• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

SKRIPSI

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU

TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

Oleh Mukhlas Ariesta

H.0708173

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU

TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh Mukhlas Ariesta

H 0708173

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(3)

commit to user

SKRIPSI

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU

TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

Mukhlas Ariesta H0708173

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Subagiya, MP NIP. 196102271988031004

Ir. YV. Pardjo NS, MS NIP. 194903231980101001

Surakarta, Januari 2013 Mengetahui Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian Dekan,

(4)

commit to user

SKRIPSI

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU

TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK

yang dipersiapkan dan disusun oleh Mukhlas Ariesta

H0708173

telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal: 10 Januari 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Agroteknologi

Susunan Tim Penguji:

Ketua Anggota I Anggota II

Dr. Ir. Subagiya, M.P. NIP. 196102271988031004

Ir. YV. Pardjo NS, M.S NIP. 194903231980101001

Prof.Dr.Ir. Sholahuddin, M.S NIP. 195610081980031003

(5)

commit to user

i

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian sekaligus penyusunan skripsi ini. Dalam penulisan

skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Ir. Subagiya, MP selaku pembimbing utama yang telah memberikan

banyak arahan, masukan, saran, ide dan nasehat untuk penulisan skripsi ini.

3. Ir. YV. Pardjo NS, MS selaku pembimbing pendamping sekaligus

pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam

penulisan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ir. Sholahuddin, MS selaku dosen pembahas yang telah banyak

memberikan masukan dan bimbingan dalam penulisan skripsi.

5. Ibunda dan ayahanda tercinta, yang telah memberikan kasih sayang yang tak

terhingga, doa, nasehat, dan dukungan.

6. Teman-temanku seperjuangan Agroteknologi Angkatan 2008 atas

kebersamaan yang telah kita lalui dengan penuh suka dan duka.

7. Laboran di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman yang telah banyak

membantu dalam pelaksanaan analisis laboratorium.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

diharapkan agar dapat lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca

pada umumnya. Amin.

Surakarta, Januari 2013

(6)

commit to user

ii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

RINGKASAN ... viii

SUMMARY ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Tanaman Tomat ... 4

B. Sistem Pertanian Organik ... 5

C. Cuka Kayu ... 6

D. Hama Tanman Tomat ... 7

E. Hipotesis ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 10

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 10

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 10

C. Cara Kerja Penelitian ... 10

D. Peubah Pengamatan ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

A. Kondisi Umum ... 15

B. Jenis dan Populasi Hama Tanaman Tomat ... 16

C. Tinggi Tanaman ... 26

D. Jumlah Buah ... 27

E. Kadar Klorofil... 29

(7)

commit to user

iii

G. Efektivitas Cuka Kayu Terhadap Mortalitas Spodoptera litura ... 35

H. Pengaruh Cuka Kayu Terhadap Kemampuan Makan Spodoptera litura . 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39 A. Kesimpulan ... 39

B. Saran ... 38

(8)

commit to user

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Judul dalam Teks Halaman

1. Populasi Thrips sp.pada tanaman tomat ... 17

2. Populasi Empoasca sp.pada tanaman tomat ... 19

3. Populasi S.litura pada tanaman tomat ... 22

4. Populasi Helicoverpaamigera pada tanaman tomat ... 24

5. Jumlah buah pada per tanaman tomat ... 28

6. Kadar klorofil daun ... 29

7. Berat buah tomat layak pada panen pertama ... 32

8. Berat buah tomat tidak layak pada panen pertama ... 34

9. Efektifitas cuka kayu terhadap mortalitas S.litura ... 36

(9)

commit to user

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul dalam Teks Halaman

1 Gejala Serangan Thrips sp... 17

2 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Thrips sp... 18

3 Serangan Empoasca sp... 19

4 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Empoasca sp... 19

5 Serangan S. litura... 21

6 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi S. litura... 23

7 Gejala Serangan H. amigera... 24

8 Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi H. amigera... 25

9 Grafik tinggi tanaman tomat tiap minggu... 27

10 Rata-rata jumlah buah tomat... 28

11 Rata-rata kadar klorofil pada tanaman tomat... 30

12 Jumlah buah tomat layak pada panen pertama... 31

13 Buah tomat yang diserang hama dan buah tomat yang terserang hama membusuk karena infeksi... 33 14 Jumlah buah tidak layak pada panen pertama... 34

15 Grafik pengaruh pemberian cuka kayu terhadap mortalitas S.litura... 37 Judul dalam Lampiran 16 Penyemaian benih tomat ... 56

17 Bibit tomat siap tanam... 56

18 Pembalikan tanah... 56

19 Pembuatan bedengan ... 56

20 Pemberian pupuk dasar... 56

(10)

commit to user

vi

22 Penanaman... 57

23 Tanaman tomat 1 HST... 57

24 Pengajiran... 57

25 Pemupukan... 57

26 Penyemprotan cuka kayu... 57

27 Penyiraman... 57

28 Pengamatan tinggi tanaman... 58

29 Pengamatan kadar klorofil... 58

30 Pengamatan suhu... 58

31 Pengamatan hama tanaman... 58

32 Ulat buah (H. amigera)... 58

33 Ulat grayak hasil riring... 58

34 Empoasca sp... 58

35 Thrips sp... 58

36 Belalang... 59

37 Serangan Liriomyza sp... 59

38 Serangan Aphis sp ... 59

39 Serangan S.litura ... 59

40 Serangan Pseudococcus sp ... 59

41 Serangan Epilachna spp ... 59

42 Rearing imago S. litura... 60

43 Rearing larva S. litura... 60

44 Pengujian mortalitas... 60

(11)

commit to user

vii

46 Penimbangan daun... 60

(12)

commit to user

viii RINGKASAN

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK. Skripsi: Mukhlas Ariesta (H0708173). Pembimbing: Subagiya, YV. Pardjo NS, Sholahuddin. Program Studi: Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Budidaya tomat secara organik biasanya menggunakan pupuk dan pestisida yang berbahan alami. Namun kendala yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT). Sehingga diperlukan alternatif pengendalian OPT secara alami yang dapat menggendalikan OPT dan tentunya juga bersifat ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan penggunaan cuka kayu. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih lanjut tentang kemampuan pestisida alami cuka kayu dalam mengendalikan hama pada tanaman tomat.

Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap yakni (1) aplikasi cuka kayu pada tanaman tomat di lapangan, (2) uji cuka kayu pada ulat grayak (Spodoptera litura) di laboratorium. Penelitian di lapang dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor perlakuan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: sistem budidaya konvensional, sitem budidaya organik, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 10%, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 5%, sistem budidaya organik + cuka kayu konsentrasi 2,5%. Sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap mortalitas dan kemampuan makan ulat grayak (Spodoptera litura). Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu aplikasi cuka kayu.

Keragaman hama yang menyerang tanaman tomat dengan sistem budidaya organik cukup tinggi, antara lain: Helicoverpa armigera, Empoasca sp, Aphis sp.,

Pseudococcus sp, Bemisia tabaci, Valanga nigricornis, Epilachna spp ,Thrips sp,

Liriomyza sp, dan Spodoptera litura. Hama pada tanaman tomat yang populasi

serta intensitas seranganya paling tinggi adalah Thrips sp, Empoasca sp,

Spodoptera litura dan Helicoverpa armigera. Cuka kayu dapat mengendalikan

(13)

commit to user

ix SUMMARY

EFFECT OF WOOD VINEGAR APPLICATION ON PEST AND GROWTH OF TOMATO IN ORGANIC FARMING SYSTEM. Thesis-S1: Mukhlas Ariesta (H0708173). Advisers: Subagiya, YV. Pardjo NS, Sholahuddin. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Cultivation of organic tomatoes usually use fertilizers and pesticides with natural ingridient. But the obstacles often encountered in organic farming is a crop pests (OPT). So that the necessary alternative to control pests naturally to controling pests and must also be environmentally friendly. One alternative control is to use wood vinegar. The study was conducted to examine more about the capabilities of natural pesticides in controlling pests of wood vinegar contained in tomato plants.

This research was conducted with 2 phases: (1) application of wood vinegar on tomato in the field, (2) wood vinegar test armyworm (Spodoptera litura) in the laboratory. Field research was conducted using a complete randomized block design (CRBD) with one factor treatment.The treatments that was given such as: conventional cultivation systems, organic farming system, organic farming systems + concentration of 10% wood vinegar, organic farming systems + wood vinegar concentration of 5%, organic farming systems + wood vinegar concentration of 2.5%. While laboratory studies conducted to determine the effect of application wood vinegar on mortality and the ability to eat armyworm

(Spodoptera litura). The study was conducted using a completely randomized

design (CRD) with one factor treatment is the application of wood vinegar.

Diversity of pests that attack tomato in organic farming system is high, such

as: Helicoverpa armigera, Empoasca sp, Aphis sp, Pseudococcus sp, Bemisia

tabaci, Valanga nigricornis, Epilachna sp, Thrips sp, Liriomyza sp., dan

Spodoptera litura,. The highest pest populations and damage intensities on tomato

plants were Thrips sp, Empoasca sp, Spodoptera litura and Helicoverpa

armigera. Wood vinegar can control pest populations on tomatoes, the best

(14)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu komoditas sayuran

yang mengandung vitamin A dan vitamin C cukup tinggi. Tomat juga merupakan

salah satu komoditas pertanian yang sangat bermanfaat bagi tubuh karena

mengandung berbagai mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

kesehatan. Buah tomat mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Buah

tomat merupakan komoditas multiguna yang berfungsi sebagai sayuran, bumbu

masak, buah meja, penambah nafsu makan, bahan pewarna makanan, sampai

kepada bahan kosmetik dan obat-obatan. Sebagai sumber mineral, buah tomat

dapat bermanfaat untuk pembentukan tulang dan gigi (zat kapur dan fospor),

sedangkan zat besi (Fe) yang terkandung di dalam buah tomat dapat berfungsi

untuk pembentukan sel darah merah atau hemoglobin. Selain itu tomat

mengandung zat potassium yang sangat bermanfaat untuk menurunkan gejala

tekanan darah tinggi (Cahyono 2005).

Namun, sistem budidaya petani untuk meningkatkan hasil tomat

kebanyakan melalui sistem intesifikasi dengan penggunaan pupuk kimia yang

berlebihan dengan tujuan mendapatkan hasil tomat yang tinggi. Penggunaan

pupuk anorganik dalam jangka yang relatif lama umumnya berakibat buruk pada

kondisi tanah. Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan

cepat menjadi asam yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman

(Indrakusuma 2000). Dengan penerapan sistem budidaya yang menggunakan

bahan kimia sintetik ini juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem

dan dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak lingkungan. Selain itu buah

tomat yang dihasilkan juga mengadung toksik yang tidak menyehatkan bagi

manusia. Sehingga petani mulai menerapkan sistem budidaya organik mengingat

adanya kesadaran petani serta berbagai pihak yang bergerak dalam bidang

pertanian akan pentingnya kesehatan dan keberlanjutan lingkungan.

Budidaya secara organik biasanya menggunakan pupuk dan pestida yang

berbahan alami. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar dari alam

(15)

commit to user

2

dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Pupuk organik

bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan tanah. Penggunaan pupuk organik juga

tidak meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi manusia

(Ismawati 2003).

Masalah utama yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik

adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama di daerah tropis

karena kondisi iklim tropis akan sangat mendukung perkembangan OPT. Oleh

karena itu, diperlukan pengendalian OPT yang intensif, antara lain dengan

menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida kimia sintetis dilarang dalam

sistem pertanian organik karena dampak negatif penggunaan pestisida sintetis

meliputi polusi lingkungan (kontaminasi tanah, air, dan udara), serangga hama

menjadi resisten, resurgen maupun toleran terhadap pestisida, serta dampak

negatif lainnya sehingga dalam budidaya tomat organik ini menggunakan

pestisida hayati yang terbuat dari destilasi asap pada pembuatan arang sekam.

Hasil destilasi dari asap ini dinamakan gas cuka kayu, ini merupakan terobosan

baru dimana sebelumnya belum termanfaatkan sebagai bahan pengendalian hama

ataupun penyakit di lahan sawah.

Penggunaan pestisida alami cuka kayu apakah dapat mengendalikan hama

yang terdapat pada tanaman tomat. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian

mengenai pengaruh sistem budidaya organik dan aplikasi cuka kayu terhadap

jumlah dan keragaman hama serta pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Selain

itu juga untuk mengetahui dosis cuka kayu yang paling baik untuk mengendalikan

hama-hama penting pada ekosistem sayuran tomat organik.

B. Perumusan Masalah

Sistem budidaya tanaman tomat di Indonesia masih cenderung menerapkan

sistem pertanian konvensional yaitu masih menggunakan bahan-bahan kimia

sintetis yang berlebih dalam pemupukan maupun pengendalian OPT (Organisme

Penggangu Tanaman). Penggunaan bahan-bahan kimia ini dengan tujuan

mendapatkan hasil panen yang maksimal. Namun disisi lain, hal ini dapat

menyebabkan kerusakan lingkungan, merusak ekosistem, bahkan membunuh

(16)

commit to user

tertarik dengan menerapkan sistem pertanian organik karena bersifat ramah

lingkungan dan menyehatkan tubuh bila dikonsumsi. Pertanian organik yang

diterapkan yaitu sistem pertanian yang murah dan ramah lingkungan, karena

menggunakan kompos, urin sapi, dan PGPR. Selain penggunaan bahan-bahan di

atas diperlukan pula pestisida alami dalam menanggulangi OPT. Salah satu

pestisida alami yang mulai digunakan adalah cuka kayu. Cuka kayu diperoleh dari

proses destilasi dari asap dalam pembuatan arang sekam. Namun penggunaan

cuka kayu saat ini belum diketahui keefektifannya. Berdasarkan permasalahan

tersebut maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1. Hama apa saja dan bagaimana populasi hama yang menyerang pada sistem

budidaya tanaman tomat secara organik dengan aplikasi cuka kayu?

2. Berapa konsentrasi yang tepat dalam aplikasi cuka kayu untuk mengendalikan

hama pada tanaman tomat?

3. Bagaimana pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat secara

organik aplikasi cuka kayu?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui macam dan populasi hama yang menyerang pada sistem

budidaya tanaman tomat secara organik dengan aplikasi cuka kayu

b. Mengetahui konsentrasi cuka kayu yang tepat didalam mengendalikan

hama pada tanaman tomat.

c. Mengetahui pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat

organik dengan aplikasi cuka kayu.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan

rekomendasi kepada petani mengenai pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap

serangan hama dan pertumbuhan tanaman tomat dengan sistem budidaya

(17)

commit to user

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tanaman Tomat

Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan.

Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung vitamin dan mineral

yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat juga mengandung

karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Buah tomat juga adalah komoditas yang

multiguna berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu

makan, minuman, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan

obat-obatan. Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicon (Lycopersicum)

Species : Lycopersicon esculentum (Pudjiatmoko 2011).

Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengandung

vitamin A dan vitamin C cukup tinggi. Produktivitas tomat Provinsi Jawa Tengah

sebesar 11,93 ton/ha, lebih rendah dibandingkan provinsi lain, seperti Jawa Barat

dan Jawa Timur yaitu 20,25 ton/ha dan 13,35 ton/ha (Direktorat Jenderal Bina

Produksi Hortikultura 2006).

Tomat (Lycopersicon esculentum) merupakan salah satu jenis sayuran

yang bermanfaat karena mengandung vitamin dan mineral yang berguna bagi

tubuh dan kesehatan manusia. Konsumsi tomat segar dan olahan meningkat

diikuti oleh meningkatnya kesadaran petani dan konsumen untuk mendapatkan

produk pertanian yang berkualitas. Pemerintah melalui Pusat Standardisasi dan

Akreditasi Departemen Pertanian telah menetapkan standar mutu buah tomat

dengan nomor SNI 01-3162-1992 untuk standar mutu buah tomat segar dan

standar mutu tomat olahan dengan nomor SNI 01-4217-196 (Wiryanta 2004).

(18)

commit to user

Penelitian tomat oleh Hilman dan Nurtika (1992), menunjukkan bahwa

pemberian pupuk kandang 20 t/ha dapat meningkatkan bobot buah dan jumlah

buah tomat. Pupuk kandang dalam penelitian diatas tidak dijadikan kompos

terlebih dahulu atau tanpa bantuan suatu mikroorganisma. Demikian juga

penelitian Rahardjo et al. (2003), pemberian pupuk organik berupa sampah kota

dan sampah desa dapat meningkatkan tinggi tanaman dan produksi buah tomat

(Atanitokyo 2008).

B.Sistem Pertanian Organik

Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik,

menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik

meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia.

Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya

alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebaliknya, sistem

pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan

pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun

agroekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik (Anonim 2007).

Sistem pertanian organik itu tergantung dengan pembangunan dan

perawatan keanekaragaman hewan-hewan dan serangga. Kerusakan dari hama

tidak bisa dihindarkan tetapi kejadian ini ditoleransikan karena ini memang proses

alami. Walaupun begitu, dengan keseimbangan keanekaragaman hayati bersama

dengan kehadiran hama akan menghasilkan kehadiran musuh alami hama itu, dan

musuh alami ini akan menghalangi populasi hama dari menjadi terlalu besar dan

kemudian menghalangi kerusakan panen dari mencapai tingkat tinggi

(Winnet 2011).

Istilah pertanian organik telah menghimpun seluruh imajinasi petani

bersama-sama konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab

menghindarkan bahan kimia (pestisida dan herbisida) dan pupuk kimia yang

bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan memperoleh kondisi lingkungan yang

sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksitanaman yang

(19)

commit to user

6

sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Dengan demikian

pertanian organic merupakan suatu gerakan “kembali ke alam” (Sutanto 2002).

C.Cuka Kayu

Cuka kayu (Bahasa Inggris: wood vinegar, pyroligneous acid)

adalah cairan berwarna coklat pekat dan berbau sangit yang diperoleh

dari distilasi asap yang dihasilkan dari proses pembuatan arang kayu. Komponen

utama yang terdapat dalam cuka kayu adalah asam asetat dan metanol, dan

karenanya zat ini pernah digunakan sebagai sumber komersial untuk asam asetat.

Cuka kayu yang disimpan beberapa lama dan diencerkan dengan air, jika

disiramkan ke daun atau sekitar akar tumbuhan bisa dimanfaatkan untuk

membantu metabolisme tumbuhan tersebut. Meskipun demikian, cuka kayu tidak

bisa dianggap sebagai pupuk dalam arti konvensional karena cuka kayu tidak

mengandung unsur hara (Wikipedia 2010).

Cuka kayu yang digunakan adalah cuka kayu ’crude’ yang disaring lebih

dahulu untuk memisahkan tar terlarut yaitu pada konsentrasi 2,5%. Uji coba

pemanfaatan dilakukan pada budidaya tanaman padi jenis Ciherang di sawah

milik petani seluas 5000 m dengan cara penyemprotan setelah padi berumur 1

bulan hingga menjelang masa panen. Lamanya uji coba mulai dari pembibitan

sampai panen diperlukan waktu 3 bulan. Parameter yang diamati meliputi

penyakit dan hama, berat gabah kering panen dan beras hasil gilingan. Untuk

mengetahui efektifitas pemanfaatan cuka kayu, digunakan zat pertumbuhan

tanaman jenis boster energi dan kontrol sebagai pembanding (Nurhayati dan

Yelin 2009).

Menurut Yatagai (2002), komponen kimia cuka kayu berperan sebagai

pemercepat pertumbuhan tanaman yaitu komponen asam, metanol, furfural dan

sebagai inhibitor dari komponen phenol, asam, guaiakol. Menurut Nurhayati

(2000) bahwa sifat cuka kayu mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan

jamur. Sehingga cuka kayu dapat digunakan sebagai pestida alami pada tanaman.

Aplikasi mikoriza dan cuka kayu berpengaruh sangat nyata pada

peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman sengon. Pada penelitian ini bertujuan

(20)

commit to user

kayu dan mikoriza dan diperoleh hasil pertumbuhan tinggi semai sengon secara

berurutan dari yang tertinggi didapat pada aplikasi cuka kayu (tinggi rata-rata

75,48 cm dan riap tinggi 66,62 cm), aplikasi mikoriza (tinggi rata-rata 66,44 cm

dan riap tinggi 59,22 cm) dan kontrol (tinggi rata-rata 58,92 cm dan riap tinggi

52,48 cm) (Siarudin dan Endah 2007).

Tren penggunaan pestisida di dunia sudah mengarah ke pestisida alami

sehingga pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida nabati pun mulai dilirik. Hal

ini ditunjang oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pestisida nabati

cukup efektif dan ramah lingkungan (Kardinanet al. 1994).

D.Hama Tanaman Tomat

Hama-hama yang menyerang tanaman sayuran tomat organik relatif yang

menyerang sayuran secara umum yaitu diserang oleh hama-hama Aphis sp,

Thrips, Aulocophora similis, pengorok daun (Liriomyza sp.) pada stadia vegetaif,

dan hama Bemisia tabacci, Heliothis armigera, dan lalat buah pada fase

reproduktif (Haryanto et al. 2007).

Hasil panen tomat yang berkualitas ditentukan oleh pemilihan benih

unggul, pemeliharaan, pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit

tanaman. Hama utama tanaman tomat seperti Spodoptera litura dan Helicoverpa

armigera mampu menurunkan produktivitas tanaman tomat secara signifikan

(Kalshoven 1981).

Salah satu OPT penting pada tanaman tomat yang sangat responsif

terhadap pemupukan ialah kutukebul, Bemisia tabaci Genn. Bemisia tabaci dapat

menimbulkan kerusakan secara langsung dan tidak langsung. Kerusakan secara

langsung sebagai akibat aktivitas makannya, yaitu (1) penutupan stomata oleh

embun madu yang dikeluarkan nimfa, dan embun jelaga yang tumbuh pada

lapisan embun madu tersebut, seperti Cladosporium spp. dan Alternaria spp., (2)

pembentukan bintik klorotik pada daun sebagai akibat kerusakan sebagian

jaringan karena tusukan stilet, (3) pembentukan pigmen antosianin, dan (4) daun

berguguran, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Hoddle 2003).

Kerusakan secara tidak langsung, B. tabaci merupakan vektor penyakit virus

(21)

commit to user

8

Dari sekian banyak organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang

menyerang tanaman tomat, ulat buah tomat Helicoverpa armigera Hubn.

(Lepidoptera: Noctuidae) dianggap sebagai hama utama. Serangan H.armigera

biasanya terjadi pada musim kemarau yang dapat mengakibatkan kehilangan hasil

sebesar 52% (Setiawati 1991).

Menurut Semangun (1989), interaksin nematoda dengan tanaman inang

menimbulkan gejala yang khas pada bagian akar di bawah permukaan tanah.

Tumbuhan yang terserang biasanya menunjukkan gejala pertumbuhan yang tidak

normal, seperti kerdil dan cendrung layu pada hari-hari panas, sedangkan akarnya

akan mengalami pembengkakan dengan berbagai macam bentuk. Serangan pada

tanaman tomat terutama terjadi pada tanah yang bertekstur kasar atau berpasir. Di

samping memperlemah tanaman, nematoda ini dapat juga menurunkan produksi.

Pada populasi yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan hasil sebanyak 25- 50%

(Rahayu dan Mukidjo 1977) .

Dalam budidaya tanaman tomat perlu diperhatikan hama-hama yang sering

menyerang tanaman tomat. Hama-hama tersebut dapat menurunkan produksi dan

merugikan, hama tersebut diantaranya: ulat buah tomat (Heliothis armigera

Hubner), Kutu daun (Aphis sp), Kutu putih , Kutu daun (Thrips sp), Lalat buah,

dan Tungau merah (Atanitokyo 2008).

Pengendalian secara kimiawi dengan pestisida sintetik merupakan cara

yang sering dilakukan oleh petani untuk mengatasi serangan hama karena

mempunyai tingkat keberhasilan tinggi tetapi terdapat pula dampak negatif berupa

resistensi, ledakan hama sekunder dan akumulasi residu kimia pada hasil panen

dan lingkungan yang membahayakan konsumen dan agroekosistem

(Departemen Pertanian 2000).

Terjadinya resistensi pada suatu jenis hama akan meningkatkan dosis dan

frekuensi insektisida yang digunakan sehingga terjadi pemborosan dan

pencemaran serius terhadap lingkungan. Perkembangan resistensi lebih cepat

terjadi pada insektisida tunggal dibandingkan dengan insektisida ganda atau

(22)

commit to user

E.Hipotesis

1. Diduga macam dan populasi hama pada pada tanaman tomat dengan sistem

budidaya organik banyak jumlahnya.

2. Konsentrasi cuka kayu yang tepat diduga 10% didalam mengendalikan hama

pada tanaman tomat.

3. Diduga pertumbuhan dan hasil pada sistem budidaya tanaman tomat organik

dengan aplikasi cuka kayu lebih baik dibandingkan dengan sistem budidaya

(23)

commit to user

10

III. METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai September 2012 yang

bertempat di Desa Beku, Karanganom, Klaten dan Laboratorium Hama dan

Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B.Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih tomat, cuka

kayu dengan tiga konsentrasi yang berbeda, mulsa, ajir, kompos, urinsa plus,

PGPR dan rafia. Bahan lain yang digunakan yaitu air bersih, alkohol, dan

formalin 10%.

Adapun alat yang digunakan antara lain: cangkul, sprayer gendong, ember,

penggaris atau meteran, jaring, klorofilmeter, kaca pembesar, flakon, timbangan

analitik dan camera digital.

C.Cara Kerja Penelitian 1. Perancangan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak

Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor perlakuan. Penelitian ini

terdiri dari 5 perlakuan.. Tiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali ulangan.

Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

a) Sistem budidaya konvensional (sesuai perlakuan petani setempat) (PP)

b) Sitem budidaya organik (P0)

c) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 10% (P1)

d) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 5% (P2)

e) Sitem budidaya organik + aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5% (P3)

Sedangkan penelitian di laboratorium dilakukan untuk mengetahui

pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap mortalitas dan kemampuan makan ulat

grayak (Spodoptera litura). Penelitian dilakukan dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu aplikasi

cuka kayu. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

(24)

commit to user

a) Kontrol (P0)

b) Aplikasi cuka kayu konsentrasi 10% (P1)

c) Aplikasi cuka kayu konsentrasi 5% (P2)

d) Aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5% (P3)

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan uji F dengan taraf 0,05 kemudian

dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/

DMRT) taraf 5% untuk membandingkan kelimpahan hama pada kelima

perlakuan dan membadingkan pertumbuhan serta hasil dari 5 perlakuan.

3. Pelaksanaan Penelitian

a. Penentuan lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih di Desa Beku, Kecamatan Karanganom,

Kabupaten Klaten dengan luas lahan 800 m2. Lahan yang digunakan

merupakan lahan yang baru pertama kalinya diterapkan sistem budidaya

organik.

b. Pengolahan lahan sawah

Lahan sawah yang akan digunakan diolah tanahnya kemudain diberi

tambahan pupuk kompos untuk sistem budidaya organik dan pupuk TSP,

ZA dan KCL untuk sistem budidaya secara konvensional. Lahan yang sudah

diolah tanahnya dibuat bedengan-bedengan sejumlah 15 bedeng dengan tiap

perlakuan diberi jarak 5 meter. Bedengan-bedengan tersebut ditutup dengan

mulsa plastik hitam perak.

c. Penyiapan bibit Tomat

Bibit tomat disiapkan dalam polybag kecil yang ditanam dari biji

kemudian setelah umur 21 hari setelah tanam baru dipindah pada lahan yang

sudah disiapkan.

d. Penentuan sampel

Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan sistem acak. Satu

bedengan diambil 6 sampel tanaman. Sehingga jumlah sampel yang

digunakan pada semua perlakuan yaitu 90 tanaman tomat yang merupakan

(25)

commit to user

12

e. Pemupukan dan Aplikasi Pestisida

Pemupukan dilakukan setiap seminggu sekali pada sistem budidaya

organik dengan aplikasi urinsa dan PGPR. Urinsa merupakan pupuk organik

cair yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Sedangkan PGPR

merupakan pupuk hayati untuk memacu pertumbuhan tanaman serta

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan pemyakit tanaman.

Kemudian aplikasi cuka kayu juga dilakukan setiap seminggu sekali.

Sedangkan pada sistem budidaya konvensional (sesuai perlakuan petani

setempat) pemupukan menggunakan pupuk NPK mutiara setiap 2 minggu

sekali dan untuk pengendalian hama mengguanakan insektisida kimia

(sintetis).

f. Pengamatan hama pada tanaman

Pengamatan hama dilakukan secara langsung dengan cara menghitung

semua hama yang aktif atau tampak pada tanaman sampel. Apabila

ditemukan hama yang belum diketahui maka diambil dan dibawa ke

laboratorium untuk diidentifikasi. Pengamatan dilakukan setiap seminggu

sekali mulai jam 07.00 sampai jam 12.00 dan dimulai 1 minggu setelah

tanam hingga panen pertama (minggu ke delapan).

g. Pengamatan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat

Pengamatan pertumbuhan tanaman tomat meliputi, tinggi tanaman,

kadar klorofil, dan jumlah buah per tanaman. Pengamatan dilakukan secara

manual yaitu menghitung langsung di lahan. Pengamatan dimulai pada

minggu pertama setelah tanam hingga panen pertama. Pengamatan hasil

meliputi jumlah buah layak dan tidak layak serta berat total hasil panen pada

setiap perlakuan tanaman sampel. Pengamatan hasil dilakukan setelah panen

dengan menghitung dan menimbang buah pada tanaman dari panen

pertama.

h. Uji Laboratorium

Percobaan di laboratorium dilakukan dengan menggunakan larva S.

litura instar II yang berasal dari hasil pembiakan massal dengan dua jenis

(26)

commit to user

makan larva. Uji laboratorium untuk pengujian mortalitas dilakukan di

dalam wadah perlakuan sebanyak 10 larva per wadah. Larva diberi pakan

daun kacang panjang yang telah dicelupkan ke dalam cuka kayu sesuai

konsentrasi perlakuan yang telah ditentukan pada hari pertama sampai

kesepuluh.

Sedangkan untuk uji kemampuan makan, larva yang digunakan hanya

satu ekor larva instar II. Larva diberi pakan sehelai daun kacang panjang

yang telah ditimbang terlebih dahulu dan kemudian dicelupkan ke dalam

cuka kayu. Setelah itu diamati perkembangan kemampuan makan larva

setelah diaplikasi cuka kayu dengan menimbang daun kacang panjang untuk

melihat seberapa besar larva S. litura dapat makan dan sejauh mana cuka

kayu dapat menurunkan kemampuan makan larva.

D. Peubah Pengamatan 1. Jenis dan populasi hama pada tanaman tomat

Pengamatan populasi hama dilakukan dengan mengamati semua hama

yang ditemukan pada tanaman tomat serta menghitung jumlah keseluruhan

masing-masing jenis hama yang ditemukan setiap minggunya sampai panen

pertama. Pengamatan yang dilakukan meliputi semua hama yang ditemukan

pada tanaman tomat dengan cara membandingkan dengan gambar yang

diperoleh dari buku maupun dari internet yang didasarkan pada

sumber-sumber pustaka. Apabila ada hama yang belum diketahui maka diambil dan

dimasukkan dalam flakon yang telah diberi alkohol kemudian diidentifikasi

di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman. Sedangkan perhitungan

populasi hama hanya dilakukan pada hama utama saja. Pengamatan hama

dilakukan pada fase saat hama tersebut menyerang tanaman tomat.

2. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun

tertinggi menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 2

(27)

commit to user

14

3. Jumlah Buah pertanaman

Jumlah buah pada satu tanaman diamati dari buah pertama yang

muncul asilkan sampai pemanenan pertama. Jumlah buah dihitung pada tiap

minggu.

4. Kadar klorofil daun

Kadar klorofil daun diukur menggunakan alat klorofil meter

pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui apakah cuka kayu dan

pemupukan mempengaruhi zat hijau daun. Pengamatan dilakukan pada 2

MST. Daun yang diukur kadar klorofilnya adalah 3 daun teratas pada setiap

tanaman.

5. Hasil panen pada setiap perlakuan

Panen dilakukan dengan memetik buah tomat yang berwarna

kekuning-kunigan dan oranye. Hasil panen meliputi jumlah buah yang

matang dan bobot hasil panen per tanaman. Jumlah buah diketahui dengan

menghitung buah tomat layak dan tidak layak dari panen pertama.

Sedangkan bobot hasil panen diketahui dengan cara menimbang buah hasil

panen pada masing-masing tanaman pada tiap perlakuan.

6. Efektivitas cuka kayu terhadap mortalitas Spodoptera litura

Mortalitas larva, dengan cara menghitung jumlah larva yang mati

setiap hari. Persentase mortalitas larva S.litura dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

M = x 100 %

M adalah mortalitas (%), n adalah jumlah larva yang mati (ekor), dan

N adalah jumlah larva yang diuji (ekor).

7. Pengaruh Cuka Kayu terhadap Kemampuan Makan S. litura

Pengamatan terhadap uji kemampuan makan meliputi perhitungan

berat daun sebelum dan sesudah dimakan oleh larva S.litura di dalam toples.

Penimbangan daun dilakukan sebelum dan sesudah dimakan oleh S.litura.

Sehingga dapat diketahui berat daun yang dimakan oleh larva S.litura

(28)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah di Kolekan, Beku,

Karanganom, Klaten dan di Laboratorium Hama Penyakit Tanaman. Lahan sawah

yang digunakan merupakan lahan yang baru pertama kalinya diterapkan sistem

budidaya organik. Pengamatan yang dilakukan di lahan sawah antara lain:

populasi hama yang meyerang pada tanaman tomat, tinggi tanaman, kadar klorofil

daun, jumlah buah dan hasil panen. Sedangkan pengamatan yang dilakukan di

Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman yaitu uji mortalitas dan kemampuan

makan ulat grayak (Spodoptera litura) dengan kondisi lingkungan yang

terkontrol, suhu ruang yang normal dan tanpa pancaran dari sinar matahari.

Percobaan di laboratorium merupakan tindak lanjut dari percobaan di lapangan.

Percobaan ini bertujuan untuk menguji keefektifan cuka kayu dalam

mengendalikan ulat grayak (Spodoptera litura). Karena hama tersebut merupakan

hama yang cukup memberikan dampak kerusakan pada tanaman tomat.

Kondisi lingkungan di lahan sawah pada minggu pertama dan kedua

terjadi hujan 1 minggu sekali. Kemudian pada minggu ke-tiga sampai panen

(minggu ke-8) tidak terjadi hujan dan suhu lingkungan rata-rata tiap minggu

mencapai 350C. Alimin (2011), menjelaskan bahwa suhu dan kelembaban udara

yang semakin meningkat mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan

OPT. Serangga hama dan mikroba termofilik (menyukai kondisi panas) lebih

diuntungkan dan hama dapat berekspansi ke wilayah lain dengan kondisi

peralihan musim ini.

Pada kondisi musim kemarau ini terjadi kekeringan sehingga pengairan

pada lahan dilakukan dengan mengambil air melalui sumur bor. Pengairan

dilakukan setiap minggu sekali agar kebutuhan air bagi tanaman tercukupi. Pada

petak pembanding pemupukan dilakukan sesuai perlakuan petani setempat yakni

dengan pemupukan dasar TSP, ZA, dan KCL. Selanjutnya sebagai pemupukan

perawatan menggunakan pupuk NPK mutiara. Untuk pengendalian hama

menggunakan insektisida kimia (sintetis). Sedangkan pada budidaya organik

(29)

commit to user

16

pemupukan tanaman dilakukan seminggu sekali dengan menggunakan urinsa

(urin sapi fermentasi) dan PGPR (Plant Grow Promoting Rhizobium) dengan cara

dikocorkan. Urinsa merupakan pupuk organik cair yang dapat memacu

pertumbuhan tanaman. Sedangkan PGPR merupakan pupuk hayati untuk memacu

pertumbuhan tanaman serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan

pemyakit tanaman. Sedangkan aplikasi cuka kayu juga dilakukan seminggu sekali

dengan disemprotkan.

B. Jenis dan Populasi Hama Tanaman Tomat

Dalam budidaya tanaman tomat perlu diperhatikan hama-hama yang sering

menyerang tanaman tomat. Hama-hama tersebut dapat menurunkan produksi dan

merugikan (Atanitokyo 2008). Pada penelitian ini dijumpai beberapa hama yang

menyerang tanaman tomat, antara lain: ulat buah tomat (Helicoverpa amigera),

kutu daun (Aphis sp), kutu putih (Pseudococcus sp), kutu kebul (Bemisia tabaci),

Empoasca sp., belalang (Valanga nigricornis), Thrips sp, kumbang daun

(Epilachna spp), penggorok daun (Liriomyza sp.), dan ulat grayak (Spodoptera

litura). Selain hama terdapat pula musuh alami, yakni laba-laba dan kumbang

buas. Musuh alami tersebut juga mempengaruhi populasi hama yang terdapat

pada tanaman tomat.

Dari beberapa hama tersebut yang jumlah populasinya dan intensitas

seranganya paling banyak antara lain:

1. Thrips sp.

Thrips sp. merupakan hama yang penting pada tanaman tomat. Menurut

Pracaya (1991), hama ini memilki ciri-ciri panjang tubuhnya 1-2 mm dengan

warna hitam, bergaris merah dan nimfanya berwarna putih atau kuning.

Pengamataan Thrips sp. dilakukan pada fase nimfa sampai imago. Hama

Thrips sp. menyerang bagian daun tanaman tomat. Menurut Indiati (2004)

Nimfa dan serangga dewasa mengisap cairan permukaan daun dengan mulut

pengisapnya, sehingga permukaan atas daun berbintik-bintik keputihan dan

permukaan bawah daun menjadi nekrotik. Gejala muncul sejak tanaman masih

muda yang dicirikan dengan daun-daun yang mengerut (Gambar 1.). Serangan

(30)

commit to user

tanaman karena dapat menyebabkan jaringan tanaman rusak dan menghambat

pertumbuhan tanaman. Selain itu hama ini juga dapat menyebarkan virus

ketanaman yang diserangnya sehingga menyebabkan bercak pada daun.

Gambar 1. Gejala serangan Thrips sp.

Menurut Kartasapoetra (1987) klasifikasi Thrips sp. adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Thysanoptera

Famili : Thripidae

Genus : Thrips

Spesies : Thrips sp.

Hama ini muncul pada minggu ke empat setelah tanam, dimana pada

kondisi ini merupakan kondisi peralihan musim penghujan ke musim kemarau.

Pada kondisi tersebut hama ini menyerang tanaman tomat dalam jumlah yang

banyak.

Tabel 1. Populasi Thrips sp.pada tanaman tomat

Perlakuan Rata-rata Populasi Thrips sp.

Cuka kayu dengan konsentrasi 10% ± 3 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 5% ± 4 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% ± 6 a

Kontrol ± 7 a

Petak Pembanding ± 34 b

Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.

Tabel 1. menunjukkan bahwa populasi hama Thrips sp. pada tanaman

(31)

commit to user

18

Pada petak pembanding populasi Thrips sp. berbeda nyata dengan semua

perlakuan. Sedangkan kontrol tidak berbeda nyata dengan aplikasi cuka kayu

konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%. Namun dapat dilihat bahwa pada kontrol

menunjukkan populasi Thrips sp. tertinggi dibandingkan dengan dengan

aplikasi cuka kayu konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%. Artinya bahwa aplikasi

cuka kayu memberikan dampak penurunan populasi hama Thrips sp. jika

dibandingkan dengan kontrol (tanpa aplikasi cuka kayu).

Gambar 2. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Thrips sp.

Berdasarkan histogram populasi hama Thrips sp. (Gambar 2.)

menunjukkan bahwa pada semua perlakuan, populasi Thrips sp. cenderung

meningkat pada tiap minggunya. Populasi Thrips sp. paling tinggi setiap

minggunya adalah pada petak pembanding. Populasi Thrips sp. paling tinggi

pada petak pembanding adalah pada minggu ke enam yakni 46 ekor. Padahal

pada petak pembanding juga dilakukan pengendalian hama menggunakan

isektida kimia namun jumlah hama tetap mengalami peningkatan. Menurut

Sutrisno (1987) ini terjadi resistensi pada hama tersebut karena insektisida

yang digunakan bersifat tunggal bukan secara ganda atau campuran.

Sedangkan populasi paling rendah pada tiap minggunya adalah pada aplikasi

(32)

commit to user

aplikasi dengan konsentrasi paling pekat sehingga mampu untuk

mengendalikan hama Thrips sp.

2. Empoasca sp.

Hama ini memiliki ciri tubuhnya berawarna hijau sampai hijau

kekuningan dengan bercak coklat tua di tengah dan bercak putih di dada .

Kakinya berwarna hijau serta panjang tubuhnya ± 2,5 mm. Empoasca sp.

merupakan hama yang menyerang bagian daun tanaman tomat. Menurut

Pracaya (1991), Empoasca sp. biasanya menyerang tanaman dari keluarga

Malvaceae seperti bunga sepatu dan okra. Kadang juga pelompat daun tersebut

menyerang keluarga Solanaceae (tomat, terung, cabai) dan keluarga

Leguminosae (buncis dan kacang panjang). Empoasca sp. yang masih nimfa

maupun yang sudah dewasa menghisap daun. Pada siang hari hama tersebut

tetap tinggal di bawah permukaan daun. Akibat dari serangan dari hama ini

yaitu akan timbul bercak pada daun yang berwarna putih dan mengelompok,

seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Serangan Empoasca sp

Tabel 2. Populasi Empoasca sp.pada tanaman tomat

Perlakuan Rata-rata Populasi Empoasca sp.

Cuka kayu dengan konsentrasi 10% ± 1 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 5% ± 2 ab

Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% ± 3 b

Petak Pembanding ± 6 c

Kontrol ± 7 c

Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%

Tabel 2. menunjukkan bahwa populasi hama Empoasca sp. pada

tanaman tomat paling tinggi adalah pada perlakuan kontrol. Pada kontrol

(33)

commit to user

20

Sedangkan aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 5% tidak berbeda nyata

dengan aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10% dan 2,5%. Namun dapat

dlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi cuka kayu maka jumlah Empoasca sp.

semakin rendah. Hasil ini menunjukan bahwa aplikasi cuka kayu pada tanaman

tomat mampu mengendalikan Empoasca sp. Menurut Gautama (2005), bahwa

cuka kayu adalah cairan yang berasal dari asap hasil pembakaran pada proses

pembuatan arang kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai insektisida organik

yang ramah lingkungan.

Gambar 4. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Empoasca sp.

Gambar 4. menunjukkan bahwa populasi Empoasca sp. pada semua

perlakuan cenderung meningkat pada setiap minggunya. Walaupun populasi

Empoasca sp. meningkat pada setiap minggunya dengan aplikasi cuka kayu

dapat mengendalikan populasi Empoasca sp. tidak meningkat banyak.

Populasi Empoasca sp. paling tinggi pada minggu ke delapan adalah pada

kontrol yakni sebanyak 16 ekor. Sedangkan populasi terendah pada minggu ke

delapan adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10% yaitu

sebanyak 3 ekor. Konsentrasi 10% merupakan konsentrasi yang paling tinggi

dan menunjukkan cuka kayu yang diaplikasikan lebih pekat dibandingkan

dengan perlakuan lain. Sehingga dengan konsentrasi yang lebih pekat ini maka

lebih efektif untuk mengusir Empoasca sp. yang ada pada tanaman tomat.

(34)

commit to user

dalam cuka kayu dalam jumlah besar antara lain adalah asam asetat, asam

format, metil alkohol, aseton dan metil asetat dan fenol. Hendra (1992),

mengungkapkan bahwa adanya senyawa asam-asam kayu dan senyawa fenol

cuka kayu dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioinsektisida.

3. Ulat grayak (Spodoptera litura)

Ulat grayak (Spodoptera litura) merupakan salah satu jenis hama

pemakan daun yang sangat penting. Kehilangan hasil akibat serangan hama

tersebut dapat mencapai 80% (Marwoto dan Suharsono, 2008). Pengamatan

ulat grayak dilakukan pada saat fase larva. Menurut Kalshoven (1981),

sistematika klasifikasi ulat grayak yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Noctuidae

Sub famili : Amphipyrinae

Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F

Hama ini bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup

luas atau banyak inang. Salah satu tanaman inangnya yaitu tanaman tomat.

Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa

epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak

tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah tomat. Biasanya larva berada

di permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok.

Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis

(35)

commit to user

22

Gambar 5. Serangan S. litura

Sifat polifag pada Spodoptera litura ini menyebabkan pengendalian

hama tersebut cukup sulit. Sehingga dengan pengendalian menggunakan cuka

kayu diharapkan dapat mengendalikan hama tersebut. Aplikasi cuka kayu

dilakukan setiap satu minggu sekali dan pada Tabel 3. mengambarkan populasi

Spodoptera litura.

Tabel 3. Populasi S.litura pada tanaman tomat

Perlakuan Rata-rata Populasi S.litura

Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%

Berdasarkan Tabel 3. menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata

pada setiap perlakuan. Pada petak pembanding dan kontrol jumlah S.litura

diperoleh nilai tertinggi. Pada petak penbanding diperoleh nilai tertinggi

dikarenakan pestisida kimia yang diaplikasikan merupakan pestisida yang

sering digunakan untuk mengendalikan S.litura selain itu di dalam

penyemprotan juga harus tepat waktu dan tepat dosis. Menurut Djojosumarto

(2008), suatu jenis pestisida jika digunakan terus-menerus menyebabkan

terjadinya resistensi berlangsung lebih cepat jika dibandingkan dengan

penggunaan pestisida secara bergantian dari kelompok kimia dan cara kerja

yang berbeda.

Berdasarkan Tabel 3. peralakuan cuka kayu dengan konsetrasi 10%

merupakan perlakuan yang paling baik karena mampu menekan populasi

S.litura pada pertanaman tomat. Perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan

perlakuan cuka kayu dengan konsentrasi 2,5%. Sedangkan perlakuan cuka

kayu dengan konsentrasi 5% tidak berbeda nyata dengan petak pembanding

dan perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena petak pertanaman pada

(36)

commit to user

Gambar 6. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi S. litura

Berdasarkan Gambar 6. menunjukkan bahwa pada petak pembanding

populasi S. litura semakin meningkat tiap minggunya dan pada minggu ke

delapan populasinya paling tinggi. Populasi yang paling tinggi berikutnya

adalah pada kontrol. Untuk aplikasi cuka kayu konsentrasi 5% pada minggu ke

5 dan ke 6 populasi S. litura cukup tinggi karena pada saat itu S. litura bertelur

pada petak perlakuan tersebut. Untuk populasi S. litura yang paling sedikit

adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10%. Konsentrasi 10%

merupakan konsentrasi yang paling tinggi dan menunjukkan cuka kayu yang

diaplikasikan lebih pekat dibandingkan dengan perlakuan lain. Menurut

Hendra (1992) cuka kayu mengandung senyawa asam-asam kayu dan senyawa

fenol sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioinsektisida. Sehingga

dengan aplikasi cuka kayu 10% lebih efektif untuk mengusir S. litura yang ada

pada tanaman tomat karena kandungan asam dan fenolnya juga lebih tinggi.

4. Ulat buah (Helicoverpa amigera)

Ulat buah merupakan hama yang cukup penting pada tanaman tomat,

khususnya pada fase generatif. Pengamatan ulat buah ini dilakukan pada saat

fase larva. Menurut Pracaya (1995) hama ini memiliki ciri-ciri panjang tubuh

± 4 cm dan bisa lebih panjang. Warna ulat ini bervariasi dari hijau, hijau

kekuningan, hijau kecoklatan, dan hijau kecoklatan hampir hitam. Pada badan

(37)

commit to user

24

tubuhnya berbulu halus. Ulat buah yang menyerang pada tanaman tomat adalah

Helicoverpa amigera. Hama ini mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Order : Lepidoptera

Family : Noctuidae

Genus : Helicoverpa

Species : H. amigera

Ulat ini menyerang tomat yang masih muda, sehingga apabila buah

sudah tua tampak berlubang-lubang dan biasanya menjadi busuk karena infeksi

(Bernadinus dan Wahyu, 2002). Satu buah tomat biasanya hanya diserang oleh

satu ulat H. amigera saja. Sesuai dengan pernyataan Pracaya (1995), bahwa

ulat H. amigera memilki sifat kanibal sehingga satu buah untuk satu ulat saja.

Buah tomat yang diserang berlubang dan ulat buah bersembunyi di dalam

buah. H. amigera bisa berpindah ke buah lain apabila buah yang dimakan

sudah habis bagian dalamnya atau ulat tersebut merasa terganggu/tidak

nyaman. Perpindahan H. amigera ini hanya pada buah yang letaknya

berdekatan dengan buah yang diserang sebelumnya bisa dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Gejala Serangan H. amigera

Tabel 4. Populasi Helicoverpaamigera pada tanaman tomat

Perlakuan Rata-rata Populas H. amigera

Cuka kayu dengan konsentrasi 10% ± 1 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 5% ± 1 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% ± 1 a

Kontrol ± 6 b

Petak Pembanding ± 9 c

(38)

commit to user

Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa semua perlakuan berbeda

nyata terhadap petak pembanding dan kontrol. Petak pembanding juga berbeda

nyata dengan kontrol. Sedangkan antara aplikasi cuka kayu masing-masing

konsentrasi 10%, 5% dan 2,5% tidak berpengaruh nyata. Jumlah ulat buah

paling tinggi adalah pada petak pembanding. Karena pada petak pembanding

menggunakan insektisida sintetis dalam pengendalian H. amigera menurut

Hadiyani et al. (1993) didalam pengendalian H. amigera menggunakan

pestisida sintetis perlu memperhatikan cara penyemprotan yang benar karena

H.amigera yang menyerang tanaman tomat bisa resisten terhadap pestisida

sintetik bila penyemprotan tidak memperhatikan aturan yang dianjurkan.

Aplikasi cuka kayu meberikan pengaruh nyata dalam pengendalian H. amigera

pada tanaman tomat. Menurut Nurhayati (2000), cuka kayu dapat dimanfaatkan

sebagai bahan pestisida. Hal ini didasarkan pada komponen kimia destilatnya

yang relatif sama dengan formula kimia yang terdapat pada jenis pestisida

tertentu. Sebagai contoh, formulasi senyawaan turunan fenol dan alkohol pada

destilat terdapat juga pada kelompok desinfektan dan herbisida yang dijual

dipasaran.

Gambar 8. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi H. amigera

Gambar 8. menunjukkan bahwa populasi ulat buah pada semua

perlakuan semakin meningkat pada tiap minggunya. Populasi ulat buah pada

minggu ke enam paling tinggi adalah pada kontrol. Selanjutnya pada minggu

(39)

commit to user

26

membuktikan bahwa populasi H. amigera pada tanaman tomat yang diberi

aplikasi cuka kayu tergolong rendah. Sehingga dapat dikatakan aplikasi cuka

kayu ini dapat mengendalikan laju populasi H. amigera. Namun didalam

aplikasi cuka kayu saat penyemprotan perlu diperhatikan, karena menurut

Pracaya (1995), ulat H. amigera ini menyerang buah tomat masuk ke dalam

buah.Pada aplikasi cuka kayu, populasi H. amigera paling rendah adalah pada

aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10%. Konsentrasi 10% merupakan

konsentrasi yang paling tinggi dan menunjukkan cuka kayu yang diaplikasikan

lebih pekat dibandingkan dengan perlakuan lain.

C. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan hasil uji F pada umur 1 MST sampai 8 MST. Pada kontrol, aplikasi

cuka kayu 10%, 5%, dan 2,5% dan petak pembanding (perlakuan petani/kimia)

tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tomat (lampiran 2). Namun ini

merupakan hasil yang bagus karena tinggi tanaman dengan sistem budidaya

organik dan secara konvensional tidak berbeda nyata. Diduga pada perlakuan

konvensional pupuk NPK yang diberikan mengandung unsur N yang tersedia dan

langsung dapat diserap oleh akar tanaman. Sedangkan pada sistem budidaya

organik dengan pemupukan urinsa dan PGPR juga meberikan unsur hara yang

cukup pada tanaman sehingga dapat mempercepat pertumbuhan tanaman.

Dwijosaputro (1992) menyatakan bahwa bila ketersediaan unsur hara cukup maka

pembentukan jaringan tanaman dapat berjalan baik dan cepat, dengan demikian

pembentukan organ tanaman akan meningkat pula.

Menurut Yatagai (2002), komponen kimia cuka kayu ini berperan sebagai

pemacu pertumbuhan tanaman yaitu komponen asam asetat, metanol, furfural

dan sebagai inhibitor dari komponen phenol, asam, danguaiakol. Namun

berdasarkan grafik tinggi tanaman tomat (Gambar 9.) tinggi tanaman tomat semua

perlakuan pada minggu terakhir (ke delapan) cenderung sama. Sehingga dapat

dikatakan bahwa aplikasi cuka kayu pada tanaman tomat dengan konsentrasi yang

berbeda cenderung tidak mempengaruhi tinggi tanaman tomat. Siarudin dan

(40)

commit to user

berpengaruh sangat nyata pada peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman sengon.

Sehingga perlu adanya kombinasi perlakuan cuka kayu untuk memperoleh tinggi

tanaman yang maksimal.

Gambar 9. Grafik tinggi tanaman tomat tiap minggu

Berdasarkan grafik tinggi tanaman (Gambar 9.) menunjukkan bahwa

tinggi tanaman tomat pada semua perlakuan mengalami peningkatan pada tiap

minggunya. Pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% memberikan

respon bagus pada awal pertumbuhan ini berbeda dengan aplikasi cuka kayu 10%

dan kontrol dimana pada awal pertumbuhan tidak bagus. Namun bila dilihat pada

minggu terakhir (minggu ke delapan) aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 2,5%

paling rendah tingginya. Untuk aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 5% tinggi

tanamannya lebih tinggi yaitu 72,4 cm bila dibandingkan dengan aplikasi cuka

kayu 2,5% dan 10% yang tingginya masing-masing 68,8 cm dan 71,8 cm.

Sedangkan tanaman paling tinggi yaitu pada petak pembanding yaitu 76,7 cm ini

dikarenakan unsur N dapat diserap dengan baik oleh tanaman. Menurut Tjahyadi

(1989), unsur N berperan dalam merangsang pertumbuhan tanaman secara

keseluruhan, mendorong pembentukan daun, dan batang tanaman.

D. Jumlah buah

Jumlah buah merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman yang

(41)

commit to user

28

Berdasarkan uji F jumlah buah pertanaman tomat memberikan beda nyata

terhadap petak pembanding (Tabel 5.).

Tabel 5. Jumlah buah pada per tanaman tomat

Perlakuan Jumlah buah pertanaman

Kontrol 13,16 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% 14,12 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 10% 17,37 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 5% 20,24 a

Petak Pembanding 33,5 b

Keterangan: Angka-angka pada tiap baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5. menunjukkan bahwa pada petak pembanding

diperoleh jumlah buah yang paling banyak sedangkan jumlah buah tomat yang

paling sedikit terdapat pada kontrol. Desianan dan Alivia (2010), menyatakan

bahwa dengan aplikasi pupuk NPK, hasil pada pertumbuhan batang dan daun

menjadi lebih besar dan hasil buah juga banyak karena tanaman mampu menyerap

P tersedia yang terdapat pada pupuk NPK. Namun pupuk organik juga bisa

optimal (lebih cepat menghasilkan buah) bila digunakan pada tanaman tomat

dengan penambahan pelarut P.

Berdasarkan Tabel 5. Juga dapat diketahui bahwa cuka kayu berpengaruh

terhadap jumlah buah yang dihasilkan. Jumlah buah tebanyak terdapat pada

aplikasi cuka kayu 5% dengan jumlah buah sebanyak 20,24.

Gambar 10. Rata-rata jumlah buah tomat

Berdasarkan histogram rata-rata jumlah buah tomat (Gambar 10.)

(42)

commit to user

semua perlakuan. Jumlah buah tomat dari minggu ke lima sampai minggu ke

delapan, paling tinggi adalah pada petak pembanding (perlakuan kimia). Pada

minggu ke delapan rata-rata jumlah tomat pada perlakuan tersebut mencapai 60

Menurut Sutrisno dan Mardiantino (2012), aplikasi cuka kayu selain merangsang

pertumbuhan dan menguatkan akar, daun dan batang pada sayuran dan tanaman

pokok juga dapat mempertinggi kualitas dan memperbanyak buah.

E. Kadar Klorofil

Kadar klorofil daun berpengaruh terhadap hasil tanaman. Karena klorofil

daun digunakan tanaman untuk proses fotosintesa. Pengukuran klorofil daun

dilakukan pada 2 MST sampai 8 MST menggunakan klorofilmeter. Pengukuran

dilakukan pada 2 MST karena untuk mengetahui pengaruh pemupukan dan

penyemprotan cuka kayu terhadap zat hijau daun. Pada Tabel 6. Disajikan data

kadar klorofil daun per tanaman.

Tabel 6. Kadar klorofil daun

Perlakuan Kadar Klorofil

Kontrol 46.26 a

Cuka kayu dengan konsentrasi 10% 42.74 a

Petak Pembanding 50.17 b

Cuka kayu dengan konsentrasi 2,5% 52.61 bc

Cuka kayu dengan konsentrasi 5% 54.06 c

Keterangan: Angka-angka pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 6. menunjukkan bahwa kadar klorofil paling tinggi

adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 5%. Perlakuan tersebut tidak

berbeda nyata dengan aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 2,5%. Aplikasi cuka

(43)

commit to user

30

pembanding. Sedangkan kadar klorofil paling rendah adalah pada perlakuan

aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 10%. Perlakuan tersebut tidak berpengaruh

nyata dengan perlakuan kontrol.

Pada cuka kayu konsentrasi 5% memberikan kandungan klorofil yang

tertinggi ini juga menujukan pada tinggi tanaman tomat dengan aplikasi cuka

kayu 5% memberikan tinggi yang terbaik daripada aplikasi cuka kayu lainya.

Rifai (1996), menyatakan bahwa kandungan klorofil menjadi salah satu molekul

berperan utama dalam proses fotosintesis dimana dalam proses tersebut mebentuk

senyawa-senyawa yang dibutukan tanaman untuk petumbuhan. Sehingga dengan

kandungan klorofil pada daun yang tinggi akan pberpengaruh terhadap

pertumbuhan suatu tanaman.

Gambar 11. Rata-rata kadar klorofil pada tanaman tomat

Gambar 11. menunjukkan bahwa kadar klorofil daun pada tanaman tomat

paling tinggi adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi 5%. Sedangkan

kadar klorofil paling rendah adalah pada aplikasi cuka kayu dengan konsentrasi

10%. Menurut Komarayati dan Erdy (2011) konsentrasi cuka kayu sebesar 2%

dan 3% tidak memberikan perbedaan nyata, oleh karena itu pemberian cuka kayu

sebesar 2% sudah dapat meningkatkan pertumbuh tanaman. Sehingga dengan

aplikasi cuka kayu 5% akan dapat memberikan hasil pertumbuhan yang lebih

optimal karena dengan aplikasi cuka kayu 5% tanaman masih toleran dan mampu

menyerap zat yang dikandung cuka kayu dan kandungan klorofilnya juga tinggi.

Selain aplikasi cuka kayu pemupukan juga berpengaruh terhadap kadar klorofil

PP P0 P1 P2 P3

kadar klorofil 50.17 45.92 42.74 54.07 52.61

Gambar

Grafik tinggi tanaman tomat tiap minggu................................
Gambar 1. Gejala serangan Thrips sp.
Gambar 2. Pengaruh aplikasi cuka kayu terhadap populasi Thrips sp.  Berdasarkan histogram populasi hama Thrips sp
Tabel 2. Populasi Empoasca sp. pada tanaman tomat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pilih menu Edit > New > String Value dan beri nama sesuai dengan username yang digunakan di Windows (contohnya: Chippers) Klik ganda pada value tersebut dan masukkan path

Kondisi suhu muka laut pada wilayah perairan Indonesia di sebelah Utara khatulistiwa relatif semakin hangat. Kondisi ini memperbesar kemungkinan munculnya daerah pusat tekanan rendah,

Penelitian ini dilakukan untuk menilai pengetahuan pasien tentang antibiotik generik, faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik generik dan pengaruh

Dibawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi dua cabang, cabang bagian anterior menjadi arteri dorsalis pedis yang dapat dipalpasi di bagian dorsum pedis,

Individu in casu adalah orang-perorangan atau manusia yang dalam studi hukum HAM internasional (international human rights law) telah dikokohkan statusnya sebagai

Perairan basa (7-9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh

Dari hasil analisis dan perancangan yang dilakukan oleh peneliti, maka akan dihasilkan sebuah proses bisnis baru yang disesuaikan dengan persyaratan SMM ISO 9001:2008 yang

Unsur utama tata letak dalam perwajahan barang-barang cetakan adalah Typografi (huruf), namun dalam hal tertentu misalnya, suatu informasi tidak jelas bila