commit to user
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU
TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK
Oleh Mukhlas Ariesta
H.0708173
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU
TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Oleh Mukhlas Ariesta
H 0708173
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU
TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK
Mukhlas Ariesta H0708173
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Ir. Subagiya, MP NIP. 196102271988031004
Ir. YV. Pardjo NS, MS NIP. 194903231980101001
Surakarta, Januari 2013 Mengetahui Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan,
commit to user
SKRIPSI
PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU
TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK
yang dipersiapkan dan disusun oleh Mukhlas Ariesta
H0708173
telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal: 10 Januari 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Program Studi Agroteknologi
Susunan Tim Penguji:
Ketua Anggota I Anggota II
Dr. Ir. Subagiya, M.P. NIP. 196102271988031004
Ir. YV. Pardjo NS, M.S NIP. 194903231980101001
Prof.Dr.Ir. Sholahuddin, M.S NIP. 195610081980031003
commit to user
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian sekaligus penyusunan skripsi ini. Dalam penulisan
skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Ir. Subagiya, MP selaku pembimbing utama yang telah memberikan
banyak arahan, masukan, saran, ide dan nasehat untuk penulisan skripsi ini.
3. Ir. YV. Pardjo NS, MS selaku pembimbing pendamping sekaligus
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam
penulisan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Sholahuddin, MS selaku dosen pembahas yang telah banyak
memberikan masukan dan bimbingan dalam penulisan skripsi.
5. Ibunda dan ayahanda tercinta, yang telah memberikan kasih sayang yang tak
terhingga, doa, nasehat, dan dukungan.
6. Teman-temanku seperjuangan Agroteknologi Angkatan 2008 atas
kebersamaan yang telah kita lalui dengan penuh suka dan duka.
7. Laboran di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman yang telah banyak
membantu dalam pelaksanaan analisis laboratorium.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan agar dapat lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya. Amin.
Surakarta, Januari 2013
commit to user
ii DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
RINGKASAN ... viii
SUMMARY ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 2
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
A. Tanaman Tomat ... 4
B. Sistem Pertanian Organik ... 5
C. Cuka Kayu ... 6
D. Hama Tanman Tomat ... 7
E. Hipotesis ... 9
III. METODE PENELITIAN ... 10
A. Waktu dan Tempat Penelitian... 10
B. Alat dan Bahan Penelitian ... 10
C. Cara Kerja Penelitian ... 10
D. Peubah Pengamatan ... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15
A. Kondisi Umum ... 15
B. Jenis dan Populasi Hama Tanaman Tomat ... 16
C. Tinggi Tanaman ... 26
D. Jumlah Buah ... 27
E. Kadar Klorofil... 29
commit to user
iii
G. Efektivitas Cuka Kayu Terhadap Mortalitas Spodoptera litura ... 35
H. Pengaruh Cuka Kayu Terhadap Kemampuan Makan Spodoptera litura . 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39 A. Kesimpulan ... 39
B. Saran ... 38
commit to user
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1. Populasi Thrips sp.pada tanaman tomat ... 17
2. Populasi Empoasca sp.pada tanaman tomat ... 19
3. Populasi S.litura pada tanaman tomat ... 22
4. Populasi Helicoverpaamigera pada tanaman tomat ... 24
5. Jumlah buah pada per tanaman tomat ... 28
6. Kadar klorofil daun ... 29
7. Berat buah tomat layak pada panen pertama ... 32
8. Berat buah tomat tidak layak pada panen pertama ... 34
9. Efektifitas cuka kayu terhadap mortalitas S.litura ... 36
commit to user
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul dalam Teks Halaman
1 Gejala Serangan Thrips sp... 17
2 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Thrips sp... 18
3 Serangan Empoasca sp... 19
4 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Empoasca sp... 19
5 Serangan S. litura... 21
6 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi S. litura... 23
7 Gejala Serangan H. amigera... 24
8 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi H. amigera... 25
9 Grafik tinggi tanaman tomat tiap minggu... 27
10 Rata-rata jumlah buah tomat... 28
11 Rata-rata kadar klorofil pada tanaman tomat... 30
12 Jumlah buah tomat layak pada panen pertama... 31
13 Buah tomat yang diserang hama dan buah tomat yang terserang hama membusuk karena infeksi... 33 14 Jumlah buah tidak layak pada panen pertama... 34
15 Grafik pengaruh pemberian cuka kayu terhadap mortalitas S.litura... 37 Judul dalam Lampiran 16 Penyemaian benih tomat ... 56
17 Bibit tomat siap tanam... 56
18 Pembalikan tanah... 56
19 Pembuatan bedengan ... 56
20 Pemberian pupuk dasar... 56
commit to user
vi
22 Penanaman... 57
23 Tanaman tomat 1 HST... 57
24 Pengajiran... 57
25 Pemupukan... 57
26 Penyemprotan cuka kayu... 57
27 Penyiraman... 57
28 Pengamatan tinggi tanaman... 58
29 Pengamatan kadar klorofil... 58
30 Pengamatan suhu... 58
31 Pengamatan hama tanaman... 58
32 Ulat buah (H. amigera)... 58
33 Ulat grayak hasil riring... 58
34 Empoasca sp... 58
35 Thrips sp... 58
36 Belalang... 59
37 Serangan Liriomyza sp... 59
38 Serangan Aphis sp ... 59
39 Serangan S.litura ... 59
40 Serangan Pseudococcus sp ... 59
41 Serangan Epilachna spp ... 59
42 Rearing imago S. litura... 60
43 Rearing larva S. litura... 60
44 Pengujian mortalitas... 60
commit to user
vii
46 Penimbangan daun... 60
commit to user
viii RINGKASAN
PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK. Skripsi: Mukhlas Ariesta (H0708173). Pembimbing: Subagiya, YV. Pardjo NS, Sholahuddin. Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Budidaya tomat secara organik biasanya menggunakan pupuk dan pestisida yang berbahan alami. Namun kendala yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT). Sehingga diperlukan alternatif pengendalian OPT secara alami yang dapat menggendalikan OPT dan tentunya juga bersifat ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan penggunaan cuka kayu. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih lanjut tentang kemampuan pestisida alami cuka kayu dalam mengendalikan hama pada tanaman tomat.
Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap yakni (1) aplikasi cuka kayu pada tanaman tomat di lapangan, (2) uji cuka kayu pada ulat grayak (Spodoptera litura) di laboratorium. Penelitian di lapang dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: sistem budidaya konvensional, sitem budidaya organik, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 10%, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 5%, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 2,5%. Sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap mortalitas dan kemampuan makan ulat grayak (Spodoptera litura). Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu aplikasi cuka kayu.
Keragaman hama yang menyerang tanaman tomat dengan sistem budidaya organik cukup tinggi, antara lain: Helicoverpa armigera, Empoasca sp, Aphis sp.,
Pseudococcus sp, Bemisia tabaci, Valanga nigricornis, Epilachna spp ,Thrips sp,
Liriomyza sp, dan Spodoptera litura. Hama pada tanaman tomat yang populasi
serta intensitas seranganya paling tinggi adalah Thrips sp, Empoasca sp,
Spodoptera litura dan Helicoverpa armigera. Cuka kayu dapat mengendalikan
commit to user
ix SUMMARY
EFFECT OF WOOD VINEGAR APPLICATION ON PEST AND GROWTH OF TOMATO IN ORGANIC FARMING SYSTEM. Thesis-S1: Mukhlas Ariesta (H0708173). Advisers: Subagiya, YV. Pardjo NS, Sholahuddin. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Cultivation of organic tomatoes usually use fertilizers and pesticides with natural ingridient. But the obstacles often encountered in organic farming is a crop pests (OPT). So that the necessary alternative to control pests naturally to controling pests and must also be environmentally friendly. One alternative control is to use wood vinegar. The study was conducted to examine more about the capabilities of natural pesticides in controlling pests of wood vinegar contained in tomato plants.
This research was conducted with 2 phases: (1) application of wood vinegar on tomato in the field, (2) wood vinegar test armyworm (Spodoptera litura) in the laboratory. Field research was conducted using a complete randomized block design (CRBD) with one factor treatment.The treatments that was given such as: conventional cultivation systems, organic farming system, organic farming systems + concentration of 10% wood vinegar, organic farming systems + wood vinegar concentration of 5%, organic farming systems + wood vinegar concentration of 2.5%. While laboratory studies conducted to determine the effect of application wood vinegar on mortality and the ability to eat armyworm
(Spodoptera litura). The study was conducted using a completely randomized
design (CRD) with one factor treatment is the application of wood vinegar.
Diversity of pests that attack tomato in organic farming system is high, such
as: Helicoverpa armigera, Empoasca sp, Aphis sp, Pseudococcus sp, Bemisia
tabaci, Valanga nigricornis, Epilachna sp, Thrips sp, Liriomyza sp., dan
Spodoptera litura,. The highest pest populations and damage intensities on tomato
plants were Thrips sp, Empoasca sp, Spodoptera litura and Helicoverpa
armigera. Wood vinegar can control pest populations on tomatoes, the best
commit to user
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu komoditas sayuran
yang mengandung vitamin A dan vitamin C cukup tinggi. Tomat juga merupakan
salah satu komoditas pertanian yang sangat bermanfaat bagi tubuh karena
mengandung berbagai mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
kesehatan. Buah tomat mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Buah
tomat merupakan komoditas multiguna yang berfungsi sebagai sayuran, bumbu
masak, buah meja, penambah nafsu makan, bahan pewarna makanan, sampai
kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Sebagai sumber mineral, buah tomat
dapat bermanfaat untuk pembentukan tulang dan gigi (zat kapur dan fospor),
sedangkan zat besi (Fe) yang terkandung di dalam buah tomat dapat berfungsi
untuk pembentukan sel darah merah atau hemoglobin. Selain itu tomat
mengandung zat potassium yang sangat bermanfaat untuk menurunkan gejala
tekanan darah tinggi (Cahyono 2005).
Namun, sistem budidaya petani untuk meningkatkan hasil tomat
kebanyakan melalui sistem intesifikasi dengan penggunaan pupuk kimia yang
berlebihan dengan tujuan mendapatkan hasil tomat yang tinggi. Penggunaan
pupuk anorganik dalam jangka yang relatif lama umumnya berakibat buruk pada
kondisi tanah. Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan
cepat menjadi asam yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman
(Indrakusuma 2000). Dengan penerapan sistem budidaya yang menggunakan
bahan kimia sintetik ini juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem
dan dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak lingkungan. Selain itu buah
tomat yang dihasilkan juga mengadung toksik yang tidak menyehatkan bagi
manusia. Sehingga petani mulai menerapkan sistem budidaya organik mengingat
adanya kesadaran petani serta berbagai pihak yang bergerak dalam bidang
pertanian akan pentingnya kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.
Budidaya secara organik biasanya menggunakan pupuk dan pestida yang
berbahan alami. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar dari alam
commit to user
2
dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Pupuk organik
bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan tanah. Penggunaan pupuk organik juga
tidak meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi manusia
(Ismawati 2003).
Masalah utama yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik
adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama di daerah tropis
karena kondisi iklim tropis akan sangat mendukung perkembangan OPT. Oleh
karena itu, diperlukan pengendalian OPT yang intensif, antara lain dengan
menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida kimia sintetis dilarang dalam
sistem pertanian organik karena dampak negatif penggunaan pestisida sintetis
meliputi polusi lingkungan (kontaminasi tanah, air, dan udara), serangga hama
menjadi resisten, resurgen maupun toleran terhadap pestisida, serta dampak
negatif lainnya sehingga dalam budidaya tomat organik ini menggunakan
pestisida hayati yang terbuat dari destilasi asap pada pembuatan arang sekam.
Hasil destilasi dari asap ini dinamakan gas cuka kayu, ini merupakan terobosan
baru dimana sebelumnya belum termanfaatkan sebagai bahan pengendalian hama
ataupun penyakit di lahan sawah.
Penggunaan pestisida alami cuka kayu apakah dapat mengendalikan hama
yang terdapat pada tanaman tomat. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian
mengenai pengaruh sistem budidaya organik dan aplikasi cuka kayu terhadap
jumlah dan keragaman hama serta pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Selain
itu juga untuk mengetahui dosis cuka kayu yang paling baik untuk mengendalikan
hama-hama penting pada ekosistem sayuran tomat organik.
B. Perumusan Masalah
Sistem budidaya tanaman tomat di Indonesia masih cenderung menerapkan
sistem pertanian konvensional yaitu masih menggunakan bahan-bahan kimia
sintetis yang berlebih dalam pemupukan maupun pengendalian OPT (Organisme
Penggangu Tanaman). Penggunaan bahan-bahan kimia ini dengan tujuan
mendapatkan hasil panen yang maksimal. Namun disisi lain, hal ini dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan, merusak ekosistem, bahkan membunuh
commit to user
tertarik dengan menerapkan sistem pertanian organik karena bersifat ramah
lingkungan dan menyehatkan tubuh bila dikonsumsi. Pertanian organik yang
diterapkan yaitu sistem pertanian yang murah dan ramah lingkungan, karena
menggunakan kompos, urin sapi, dan PGPR. Selain penggunaan bahan-bahan di
atas diperlukan pula pestisida alami dalam menanggulangi OPT. Salah satu
pestisida alami yang mulai digunakan adalah cuka kayu. Cuka kayu diperoleh dari
proses destilasi dari asap dalam pembuatan arang sekam. Namun penggunaan
cuka kayu saat ini belum diketahui keefektifannya. Berdasarkan permasalahan
tersebut maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain:
1. Hama apa saja dan bagaimana populasi hama yang menyerang pada sistem
budidaya tanaman tomat secara organik dengan aplikasi cuka kayu?
2. Berapa konsentrasi yang tepat dalam aplikasi cuka kayu untuk mengendalikan
hama pada tanaman tomat?
3. Bagaimana pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat secara
organik aplikasi cuka kayu?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui macam dan populasi hama yang menyerang pada sistem
budidaya tanaman tomat secara organik dengan aplikasi cuka kayu
b. Mengetahui konsentrasi cuka kayu yang tepat didalam mengendalikan
hama pada tanaman tomat.
c. Mengetahui pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat
organik dengan aplikasi cuka kayu.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan
rekomendasi kepada petani mengenai pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap
serangan hama dan pertumbuhan tanaman tomat dengan sistem budidaya
commit to user
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Tanaman Tomat
Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan.
Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung vitamin dan mineral
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat juga mengandung
karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Buah tomat juga adalah komoditas yang
multiguna berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu
makan, minuman, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan
obat-obatan. Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersicon (Lycopersicum)
Species : Lycopersicon esculentum (Pudjiatmoko 2011).
Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengandung
vitamin A dan vitamin C cukup tinggi. Produktivitas tomat Provinsi Jawa Tengah
sebesar 11,93 ton/ha, lebih rendah dibandingkan provinsi lain, seperti Jawa Barat
dan Jawa Timur yaitu 20,25 ton/ha dan 13,35 ton/ha (Direktorat Jenderal Bina
Produksi Hortikultura 2006).
Tomat (Lycopersicon esculentum) merupakan salah satu jenis sayuran
yang bermanfaat karena mengandung vitamin dan mineral yang berguna bagi
tubuh dan kesehatan manusia. Konsumsi tomat segar dan olahan meningkat
diikuti oleh meningkatnya kesadaran petani dan konsumen untuk mendapatkan
produk pertanian yang berkualitas. Pemerintah melalui Pusat Standardisasi dan
Akreditasi Departemen Pertanian telah menetapkan standar mutu buah tomat
dengan nomor SNI 01-3162-1992 untuk standar mutu buah tomat segar dan
standar mutu tomat olahan dengan nomor SNI 01-4217-196 (Wiryanta 2004).
commit to user
Penelitian tomat oleh Hilman dan Nurtika (1992), menunjukkan bahwa
pemberian pupuk kandang 20 t/ha dapat meningkatkan bobot buah dan jumlah
buah tomat. Pupuk kandang dalam penelitian diatas tidak dijadikan kompos
terlebih dahulu atau tanpa bantuan suatu mikroorganisma. Demikian juga
penelitian Rahardjo et al. (2003), pemberian pupuk organik berupa sampah kota
dan sampah desa dapat meningkatkan tinggi tanaman dan produksi buah tomat
(Atanitokyo 2008).
B.Sistem Pertanian Organik
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang
menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik,
menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik
meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia.
Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya
alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebaliknya, sistem
pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan
pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun
agroekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik (Anonim 2007).
Sistem pertanian organik itu tergantung dengan pembangunan dan
perawatan keanekaragaman hewan-hewan dan serangga. Kerusakan dari hama
tidak bisa dihindarkan tetapi kejadian ini ditoleransikan karena ini memang proses
alami. Walaupun begitu, dengan keseimbangan keanekaragaman hayati bersama
dengan kehadiran hama akan menghasilkan kehadiran musuh alami hama itu, dan
musuh alami ini akan menghalangi populasi hama dari menjadi terlalu besar dan
kemudian menghalangi kerusakan panen dari mencapai tingkat tinggi
(Winnet 2011).
Istilah pertanian organik telah menghimpun seluruh imajinasi petani
bersama-sama konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab
menghindarkan bahan kimia (pestisida dan herbisida) dan pupuk kimia yang
bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan memperoleh kondisi lingkungan yang
sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksitanaman yang
commit to user
6
sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Dengan demikian
pertanian organic merupakan suatu gerakan “kembali ke alam” (Sutanto 2002).
C.Cuka Kayu
Cuka kayu (Bahasa Inggris: wood vinegar, pyroligneous acid)
adalah cairan berwarna coklat pekat dan berbau sangit yang diperoleh
dari distilasi asap yang dihasilkan dari proses pembuatan arang kayu. Komponen
utama yang terdapat dalam cuka kayu adalah asam asetat dan metanol, dan
karenanya zat ini pernah digunakan sebagai sumber komersial untuk asam asetat.
Cuka kayu yang disimpan beberapa lama dan diencerkan dengan air, jika
disiramkan ke daun atau sekitar akar tumbuhan bisa dimanfaatkan untuk
membantu metabolisme tumbuhan tersebut. Meskipun demikian, cuka kayu tidak
bisa dianggap sebagai pupuk dalam arti konvensional karena cuka kayu tidak
mengandung unsur hara (Wikipedia 2010).
Cuka kayu yang digunakan adalah cuka kayu ’crude’ yang disaring lebih
dahulu untuk memisahkan tar terlarut yaitu pada konsentrasi 2,5%. Uji coba
pemanfaatan dilakukan pada budidaya tanaman padi jenis Ciherang di sawah
milik petani seluas 5000 m dengan cara penyemprotan setelah padi berumur 1
bulan hingga menjelang masa panen. Lamanya uji coba mulai dari pembibitan
sampai panen diperlukan waktu 3 bulan. Parameter yang diamati meliputi
penyakit dan hama, berat gabah kering panen dan beras hasil gilingan. Untuk
mengetahui efektifitas pemanfaatan cuka kayu, digunakan zat pertumbuhan
tanaman jenis boster energi dan kontrol sebagai pembanding (Nurhayati dan
Yelin 2009).
Menurut Yatagai (2002), komponen kimia cuka kayu berperan sebagai
pemercepat pertumbuhan tanaman yaitu komponen asam, metanol, furfural dan
sebagai inhibitor dari komponen phenol, asam, guaiakol. Menurut Nurhayati
(2000) bahwa sifat cuka kayu mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan
jamur. Sehingga cuka kayu dapat digunakan sebagai pestida alami pada tanaman.
Aplikasi mikoriza dan cuka kayu berpengaruh sangat nyata pada
peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman sengon. Pada penelitian ini bertujuan
commit to user
kayu dan mikoriza dan diperoleh hasil pertumbuhan tinggi semai sengon secara
berurutan dari yang tertinggi didapat pada aplikasi cuka kayu (tinggi rata-rata
75,48 cm dan riap tinggi 66,62 cm), aplikasi mikoriza (tinggi rata-rata 66,44 cm
dan riap tinggi 59,22 cm) dan kontrol (tinggi rata-rata 58,92 cm dan riap tinggi
52,48 cm) (Siarudin dan Endah 2007).
Tren penggunaan pestisida di dunia sudah mengarah ke pestisida alami
sehingga pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida nabati pun mulai dilirik. Hal
ini ditunjang oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pestisida nabati
cukup efektif dan ramah lingkungan (Kardinanet al. 1994).
D.Hama Tanaman Tomat
Hama-hama yang menyerang tanaman sayuran tomat organik relatif yang
menyerang sayuran secara umum yaitu diserang oleh hama-hama Aphis sp,
Thrips, Aulocophora similis, pengorok daun (Liriomyza sp.) pada stadia vegetaif,
dan hama Bemisia tabacci, Heliothis armigera, dan lalat buah pada fase
reproduktif (Haryanto et al. 2007).
Hasil panen tomat yang berkualitas ditentukan oleh pemilihan benih
unggul, pemeliharaan, pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit
tanaman. Hama utama tanaman tomat seperti Spodoptera litura dan Helicoverpa
armigera mampu menurunkan produktivitas tanaman tomat secara signifikan
(Kalshoven 1981).
Salah satu OPT penting pada tanaman tomat yang sangat responsif
terhadap pemupukan ialah kutukebul, Bemisia tabaci Genn. Bemisia tabaci dapat
menimbulkan kerusakan secara langsung dan tidak langsung. Kerusakan secara
langsung sebagai akibat aktivitas makannya, yaitu (1) penutupan stomata oleh
embun madu yang dikeluarkan nimfa, dan embun jelaga yang tumbuh pada
lapisan embun madu tersebut, seperti Cladosporium spp. dan Alternaria spp., (2)
pembentukan bintik klorotik pada daun sebagai akibat kerusakan sebagian
jaringan karena tusukan stilet, (3) pembentukan pigmen antosianin, dan (4) daun
berguguran, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Hoddle 2003).
Kerusakan secara tidak langsung, B. tabaci merupakan vektor penyakit virus
commit to user
8
Dari sekian banyak organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang
menyerang tanaman tomat, ulat buah tomat Helicoverpa armigera Hubn.
(Lepidoptera: Noctuidae) dianggap sebagai hama utama. Serangan H.armigera
biasanya terjadi pada musim kemarau yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil
sebesar 52% (Setiawati 1991).
Menurut Semangun (1989), interaksin nematoda dengan tanaman inang
menimbulkan gejala yang khas pada bagian akar di bawah permukaan tanah.
Tumbuhan yang terserang biasanya menunjukkan gejala pertumbuhan yang tidak
normal, seperti kerdil dan cendrung layu pada hari-hari panas, sedangkan akarnya
akan mengalami pembengkakan dengan berbagai macam bentuk. Serangan pada
tanaman tomat terutama terjadi pada tanah yang bertekstur kasar atau berpasir. Di
samping memperlemah tanaman, nematoda ini dapat juga menurunkan produksi.
Pada populasi yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan hasil sebanyak 25- 50%
(Rahayu dan Mukidjo 1977) .
Dalam budidaya tanaman tomat perlu diperhatikan hama-hama yang sering
menyerang tanaman tomat. Hama-hama tersebut dapat menurunkan produksi dan
merugikan, hama tersebut diantaranya: ulat buah tomat (Heliothis armigera
Hubner), Kutu daun (Aphis sp), Kutu putih , Kutu daun (Thrips sp), Lalat buah,
dan Tungau merah (Atanitokyo 2008).
Pengendalian secara kimiawi dengan pestisida sintetik merupakan cara
yang sering dilakukan oleh petani untuk mengatasi serangan hama karena
mempunyai tingkat keberhasilan tinggi tetapi terdapat pula dampak negatif berupa
resistensi, ledakan hama sekunder dan akumulasi residu kimia pada hasil panen
dan lingkungan yang membahayakan konsumen dan agroekosistem
(Departemen Pertanian 2000).
Terjadinya resistensi pada suatu jenis hama akan meningkatkan dosis dan
frekuensi insektisida yang digunakan sehingga terjadi pemborosan dan
pencemaran serius terhadap lingkungan. Perkembangan resistensi lebih cepat
terjadi pada insektisida tunggal dibandingkan dengan insektisida ganda atau
commit to user
E.Hipotesis
1. Diduga macam dan populasi hama pada pada tanaman tomat dengan sistem
budidaya organik banyak jumlahnya.
2. Konsentrasi cuka kayu yang tepat diduga 10% didalam mengendalikan hama
pada tanaman tomat.
3. Diduga pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat organik
dengan aplikasi cuka kayu lebih baik dibandingkan dengan sistem budidaya
commit to user
10
III. METODE PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai September 2012 yang
bertempat di Desa Beku, Karanganom, Klaten dan Laboratorium Hama dan
Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih tomat, cuka
kayu dengan tiga konsentrasi yang berbeda, mulsa, ajir, kompos, urinsa plus,
PGPR dan rafia. Bahan lain yang digunakan yaitu air bersih, alkohol, dan
formalin 10%.
Adapun alat yang digunakan antara lain: cangkul, sprayer gendong, ember,
penggaris atau meteran, jaring, klorofilmeter, kaca pembesar, flakon, timbangan
analitik dan camera digital.
C.Cara Kerja Penelitian 1. Perancangan Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor perlakuan. Penelitian ini
terdiri dari 5 perlakuan.. Tiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali ulangan.
Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a) Sistem budidaya konvensional (sesuai perlakuan petani setempat) (PP)
b) Sitem budidaya organik (P0)
c) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 10% (P1)
d) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 5% (P2)
e) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5% (P3)
Sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui
pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap mortalitas dan kemampuan makan ulat
grayak (Spodoptera litura). Penelitian dilakukan dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu aplikasi
cuka kayu. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:
commit to user
a) Kontrol (P0)
b) Aplikasi cuka kayu konsentrasi 10% (P1)
c) Aplikasi cuka kayu konsentrasi 5% (P2)
d) Aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5% (P3)
2. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan uji F dengan taraf 0,05 kemudian
dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/
DMRT) taraf 5% untuk membandingkan kelimpahan hama pada kelima
perlakuan dan membadingkan pertumbuhan serta hasil dari 5 perlakuan.
3. Pelaksanaan Penelitian
a. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih di Desa Beku, Kecamatan Karanganom,
Kabupaten Klaten dengan luas lahan 800 m2. Lahan yang digunakan
merupakan lahan yang baru pertama kalinya diterapkan sistem budidaya
organik.
b. Pengolahan lahan sawah
Lahan sawah yang akan digunakan diolah tanahnya kemudain diberi
tambahan pupuk kompos untuk sistem budidaya organik dan pupuk TSP,
ZA dan KCL untuk sistem budidaya secara konvensional. Lahan yang sudah
diolah tanahnya dibuat bedengan-bedengan sejumlah 15 bedeng dengan tiap
perlakuan diberi jarak 5 meter. Bedengan-bedengan tersebut ditutup dengan
mulsa plastik hitam perak.
c. Penyiapan bibit Tomat
Bibit tomat disiapkan dalam polybag kecil yang ditanam dari biji
kemudian setelah umur 21 hari setelah tanam baru dipindah pada lahan yang
sudah disiapkan.
d. Penentuan sampel
Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan sistem acak. Satu
bedengan diambil 6 sampel tanaman. Sehingga jumlah sampel yang
digunakan pada semua perlakuan yaitu 90 tanaman tomat yang merupakan
commit to user
12
e. Pemupukan dan Aplikasi Pestisida
Pemupukan dilakukan setiap seminggu sekali pada sistem budidaya
organik dengan aplikasi urinsa dan PGPR. Urinsa merupakan pupuk organik
cair yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Sedangkan PGPR
merupakan pupuk hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman serta
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan pemyakit tanaman.
Kemudian aplikasi cuka kayu juga dilakukan setiap seminggu sekali.
Sedangkan pada sistem budidaya konvensional (sesuai perlakuan petani
setempat) pemupukan menggunakan pupuk NPK mutiara setiap 2 minggu
sekali dan untuk pengendalian hama mengguanakan insektisida kimia
(sintetis).
f. Pengamatan hama pada tanaman
Pengamatan hama dilakukan secara langsung dengan cara menghitung
semua hama yang aktif atau tampak pada tanaman sampel. Apabila
ditemukan hama yang belum diketahui maka diambil dan dibawa ke
laboratorium untuk diidentifikasi. Pengamatan dilakukan setiap seminggu
sekali mulai jam 07.00 sampai jam 12.00 dan dimulai 1 minggu setelah
tanam hingga panen pertama (minggu ke delapan).
g. Pengamatan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat
Pengamatan pertumbuhan tanaman tomat meliputi, tinggi tanaman,
kadar klorofil, dan jumlah buah per tanaman. Pengamatan dilakukan secara
manual yaitu menghitung langsung di lahan. Pengamatan dimulai pada
minggu pertama setelah tanam hingga panen pertama. Pengamatan hasil
meliputi jumlah buah layak dan tidak layak serta berat total hasil panen pada
setiap perlakuan tanaman sampel. Pengamatan hasil dilakukan setelah panen
dengan menghitung dan menimbang buah pada tanaman dari panen
pertama.
h. Uji Laboratorium
Percobaan di laboratorium dilakukan dengan menggunakan larva S.
litura instar II yang berasal dari hasil pembiakan massal dengan dua jenis
commit to user
makan larva. Uji laboratorium untuk pengujian mortalitas dilakukan di
dalam wadah perlakuan sebanyak 10 larva per wadah. Larva diberi pakan
daun kacang panjang yang telah dicelupkan ke dalam cuka kayu sesuai
konsentrasi perlakuan yang telah ditentukan pada hari pertama sampai
kesepuluh.
Sedangkan untuk uji kemampuan makan, larva yang digunakan hanya
satu ekor larva instar II. Larva diberi pakan sehelai daun kacang panjang
yang telah ditimbang terlebih dahulu dan kemudian dicelupkan ke dalam
cuka kayu. Setelah itu diamati perkembangan kemampuan makan larva
setelah diaplikasi cuka kayu dengan menimbang daun kacang panjang untuk
melihat seberapa besar larva S. litura dapat makan dan sejauh mana cuka
kayu dapat menurunkan kemampuan makan larva.
D. Peubah Pengamatan 1. Jenis dan populasi hama pada tanaman tomat
Pengamatan populasi hama dilakukan dengan mengamati semua hama
yang ditemukan pada tanaman tomat serta menghitung jumlah keseluruhan
masing-masing jenis hama yang ditemukan setiap minggunya sampai panen
pertama. Pengamatan yang dilakukan meliputi semua hama yang ditemukan
pada tanaman tomat dengan cara membandingkan dengan gambar yang
diperoleh dari buku maupun dari internet yang didasarkan pada
sumber-sumber pustaka. Apabila ada hama yang belum diketahui maka diambil dan
dimasukkan dalam flakon yang telah diberi alkohol kemudian diidentifikasi
di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman. Sedangkan perhitungan
populasi hama hanya dilakukan pada hama utama saja. Pengamatan hama
dilakukan pada fase saat hama tersebut menyerang tanaman tomat.
2. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun
tertinggi menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 2
commit to user
14
3. Jumlah Buah pertanaman
Jumlah buah pada satu tanaman diamati dari buah pertama yang
muncul asilkan sampai pemanenan pertama. Jumlah buah dihitung pada tiap
minggu.
4. Kadar klorofil daun
Kadar klorofil daun diukur menggunakan alat klorofil meter
pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui apakah cuka kayu dan
pemupukan mempengaruhi zat hijau daun. Pengamatan dilakukan pada 2
MST. Daun yang diukur kadar klorofilnya adalah 3 daun teratas pada setiap
tanaman.
5. Hasil panen pada setiap perlakuan
Panen dilakukan dengan memetik buah tomat yang berwarna
kekuning-kunigan dan oranye. Hasil panen meliputi jumlah buah yang
matang dan bobot hasil panen per tanaman. Jumlah buah diketahui dengan
menghitung buah tomat layak dan tidak layak dari panen pertama.
Sedangkan bobot hasil panen diketahui dengan cara menimbang buah hasil
panen pada masing-masing tanaman pada tiap perlakuan.
6. Efektivitas cuka kayu terhadap mortalitas Spodoptera litura
Mortalitas larva, dengan cara menghitung jumlah larva yang mati
setiap hari. Persentase mortalitas larva S.litura dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
M = x 100 %
M adalah mortalitas (%), n adalah jumlah larva yang mati (ekor), dan
N adalah jumlah larva yang diuji (ekor).
7. Pengaruh Cuka Kayu terhadap Kemampuan Makan S. litura
Pengamatan terhadap uji kemampuan makan meliputi perhitungan
berat daun sebelum dan sesudah dimakan oleh larva S.litura di dalam toples.
Penimbangan daun dilakukan sebelum dan sesudah dimakan oleh S.litura.
Sehingga dapat diketahui berat daun yang dimakan oleh larva S.litura
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Kondisi Umum
Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah di Kolekan, Beku,
Karanganom, Klaten dan di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman. Lahan sawah
yang digunakan merupakan lahan yang baru pertama kalinya diterapkan sistem
budidaya organik. Pengamatan yang dilakukan di lahan sawah antara lain:
populasi hama yang meyerang pada tanaman tomat, tinggi tanaman, kadar klorofil
daun, jumlah buah dan hasil panen. Sedangkan pengamatan yang dilakukan di
Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman yaitu uji mortalitas dan kemampuan
makan ulat grayak (Spodoptera litura) dengan kondisi lingkungan yang
terkontrol, suhu ruang yang normal dan tanpa pancaran dari sinar matahari.
Percobaan di laboratorium merupakan tindak lanjut dari percobaan di lapangan.
Percobaan ini bertujuan untuk menguji keefektifan cuka kayu dalam
mengendalikan ulat grayak (Spodoptera litura). Karena hama tersebut merupakan
hama yang cukup memberikan dampak kerusakan pada tanaman tomat.
Kondisi lingkungan di lahan sawah pada minggu pertama dan kedua
terjadi hujan 1 minggu sekali. Kemudian pada minggu ke-tiga sampai panen
(minggu ke-8) tidak terjadi hujan dan suhu lingkungan rata-rata tiap minggu
mencapai 350C. Alimin (2011), menjelaskan bahwa suhu dan kelembaban udara
yang semakin meningkat mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
OPT. Serangga hama dan mikroba termofilik (menyukai kondisi panas) lebih
diuntungkan dan hama dapat berekspansi ke wilayah lain dengan kondisi
peralihan musim ini.
Pada kondisi musim kemarau ini terjadi kekeringan sehingga pengairan
pada lahan dilakukan dengan mengambil air melalui sumur bor. Pengairan
dilakukan setiap minggu sekali agar kebutuhan air bagi tanaman tercukupi. Pada
petak pembanding pemupukan dilakukan sesuai perlakuan petani setempat yakni
dengan pemupukan dasar TSP, ZA, dan KCL. Selanjutnya sebagai pemupukan
perawatan menggunakan pupuk NPK mutiara. Untuk pengendalian hama
menggunakan insektisida kimia (sintetis). Sedangkan pada budidaya organik
commit to user
16
pemupukan tanaman dilakukan seminggu sekali dengan menggunakan urinsa
(urin sapi fermentasi) dan PGPR (Plant Grow Promoting Rhizobium) dengan cara
dikocorkan. Urinsa merupakan pupuk organik cair yang dapat memacu
pertumbuhan tanaman. Sedangkan PGPR merupakan pupuk hayati untuk memacu
pertumbuhan tanaman serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan
pemyakit tanaman. Sedangkan aplikasi cuka kayu juga dilakukan seminggu sekali
dengan disemprotkan.
B. Jenis dan Populasi Hama Tanaman Tomat
Dalam budidaya tanaman tomat perlu diperhatikan hama-hama yang sering
menyerang tanaman tomat. Hama-hama tersebut dapat menurunkan produksi dan
merugikan (Atanitokyo 2008). Pada penelitian ini dijumpai beberapa hama yang
menyerang tanaman tomat, antara lain: ulat buah tomat (Helicoverpa amigera),
kutu daun (Aphis sp), kutu putih (Pseudococcus sp), kutu kebul (Bemisia tabaci),
Empoasca sp., belalang (Valanga nigricornis), Thrips sp, kumbang daun
(Epilachna spp), penggorok daun (Liriomyza sp.), dan ulat grayak (Spodoptera
litura). Selain hama terdapat pula musuh alami, yakni laba-laba dan kumbang
buas. Musuh alami tersebut juga mempengaruhi populasi hama yang terdapat
pada tanaman tomat.
Dari beberapa hama tersebut yang jumlah populasinya dan intensitas
seranganya paling banyak antara lain:
1. Thrips sp.
Thrips sp. merupakan hama yang penting pada tanaman tomat. Menurut
Pracaya (1991), hama ini memilki ciri-ciri panjang tubuhnya 1-2 mm dengan
warna hitam, bergaris merah dan nimfanya berwarna putih atau kuning.
Pengamataan Thrips sp. dilakukan pada fase nimfa sampai imago. Hama
Thrips sp. menyerang bagian daun tanaman tomat. Menurut Indiati (2004)
Nimfa dan serangga dewasa mengisap cairan permukaan daun dengan mulut
pengisapnya, sehingga permukaan atas daun berbintik-bintik keputihan dan
permukaan bawah daun menjadi nekrotik. Gejala muncul sejak tanaman masih
muda yang dicirikan dengan daun-daun yang mengerut (Gambar 1.). Serangan
commit to user
tanaman karena dapat menyebabkan jaringan tanaman rusak dan menghambat
pertumbuhan tanaman. Selain itu hama ini juga dapat menyebarkan virus
ketanaman yang diserangnya sehingga menyebabkan bercak pada daun.
Gambar 1. Gejala serangan Thrips sp.
Menurut Kartasapoetra (1987) klasifikasi Thrips sp. adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
Genus : Thrips
Spesies : Thrips sp.
Hama ini muncul pada minggu ke empat setelah tanam, dimana pada
kondisi ini merupakan kondisi peralihan musim penghujan ke musim kemarau.
Pada kondisi tersebut hama ini menyerang tanaman tomat dalam jumlah yang
banyak.
Tabel 1. Populasi Thrips sp.pada tanaman tomat
Perlakuan Rata-rata Populasi Thrips sp.
Cuka kayu dengan konsentrasi 10% ± 3 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 5% ± 4 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% ± 6 a
Kontrol ± 7 a
Petak Pembanding ± 34 b
Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.
Tabel 1. menunjukkan bahwa populasi hama Thrips sp. pada tanaman
commit to user
18
Pada petak pembanding populasi Thrips sp. berbeda nyata dengan semua
perlakuan. Sedangkan kontrol tidak berbeda nyata dengan aplikasi cuka kayu
konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%. Namun dapat dilihat bahwa pada kontrol
menunjukkan populasi Thrips sp. tertinggi dibandingkan dengan dengan
aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%. Artinya bahwa aplikasi
cuka kayu memberikan dampak penurunan populasi hama Thrips sp. jika
dibandingkan dengan kontrol (tanpa aplikasi cuka kayu).
Gambar 2. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Thrips sp.
Berdasarkan histogram populasi hama Thrips sp. (Gambar 2.)
menunjukkan bahwa pada semua perlakuan, populasi Thrips sp. cenderung
meningkat pada tiap minggunya. Populasi Thrips sp. paling tinggi setiap
minggunya adalah pada petak pembanding. Populasi Thrips sp. paling tinggi
pada petak pembanding adalah pada minggu ke enam yakni 46 ekor. Padahal
pada petak pembanding juga dilakukan pengendalian hama menggunakan
isektida kimia namun jumlah hama tetap mengalami peningkatan. Menurut
Sutrisno (1987) ini terjadi resistensi pada hama tersebut karena insektisida
yang digunakan bersifat tunggal bukan secara ganda atau campuran.
Sedangkan populasi paling rendah pada tiap minggunya adalah pada aplikasi
commit to user
aplikasi dengan konsentrasi paling pekat sehingga mampu untuk
mengendalikan hama Thrips sp.
2. Empoasca sp.
Hama ini memiliki ciri tubuhnya berawarna hijau sampai hijau
kekuningan dengan bercak coklat tua di tengah dan bercak putih di dada .
Kakinya berwarna hijau serta panjang tubuhnya ± 2,5 mm. Empoasca sp.
merupakan hama yang menyerang bagian daun tanaman tomat. Menurut
Pracaya (1991), Empoasca sp. biasanya menyerang tanaman dari keluarga
Malvaceae seperti bunga sepatu dan okra. Kadang juga pelompat daun tersebut
menyerang keluarga Solanaceae (tomat, terung, cabai) dan keluarga
Leguminosae (buncis dan kacang panjang). Empoasca sp. yang masih nimfa
maupun yang sudah dewasa menghisap daun. Pada siang hari hama tersebut
tetap tinggal di bawah permukaan daun. Akibat dari serangan dari hama ini
yaitu akan timbul bercak pada daun yang berwarna putih dan mengelompok,
seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Serangan Empoasca sp
Tabel 2. Populasi Empoasca sp.pada tanaman tomat
Perlakuan Rata-rata Populasi Empoasca sp.
Cuka kayu dengan konsentrasi 10% ± 1 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 5% ± 2 ab
Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% ± 3 b
Petak Pembanding ± 6 c
Kontrol ± 7 c
Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%
Tabel 2. menunjukkan bahwa populasi hama Empoasca sp. pada
tanaman tomat paling tinggi adalah pada perlakuan kontrol. Pada kontrol
commit to user
20
Sedangkan aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 5% tidak berbeda nyata
dengan aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10% dan 2,5%. Namun dapat
dlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi cuka kayu maka jumlah Empoasca sp.
semakin rendah. Hasil ini menunjukan bahwa aplikasi cuka kayu pada tanaman
tomat mampu mengendalikan Empoasca sp. Menurut Gautama (2005), bahwa
cuka kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada proses
pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida organik
yang ramah lingkungan.
Gambar 4. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Empoasca sp.
Gambar 4. menunjukkan bahwa populasi Empoasca sp. pada semua
perlakuan cenderung meningkat pada setiap minggunya. Walaupun populasi
Empoasca sp. meningkat pada setiap minggunya dengan aplikasi cuka kayu
dapat mengendalikan populasi Empoasca sp. tidak meningkat banyak.
Populasi Empoasca sp. paling tinggi pada minggu ke delapan adalah pada
kontrol yakni sebanyak 16 ekor. Sedangkan populasi terendah pada minggu ke
delapan adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10% yaitu
sebanyak 3 ekor. Konsentrasi 10% merupakan konsentrasi yang paling tinggi
dan menunjukkan cuka kayu yang diaplikasikan lebih pekat dibandingkan
dengan perlakuan lain. Sehingga dengan konsentrasi yang lebih pekat ini maka
lebih efektif untuk mengusir Empoasca sp. yang ada pada tanaman tomat.
commit to user
dalam cuka kayu dalam jumlah besar antara lain adalah asam asetat, asam
format, metil alkohol, aseton dan metil asetat dan fenol. Hendra (1992),
mengungkapkan bahwa adanya senyawa asam-asam kayu dan senyawa fenol
cuka kayu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioinsektisida.
3. Ulat grayak (Spodoptera litura)
Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu jenis hama
pemakan daun yang sangat penting. Kehilangan hasil akibat serangan hama
tersebut dapat mencapai 80% (Marwoto dan Suharsono, 2008). Pengamatan
ulat grayak dilakukan pada saat fase larva. Menurut Kalshoven (1981),
sistematika klasifikasi ulat grayak yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Sub famili : Amphipyrinae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F
Hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup
luas atau banyak inang. Salah satu tanaman inangnya yaitu tanaman tomat.
Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa
epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak
tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah tomat. Biasanya larva berada
di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok.
Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis
commit to user
22
Gambar 5. Serangan S. litura
Sifat polifag pada Spodoptera litura ini menyebabkan pengendalian
hama tersebut cukup sulit. Sehingga dengan pengendalian menggunakan cuka
kayu diharapkan dapat mengendalikan hama tersebut. Aplikasi cuka kayu
dilakukan setiap satu minggu sekali dan pada Tabel 3. mengambarkan populasi
Spodoptera litura.
Tabel 3. Populasi S.litura pada tanaman tomat
Perlakuan Rata-rata Populasi S.litura
Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%
Berdasarkan Tabel 3. menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata
pada setiap perlakuan. Pada petak pembanding dan kontrol jumlah S.litura
diperoleh nilai tertinggi. Pada petak penbanding diperoleh nilai tertinggi
dikarenakan pestisida kimia yang diaplikasikan merupakan pestisida yang
sering digunakan untuk mengendalikan S.litura selain itu di dalam
penyemprotan juga harus tepat waktu dan tepat dosis. Menurut Djojosumarto
(2008), suatu jenis pestisida jika digunakan terus-menerus menyebabkan
terjadinya resistensi berlangsung lebih cepat jika dibandingkan dengan
penggunaan pestisida secara bergantian dari kelompok kimia dan cara kerja
yang berbeda.
Berdasarkan Tabel 3. peralakuan cuka kayu dengan konsetrasi 10%
merupakan perlakuan yang paling baik karena mampu menekan populasi
S.litura pada pertanaman tomat. Perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan
perlakuan cuka kayu dengan konsentrasi 2,5%. Sedangkan perlakuan cuka
kayu dengan konsentrasi 5% tidak berbeda nyata dengan petak pembanding
dan perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena petak pertanaman pada
commit to user
Gambar 6. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi S. litura
Berdasarkan Gambar 6. menunjukkan bahwa pada petak pembanding
populasi S. litura semakin meningkat tiap minggunya dan pada minggu ke
delapan populasinya paling tinggi. Populasi yang paling tinggi berikutnya
adalah pada kontrol. Untuk aplikasi cuka kayu konsentrasi 5% pada minggu ke
5 dan ke 6 populasi S. litura cukup tinggi karena pada saat itu S. litura bertelur
pada petak perlakuan tersebut. Untuk populasi S. litura yang paling sedikit
adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10%. Konsentrasi 10%
merupakan konsentrasi yang paling tinggi dan menunjukkan cuka kayu yang
diaplikasikan lebih pekat dibandingkan dengan perlakuan lain. Menurut
Hendra (1992) cuka kayu mengandung senyawa asam-asam kayu dan senyawa
fenol sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioinsektisida. Sehingga
dengan aplikasi cuka kayu 10% lebih efektif untuk mengusir S. litura yang ada
pada tanaman tomat karena kandungan asam dan fenolnya juga lebih tinggi.
4. Ulat buah (Helicoverpa amigera)
Ulat buah merupakan hama yang cukup penting pada tanaman tomat,
khususnya pada fase generatif. Pengamatan ulat buah ini dilakukan pada saat
fase larva. Menurut Pracaya (1995) hama ini memiliki ciri-ciri panjang tubuh
± 4 cm dan bisa lebih panjang. Warna ulat ini bervariasi dari hijau, hijau
kekuningan, hijau kecoklatan, dan hijau kecoklatan hampir hitam. Pada badan
commit to user
24
tubuhnya berbulu halus. Ulat buah yang menyerang pada tanaman tomat adalah
Helicoverpa amigera. Hama ini mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Lepidoptera
Family : Noctuidae
Genus : Helicoverpa
Species : H. amigera
Ulat ini menyerang tomat yang masih muda, sehingga apabila buah
sudah tua tampak berlubang-lubang dan biasanya menjadi busuk karena infeksi
(Bernadinus dan Wahyu, 2002). Satu buah tomat biasanya hanya diserang oleh
satu ulat H. amigera saja. Sesuai dengan pernyataan Pracaya (1995), bahwa
ulat H. amigera memilki sifat kanibal sehingga satu buah untuk satu ulat saja.
Buah tomat yang diserang berlubang dan ulat buah bersembunyi di dalam
buah. H. amigera bisa berpindah ke buah lain apabila buah yang dimakan
sudah habis bagian dalamnya atau ulat tersebut merasa terganggu/tidak
nyaman. Perpindahan H. amigera ini hanya pada buah yang letaknya
berdekatan dengan buah yang diserang sebelumnya bisa dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Gejala Serangan H. amigera
Tabel 4. Populasi Helicoverpaamigera pada tanaman tomat
Perlakuan Rata-rata Populas H. amigera
Cuka kayu dengan konsentrasi 10% ± 1 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 5% ± 1 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% ± 1 a
Kontrol ± 6 b
Petak Pembanding ± 9 c
commit to user
Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa semua perlakuan berbeda
nyata terhadap petak pembanding dan kontrol. Petak pembanding juga berbeda
nyata dengan kontrol. Sedangkan antara aplikasi cuka kayu masing-masing
konsentrasi 10%, 5% dan 2,5% tidak berpengaruh nyata. Jumlah ulat buah
paling tinggi adalah pada petak pembanding. Karena pada petak pembanding
menggunakan insektisida sintetis dalam pengendalian H. amigera menurut
Hadiyani et al. (1993) didalam pengendalian H. amigera menggunakan
pestisida sintetis perlu memperhatikan cara penyemprotan yang benar karena
H.amigera yang menyerang tanaman tomat bisa resisten terhadap pestisida
sintetik bila penyemprotan tidak memperhatikan aturan yang dianjurkan.
Aplikasi cuka kayu meberikan pengaruh nyata dalam pengendalian H. amigera
pada tanaman tomat. Menurut Nurhayati (2000), cuka kayu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pestisida. Hal ini didasarkan pada komponen kimia destilatnya
yang relatif sama dengan formula kimia yang terdapat pada jenis pestisida
tertentu. Sebagai contoh, formulasi senyawaan turunan fenol dan alkohol pada
destilat terdapat juga pada kelompok desinfektan dan herbisida yang dijual
dipasaran.
Gambar 8. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi H. amigera
Gambar 8. menunjukkan bahwa populasi ulat buah pada semua
perlakuan semakin meningkat pada tiap minggunya. Populasi ulat buah pada
minggu ke enam paling tinggi adalah pada kontrol. Selanjutnya pada minggu
commit to user
26
membuktikan bahwa populasi H. amigera pada tanaman tomat yang diberi
aplikasi cuka kayu tergolong rendah. Sehingga dapat dikatakan aplikasi cuka
kayu ini dapat mengendalikan laju populasi H. amigera. Namun didalam
aplikasi cuka kayu saat penyemprotan perlu diperhatikan, karena menurut
Pracaya (1995), ulat H. amigera ini menyerang buah tomat masuk ke dalam
buah.Pada aplikasi cuka kayu, populasi H. amigera paling rendah adalah pada
aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10%. Konsentrasi 10% merupakan
konsentrasi yang paling tinggi dan menunjukkan cuka kayu yang diaplikasikan
lebih pekat dibandingkan dengan perlakuan lain.
C. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil uji F pada umur 1 MST sampai 8 MST. Pada kontrol, aplikasi
cuka kayu 10%, 5%, dan 2,5% dan petak pembanding (perlakuan petani/kimia)
tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tomat (lampiran 2). Namun ini
merupakan hasil yang bagus karena tinggi tanaman dengan sistem budidaya
organik dan secara konvensional tidak berbeda nyata. Diduga pada perlakuan
konvensional pupuk NPK yang diberikan mengandung unsur N yang tersedia dan
langsung dapat diserap oleh akar tanaman. Sedangkan pada sistem budidaya
organik dengan pemupukan urinsa dan PGPR juga meberikan unsur hara yang
cukup pada tanaman sehingga dapat mempercepat pertumbuhan tanaman.
Dwijosaputro (1992) menyatakan bahwa bila ketersediaan unsur hara cukup maka
pembentukan jaringan tanaman dapat berjalan baik dan cepat, dengan demikian
pembentukan organ tanaman akan meningkat pula.
Menurut Yatagai (2002), komponen kimia cuka kayu ini berperan sebagai
pemacu pertumbuhan tanaman yaitu komponen asam asetat, metanol, furfural
dan sebagai inhibitor dari komponen phenol, asam, danguaiakol. Namun
berdasarkan grafik tinggi tanaman tomat (Gambar 9.) tinggi tanaman tomat semua
perlakuan pada minggu terakhir (ke delapan) cenderung sama. Sehingga dapat
dikatakan bahwa aplikasi cuka kayu pada tanaman tomat dengan konsentrasi yang
berbeda cenderung tidak mempengaruhi tinggi tanaman tomat. Siarudin dan
commit to user
berpengaruh sangat nyata pada peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman sengon.
Sehingga perlu adanya kombinasi perlakuan cuka kayu untuk memperoleh tinggi
tanaman yang maksimal.
Gambar 9. Grafik tinggi tanaman tomat tiap minggu
Berdasarkan grafik tinggi tanaman (Gambar 9.) menunjukkan bahwa
tinggi tanaman tomat pada semua perlakuan mengalami peningkatan pada tiap
minggunya. Pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% memberikan
respon bagus pada awal pertumbuhan ini berbeda dengan aplikasi cuka kayu 10%
dan kontrol dimana pada awal pertumbuhan tidak bagus. Namun bila dilihat pada
minggu terakhir (minggu ke delapan) aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 2,5%
paling rendah tingginya. Untuk aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 5% tinggi
tanamannya lebih tinggi yaitu 72,4 cm bila dibandingkan dengan aplikasi cuka
kayu 2,5% dan 10% yang tingginya masing-masing 68,8 cm dan 71,8 cm.
Sedangkan tanaman paling tinggi yaitu pada petak pembanding yaitu 76,7 cm ini
dikarenakan unsur N dapat diserap dengan baik oleh tanaman. Menurut Tjahyadi
(1989), unsur N berperan dalam merangsang pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan, mendorong pembentukan daun, dan batang tanaman.
D. Jumlah buah
Jumlah buah merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman yang
commit to user
28
Berdasarkan uji F jumlah buah pertanaman tomat memberikan beda nyata
terhadap petak pembanding (Tabel 5.).
Tabel 5. Jumlah buah pada per tanaman tomat
Perlakuan Jumlah buah pertanaman
Kontrol 13,16 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% 14,12 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 10% 17,37 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 5% 20,24 a
Petak Pembanding 33,5 b
Keterangan: Angka-angka pada tiap baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%
Berdasarkan Tabel 5. menunjukkan bahwa pada petak pembanding
diperoleh jumlah buah yang paling banyak sedangkan jumlah buah tomat yang
paling sedikit terdapat pada kontrol. Desianan dan Alivia (2010), menyatakan
bahwa dengan aplikasi pupuk NPK, hasil pada pertumbuhan batang dan daun
menjadi lebih besar dan hasil buah juga banyak karena tanaman mampu menyerap
P tersedia yang terdapat pada pupuk NPK. Namun pupuk organik juga bisa
optimal (lebih cepat menghasilkan buah) bila digunakan pada tanaman tomat
dengan penambahan pelarut P.
Berdasarkan Tabel 5. Juga dapat diketahui bahwa cuka kayu berpengaruh
terhadap jumlah buah yang dihasilkan. Jumlah buah tebanyak terdapat pada
aplikasi cuka kayu 5% dengan jumlah buah sebanyak 20,24.
Gambar 10. Rata-rata jumlah buah tomat
Berdasarkan histogram rata-rata jumlah buah tomat (Gambar 10.)
commit to user
semua perlakuan. Jumlah buah tomat dari minggu ke lima sampai minggu ke
delapan, paling tinggi adalah pada petak pembanding (perlakuan kimia). Pada
minggu ke delapan rata-rata jumlah tomat pada perlakuan tersebut mencapai 60
Menurut Sutrisno dan Mardiantino (2012), aplikasi cuka kayu selain merangsang
pertumbuhan dan menguatkan akar, daun dan batang pada sayuran dan tanaman
pokok juga dapat mempertinggi kualitas dan memperbanyak buah.
E. Kadar Klorofil
Kadar klorofil daun berpengaruh terhadap hasil tanaman. Karena klorofil
daun digunakan tanaman untuk proses fotosintesa. Pengukuran klorofil daun
dilakukan pada 2 MST sampai 8 MST menggunakan klorofilmeter. Pengukuran
dilakukan pada 2 MST karena untuk mengetahui pengaruh pemupukan dan
penyemprotan cuka kayu terhadap zat hijau daun. Pada Tabel 6. Disajikan data
kadar klorofil daun per tanaman.
Tabel 6. Kadar klorofil daun
Perlakuan Kadar Klorofil
Kontrol 46.26 a
Cuka kayu dengan konsentrasi 10% 42.74 a
Petak Pembanding 50.17 b
Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% 52.61 bc
Cuka kayu dengan konsentrasi 5% 54.06 c
Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.
Berdasarkan Tabel 6. menunjukkan bahwa kadar klorofil paling tinggi
adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 5%. Perlakuan tersebut tidak
berbeda nyata dengan aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 2,5%. Aplikasi cuka
commit to user
30
pembanding. Sedangkan kadar klorofil paling rendah adalah pada perlakuan
aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10%. Perlakuan tersebut tidak berpengaruh
nyata dengan perlakuan kontrol.
Pada cuka kayu konsentrasi 5% memberikan kandungan klorofil yang
tertinggi ini juga menujukan pada tinggi tanaman tomat dengan aplikasi cuka
kayu 5% memberikan tinggi yang terbaik daripada aplikasi cuka kayu lainya.
Rifai (1996), menyatakan bahwa kandungan klorofil menjadi salah satu molekul
berperan utama dalam proses fotosintesis dimana dalam proses tersebut mebentuk
senyawa-senyawa yang dibutukan tanaman untuk petumbuhan. Sehingga dengan
kandungan klorofil pada daun yang tinggi akan pberpengaruh terhadap
pertumbuhan suatu tanaman.
Gambar 11. Rata-rata kadar klorofil pada tanaman tomat
Gambar 11. menunjukkan bahwa kadar klorofil daun pada tanaman tomat
paling tinggi adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 5%. Sedangkan
kadar klorofil paling rendah adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi
10%. Menurut Komarayati dan Erdy (2011) konsentrasi cuka kayu sebesar 2%
dan 3% tidak memberikan perbedaan nyata, oleh karena itu pemberian cuka kayu
sebesar 2% sudah dapat meningkatkan pertumbuh tanaman. Sehingga dengan
aplikasi cuka kayu 5% akan dapat memberikan hasil pertumbuhan yang lebih
optimal karena dengan aplikasi cuka kayu 5% tanaman masih toleran dan mampu
menyerap zat yang dikandung cuka kayu dan kandungan klorofilnya juga tinggi.
Selain aplikasi cuka kayu pemupukan juga berpengaruh terhadap kadar klorofil
PP P0 P1 P2 P3
kadar klorofil 50.17 45.92 42.74 54.07 52.61