambil subjek umum berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi umum. Dari subjek umum tersebut akan diambil subjek kasus dan kontrol
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi kasus dan kontrol.
F. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan posttest only control group design.
Merupakan rancang penelitian yang hanya menilai kelompok subjek serta
melakukan pengukuran tanpa pemberian perlakuan pada kelompok tersebut.
G. Jalannya Penelitian
H.Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas:
a. Frekuensi penggunaan cotton bud
b. Intensitas penggunaan cotton bud
c. Durasi penggunaan cotton bud
d. Teknik penggunaan cotton bud
e. Bahan cotton bud
f. Kondisi telinga saat menggunakan cotton bud
Fixed-disease sampling
Formulir biodata + Kuesioner Cotton bud
Uji Regresi Logistik
Subjek Kasus Subjek Kontrol
Subjek yang memenuhi kriteria restriksi umum Pasien yang berobat ke RSUD dr.Moewardi
pada bulan Mei usia 20-49 tahun
Pasien Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi pada bulan Mei usia 20-49 tahun Populasi Sasaran
Populasi Sumber
2. Variabel terikat: Insidensi Otitis Eksterna
3. Variabel luar:
a. Terkendali: Usia, faktor predisposisi otitis eksterna (perenang, benda
asing, bahan iritan, alergi, penyakit psoriasis, penyakit eksim atau
dermatitis pada kulit kepala, penyakit diabetes, penyumbat telinga dan
alat bantu dengar)
b. Tak terkendali: faktor predisposisi otitis eksterna (struktur anatomis,
kelembaban lokal, derajat keasaman (pH) liang telinga)
I. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas
a. Frekuensi penggunaan cotton bud)
Cotton bud terdiri dari segumpal kecil kapas yang dibungkuskan
pada satu atau kedua ujung tongkat pendek, biasanya terbuat dari kayu,
kertas yang digulung, atau plastik (Schueller, 1996). Frekuensi
penggunaan cotton bud dinilai dari riwayat penggunaan cotton bud dalam
2 bulan terakhir. Variasi frekuensi diklasifikasikan menjadi frekuensi
sering (penggunaan satu kali atau lebih dalam sehari) dan jarang (tidak
menggunakan atau penggunaan kurang dari satu kali dalam sehari). Skala
variabel frekuensi adalah kategorikal. Pengukuran frekuensi penggunaan
cotton bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.
b. Intensitas penggunaan cotton bud
Intensitas diukur dengan menilai kuat lemahnya responden
menggunakan cotton bud. Intensitas kuat diketahui jika terdapat
perdarahan atau rasa nyeri. Sedangkan intensitas lemah jika tidak
ditemukan tanda-tanda tersebut. Skala variabel intensitas penggunaan
cotton bud adalah kategorikal. Pengukuran intensitas penggunaan cotton
bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.
c. Durasi penggunaan cotton bud
Durasi diukur dengan menilai waktu responden menggunakan
cotton bud. Durasi penggunaan diklasifikasikan menjadi dua yaitu setiap
penggunaan lebih dari/sama dengan 5 menit dan kurang dari 5 menit.
Skala variabel durasi penggunaan cotton bud adalah kategorikal.
Pengukuran durasi penggunaan cotton bud dengan cara wawancara
terstruktur dengan panduan kuesioner.
d. Teknik penggunaan cotton bud
Teknik diukur dengan menilai cara responden menggunakan cotton
bud. Teknik penggunaan diklasifikasikan menjadi dua yaitu sirkuler dan
mendorong. Skala variabel teknik penggunaan cotton bud adalah
kategorikal. Pengukuran teknik penggunaan cotton bud dengan cara
wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.
e. Bahan cotton bud
Bahan dinilai melalui deskripsi cotton bud yang digunakan
responden. Bahan cotton bud diklasifikasikan menjadi dua yaitu bahan
keras (cotton bud tanpa kapas pembungkus atau dengan kapas
pembungkus yang sangat tipis) dan bahan lunak (cotton bud dengan kapas
pembungkus yang masih utuh). Skala variabel bahan cotton bud adalah
kategorikal. Pengukuran bahan cotton bud dengan cara wawancara
terstruktur dengan panduan kuesioner.
f. Kondisi telinga saat menggunakan cotton bud
Kondisi telinga saat menggunakan cotton bud dinilai melalui
deskripsi responden. Kondisi telinga diklasifikasikan menjadi dua yaitu
basah dan kering. Skala variabel kondisi telinga saat menggunakan cotton
bud adalah kategorikal. Pengukuran kondisi telinga saat menggunakan
cotton bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.
2. Variabel Terikat (Insidensi Otitis Eksterna)
Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus. Infeksi ini bisa menyerang
seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah tertentu
sebagai bisul (furunkel) atau jerawat (Sander, 2009). Diagnosis otitis eksterna
ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh dokter. Jika
terdapat demam dan gejala toksisitas, dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan penunjang lain seperti pewarnaan gram dan kultur
discharge dapat dilakukan jika diduga suspek infeksi bakteri atau jamur
(Ngan, 2007). Skala variabel insidensi otitis eksterna adalah kategorikal.
3. Variabel Luar
a. Variabel Terkendali
1) Usia
Otitis eksterna dapat terjadi pada semua usia, namun berdasarkan
penelitian terdapat interval usia terbanyak pengguna cotton bud
adalah usia 20-49 tahun (Lee, 2005).
2) Faktor predisposisi otitis eksterna (perenang, benda asing, bahan
iritan, alergi, penyakit psoriasis, penyakit eksim atau dermatitis pada
kulit kepala, penyakit diabetes, penyumbat telinga dan alat bantu
dengar). Variabel tersebut dikendalikan peneliti melalui eksklusi
menggunakan kuesioner maupun rekam medik responden)
b. Variabel Tak Terkendali
Faktor predisposisi otitis eksterna (struktur anatomis, kelembaban lokal,
derajat keasaman (pH) liang telinga)
J. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan media rekam medik responden dan kuesioner.
Kuesioner yang digunakan antara lain:
1. Formulir Biodata.
2. Kuesioner Penggunaan Cotton bud
K.Teknik Analisis Data
Data ditabulasikan dalam bentuk tabel dan grafis. Data selanjutnya
dianalisis secara statistik dengan program SPSS versi 17.0 menggunakan model
analisis regresi logistik dengan batas kemaknaan α = 0,05 untuk mengetahui
apakah terdapat variabel determinan penggunaan cotton bud (frekuensi, intensitas,
durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta kondisi telinga
saat menggunakan cotton bud) terhadap insidensi otitis eksterna.
Adapun prosedur formal dari model analisis regresi logistik ini yaitu
(Dahlan, 2011):
1. Menyeleksi variabel yang akan dimasukkan dalam analisis multivariat.
Variabel yang akan dimasukkan dalam analisis regresi logistik adalah
variabel yang pada analisis bivariat (Uji Chi-Square atau Uji Fisher)
mempunyai nilai p < 0.25.
2. Menilai korelasi antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat
dengan menggunakan uji hipotesis korelasi Spearman.
3. Melakukan analisis multivariat dapat menggunakan 3 metode, yaitu enter,
forward, dan backward. Ketiga metode ini akan memberikan hasil yang sama
namun prosesnya berbeda.
4. Melakukan interpretasi hasil. Beberapa hal yang dapat diperoleh dari analisis
regresi logistik adalah sebagai berikut:
a. Variabel bebas yang merupakan variabel determinan variabel terikat
diketahui dari nilai p masing-masing variabel.
b. Ukuran kekuatan hubungan dari variabel-variabel bebas yang merupakan
variabel determinan variabel terikat. Pada regresi logistik, ukuran korelasi
diketahui dari besarnya nilai Odds Ratio (OR).
c. Model atau rumus untuk memprediksikan variabel terikat. Pada regresi
logistik rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
p = probabilitas untuk otitis eksterna
x = variabel independen yang efeknya akan diteliti.
x1 = frekuensi penggunaan cotton bud (frekuensi sering diberi skor 1 dan
tidak menggunakan/jarang diberi skor 0)
x2 = intensitas penggunaan cotton bud (intensitas kuat diberi skor 1 dan
intensitas lemah diberi skor 0)
x3 = durasi penggunaan cotton bud (durasi lebih dari/sama dengan 5 menit
diberi skor 1 dan durasi kurang dari 5 menit diberi skor 0)
x4 = teknik penggunaan cotton bud (teknik mendorong diberi skor 1 dan
teknik sirkuler diberi skor 0)
x5 = bahan cotton bud (bahan keras diberi skor 1 dan bahan lunak diberi skor
0)
x6 = kondisi telinga saat menggunakan cotton bud (kondisi telinga basah
diberi skor 1 dan kondisi telinga kering diberi skor 0)
b = koefisien regresi variabel independen. Besarnya koefisien regresi ini
mencerminkan besarnya pengaruh (efek) dari variabel x yang
bersangkutan terhadap terjadinya variabel dependen.
b1 = koefisien regresi frekuensi penggunaan cotton bud
b2 = koefisien regresi intensitas penggunaan cotton bud
b3 = koefisien regresi durasi penggunaan cotton bud
y= a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6
p=1/(1+e-y)
b4 = koefisien regresi teknik penggunaan cotton bud
b5 = koefisien regresi bahan cotton bud
b6 = koefisien regresi kondisi telinga saat menggunakan cotton bud
a = konstanta adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel dependen ketika
nilai variabel xi = 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu
variabel independen, variabel dependen sudah memiliki suatu nilai
tertentu yang konstan sifatnya.
e = bilangan natural = 2,7
5. Menilai kualitas dari rumus yang diperoleh dari analisis regresi logistik.
Kualitas rumus yang diperoleh dinilai dengan melihat kemampuan
diskriminasi dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan melihat nilai Area
Under Curve (AUC) dengan metode Receiver Operating Curve (ROC)
sementara kalibrasi dengan metode Hosmer and Lameshow. Suatu rumus
dikatakan mempunyai nilai diskriminasi yang baik jika nilai AUC semakin
mendekati angka 1. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik
jika mempunyai nilai p > 0.05 pada Uji Hosmer and Lameshow.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 di Poliklinik Telinga
Hidung Tenggorokan (THT) RSUD dr. Moewardi Surakarta. Subjek penelitian
adalah pasien baru dengan usia 20-49 tahun, bersedia menjadi responden
penelitian, tidak buta huruf dan memenuhi kriteria kasus dan kontrol.
Subjek penelitian berjumlah 90 responden yang terdiri dari 30 responden
dari kelompok pasien dengan otitis eksterna dan 60 responden dari kelompok
pasien non otitis eksterna.
A.Karakteristik Subjek Penelitian
Secara lengkap karakteristik subjek penelitian yang diperoleh melalui
kuesioner yang dipandu dengan wawancara pada penelitian ini didapatkan hasil
sebagai berikut (Tabel 4.1dan Tabel 4.2)
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek
Variabel Jumlah Rerata
(tahun)
Tabel 4.1 memaparkan distribusi subjek berdasarkan usia subjek. Rata-rata
usia subjek adalah 36.3 tahun, dengan usia paling muda 22 tahun dan usia paling
tua yaitu 49 tahun.
Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Penggunaan Cotton bud
dan Kondisi Telinga Saat Menggunakan Cotton bud
Variabel Jumlah
Tabel 4.2 menunjukkan karakteristik subjek penelitian menurut frekuensi,
intensitas, durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta
kondisi telinga saat menggunakan cotton bud. Dalam penelitian ini terdapat 47
responden (52.2 %) yang menggunakan cotton bud dengan frekuensi ≥ 1 kali/hari
dan 43 responden (47.8 %) dengan frekuensi < 1 kali/hari. Menurut intensitas
penggunaan cotton bud terdapat 37 responden (41.1 %) yang menggunakan cotton
bud dengan intensitas kuat dan 53 responden (58.9 %) dengan intensitas lemah.
Berdasarkan durasi penggunaan cotton bud terdapat 4 responden (4.4 %) yang
menggunakan cotton bud dengan durasi ≥ 5 menit dan 86 responden (95.6 %)
menggunakan cotton bud < 5 menit. Sesuai dengan klasifikasi teknik penggunaan
cotton bud terdapat 59 responden (65.6 %) yang menggunakan cotton bud dengan
teknik mendorong dan 31 responden (34.3 %) dengan teknik sirkuler. Menurut
klasifikasi bahan cotton bud terdapat 4 responden (4.4 %) yang menggunakan
bahan keras dan 86 responden (95.6 %) dengan bahan lunak. Berdasarkan kondisi
telinga saat menggunakan cotton bud terdapat 17 responden (18.9 %) yang
menggunakan cotton bud saat kondisi telinga basah dan 73 orang (81.1 %) dengan
kondisi telinga kering.
B.Analisis bivariat
Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara masing-masing
variabel bebas dengan variabel terikat, pada awalnya digunakan analisis bivariat
berupa uji Square atau uji Fisher dilanjutkan dengan Uji Spearman. Uji
Chi-Square digunakan untuk menguji hipotesis variabel kategorik tidak berpasangan.
Sedangkan Uji Fisher digunakan jika syarat untuk uji Chi-Square (sel yang
mempunyai nilai expected < 5 maksimal berjumlah 20 % dari jumlah sel) tidak
terpenuhi. Kedua uji ini digunakan untuk menganalisis pengaruh masing-masing
variabel frekuensi, intensitas, durasi, teknik, bahan, kondisi terhadap insidensi
otitis eksterna, seperti yang tercantum pada Tabel 4.3. Uji Spearman digunakan
untuk mengetahui kekuatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat. Variabel bebas penelitian ini adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan
teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta kondisi telinga saat
menggunakan cotton bud, sedangkan variabel terikatnya adalah insidensi otitis
eksterna.
Tabel 4.3 Analisis Bivariat Variabel Frekuensi, Intensitas, Durasi, Teknik, Bahan dan Kondisi, dengan Otitis Eksterna Melalui Uji Chi-Square atau Uji dari jumlah sel) tidak terpenuhi.
(Data Primer, 2011)
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa otitis eksterna lebih banyak
bud dengan frekuensi ≥ 1 kali/hari (76.7 %) dibanding frekuensi <1 kali /hari
(23.3%). Dari tabel tersebut juga terlihat adanya hubungan yang bermakna secara
statistik antara frekuensi penggunaan cotton bud dengan insidensi otitis eksterna
(p = 0.001). Dengan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 4.9, maka dapat dikatakan
bahwa frekuensi penggunaan cotton bud ≥ 1 kali/hari memiliki risiko 4.9 kali
lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding dengan frekuensi
penggunaan cotton bud < 1 kali/hari.
Otitis eksterna juga lebih banyak dialami oleh orang yang menggunakan
cotton bud dengan intensitas kuat (70 %) dan teknik mendorong (83.3 %)
dibanding intensitas lemah (30 %) dan teknik sirkuler (16.7 %). Hubungan antara
intensitas penggunaan cotton bud dan insidensi otitis eksterna terlihat bermakna
secara statistik dengan nilai p = 0.000 dengan nilai OR = 6.4. Begitu juga
hubungan antara teknik penggunaan cotton bud dan insidensi otitis eksterna
bermakna secara statistik (p = 0.012) dengan nilai OR = 3.8. Namun untuk
variabel lain yaitu durasi, bahan dan kondisi menunjukkan hasil yang tidak
bermakna secara statistik dengan nilai p > 0.05.
Selain uji komparatif tersebut, analisis korelatif antar variabel bebas dan
terikat dapat diketahui melalui uji Spearman. Interpretasi kekuatan korelasi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 4.4 Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Spearman Berdasarkan Kekuatan Korelasi
Parameter Nilai Interpretasi
Kekuatan Korelasi (r) 0.00-0.199
0.20-0.399
(r = 0.265/korelasi lemah) dengan otitis eksterna.
Langkah analisis multivariat yang pertama yaitu menyeleksi variabel yang
akan dimasukkan dalam analisis multivariat. Variabel yang dimasukkan dalam
analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai
p < 0.25 (Dahlan, 2011). Berdasarkan langkah tersebut dapat disimpulkan variabel
yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik adalah variabel frekuensi,
intensitas dan teknik penggunaan cotton bud.
C.Analisis Regresi Logistik
Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Logistik tentang Variabel Determinan
Penggunaan Cotton Bud (Frekuensi, Intensitas, dan Teknik) terhadap
Insidensi Otitis Eksterna
Variabel Koefisien P Adjusted
OR
Interval Kepercayaan 95%
Batas Bawah Batas Atas
Tabel 4.6 menunjukkan hasil bahwa frekuensi penggunaan cotton bud
(p = 0,011), , intensitas penggunaan cotton bud (p = 0.001) dan teknik
penggunaan cotton bud (p = 0,010) merupakan variabel determinan penggunaan
cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.
Kekuatan hubungan dari variabel-variabel tersebut dapat diketahui dari
besarnya nilai Odds Ratio. OR dari yang terbesar ke yang terkecil adalah
intensitas (OR = 6.9), teknik (OR = 5.3), dan frekuensi (OR = 4.2). Maka dapat
dikatakan bahwa intensitas penggunaan coton bud secara kuat memiliki risiko 6.9
kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding penggunaan dengan
intensitas lemah; teknik penggunaan cotton bud secara mendorong memiliki risiko
5.3 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding dengan teknik
penggunaan cotton bud secara sirkuler; dan frekuensi penggunaan cotton bud≥ 1
kali/hari memiliki risiko 4.2 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna
dibanding dengan frekuensi penggunaan cotton bud < 1 kali/hari.
Bentuk persamaan regresi logistik yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Keterangan:
p = probabilitas untuk otitis eksterna
x = variabel independen yang efeknya akan diteliti.
x1 = frekuensi penggunaan cotton bud (frekuensi sering diberi skor 1 dan
tidak menggunakan/jarang diberi skor 0) y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3
= (-3.6) + 1.4 (frekuensi) + 1.9 (intensitas) + 1.7 (teknik)
p =1/(1+e-y)
x2 = intensitas penggunaan cotton bud (intensitas kuat diberi skor 1 dan
intensitas lemah diberi skor 0)
x3 = teknik penggunaan cotton bud (teknik mendorong diberi skor 1 dan
teknik sirkuler diberi skor 0)
b = koefisien regresi variabel independen. Besarnya koefisien regresi ini
mencerminkan besarnya pengaruh (efek) dari variabel x yang
bersangkutan terhadap terjadinya variabel dependen.
b1 = koefisien regresi frekuensi penggunaan cotton bud
b2 = koefisien regresi intensitas penggunaan cotton bud
b3 = koefisien regresi teknik penggunaan cotton bud
a = konstanta adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel dependen ketika
nilai variabel xi = 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu
variabel independen, variabel dependen sudah memiliki suatu nilai
tertentu yang konstan sifatnya.
e = bilangan natural = 2,7
Penilaian kualitas persamaan analisis regresi logistik dinilai dengan melihat
kemampuan diskriminasi dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan melihat nilai
Area Under Curve (AUC) dengan metode Receiver Operating Curve (ROC).
Suatu rumus dikatakan mempunyai nilai diskriminasi yang baik jika nilai AUC
semakin mendekati angka 1.
Tabel 4.6 Hasil Nilai Area Under Curve (AUC)
Area Std. Error Asymtotic
Sig.
Interval Kepercayaan 95%
Batas Bawah Batas Atas
0.724 0.057 0.001 0.611 0.836
(Data Primer, 2011)
Tabel 4.6 menunjukkan nilai AUC sebesar 72.4 %. interpretasi secara
statistik mengenai nilai AUC adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7. Interpretasi Nilai AUC
Nilai AUC Interpretasi
klasifikasi sedang. Artinya persamaan yang diperoleh mempunyai diskriminasi
yang sedang.
Nilai kalibrasi dapat dilihat dengan metode Hosmer and Lameshow. Suatu
rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik jika mempunyai nilai p > 0.05
pada Uji Hosmer and Lameshow.
Tabel 4.8 Uji Hosmer and Lameshow
Chi-Square Df Signifikansi
5.254 6 0.512
(Data Primer, 2011)
Dari tabel 4.8 dapat diketahui nilai p pada persamaan Uji Hosmer and
Lameshow adalah sebesar 0.512. Artinya, persamaan yang diperoleh mempunyai
kalibrasi yang baik.
44
BAB V PEMBAHASAN
Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang
disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus (Sander, 2009). Faktor predisposisi
otitis eksterna, yaitu (Sander, 2009) : struktur anatomis (penimbunan serumen
dapat diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang
telinga); kelembaban lokal (udara hangat/panas dan lembab memudahkan kuman
bertambah banyak); derajat keasaman (pH) liang telinga (pH basa mempermudah
terjadinya otitis eksterna); trauma mekanik (trauma lokal dan ringan pada epitel
liang telinga luar, misalnya setelah mengorek telinga menggunakan lidi kapas atau
benda lainnya); berenang dan terpapar air (perubahan warna kulit liang telinga
dapat terjadi setelah terkena air. Hal ini disebabkan adanya bentuk lekukan pada
liang telinga sehingga menjadi media yang bagus buat pertumbuhan bakteri);
benda asing (benda asing menyebabkan sumbatan liang telinga, misalnya
manik-manik, biji-bijian, serangga, dan tertinggal kapas); bahan iritan (misalnya hair
spray dan cat rambut); alergi (alergi obat dan metal); penyakit psoriasis; penyakit
eksim atau dermatitis pada kulit kepala; penyakit diabetes; penyumbat telinga
serta alat bantu dengar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel determinan penggunaan
cotton bud (frekuensi, intensitas, durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan
cotton bud, serta kondisi telinga saat menggunakan cotton bud) terhadap insidensi
bertujuan untuk meneliti pengaruh variasi penggunaan cotton bud terhadap
insidensi otitis eksterna.
Tabel 4.3 memberikan gambaran mengenai analisis bivariat variabel
frekuensi, intensitas, durasi, teknik, bahan dan kondisi dengan otitis eksterna
melalui uji Chi-Square atau uji Fisher. Pada tabel tersebut terlihat bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara frekuensi dengan otitis eksterna (p = 0,001),
intensitas dengan otitis eksterna (p = 0,000), serta hubungan antara teknik dengan
otitis eksterna (p = 0,012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi,
intensitas dan teknik penggunaan cotton bud merupakan variabel determinan
insidensi otitis eksterna.
Dari tabel 4.3 juga diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara frekuensi
dan otitis eksterna dengan nilai r = 0.346, nilai ini menunjukkan kekuatan korelasi
lemah. Selain itu korelasi antara intensitas dengan otitis eksterna menunjukkan
kekuatan korelasi sedang dengan nilai r = 0.415. Korelasi yang lemah juga
ditunjukkan pada teknik dan otitis eksterna (r = 0.265).
Mekanisme yang mendasari pengaruh penggunaan cotton bud terhadap
insidensi otitis eksterna dapat dijelaskan oleh beberapa teori. Normalnya kanalis
akustikus mempunyai mekanisme pembersihan sendiri. Reflek ini akan
mengeluarkan serumen, deskuamasi keratinosit dan debris yang terperangkap
serta bakteri yang pelan-pelan akan dikeluarkan dari kanalis akustikus melalui
migrasi epitel dari bagian yang lebih dalam ke arah superfisial, proses ini akan
dimulai dari sel germinal pada membran timpani yang akan dibantu dengan
pergerakan artikulasi temporomandibular (Gotthelf, 2006).
Cotton bud dapat menimbulkan trauma mekanik, dapat berupa trauma lokal
dan ringan pada epitel liang telinga luar (meatus akustikus eksterna). Faktor ini
menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari
epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang mengakibatkan
bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat (Oghalai, 2003).
Cotton bud dapat memasukkan elemen bakteri dan jamur ke dalam liang telinga
dan jika epitel mengalami trauma, akan mudah terjadi infeksi. Cotton bud dapat
mengganggu mekanisme reflek pembersihan serumen (Sander, 2009). Cotton bud
mendorong serumen ke dalam liang telinga sehingga sel-sel kulit mati dan
serumen akan terakumulasi di sekitar gendang telinga (Lee, 2005). Masalah ini
juga diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga.
Keadaan di atas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang
telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap
pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan
jamur (Sander, 2009).
Melalui Tabel 4.3 dapat diseleksi variabel-variabel yang akan dimasukkan
dalam uji regresi logistik (p < 0.25) adalah frekuensi, intensitas dan teknik
penggunaan cotton bud. Tabel 4.6 memberikan gambaran mengenai hasil analisis
regresi logistik tentang variabel determinan penggunaan cotton bud (frekuensi,
intensitas, dan teknik) terhadap insidensi otitis eksterna. Pada tabel tersebut
menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan cotton bud (p = 0,011), , intensitas
penggunaan cotton bud (p = 0.001) dan teknik penggunaan cotton bud
(p = 0,010) merupakan variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap
insidensi otitis eksterna. Dengan nilai Odds Ratio dari yang terbesar ke yang
terkecil adalah intensitas (OR = 6.9), teknik (OR = 5.3), dan frekuensi (OR = 4.2).
Maka dapat dikatakan bahwa intensitas penggunaan cotton bud secara kuat
memiliki risiko 6.9 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding
penggunaan dengan intensitas lemah; teknik penggunaan cotton bud secara
mendorong memiliki risiko 5.3 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna
dibanding dengan teknik penggunaan cotton bud secara sirkuler; dan frekuensi
penggunaan cotton bud ≥ 1 kali/hari memiliki risiko 4.2 kali lebih besar untuk
menderita otitis eksterna dibanding dengan frekuensi penggunaan cotton bud < 1
kali/hari.
Frekuensi penggunaan cotton bud dibedakan menjadi sering (≥ 1 kali/hari)
dan jarang (<1 kali /hari). Semakin sering seseorang menggunakan cotton bud
maka akan semakin rentan terhadap trauma mekanik liang telinga yang dapat
menimbulkan otitis eksterna. Penggunaan cotton bud dengan intensitas kuat
diketahui jika terdapat perdarahan atau rasa nyeri. Sedangkan intensitas lemah jika
tidak ditemukan tanda-tanda tersebut. Adanya perdarahan dan nyeri tersebut
memiliki risiko yang lebih besar untuk berkembang sebagai otitis eksterna. Kedua
hal tersebut menggambarkan adanya trauma pada liang telinga. Selain itu darah
merupakan media yang baik untuk perkembangan kuman, dapat berupa bakteri,
virus maupun jamur. Keadaan nyeri juga merupakan indikasi terdapatnya
inflamasi pada daerah tersebut. Penggunaan cotton bud dengan teknik mendorong
memiliki risiko lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding teknik
sirkuler. Hal ini disebabkan teknik mendorong tersebut menyebabkan serumen
yang terdapat dalam kanalis akustikus eksternus semakin terdorong ke dalam dan
memicu akumulasi serumen di sekitar gendang telinga. Seperti penjelasan
sebelumnya, hal ini memicu pertumbuhan bakteri dan jamur (Sander, 2009).
Variabel durasi, bahan dan kondisi tidak dimasukkan dalam analisis
multivariat karena dari analisis bivariat mempunyai nilai p > 0.25. Dari analisis
bivariat menunjukkan bahwa hubungan variabel tersebut terhadap otitis eksterna
tidak bermakna secara statistik (p ≥ 0.05). Durasi penggunaan diklasifikasikan
menjadi dua yaitu penggunaan ≥5 menit dan < 5 menit. Sesuai dengan teori jika
semakin lama penggunaan cotton bud kemungkinan terkena trauma liang telinga
lebih besar, namun hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam
penggunaan cotton bud tersebut. Bahan cotton bud diklasifikasikan menjadi dua
yaitu bahan keras (cotton bud tanpa kapas pembungkus atau dengan kapas
pembungkus yang sangat tipis) dan bahan lunak (cotton bud dengan kapas
pembungkus yang masih utuh). Penggunaan cotton bud dengan bahan yang keras
akan lebih berisiko melukai liang telinga, namun hasil penelitian yang di dapat
tidak membuktikan hal tersebut. Kondisi telinga diklasifikasikan menjadi dua
yaitu basah dan kering. Kondisi telinga yang basah akan lebih rapuh daripada
kondisi kering, sehingga lebih mudah mengalami trauma oleh cotton bud, namun
hasil tersebut tidak membuktikan teori ini. Perbedaan-perbedaan ini dapat
disebabkan oleh jumlah responden yang menggunakan cotton bud dengan durasi
≥ 5 menit, bahan keras dan kondisi telinga basah pada penelitian ini berjumlah
sedikit, sehingga kurang dapat mewakili variabel tersebut.
Hasil analisis regresi logistik ini akan menghasilkan sebuah persamaan
regresi logistik. Aplikasi dari persamaan tersebut adalah untuk memprediksi
probabilitas seseorang untuk mengalami otitis eksterna. Sebagai contoh kasus,
misalnya seorang pasien menggunakan cotton bud dengan frekuensi jarang
(<1 kali /hari), intensitas lemah dan teknik sirkuler. Probabilitas pasien tersebut
untuk mengalami otitis eksterna dapat dihitung dengan persamaan berikut:
y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3
= (-3.6) + 1.4 (frekuensi) + 1.9 (intensitas) + 1.7 (teknik)
= (-3.6) + 1.4 (0) + 1.9(0) + 1.7(0) = -3.6
p = 1/(1+e-y) = 1/(1+ 2.7-(-3.6)) = 0.027 = 2.7 %
Dengan demikian, probabilitas pasien tersebut untuk menderita otitis eksterna
adalah 2.7 %
Berdasarkan cara perhitungan tersebut dapat diprediksikan probabilitas
untuk terjadinya otitis eksterna berdasarkan ada tidaknya faktor frekuensi,
intensitas dan teknik (Tabel 5.1)
Tabel 5.1 Prediksi Probabilitas Otitis Eksterna Berdasarkan Ada Tidaknya
Variabel Frekuensi, Intensitas dan Teknik Penggunaan Cotton Bud