• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIABEL DETERMINAN PENGGUNAAN COTTON BUD TERHADAP INSIDENSI OTITIS EKSTERNA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VARIABEL DETERMINAN PENGGUNAAN COTTON BUD TERHADAP INSIDENSI OTITIS EKSTERNA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

VARIABEL DETERMINAN PENGGUNAAN COTTON BUD TERHADAP INSIDENSI OTITIS EKSTERNA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

AILA MUSTOFA G0008047

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

A. Tinjauan Pustaka ... 4 1. Otitis Eksterna ... 4 a. Pengertian... 4 b. Etilologi ... 4 c. Klasifikasi ... 7 d. Patofisiologi ... 9 e. Manifestasi Klinik ... 10 f. Diagnosis ... 13 g. Diagnosis Banding ... 13 h. Penatalaksanaan ... 13 i. Pencegahan ... 15 commit to user

(3)

viii

2. Cotton Bud ... 15

a. Pengertian... 15

b. Efek Penggunaan Cotton Bud ... 15

c. Serumen ... 16

3. Pengaruh Penggunaan Cotton Bud terhadap Otitis Eksterna ... 18

B. Kerangka Pemikiran …... 20

C. Hipotesis ……... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

A. Jenis Penelitian ... 22

B. Lokasi Penelitian ... 22

C. Subjek Penelitian ... 22

D. Besar Sampel ... 24

E. Cara Pengambilan Sampel ... 24

F. Rancangan Penelitian ... 26

G. Jalannya Penelitian ... 27

H. Identifikasi Variabel ... 27

I. Definisi Operasional Variabel ... 28

J. Instrumen Penelitian ... 31

K. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 34

BAB V PEMBAHASAN ... 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Simpulan ... 51

(4)

ix

B. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN

(5)

iv ABSTRAK

Aila Mustofa, G0008047, 2011. Variabel Determinan Penggunaan Cotton Bud terhadap Insidensi Otitis Eksterna. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Tujuan: Mengetahui variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case-control yang dilaksanakan di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan (THT) RSUD dr. Moewardi Surakarta.. Subjek penelitian adalah orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel secara

fixed-disease sampling. Penelitian ini menggunakan analisis multivariat dengan

enam variabel independen yaitu frekuensi, intensitas, durasi, teknik, bahan, serta kondisi telinga saat menggunakan cotton bud dengan jumlah sampel 90. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Data diuji dengan uji Chi-Square atau uji Fisher, uji korelasi Spearman dilanjutkan uji Regresi Logistik.

Hasil Penelitian: Dari analisis bivariat terdapat korelasi positif antara frekuensi

dan otitis eksterna (r = 0.346 = korelasi lemah), intensitas dan otitis eksterna (r = 0.415 = korelasi sedang), serta antara teknik dan otitis eksterna (r = 0.265 = korelasi lemah) serta diperoleh tiga variabel yang dimasukkan

analisis multivariat yaitu frekuensi, intensitas dan teknik. Dari analisis multivariat

menunjukkan hasil bahwa, intensitas penggunaan cotton bud

(p = 0.001; OR 6.9(2.3, 20.8)), teknik penggunaan cotton bud

(p = 0,010; OR 5.3(1.5, 18.7)), dan frekuensi penggunaan cotton bud (p = 0,011 OR 4.2(1.4, 12.9)) merupakan variabel determinan penggunaan cotton

bud terhadap insidensi otitis eksterna. Kualitas persamaan analisis regresi logistik

menunjukkan nilai diskriminasi sedang {Area Under Curve (AUC) =72.4%} dan mempunyai kalibrasi baik dengan nilai p = 0.512 (p > 0.05).

Simpulan: Frekuensi, intensitas dan teknik merupakan variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.

Kata Kunci: cotton bud, otitis eksterna

(6)

v ABSTRACT

Aila Mustofa, G0008047, 2011. Determinant Variable of Cotton Bud Use and External Otitis Incidence. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta

Objective: Find the determinant variable of cotton bud use and external otitis incidence

Method: This analytic qualityative observational study uses case-control method, was held in the Ear Nose Throat (ENT) Clinic of dr. Moewardi Hospital Surakarta. 90 subjects were chosen to participate in this study by fixed-disease sampling. This study used multivariate analysis with six independent variables are frequency, intensity, duration, techniques, materials, and current condition of the ear using a cotton bud. Data were collected through questionnaire. Data were analyzed with Chi-Square or Fisher, Spearman and Logistic Regression.

Result: There is a positive correlation between the frequency and external otitis

(r = 0346 = weak correlation), the intensity and external otitis (r = 0415 = moderate correlation), as well as between technique and external otitis

(r = 0265 = weak correlation). Three variables which included multivariate analysis are frequency, intensity and technique. From multivariate analysis found

that intensity (p=0.001; OR 6.9(2.3, 20.8)), technique (p= 0,010; OR 5.3(1.5, 18.7)), and frequency of cotton bud use

(p = 0,011 OR 4.2(1.4, 12.9)) are determinant variable of cotton bud use and external otitis incidence. Quality equation of logistic regression analysis showed by moderate discrimination value {Area Under the Curve (AUC) = 72.4%} and good calibration with p = 0.512 (p > 0.05).

Conclusion: Intensity, technique, and frequency are determinant variable of cotton bud use and external otitis incidence.

Keywords: cotton bud, external otitis

(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus. Infeksi ini bisa menyerang seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah tertentu sebagai bisul (furunkel) atau jerawat (Sander, 2009). Prevalensi otitis eksterna mencapai 10 % penduduk di dunia. 90 % kasus terjadi pada telinga unilateral (The 5-Minute Pediatric Consult, 2008). Terdapat beberapa predisposisi terjadinya otitis eksterna, antara lain (Sander, 2009) : struktur anatomis, kelembaban lokal, derajat keasaman (pH) liang telinga, trauma mekanik, berenang dan terpapar air, benda asing, bahan iritan, alergi, penyakit psoriasis, penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala, penyakit diabetes, penyumbat telinga serta alat bantu dengar. Salah satu faktor predisposisi yang belum pernah diteliti sebelumnya adalah trauma mekanik, dapat berupa trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar (meatus akustikus eksterna), misalnya setelah mengorek telinga menggunakan cotton bud. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap otitis eksterna. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan hal tersebut secara empiris.

Jika otitis eksterna tidak diobati, infeksi akan menyebar ke struktur organ di sekitarnya yang lebih dalam dan dapat berkembang menjadi otitis eksterna maligna. Otitis eksterna maligna memiliki tingkat mortalitas hampir 50 %

(8)

(Roland, 2002). Sehingga dengan mencegah terjadinya otitis eksterna, terutama yang disebabkan oleh penggunaan cotton bud, dapat menghindari komplikasi tersebut.

Penggunaan cotton bud dapat menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat (Oghalai, 2003). Cotton bud dapat memasukkan elemen bakteri dan jamur ke dalam liang telinga dan jika epitel mengalami trauma, akan mudah terjadi infeksi. Di samping itu, cotton bud juga dapat mendorong serumen ke dalam liang telinga. Semakin lama, serumen akan terakumulasi dan mengakibatkan penimbunan serumen (Lee, 2005). Keadaan di atas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur. Berdasarkan penelitian di Malaysia (Lee, 2005), menunjukkan bahwa angka penggunaan cotton

bud di masyarakat sangat tinggi, yaitu mencapai 92 %, dan 74 % diantaranya

bertujuan untuk membersihkan serumen.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.

B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna?

(9)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel determinan penggunaan

cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis:

Diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian selanjutnya tentang variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.

2. Manfaat Praktis:

Memperoleh data sebagai informasi bagi masyarakat, tentang variabel determinan penggunaan cotton bud dan efek yang dapat ditimbulkan, sehingga dapat mencegah terjadinya otiits eksterna.

(10)

4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Otitis Eksterna a. Pengertian

Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus. Infeksi ini bisa menyerang seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah tertentu sebagai bisul (furunkel) atau jerawat (Sander, 2009). Faktor yang mempermudah radang telinga luar adalah perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun (Soepardi, 2007).

Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi otitis eksterna yang lain adalah trauma ringan ketika mengorek telinga (Soepardi, 2007).

b. Etiologi

Otitis eksterna terutama disebabkan oleh infeksi bakteri, yaitu

Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus, dan Escherichia coli.

Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah Pseudomonas sp. (41 %), Streptococcus sp. (22 %), Staphylococcus aureus (15 %) dan

Bacteroides sp. (11 %) (Oghalai, 2003). Penyakit ini dapat juga

disebabkan oleh jamur (Aspergillus niger dan Candida albicans), alergi

(11)

(nikel, krom, bahan kimia hair spray, kosmetik), dan virus. Otitis eksterna dapat juga disebabkan oleh penyebaran luas dari proses dermatologis yang bersifat non infeksi (Sander, 2009).

Predisposisi terjadinya otitis eksterna lebih besar pada ras yang memiliki liang telinga lebih kecil, karena lebih mudah terjadi obstruksi dan infeksi. Selain itu otitis eksterna memiliki rasio yang sama pada laki-laki maupun perempuan dan bisa terjadi pada semua kelompok usia, namun mencapai puncak insidensi pada anak usia 7-12 tahun (Roland, 2002).

Faktor predisposisi otitis eksterna, yaitu (Sander, 2009) : 1) Struktur anatomis.

Penimbunan serumen dapat diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga.

2) Kelembaban lokal.

Udara hangat/panas dan lembab memudahkan kuman bertambah banyak.

3) Derajat keasaman (pH) liang telinga.

pH basa mempermudah terjadinya otitis eksterna. pH asam memproteksi terhadap kuman infeksi.

4) Trauma mekanik.

Trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar (meatus

akustikus eksterna), misalnya setelah mengorek telinga menggunakan lidi kapas atau benda lainnya.

(12)

5) Berenang dan terpapar air.

Perubahan warna kulit liang telinga dapat terjadi setelah terkena air. Hal ini disebabkan adanya bentuk lekukan pada liang telinga sehingga menjadi media yang bagus buat pertumbuhan bakteri. Otitis eksterna sering disebut sebagai Swimmer's ear.

6) Benda asing.

Benda asing menyebabkan sumbatan liang telinga, misalnya manik-manik, biji-bijian, serangga, dan tertinggal kapas.

7) Bahan iritan (misalnya hair spray dan cat rambut). 8) Alergi.

Alergi obat (antibiotik topikal dan antihistamin) dan metal (nikel). 9) Penyakit psoriasis.

10) Penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala. 11) Penyakit diabetes.

Otitis eksterna sirkumskripta sering timbul pada pasien diabetes. 12) Penyumbat telinga dan alat bantu dengar.

Terutama jika alat tersebut tidak dibersihkan dengan baik. Otitis eksterna kronik dapat disebabkan (Sander, 2009) :

1) Pengobatan. Pengobatan infeksi bakteri dan jamur yang tidak adekuat.

2) Trauma berulang. 3) Benda asing.

(13)

4) Alat bantu dengar (hearing aid). Penggunaan cetakan (mould) pada

hearing aid.

c. Klasifikasi

Otitis eksterna diklasifikasikan atas : 1) Otitis eksterna akut

a) Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul)

Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul) adalah otitis eksterna lokal yang bermula dari infeksi folikel rambut dan menimbulkan furunkel (bisul) pada sepertiga luar dari liang telinga luar (meatus akustikus eksterna) (Sander, 2009). Kulit telinga sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit,seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka tempat tersebut dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebab biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus (Soepardi, 2007).

Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikrondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan

(14)

pendengaran, bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga (Soepardi, 2007).

b) Otitis eksterna difus

Otitis eksterna difus adalah otitis eksterna yang dapat disebabkan bakteri (Pseudomonas sp., Staphylococcus sp.,

Proteus sp.) atau jamur pada dua per tiga dalam dari liang telinga

luar (meatus akustikus eksterna) (Sander, 2009). Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batasnya (Soepardi, 2007).

Kuman penyebab biasanya golongan Pseudomonas sp.. Kuman lain yang dapat sebagai penyebab ialah Staphylococcus

albus, Escherichia coli dan sebagainya. Otitis eksterna difus dapat

juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis (Soepardi, 2007).

Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri tekan, terdapat sekret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin) seperti sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media (Soepardi, 2007).

2) Otitis eksterna kronik

Otitis eksterna kronik adalah otitis eksterna yang berlangsung lama dan ditandai oleh terbentuknya jaringan parut

(15)

(sikatriks). Adanya sikatriks menyebabkan liang telinga menyempit (Sander, 2009).

d. Patofisiologi

Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan dan dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga.

Cotton bud (pembersih kapas telinga) dapat mengganggu mekanisme

pembersihan tersebut sehingga sel-sel kulit mati dan serumen akan menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah ini juga diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga. Keadaan ini dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur (Sander, 2009).

Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya infeksi lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri (Sander, 2009).

Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan rasa nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan cairan/nanah yang bisa menumpuk dalam

(16)

liang telinga (meatus akustikus eksterna) sehingga hantaran suara akan terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran (Sander, 2009).

Bakteri patogen yang sering menyebabkan otitis eksterna yaitu

Pseudomonas sp. (41 %), Streptococcus sp. (22 %), Staphylococcus aureus (15 %) dan Bacteroides sp. (11 %). Infeksi pada liang telinga luar

dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan tulang temporal (Sander, 2009).

Otalgia pada otitis eksterna disebabkan (Sander, 2009) :

1) Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma. Selain itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat.

2) Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan liang telinga luar sehingga mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada penderita otitis eksterna.

e. Manifestasi Klinik

Gejala otitis eksterna umumnya adalah rasa gatal dan sakit (otalgia). Gejala dan tanda pasien otitis eksterna selengkapnya (Sander, 2009) :

1) Otalgia

(17)

3) Rasa penuh (fullness) di liang telinga. Keluhan ini biasa terjadi pada tahap awal otitis eksterna difus dan sering mendahului otalgia dan nyeri tekan daun telinga.

4) Pendengaran berkurang atau hilang. 5) Deskuamasi

6) Tinnitus

7) Discharge dan otore. Cairan (discharge) yang mengalir dari liang telinga (otore). Kadang kadang pada otitis eksterna difus ditemukan sekret/cairan berwarna putih atau kuning, atau nanah. Cairan tersebut berbau yang tidak menyenangkan. Tidak bercampur dengan lendir (musin).

8) Demam.

9) Nyeri tekan pada tragus dan nyeri saat membuka mulut.

10) Infiltrat dan abses (bisul). Keduanya tampak pada otitis eksterna sirkumskripta. Bisul menyebabkan rasa sakit berat. Ketika pecah, darah dan nanah dalam jumlah kecil bisa bocor dari telinga.

11) Hiperemis dan udem (bengkak) pada liang telinga. Kulit liang telinga pada otitis eksterna difus tampak hiperemis dan udem dengan batas yang tidak jelas. Bisa tidak terjadi pembengkakan, pembengkakan ringan, atau pada kasus yang berat menjadi bengkak yang benar-benar menutup liang telinga.

(18)

Tanda otitis eksterna menggunakan otoskop yaitu kulit pada saluran telinga tampak kemerahan, membengkak, bisa berisi nanah dan serpihan sel-sel kulit yang mati.

Otalgia merupakan keluhan paling sering ditemukan. Otalgia berat biasa ditemukan pada otitis eksterna sirkumskripta. Keluhan ini bervariasi dan bisa dimulai dari perasaan sedikit tidak enak, perasaan penuh dalam telinga, perasaan seperti terbakar, hingga rasa sakit hebat dan berdenyut. Hebatnya rasa nyeri ini tidak sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Rasa nyeri terasa makin hebat bila menyentuh, menarik, atau menekan daun telinga. Juga makin nyeri ketika pasien sedang mengunyah.

Gatal-gatal paling sering ditemukan dan merupakan pendahulu otalgia pada otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita otitis eksterna akut, tanda peradangan diawali oleh rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak pada telinga.

Pendengaran berkurang atau hilang. Tuli konduktif ini dapat terjadi pada otitis eksterna akut akibat sumbatan lumen kanalis telinga luar oleh edema kulit liang telinga, sekret serous atau purulen, atau penebalan kulit progresif pada otitis eksterna lama. Selain itu, peredaman hantaran suara dapat pula disebabkan tertutupnya lumen liang telinga oleh deskuamasi keratin, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang dimasukkan ke dalam telinga. Gangguan pendengaran pada otitis

(19)

eksterna sirkumskripta akibat bisul yang sudah besar dan menyumbat liang telinga.

f. Diagnosis

Diagnosis otitis eksterna dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika terdapat demam dan gejala toksisitas, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang lain seperti pewarnaan gram dan kultur discharge dapat dilakukan jika diduga suspek infeksi bakteri atau jamur (Ngan, 2007). g. Diagnosis Banding

Diagnosa banding otitis eksterna : (a) Otitis eksterna nekrotik; (b) Otitis eksterna bullosa; (c) Otitis eksterna granulosa; (d) Perikondritis yang berulang; (e) Kondritis; (f) Furunkulosis dan karbunkulosis; (g) Dermatitis seperti psoriasis dan dermatitis seboroika (Sander, 2009). h. Komplikasi

Jika otitis eksterna tidak diobati, infeksi akan menyebar ke struktur organ di sekitarnya yang lebih dalam dan dapat berkembang menjadi otitis eksterna maligna. Komplikasi ini sering ditemukan pada pasien imunokompromise seperti diabetes, pasien AIDS, pasien kemoterapi, pasien dengan pengobatan imunosupresan seperti glukokortikoid. Otitis eksterna maligna memiliki tingkat mortalitas hampir 50 %. Komplikasi ini dapat dicurigai jika nyeri tekan, eritema dan edema dari telinga luar atau jaringan yang lebih dalam ditemukan dari pemeriksaan fisik (Roland, 2002).

(20)

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta (Sander, 2009): 1) Lokal. Pada stadium infiltrat, berikan tampon yang dibasahi dengan

10% ichthamol dalam glycerine, ganti setiap hari. Tampon dapat juga dibasahi dengan larutan Burrowi (Burrow's solution). Pada stadium abses, lakukan insisi abses dan berikan tampon larutan rivanol 0,1%.

2) Sistemik. Minumkan antibiotik pada otitis eksterna sirkumskripta yang cukup berat.

3) Analgetik. Minumkan paracetamol atau antalgin.

Pada kasus otitis eksterna sirkumskripta yang berulang, cari adanya faktor penyakit sistemik seperti diabetes. Penatalaksanaan otitis eksterna bertujuan : (a) Membuang serumen, kotoran, dan sel-sel kulit mati dari liang telinga. Bersihkan dan keringkan menggunakan alat penghisap atau kapas kering; (b) Mengeluarkan mikroorganisme. Masukkan tampon yang mengandung antibiotik ke dalam liang telinga untuk menghindari infeksi bakterial akut dan ulserasi. Berikan juga antibiotik sistemik jika perlu; (c) Mengurangi rasa sakit, peradangan dan edema. Berikan obat golongan kortikosteroid misalnya metil prednisolon; (d) Menghilangkan rasa tidak enak; (e) Memulihkan pendengaran; (f) Menghilangkan gatal dan penggarukan yang berulang. Terapi antifungal untuk menghindari infeksi jamur; (g) Terapi antialergi dan antiparasit

(21)

(Sander, 2009). Penatalaksanaan otitis eksterna kronik yaitu operasi rekonstruksi liang telinga.

j. Pencegahan

Telinga perenang kemungkinan dicegah dengan meneteskan cairan yang mengandung campuran alkohol dan cuka di dalam telinga sebelum dan sesudah berenang. Orang tersebut harus menghindari berenang di dalam air yang terpolusi, menggunakan semprotan rambut, dan menghabiskan waktu yang lama di air hangat, iklim yang lembab. Berusaha untuk membersihkan saluran dengan lap kapas mengganggu mekanisme membersihkan-sendiri yang normal dan bisa mendorong serpihan ke dalam gendang telinga, di mana kotoran menumpuk. Juga, tindakan ini bisa menyebabkan kerusakan kecil yang mempengaruhi otitis eksternal (Sander, 2009).

2. Cotton Bud a. Pengertian

Cotton bud terdiri dari segumpal kecil kapas yang dibungkuskan

pada satu atau kedua ujung tongkat pendek, biasanya terbuat dari kayu, kertas yang digulung, atau plastik. Cotton bud umumnya digunakan dalam berbagai aplikasi termasuk pertolongan pertama, aplikasi kosmetik, pembersihan, seni dan kerajinan. Alat ini ditemukan pada tahun 1920 oleh Leo Gerstenzang (Schueller, 1996).

(22)

Panjangnya sekitar 6 inchi (15 cm). Cotton bud ini dikemas steril dalam kertas atau plastik. Kemasan ini dapat disterilkan menggunakan autoclave. Cotton bud yang digunakan untuk kebutuhan rumah berukuran lebih pendek, sekitar 3 inchi (7,6 cm) dan memiliki dua ujung kapas. (Moser, 2006)

Cotton bud sering digunakan untuk membersihkan lubang

telinga dan untuk mengeluarkan serumen telinga. Walaupun dokter mengatakan selama bertahun-tahun bahwa penggunaan cotton bud untuk membersihkan telinga tidak aman, masyarakat tetap menggunakannya (Moser, 2006) (Stein, 2001). Selain itu cotton bud juga sering digunakan untuk mengaplikasikan dan menghapus riasan wajah, serta digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti membersihkan lukisan dan kerajinan (Moser, 2006)

Cotton bud dapat digunakan untuk membersihkan air yang

secara tidak sengaja masuk ke liang telinga dalam beberapa keadaan.

Cotton bud hanya disarankan untuk mengeluarkan air atau kotoran di

liang telinga, bukan untuk membersihkan serumen atau menggaruk liang telinga yang terasa gatal. Serumen hanya diproduksi di bagian luar liang telinga (Lee, 2005).

b. Efek penggunaan Cotton bud

Penggunaan cotton bud untuk membersihkan telinga dapat menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang

(23)

mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat (Oghalai, 2003). Cotton bud dapat memasukkan elemen bakteri dan jamur ke dalam liang telinga dan jika epitel mengalami trauma, akan mudah terjadi infeksi. Di samping itu, cotton bud juga dapat mendorong serumen ke dalam liang telinga. Semakin lama, serumen akan terakumulasi dan mengakibatkan penimbunan serumen (Lee, 2005). c. Serumen

Serumen umumnya dapat ditemukan di kanalis akustikus eksternus. Kanalis akustikus eksternus normalnya memproduksi serumen dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai lubrikasi membran timpani dan epitelium, perlindungan untuk melawan kehilangan cairan transepidermal dan mengumpulkan debris dan organisme (Angus, 2005). Serumen akan memberikan suasana asam dan kaya lisozim. Serumen adalah campuran sekresi glandula sebasea dan glandula seruminosa (modifikasi kelenjar keringat apokrin) (Stout-Graham, 1990) yang berkombinasi dengan epitel deskuamasi dan rambut (Gortel, 2006).

Sekresi normal dari glandula seruminosa memiliki konsistensi yang lebih sedikit daripada glandula sebasea. Jika terjadi inflamasi kanalis akustikus akan terjadi akumulasi produksi serumen, yang akan melindungi bakteri dan jamur dari terapi topikal dan menambah kelembaban kanalis akustikus (Gotthelf, 2006)

Normalnya kanalis akustikus mempunyai mekanisme pembersihan sendiri. Reflek ini akan mengeluarkan serumen, deskuamasi

(24)

keratinosit dan debris yang terperangkap serta bakteri yang pelan-pelan akan dikeluarkan dari kanalis akustikus melalui migrasi epitel dari bagian yang lebih dalam ke arah superfisial, proses ini akan dimulai dari sel germinal pada membran timpani yang akan dibantu dengan pergerakan artikulasi temporomandibular (Gotthelf, 2006).

3. Variabel Determinan Penggunaan Cotton bud terhadap Otitis Eksterna Penggunaan cotton bud merupakan salah satu predisposisi timbulnya otitis eksterna. Cotton bud dapat menimbulkan trauma mekanik, dapat berupa trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar (meatus akustikus eksterna). Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat (Oghalai, 2003). Cotton bud dapat memasukkan elemen bakteri dan jamur ke dalam liang telinga dan jika epitel mengalami trauma, akan mudah terjadi infeksi. Cotton bud dapat mengganggu mekanisme reflek pembersihan serumen (Sander, 2009). Cotton bud mendorong serumen ke dalam liang telinga sehingga sel-sel kulit mati dan serumen akan terakumulasi di sekitar gendang telinga (Lee, 2005). Masalah ini juga diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga.

Keadaan di atas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab,

(25)

hangat, dan gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur (Sander, 2009).

(26)

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: mempengaruhi tapi tidak diteliti dan tidak dapat dikendalikan : mempengaruhi tapi tidak diteliti dan dapat dikendalikan Kanalis akustikus eksternus

Produksi Serumen Mekanisme Pembersihan Sendiri Migrasi Epitel Mengeluarkan serumen, deskuamasi keratinosit,debris dan bakteri Cotton bud Mendorong Serumen Ke dalam telinga Akumulasi Serumen ↑ Perkembangan bakteri dan jamur ↑ Kelembaban MAE

Otitis Eksterna

Trauma mekanik epitel MAE

Bakteri masuk MAE

Inflasi dan Eksudat dalam MAE

a. Kelembaban lokal

b. Derajat keasaman (pH) liang telinga

c. Struktur anatomis telinga a. Perenang

b. Benda asing c. Bahan iritan d. Alergi

e. Penyakit psoriasis.

f. Penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala.

g. Penyakit diabetes.

h. Penyumbat telinga dan alat bantu dengar 1. Frekuensi 2. Intensitas 3. Durasi 4. Teknik penggunaan 5. Bahan 6. Kondisi Telinga commit to user

(27)

C. Hipotesis

Terdapat variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.

(28)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case-control, yaitu peneliti mempelajari seberapa jauh variabel bebas (faktor risiko) mempengaruhi variabel terikat (efek) yang diobservasi melalui pendekatan retrospektif. Efek diidentifikasi saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi pada masa lalu (retrospektif).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan (THT) RSUD dr. Moewardi Surakarta.

C. Subjek Penelitian 1. Kriteria Umum

a. Kriteria Inklusi secara umum

1) Bersedia sebagai responden penelitian 2) Usia 20-49 tahun

3) Tidak buta huruf

4) Pasien Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi b. Kriteria Eksklusi secara umum

Pasien dengan riwayat otitis eksterna yang telah selesai menjalani masa terapi (pasien lama)

(29)

1. Kriteria Kasus

a. Kriteria Inklusi Kasus

Pasien baru yang terdiagnosis otitis eksterna b. Kriteria Eksklusi Kasus

1) Penyebab otitis eksterna:

a) Perenang dan sering terpapar air.

b) Benda asing (manik-manik, biji-bijian, serangga, dan kapas). c) Bahan iritan (misalnya hair spray dan cat rambut).

d) Alergi. Alergi obat (antibiotik topikal dan antihistamin) dan metal (nikel).

e) Penyumbat telinga dan alat bantu dengar. 2) Pasien memiliki penyakit psoriasis.

3) Pasien memiliki penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala. 4) Pasien memiliki penyakit diabetes.

2. Kriteria Kontrol

a. Kriteria Inklusi Kontrol

Pasien bukan otitis eksterna di Poliklinik THT RSUD dr.Moewardi b. Kriteria Eksklusi Kontrol

1) Pasien perenang dan atau telinga sering terpapar air.

2) Telinga pasien pernah dilaporkan terdapat benda asing (manik-manik, biji-bijian, serangga, dan tertinggal kapas).

3) Telinga pasien pernah terpajan bahan iritan (misalnya hair spray dan cat rambut).

(30)

4) Pasien mempunyai alergi. Alergi obat (antibiotik topikal dan antihistamin) dan metal (nikel).

5) Pasien memakai penyumbat telinga dan alat bantu dengar. 6) Pasien memiliki penyakit psoriasis.

7) Pasien memiliki penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala. 8) Pasien memiliki penyakit diabetes.

D. Besar Subjek

Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol pengaruh faktor perancu (confounding factor) yang dapat menurunkan validitas penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran subjek dan jumlah variabel independen:

Penelitian ini menggunakan enam variabel independen yaitu frekuensi, intensitas, durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta kondisi telinga saat menggunakan cotton bud. Untuk meningkatkan efisiensi penelitian maka digunakan rasio subjek terpapar : subjek tidak terpapar = 1 : 2 (Murti, 2010). Dengan demikian subjek yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar 90 subjek yang terdiri dari 30 subjek otitis eksterna dan 60 subjek non otitis eksterna.

E. Cara Pengambilan Subjek

Pengambilan subjek dengan purposive sampling yaitu desain pencuplikan non-random dengan restriksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi. Skema pencuplikan purposive sampling yang biasanya digunakan dalam studi

(31)

observasional epidemiologi case-control adalah fixed-disease sampling.

Fixed-disease sampling merupakan skema pencuplikan berdasarkan status penyakit

subjek, yaitu berpenyakit atau tidak berpenyakit yang diteliti, sedang status paparan subjek bervariasi mengikuti status penyakit subjek. Kasus dan kontrol berasal dari satu populasi sumber (source population, reference population), sehingga peneliti dapat melakukan perbandingan yang valid antara kedua kelompok studi (Murti, 2010). Dalam penelitian ini populasi sasaran merupakan pasien usia 20-49 tahun yang berobat ke RSUD dr.Moewardi pada bulan Mei. Sedangkan populasi sumber merupakan pasien Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi usia 20-49 tahun pada bulan Mei. Kemudian dari populasi sumber tersebut peneliti akan mengambil subjek umum berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi umum. Dari subjek umum tersebut akan diambil subjek kasus dan kontrol berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi kasus dan kontrol.

F. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan posttest only control group design. Merupakan rancang penelitian yang hanya menilai kelompok subjek serta melakukan pengukuran tanpa pemberian perlakuan pada kelompok tersebut.

(32)

G. Jalannya Penelitian

H. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas:

a. Frekuensi penggunaan cotton bud b. Intensitas penggunaan cotton bud c. Durasi penggunaan cotton bud d. Teknik penggunaan cotton bud e. Bahan cotton bud

f. Kondisi telinga saat menggunakan cotton bud Fixed-disease

sampling

Formulir biodata + Kuesioner Cotton bud

Uji Regresi Logistik

Subjek Kasus Subjek Kontrol

Subjek yang memenuhi kriteria restriksi umum Pasien yang berobat ke RSUD dr.Moewardi

pada bulan Mei usia 20-49 tahun

Pasien Poliklinik THT RSUD dr. Moewardi pada bulan Mei usia 20-49 tahun Populasi Sasaran

(33)

2. Variabel terikat: Insidensi Otitis Eksterna 3. Variabel luar:

a. Terkendali: Usia, faktor predisposisi otitis eksterna (perenang, benda asing, bahan iritan, alergi, penyakit psoriasis, penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala, penyakit diabetes, penyumbat telinga dan alat bantu dengar)

b. Tak terkendali: faktor predisposisi otitis eksterna (struktur anatomis, kelembaban lokal, derajat keasaman (pH) liang telinga)

I. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas

a. Frekuensi penggunaan cotton bud)

Cotton bud terdiri dari segumpal kecil kapas yang dibungkuskan

pada satu atau kedua ujung tongkat pendek, biasanya terbuat dari kayu, kertas yang digulung, atau plastik (Schueller, 1996). Frekuensi penggunaan cotton bud dinilai dari riwayat penggunaan cotton bud dalam 2 bulan terakhir. Variasi frekuensi diklasifikasikan menjadi frekuensi sering (penggunaan satu kali atau lebih dalam sehari) dan jarang (tidak menggunakan atau penggunaan kurang dari satu kali dalam sehari). Skala variabel frekuensi adalah kategorikal. Pengukuran frekuensi penggunaan

cotton bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.

b. Intensitas penggunaan cotton bud

Intensitas diukur dengan menilai kuat lemahnya responden menggunakan cotton bud. Intensitas kuat diketahui jika terdapat

(34)

perdarahan atau rasa nyeri. Sedangkan intensitas lemah jika tidak ditemukan tanda-tanda tersebut. Skala variabel intensitas penggunaan

cotton bud adalah kategorikal. Pengukuran intensitas penggunaan cotton bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.

c. Durasi penggunaan cotton bud

Durasi diukur dengan menilai waktu responden menggunakan

cotton bud. Durasi penggunaan diklasifikasikan menjadi dua yaitu setiap

penggunaan lebih dari/sama dengan 5 menit dan kurang dari 5 menit. Skala variabel durasi penggunaan cotton bud adalah kategorikal. Pengukuran durasi penggunaan cotton bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.

d. Teknik penggunaan cotton bud

Teknik diukur dengan menilai cara responden menggunakan cotton

bud. Teknik penggunaan diklasifikasikan menjadi dua yaitu sirkuler dan

mendorong. Skala variabel teknik penggunaan cotton bud adalah kategorikal. Pengukuran teknik penggunaan cotton bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.

e. Bahan cotton bud

Bahan dinilai melalui deskripsi cotton bud yang digunakan responden. Bahan cotton bud diklasifikasikan menjadi dua yaitu bahan keras (cotton bud tanpa kapas pembungkus atau dengan kapas pembungkus yang sangat tipis) dan bahan lunak (cotton bud dengan kapas pembungkus yang masih utuh). Skala variabel bahan cotton bud adalah

(35)

kategorikal. Pengukuran bahan cotton bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.

f. Kondisi telinga saat menggunakan cotton bud

Kondisi telinga saat menggunakan cotton bud dinilai melalui deskripsi responden. Kondisi telinga diklasifikasikan menjadi dua yaitu basah dan kering. Skala variabel kondisi telinga saat menggunakan cotton

bud adalah kategorikal. Pengukuran kondisi telinga saat menggunakan cotton bud dengan cara wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner.

2. Variabel Terikat (Insidensi Otitis Eksterna)

Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus. Infeksi ini bisa menyerang seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya pada daerah tertentu sebagai bisul (furunkel) atau jerawat (Sander, 2009). Diagnosis otitis eksterna ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh dokter. Jika terdapat demam dan gejala toksisitas, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang lain seperti pewarnaan gram dan kultur

discharge dapat dilakukan jika diduga suspek infeksi bakteri atau jamur

(36)

3. Variabel Luar

a. Variabel Terkendali 1) Usia

Otitis eksterna dapat terjadi pada semua usia, namun berdasarkan penelitian terdapat interval usia terbanyak pengguna cotton bud adalah usia 20-49 tahun (Lee, 2005).

2) Faktor predisposisi otitis eksterna (perenang, benda asing, bahan iritan, alergi, penyakit psoriasis, penyakit eksim atau dermatitis pada kulit kepala, penyakit diabetes, penyumbat telinga dan alat bantu dengar). Variabel tersebut dikendalikan peneliti melalui eksklusi menggunakan kuesioner maupun rekam medik responden)

b. Variabel Tak Terkendali

Faktor predisposisi otitis eksterna (struktur anatomis, kelembaban lokal, derajat keasaman (pH) liang telinga)

J. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan media rekam medik responden dan kuesioner. Kuesioner yang digunakan antara lain:

1. Formulir Biodata.

2. Kuesioner Penggunaan Cotton bud K. Teknik Analisis Data

Data ditabulasikan dalam bentuk tabel dan grafis. Data selanjutnya dianalisis secara statistik dengan program SPSS versi 17.0 menggunakan model analisis regresi logistik dengan batas kemaknaan α = 0,05 untuk mengetahui

(37)

apakah terdapat variabel determinan penggunaan cotton bud (frekuensi, intensitas, durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta kondisi telinga saat menggunakan cotton bud) terhadap insidensi otitis eksterna.

Adapun prosedur formal dari model analisis regresi logistik ini yaitu (Dahlan, 2011):

1. Menyeleksi variabel yang akan dimasukkan dalam analisis multivariat. Variabel yang akan dimasukkan dalam analisis regresi logistik adalah variabel yang pada analisis bivariat (Uji Chi-Square atau Uji Fisher) mempunyai nilai p < 0.25.

2. Menilai korelasi antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji hipotesis korelasi Spearman.

3. Melakukan analisis multivariat dapat menggunakan 3 metode, yaitu enter,

forward, dan backward. Ketiga metode ini akan memberikan hasil yang sama

namun prosesnya berbeda.

4. Melakukan interpretasi hasil. Beberapa hal yang dapat diperoleh dari analisis regresi logistik adalah sebagai berikut:

a. Variabel bebas yang merupakan variabel determinan variabel terikat diketahui dari nilai p masing-masing variabel.

b. Ukuran kekuatan hubungan dari variabel-variabel bebas yang merupakan variabel determinan variabel terikat. Pada regresi logistik, ukuran korelasi diketahui dari besarnya nilai Odds Ratio (OR).

c. Model atau rumus untuk memprediksikan variabel terikat. Pada regresi logistik rumus yang digunakan adalah:

(38)

Keterangan:

p = probabilitas untuk otitis eksterna

x = variabel independen yang efeknya akan diteliti.

x1 = frekuensi penggunaan cotton bud (frekuensi sering diberi skor 1 dan tidak menggunakan/jarang diberi skor 0)

x2 = intensitas penggunaan cotton bud (intensitas kuat diberi skor 1 dan intensitas lemah diberi skor 0)

x3 = durasi penggunaan cotton bud (durasi lebih dari/sama dengan 5 menit diberi skor 1 dan durasi kurang dari 5 menit diberi skor 0)

x4 = teknik penggunaan cotton bud (teknik mendorong diberi skor 1 dan teknik sirkuler diberi skor 0)

x5 = bahan cotton bud (bahan keras diberi skor 1 dan bahan lunak diberi skor 0)

x6 = kondisi telinga saat menggunakan cotton bud (kondisi telinga basah diberi skor 1 dan kondisi telinga kering diberi skor 0)

b = koefisien regresi variabel independen. Besarnya koefisien regresi ini mencerminkan besarnya pengaruh (efek) dari variabel x yang bersangkutan terhadap terjadinya variabel dependen.

b1 = koefisien regresi frekuensi penggunaan cotton bud b2 = koefisien regresi intensitas penggunaan cotton bud b3 = koefisien regresi durasi penggunaan cotton bud

y= a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6 p=1/(1+e-y)

(39)

b4 = koefisien regresi teknik penggunaan cotton bud b5 = koefisien regresi bahan cotton bud

b6 = koefisien regresi kondisi telinga saat menggunakan cotton bud

a = konstanta adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel dependen ketika nilai variabel xi = 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu variabel independen, variabel dependen sudah memiliki suatu nilai tertentu yang konstan sifatnya.

e = bilangan natural = 2,7

5. Menilai kualitas dari rumus yang diperoleh dari analisis regresi logistik. Kualitas rumus yang diperoleh dinilai dengan melihat kemampuan diskriminasi dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan melihat nilai Area

Under Curve (AUC) dengan metode Receiver Operating Curve (ROC)

sementara kalibrasi dengan metode Hosmer and Lameshow. Suatu rumus dikatakan mempunyai nilai diskriminasi yang baik jika nilai AUC semakin mendekati angka 1. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik jika mempunyai nilai p > 0.05 pada Uji Hosmer and Lameshow.

(40)

34 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan (THT) RSUD dr. Moewardi Surakarta. Subjek penelitian adalah pasien baru dengan usia 20-49 tahun, bersedia menjadi responden penelitian, tidak buta huruf dan memenuhi kriteria kasus dan kontrol.

Subjek penelitian berjumlah 90 responden yang terdiri dari 30 responden dari kelompok pasien dengan otitis eksterna dan 60 responden dari kelompok pasien non otitis eksterna.

A. Karakteristik Subjek Penelitian

Secara lengkap karakteristik subjek penelitian yang diperoleh melalui kuesioner yang dipandu dengan wawancara pada penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut (Tabel 4.1dan Tabel 4.2)

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek

Variabel Jumlah Rerata

(tahun) Simpangan Baku Batas Bawah Batas Atas Usia subjek 90 36.3 8.1 22.0 49.0 (Data Primer, 2011)

Tabel 4.1 memaparkan distribusi subjek berdasarkan usia subjek. Rata-rata usia subjek adalah 36.3 tahun, dengan usia paling muda 22 tahun dan usia paling tua yaitu 49 tahun.

(41)

Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Penggunaan Cotton bud dan Kondisi Telinga Saat Menggunakan Cotton bud

Variabel Jumlah

Subjek

Persentase (%) Frekuensi penggunaan cotton bud

- ≥ 1 kali/hari - <1 kali/hari

Intensitas penggunaan cotton bud - Kuat

- Lemah

Durasi penggunaan cotton bud - ≥ 5 menit

- <5 menit

Teknik penggunaan cotton bud - Mendorong

- Sirkuler Bahan cotton bud

- Keras - Lunak Kondisi telinga - Basah - Kering Total 47 43 37 53 4 86 59 31 4 86 17 73 90 52.2 47.8 41.1 58.9 4.4 95.6 65.6 34.4 4.4 95.6 18.9 81.1 100 (Data Primer, 2011)

Tabel 4.2 menunjukkan karakteristik subjek penelitian menurut frekuensi, intensitas, durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta kondisi telinga saat menggunakan cotton bud. Dalam penelitian ini terdapat 47 responden (52.2 %) yang menggunakan cotton bud dengan frekuensi ≥ 1 kali/hari dan 43 responden (47.8 %) dengan frekuensi < 1 kali/hari. Menurut intensitas

(42)

penggunaan cotton bud terdapat 37 responden (41.1 %) yang menggunakan cotton

bud dengan intensitas kuat dan 53 responden (58.9 %) dengan intensitas lemah.

Berdasarkan durasi penggunaan cotton bud terdapat 4 responden (4.4 %) yang menggunakan cotton bud dengan durasi ≥ 5 menit dan 86 responden (95.6 %) menggunakan cotton bud < 5 menit. Sesuai dengan klasifikasi teknik penggunaan

cotton bud terdapat 59 responden (65.6 %) yang menggunakan cotton bud dengan

teknik mendorong dan 31 responden (34.3 %) dengan teknik sirkuler. Menurut klasifikasi bahan cotton bud terdapat 4 responden (4.4 %) yang menggunakan bahan keras dan 86 responden (95.6 %) dengan bahan lunak. Berdasarkan kondisi telinga saat menggunakan cotton bud terdapat 17 responden (18.9 %) yang menggunakan cotton bud saat kondisi telinga basah dan 73 orang (81.1 %) dengan kondisi telinga kering.

B. Analisis bivariat

Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat, pada awalnya digunakan analisis bivariat berupa uji Square atau uji Fisher dilanjutkan dengan Uji Spearman. Uji Chi-Square digunakan untuk menguji hipotesis variabel kategorik tidak berpasangan. Sedangkan Uji Fisher digunakan jika syarat untuk uji Chi-Square (sel yang mempunyai nilai expected < 5 maksimal berjumlah 20 % dari jumlah sel) tidak terpenuhi. Kedua uji ini digunakan untuk menganalisis pengaruh masing-masing variabel frekuensi, intensitas, durasi, teknik, bahan, kondisi terhadap insidensi otitis eksterna, seperti yang tercantum pada Tabel 4.3. Uji Spearman digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara variabel bebas dengan variabel

(43)

terikat. Variabel bebas penelitian ini adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta kondisi telinga saat menggunakan cotton bud, sedangkan variabel terikatnya adalah insidensi otitis eksterna.

Tabel 4.3 Analisis Bivariat Variabel Frekuensi, Intensitas, Durasi, Teknik, Bahan dan Kondisi, dengan Otitis Eksterna Melalui Uji Chi-Square atau Uji Fisher dan Uji Spearman

OE non OE P r OR Interval Kepercayaan 95% N % N % Batas Bawah Batas Atas Frekuensi ≥ 1 kali/hari <1 kali/hari 23 7 76.7 23.3 24 36 40.0 60.0 0.001 0.346 4.9 1.8 13.3 Intensitas Kuat Lemah 21 9 70.0 30.0 16 44 26.7 73.3 0.000 0.415 6.4 2.4 16.9 Durasi ≥ 5 menit <5 menit 3 27 10.0 90.0 1 59 1.7 98.3 0.106a 0.191 6.6 0.6 65.9 Teknik Mendorong Sirkuler 25 5 83.3 16.7 34 26 56.7 43.3 0.012 0.265 3.8 1.3 11.3 Bahan Keras Lunak 1 29 3.3 96.7 3 57 5.0 95.0 1.000a -0.038 0.6 0.1 6.6 Kondisi Basah Kering 5 25 16.7 83.3 12 48 20.0 80.0 0.703 -0.040 0.8 0.2 2.5 Total 30 100 60 100

a. Nilai signifikansi diperoleh dari uji Fisher, karena syarat untuk uji

Chi-Square (sel yang mempunyai nilai expected < 5 maksimal berjumlah 20 %

dari jumlah sel) tidak terpenuhi. (Data Primer, 2011)

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa otitis eksterna lebih banyak

(44)

bud dengan frekuensi ≥ 1 kali/hari (76.7 %) dibanding frekuensi <1 kali /hari

(23.3%). Dari tabel tersebut juga terlihat adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara frekuensi penggunaan cotton bud dengan insidensi otitis eksterna (p = 0.001). Dengan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 4.9, maka dapat dikatakan bahwa frekuensi penggunaan cotton bud ≥ 1 kali/hari memiliki risiko 4.9 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding dengan frekuensi penggunaan cotton bud < 1 kali/hari.

Otitis eksterna juga lebih banyak dialami oleh orang yang menggunakan

cotton bud dengan intensitas kuat (70 %) dan teknik mendorong (83.3 %)

dibanding intensitas lemah (30 %) dan teknik sirkuler (16.7 %). Hubungan antara intensitas penggunaan cotton bud dan insidensi otitis eksterna terlihat bermakna secara statistik dengan nilai p = 0.000 dengan nilai OR = 6.4. Begitu juga hubungan antara teknik penggunaan cotton bud dan insidensi otitis eksterna bermakna secara statistik (p = 0.012) dengan nilai OR = 3.8. Namun untuk variabel lain yaitu durasi, bahan dan kondisi menunjukkan hasil yang tidak bermakna secara statistik dengan nilai p > 0.05.

Selain uji komparatif tersebut, analisis korelatif antar variabel bebas dan terikat dapat diketahui melalui uji Spearman. Interpretasi kekuatan korelasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

(45)

Tabel 4.4 Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Spearman Berdasarkan Kekuatan Korelasi

Parameter Nilai Interpretasi

Kekuatan Korelasi (r) 0.00-0.199 0.20-0.399 0.40-0.599 0.60-0.799 0.80-1.000 Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat (Data Primer, 2011)

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara frekuensi (r = 0.346/korelasi lemah), intensitas (r = 0.415/korelasi sedang), teknik (r = 0.265/korelasi lemah) dengan otitis eksterna.

Langkah analisis multivariat yang pertama yaitu menyeleksi variabel yang akan dimasukkan dalam analisis multivariat. Variabel yang dimasukkan dalam analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0.25 (Dahlan, 2011). Berdasarkan langkah tersebut dapat disimpulkan variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik adalah variabel frekuensi, intensitas dan teknik penggunaan cotton bud.

C. Analisis Regresi Logistik

Tabel 4.5 Hasil Analisis Regresi Logistik tentang Variabel Determinan Penggunaan Cotton Bud (Frekuensi, Intensitas, dan Teknik) terhadap Insidensi Otitis Eksterna

Variabel Koefisien P Adjusted

OR

Interval Kepercayaan 95% Batas Bawah Batas Atas

Frekuensi 1.4 0.011 4.2 1.4 12.9

Intensitas 1.9 0.001 6.9 2.3 20.8

Teknik 1.7 0.010 5.3 1.5 18.7

Konstanta -3.6 0.000 0.03

(46)

Tabel 4.6 menunjukkan hasil bahwa frekuensi penggunaan cotton bud (p = 0,011), , intensitas penggunaan cotton bud (p = 0.001) dan teknik penggunaan cotton bud (p = 0,010) merupakan variabel determinan penggunaan

cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.

Kekuatan hubungan dari variabel-variabel tersebut dapat diketahui dari besarnya nilai Odds Ratio. OR dari yang terbesar ke yang terkecil adalah intensitas (OR = 6.9), teknik (OR = 5.3), dan frekuensi (OR = 4.2). Maka dapat dikatakan bahwa intensitas penggunaan coton bud secara kuat memiliki risiko 6.9 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding penggunaan dengan intensitas lemah; teknik penggunaan cotton bud secara mendorong memiliki risiko 5.3 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding dengan teknik penggunaan cotton bud secara sirkuler; dan frekuensi penggunaan cotton bud ≥ 1 kali/hari memiliki risiko 4.2 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding dengan frekuensi penggunaan cotton bud < 1 kali/hari.

Bentuk persamaan regresi logistik yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Keterangan:

p = probabilitas untuk otitis eksterna

x = variabel independen yang efeknya akan diteliti.

x1 = frekuensi penggunaan cotton bud (frekuensi sering diberi skor 1 dan tidak menggunakan/jarang diberi skor 0)

y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3

= (-3.6) + 1.4 (frekuensi) + 1.9 (intensitas) + 1.7 (teknik) p =1/(1+e-y)

(47)

x2 = intensitas penggunaan cotton bud (intensitas kuat diberi skor 1 dan intensitas lemah diberi skor 0)

x3 = teknik penggunaan cotton bud (teknik mendorong diberi skor 1 dan teknik sirkuler diberi skor 0)

b = koefisien regresi variabel independen. Besarnya koefisien regresi ini mencerminkan besarnya pengaruh (efek) dari variabel x yang bersangkutan terhadap terjadinya variabel dependen.

b1 = koefisien regresi frekuensi penggunaan cotton bud b2 = koefisien regresi intensitas penggunaan cotton bud b3 = koefisien regresi teknik penggunaan cotton bud

a = konstanta adalah perkiraan besarnya rata-rata variabel dependen ketika nilai variabel xi = 0. Dengan kata lain, meskipun tanpa pengaruh suatu variabel independen, variabel dependen sudah memiliki suatu nilai tertentu yang konstan sifatnya.

e = bilangan natural = 2,7

Penilaian kualitas persamaan analisis regresi logistik dinilai dengan melihat kemampuan diskriminasi dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan melihat nilai

Area Under Curve (AUC) dengan metode Receiver Operating Curve (ROC).

Suatu rumus dikatakan mempunyai nilai diskriminasi yang baik jika nilai AUC semakin mendekati angka 1.

(48)

Tabel 4.6 Hasil Nilai Area Under Curve (AUC) Area Std. Error Asymtotic

Sig.

Interval Kepercayaan 95% Batas Bawah Batas Atas

0.724 0.057 0.001 0.611 0.836

(Data Primer, 2011)

Tabel 4.6 menunjukkan nilai AUC sebesar 72.4 %. interpretasi secara statistik mengenai nilai AUC adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7. Interpretasi Nilai AUC

Nilai AUC Interpretasi >50 %-60 % >60 %-70 % >70 %-80 % >80 %-90 % >90 %-100 % Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat (Data Primer, 2011)

Dari tabel 4.7, nilai AUC dari persamaan yang diperoleh termasuk dalam klasifikasi sedang. Artinya persamaan yang diperoleh mempunyai diskriminasi yang sedang.

Nilai kalibrasi dapat dilihat dengan metode Hosmer and Lameshow. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik jika mempunyai nilai p > 0.05 pada Uji Hosmer and Lameshow.

Tabel 4.8 Uji Hosmer and Lameshow

Chi-Square Df Signifikansi

5.254 6 0.512

(49)

Dari tabel 4.8 dapat diketahui nilai p pada persamaan Uji Hosmer and Lameshow adalah sebesar 0.512. Artinya, persamaan yang diperoleh mempunyai kalibrasi yang baik.

(50)

44 BAB V PEMBAHASAN

Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur dan virus (Sander, 2009). Faktor predisposisi otitis eksterna, yaitu (Sander, 2009) : struktur anatomis (penimbunan serumen dapat diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga); kelembaban lokal (udara hangat/panas dan lembab memudahkan kuman bertambah banyak); derajat keasaman (pH) liang telinga (pH basa mempermudah terjadinya otitis eksterna); trauma mekanik (trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar, misalnya setelah mengorek telinga menggunakan lidi kapas atau benda lainnya); berenang dan terpapar air (perubahan warna kulit liang telinga dapat terjadi setelah terkena air. Hal ini disebabkan adanya bentuk lekukan pada liang telinga sehingga menjadi media yang bagus buat pertumbuhan bakteri); benda asing (benda asing menyebabkan sumbatan liang telinga, misalnya manik-manik, biji-bijian, serangga, dan tertinggal kapas); bahan iritan (misalnya hair

spray dan cat rambut); alergi (alergi obat dan metal); penyakit psoriasis; penyakit

eksim atau dermatitis pada kulit kepala; penyakit diabetes; penyumbat telinga serta alat bantu dengar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel determinan penggunaan

cotton bud (frekuensi, intensitas, durasi, dan teknik penggunaan cotton bud, bahan cotton bud, serta kondisi telinga saat menggunakan cotton bud) terhadap insidensi

(51)

bertujuan untuk meneliti pengaruh variasi penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna.

Tabel 4.3 memberikan gambaran mengenai analisis bivariat variabel frekuensi, intensitas, durasi, teknik, bahan dan kondisi dengan otitis eksterna melalui uji Chi-Square atau uji Fisher. Pada tabel tersebut terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi dengan otitis eksterna (p = 0,001), intensitas dengan otitis eksterna (p = 0,000), serta hubungan antara teknik dengan otitis eksterna (p = 0,012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi, intensitas dan teknik penggunaan cotton bud merupakan variabel determinan insidensi otitis eksterna.

Dari tabel 4.3 juga diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara frekuensi dan otitis eksterna dengan nilai r = 0.346, nilai ini menunjukkan kekuatan korelasi lemah. Selain itu korelasi antara intensitas dengan otitis eksterna menunjukkan kekuatan korelasi sedang dengan nilai r = 0.415. Korelasi yang lemah juga ditunjukkan pada teknik dan otitis eksterna (r = 0.265).

Mekanisme yang mendasari pengaruh penggunaan cotton bud terhadap insidensi otitis eksterna dapat dijelaskan oleh beberapa teori. Normalnya kanalis akustikus mempunyai mekanisme pembersihan sendiri. Reflek ini akan mengeluarkan serumen, deskuamasi keratinosit dan debris yang terperangkap serta bakteri yang pelan-pelan akan dikeluarkan dari kanalis akustikus melalui migrasi epitel dari bagian yang lebih dalam ke arah superfisial, proses ini akan dimulai dari sel germinal pada membran timpani yang akan dibantu dengan pergerakan artikulasi temporomandibular (Gotthelf, 2006).

(52)

Cotton bud dapat menimbulkan trauma mekanik, dapat berupa trauma lokal

dan ringan pada epitel liang telinga luar (meatus akustikus eksterna). Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat (Oghalai, 2003).

Cotton bud dapat memasukkan elemen bakteri dan jamur ke dalam liang telinga

dan jika epitel mengalami trauma, akan mudah terjadi infeksi. Cotton bud dapat mengganggu mekanisme reflek pembersihan serumen (Sander, 2009). Cotton bud mendorong serumen ke dalam liang telinga sehingga sel-sel kulit mati dan serumen akan terakumulasi di sekitar gendang telinga (Lee, 2005). Masalah ini juga diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga. Keadaan di atas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur (Sander, 2009).

Melalui Tabel 4.3 dapat diseleksi variabel-variabel yang akan dimasukkan dalam uji regresi logistik (p < 0.25) adalah frekuensi, intensitas dan teknik penggunaan cotton bud. Tabel 4.6 memberikan gambaran mengenai hasil analisis regresi logistik tentang variabel determinan penggunaan cotton bud (frekuensi, intensitas, dan teknik) terhadap insidensi otitis eksterna. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan cotton bud (p = 0,011), , intensitas

penggunaan cotton bud (p = 0.001) dan teknik penggunaan cotton bud (p = 0,010) merupakan variabel determinan penggunaan cotton bud terhadap

(53)

insidensi otitis eksterna. Dengan nilai Odds Ratio dari yang terbesar ke yang terkecil adalah intensitas (OR = 6.9), teknik (OR = 5.3), dan frekuensi (OR = 4.2). Maka dapat dikatakan bahwa intensitas penggunaan cotton bud secara kuat memiliki risiko 6.9 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding penggunaan dengan intensitas lemah; teknik penggunaan cotton bud secara mendorong memiliki risiko 5.3 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding dengan teknik penggunaan cotton bud secara sirkuler; dan frekuensi penggunaan cotton bud ≥ 1 kali/hari memiliki risiko 4.2 kali lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding dengan frekuensi penggunaan cotton bud < 1 kali/hari.

Frekuensi penggunaan cotton bud dibedakan menjadi sering (≥ 1 kali/hari) dan jarang (<1 kali /hari). Semakin sering seseorang menggunakan cotton bud maka akan semakin rentan terhadap trauma mekanik liang telinga yang dapat menimbulkan otitis eksterna. Penggunaan cotton bud dengan intensitas kuat diketahui jika terdapat perdarahan atau rasa nyeri. Sedangkan intensitas lemah jika tidak ditemukan tanda-tanda tersebut. Adanya perdarahan dan nyeri tersebut memiliki risiko yang lebih besar untuk berkembang sebagai otitis eksterna. Kedua hal tersebut menggambarkan adanya trauma pada liang telinga. Selain itu darah merupakan media yang baik untuk perkembangan kuman, dapat berupa bakteri, virus maupun jamur. Keadaan nyeri juga merupakan indikasi terdapatnya inflamasi pada daerah tersebut. Penggunaan cotton bud dengan teknik mendorong memiliki risiko lebih besar untuk menderita otitis eksterna dibanding teknik sirkuler. Hal ini disebabkan teknik mendorong tersebut menyebabkan serumen

(54)

yang terdapat dalam kanalis akustikus eksternus semakin terdorong ke dalam dan memicu akumulasi serumen di sekitar gendang telinga. Seperti penjelasan sebelumnya, hal ini memicu pertumbuhan bakteri dan jamur (Sander, 2009).

Variabel durasi, bahan dan kondisi tidak dimasukkan dalam analisis multivariat karena dari analisis bivariat mempunyai nilai p > 0.25. Dari analisis bivariat menunjukkan bahwa hubungan variabel tersebut terhadap otitis eksterna tidak bermakna secara statistik (p ≥ 0.05). Durasi penggunaan diklasifikasikan menjadi dua yaitu penggunaan ≥ 5 menit dan < 5 menit. Sesuai dengan teori jika semakin lama penggunaan cotton bud kemungkinan terkena trauma liang telinga lebih besar, namun hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dalam penggunaan cotton bud tersebut. Bahan cotton bud diklasifikasikan menjadi dua yaitu bahan keras (cotton bud tanpa kapas pembungkus atau dengan kapas pembungkus yang sangat tipis) dan bahan lunak (cotton bud dengan kapas pembungkus yang masih utuh). Penggunaan cotton bud dengan bahan yang keras akan lebih berisiko melukai liang telinga, namun hasil penelitian yang di dapat tidak membuktikan hal tersebut. Kondisi telinga diklasifikasikan menjadi dua yaitu basah dan kering. Kondisi telinga yang basah akan lebih rapuh daripada kondisi kering, sehingga lebih mudah mengalami trauma oleh cotton bud, namun hasil tersebut tidak membuktikan teori ini. Perbedaan-perbedaan ini dapat disebabkan oleh jumlah responden yang menggunakan cotton bud dengan durasi ≥ 5 menit, bahan keras dan kondisi telinga basah pada penelitian ini berjumlah sedikit, sehingga kurang dapat mewakili variabel tersebut.

(55)

Hasil analisis regresi logistik ini akan menghasilkan sebuah persamaan regresi logistik. Aplikasi dari persamaan tersebut adalah untuk memprediksi probabilitas seseorang untuk mengalami otitis eksterna. Sebagai contoh kasus, misalnya seorang pasien menggunakan cotton bud dengan frekuensi jarang (<1 kali /hari), intensitas lemah dan teknik sirkuler. Probabilitas pasien tersebut untuk mengalami otitis eksterna dapat dihitung dengan persamaan berikut:

y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3

= (-3.6) + 1.4 (frekuensi) + 1.9 (intensitas) + 1.7 (teknik) = (-3.6) + 1.4 (0) + 1.9(0) + 1.7(0) = -3.6

p = 1/(1+e-y) = 1/(1+ 2.7-(-3.6)) = 0.027 = 2.7 %

Dengan demikian, probabilitas pasien tersebut untuk menderita otitis eksterna adalah 2.7 %

Berdasarkan cara perhitungan tersebut dapat diprediksikan probabilitas untuk terjadinya otitis eksterna berdasarkan ada tidaknya faktor frekuensi, intensitas dan teknik (Tabel 5.1)

Tabel 5.1 Prediksi Probabilitas Otitis Eksterna Berdasarkan Ada Tidaknya Variabel Frekuensi, Intensitas dan Teknik Penggunaan Cotton Bud

p (%) - 2.7 x1 10 x2 16 x3 13 x1 + x2 43 x1 + x3 38 x2 + x3 50 x1 + x2 + x3 80

(56)

Dari tabel 5.1 menunjukkan adanya kenaikan risiko terjadinya otitis eksterna pada penggunaan cotton bud dengan frekuensi sering, intensitas kuat dan teknik mendorong sebesar 77.3 % dibandingkan penggunaan cotton bud dengan frekuensi jarang, intensitas lemah dan teknik sirkuler.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Subjek
Tabel  4.2    Karakteristik  Subjek  Penelitian  Berdasarkan  Penggunaan  Cotton  bud  dan Kondisi Telinga Saat Menggunakan Cotton bud
Tabel 4.3 Analisis Bivariat  Variabel Frekuensi, Intensitas, Durasi, Teknik, Bahan  dan  Kondisi,  dengan  Otitis  Eksterna  Melalui  Uji  Chi-Square  atau  Uji  Fisher dan Uji Spearman
Tabel  4.4  Interpretasi  Hasil  Uji  Hipotesis  Spearman  Berdasarkan  Kekuatan  Korelasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Maka buku digital dapat megurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari produksi buku cetak, tanpa mengganggu pertumbuhan industri penerbit serta ekonomi kreatif

FLR-AIS mengganti metode simplek dengan algoritma optimisasi AIS untuk menentukan parameter fuzzy berdasarkan error training terkecil yang kemudian digunakan untuk

HARGA SATUAN STANDAR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2014I. HARGA SATUAN STANDAR (HSS) BATAN TAHUN

Penelitian ini menerapkan algoritme KNN, SVM, AdaBoost, Gradient Boost, dan Random Forest untuk klasifikasi khasiat dari formula jamu dan menghasilkan metode yang paling cocok

Dalam pengujian penyerapan panas digunakan termometer berjumlah 2 yaitu termometer atas ( ) dan termometer bawah ( ). Dari hasil pengujian penyerapan panas

Berdasarkan sampel daging sapi yang diambil dari tempat pembuangan akhir (TPA) yang mengkonsumsi pakan berupa limbah restoran, hotel, rumah tangga dan pasar yang telah

Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan untuk destilasi campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan cara mengalirkan uap air kedalam campuran