• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Isi Buku Tuhan Maha Asyik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1.1 Isi Buku Tuhan Maha Asyik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Ideologi Ketuhanan dalam Berbagai Kepentingan: Analis wacana kritis Norman Fairclough dalam Buku Tuhan Maha Asyik Karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

35 BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan melakukan analisis wacana kritis Norman Fairclough terhadap buku Tuhan Maha Asyik karya Sujiwo Tejo dan MN Kamba, mengkaji hasil interview dengan kedua penulis (Sujiwo Tejo dan MN Kamba) serta mengolah semua data yang ada.

1.1Isi Buku Tuhan Maha Asyik

Peneliti mengelompokkan tulisan dalam buku Tuhan Maha Asyik yang

berisi kritik tentang fenomena sosial penggunaan agama untuk berbagai kepentingan. Teks yang dianalisis mulai dari halaman 1-230. Tidak semua bab dalam buku ini akan dianalisis karena tidak semuanya memuat pesan kritik terhadap praktik penggunaan agama untuk berbagai kepentingan. Ada 47 kalimat dalam buku ini yang akan dianalisis dan untuk memudahkan pemahaman, peneliti membagi kalimat-kalimat tersebut sebagai berikut.

Tabel 5.1 Pembagian Kalimat

Kalimat Bab/Halaman No

Agama memberikan dasar teologis bagi perilaku kebudayaan, sedangkan kebudayaan menjadi

dinamisator agama.

Cacing/hal. 42 1

Dengan cara akulturasi demikianlah agama

bertahan hidup dan membangun peradaban. Cacing/hal. 42 2

Keterbukaan agama pada proses akulturasi

memungkinkannya untuk lebih elastis dan fleksibel. Cacing/hal. 43 3

Agama sesungguhnya mengajarkan bahwa wujud merupakan manifestasi Tuhan belaka, maka umat manusia harus menyadari batas-batas perannya hanya sebagai manusia.

(2)

36 Jangan sampai seseorang atau sekelompok orang

melampaui batas dengan adanya otoritas keagamaan membangun interaksi sosial yang mengasumsikan superioritas atas orang-orang yang di luar kelompoknya.

Gincu/hal. 60 5

Dengan dalih melancarkan misi ketuhanan mereka lantas mengabaikan kebijaksanaan dan lebih mementingkan logika kelompok sehingga yang penting adalah merekrut sebanyak mungkin pengikut.

Gincu/hal. 60 6

Tapi, bukan berarti bahwa seseorang berhak

mengklaim diri sebagai gembala bagi orang lain. Gincu/hal. 60 7

Sepertinya ada kesalahan memahami pesan Tuhan terkait kehidupan bersama, baik secara individual maupun sosial.

Gincu/hal. 61 8

Ini berarti bahwa ajaran dalam kitab suci yang kemudian diformulasikan dalam bentuk agama tidak dimaksudkan untuk mengotak-kotakkan manusia kedalam kelompok-kelompok yang saling bermusuhan.

Gincu/hal. 61 9

Teguran lebih khusus ditujukan kepada para pemangku otoritas keagamaan ketika mereka mengklaim diri sebagai hakim penentu kesucian.

Antareja/hal 69 10

Maka, gagasan sertifikasi halal sesungguhnya juga keliru, sebab sangat sulit mengidentifikasikan kesucian objeknya.

Antareja/hal 69 11

Mungkin karenaalasan kesulitan inilah, Tuhan

hanya melarang makanan dan minuman tertentu. Antareja/hal 69 12 Tetapi anehnya otoritas keagamaan malah memberi

(3)

37 dilarang.

Misalnya suatu produk makanan dan minuman menjadi haram karena mengandung unsur babi dan alkohol.

Antareja/hal 69 14

Untuk diketahui, Tuhan hanya melarang secara eksplisit memakan daging babi, tapi otoritas keagamaan malah mengharamkan semua yang terkait dengan babi walau sudah dalam bentuk produk olahan seperti kosmetik dan obat-obatan, termasuk kulitnya yang diolah menjadi produk

fashion.

Antareja/hal 69 15

Para pemangku otoritas keagamaan merasa telah memiliki sudut pandang berketuhanan, ketika mampu dengan fasih menguraikan makna firman Tuhan dalam kitab suci.

Ketombe/hal.89 16

Padahal, mereka hanya menjadikannya sebagai alat untuk memperoleh kepentingan pribadi atau

kelompok.

Ketombe/hal.89 17

Sejarah perkembangan agama-agama menjelaskan proses peralihan dari kesederhanaan ajaran agama menjadi kompleks ketika dari dalam komunitas agama muncul otoritas keagamaan.

Komat-kamit/hal

99 18

Sistem keberagamaan tersebut diklaim sebagai representasi ajaran Tuhan.

Komat-kamit/hal

99 19

Padahal, sistem keberagaman yang diciptakan manusia sama-sekali tidak bisa dibuktikan, apakah

betul merupakan kehendak Tuhan.

Komat-kamit/hal

99 20

Banyaknya institusi keagamaan dalam suatu

masyarakat hanya akan menghalangi umat manusia mendekatkan diri kepada Tuhan.

Komat-kamit/hal

(4)

38 Ini menafsirkan kenyataan bahwa apresiasi terhadap

kreativitas dan inovasi jarang ditemukan di kalangan masyarakat yang terkungkung oleh otoritas keagamaan.

Komat-kamit/hal

99 22

Problem utama mainstream adalah asumsinya yng menafikkan adanya kemungkinan lain diluar diri yang lazim.

Tersesat/hal. 105 23

Oleh karena itu, amat gampang menilai hal diluar

mainstream sebagai sebuah kesesatan. Tersesat/hal. 105 24

Tapi, lebih tidak waras jika agama dan atas nama Tuhan menjadi alasan bagi manusia untuk saling membenci dan menyakiti.

Diri (1)/110 25

Gagasan inilah yang hendak ditanakan oleh para

pendiri bangsa dalam sila pertama. Diri (2)/120 26 Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti yang

absolut, yang harus menjadi asas tunggal berbangsa dan bernegara.

Diri (2)/120 27

Dalam negara yang berketuhanan tidak ada tempat bagi mereka yang tidak memiliki rasa cinta, tidak berperilaku memberi, tidak memiliki semangat pengorbanan.

Diri (2)/121 28

Dalam negara yang berketuhanan tidak ada tempat bagi mereka yang mementingkan kepentingan kelompok dan individu.

Diri (2)/121 29

Tidak seperti kelakuan para penganut agama yang suka mencitrakan diri sebagai orang saleh, taat beragama, dan rajin mengunjungi rumah ibadah tapi hatinya masih menyimpan kesombongan tatkala merasa bangga dengan esalehan dan ketaatannya.

Sombong/hal141 30

(5)

39 ada perasaan bahwa dirinyalah yang paling merasa

disayangi Tuhan.

Bahkan menjadikan dirinya Tuhan ketika mencap

orang lain sesat. Sombong/hal141 32

Bahwa penampilan dan pencitraan iri dengan kesalehan dan ketaatan beragama sering kali menipu dan palsu.

Sombong/hal143 33

Jika demikian halnya maka otoritas keagamaan keliru jika melarang atau mengharamkan permainan.

Main-main/hal 159 34

Kelemahan argumentasi yang diajukan oleh mereka

yang melarang jenis permainan tertentu atau

melarang permainan secara umum atas nama agama adalah asumsinya bahwa permainan menjauhkan dari Tuhan.

Main-main/hal 159 35

Asumsi ini muncul semata-mata karena memahami hubungan dengan Tuhan hanya dapat dibangun melalui ritual-ritual formal.

Main-main/hal 159 36

Institusi-institusi dan otoritas keagamaan pada umumnya gagal membumikan nilai-nilai kebaikan dari firman Tuhan karena mengabaikan proses

internalisasi.

Bahasa (1)/

hal.194 37

Alih-alih mendorong kesadaran diri, malah melakukan proses indoktrinasi yang hanya bertujuan membentuk komunitas-komunitas

kegamaan yang mengeksploitasi dan memanipulasi

firman-firman Tuhan untuk kepentingan golongan sendiri.

Bahasa (1)/hal.

195 38

Para pemegang kepentingan dalam institusi keagamaan mengajarkan pemahamannya terhadap

Bahasa (1)/hal.

(6)

40 firman Tuhan sebagai representasi kehendak Tuhan

pada umat manusia agar menyembah-Nya.

Sementara di sisi lain mengajarkan pula bahwa Tuhan tidak membutuhkan pengabdian hamba-Nya.

Bahasa (1)/hal.

195 40

Ini adalah inkonsistensi yang diakibatkan oleh pemahaman teks kitab suci berdasarkan tata bahasa.

Bahasa (1)/hal.

195 41

Tidak hadirnya agama dalam pranata sosial modern, tidak lain karena matinya daya kreativitas sang penafsir Firman Tuhan lam]ntaran terpasung oleh pendekatan tata bahasa.

Bahasa (2)/hal 204 42

Kehadiran agama malah sering dinilai sebagai

penghambat kemajuan, karena penafsiran an pemahaman firman Tuhan tidak mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman.

Bahasa (2)/ hal

204 43

Akibatnya, berbagai ajaran agama tidak menemukan relevansinya dalam kehidupan.

Bahasa (2)/ hal

204 44

Dengan demikian, jihad tidak lagi dijadikan sekadar bahan pidato oleh mereka yang memburu

kekuasaan dengan memprovokasi umatnya agar menyerang golongan lain.

Bahasa (2)/ hal

205 45

Inilah antara lain fungsi agama yang paling esensial yaitu membimbing umat manusia mengalami transformasi spiritual agar bisa menjadi asisten Tuhan dalam menebarkan kebaikan dan perdamaian di muka bumi.

Nama/hal 223 46

Agama bukanlah paguyuban tempat berkumpul-kumpul membentuk jamaah eksklusif, alapagi melakukan pameran ritual untuk menyombongkan diri.

(7)

41 1.2Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough

Ada tiga dimensi dalam analisis wacana kritis Norman Fairclough yang melibatkan tiga dimensi analisis yaitu analisis teks (mikro) atau pendeskripsian teks, analisis wacana yang menginterpretasi hubungan antara proses wacana dan teks, serta analisis sosial budaya yang menjelaskan hubungan antara proses

wacana dengan proses sosial (Eriyanto, 2001:286-288; Titscher, 2000:244-247).

1.2.1 Analisis Teks, Wacana dan Sosial Budaya

1. Representasi teks pada masing-masing kalimat

Agama memberikan dasar teologis bagi perilaku kebudayaan,

sedangkan kebudayaan menjadi dinamisator agama.

(Terdapat pada bab Cacing di halaman 42)

Kalimat ini menyatakan bahwa agama dan kebudayaan memiliki keterkaitan satu sama lain yang saling menguntungkan jika digunakan dengan cara yang benar. Artinya, agama dan kebudayaan bukanlah dua hal yang saling bertolak belakang. Kebudayaan adalah sesuatu yang bersifat dinamis dan terus berkembang. Sedangkan agama dengan ajaran kitab sucinya adalah hal paten yang tidak bisa diganggu gugat. Dalam arti yang lebih luas, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan diperoleh dari proses belajar (Koentjaraningrat, 2009: 144).

Dari pengertian tersebut, baik kebudayaan maupun agama, keduanya tidak serta merta diperoleh secara instan tetapi harus melalui proses. Dalam mendalami kitab suci agama, seseorang

(8)

42 bergantung pada kondisi sosial budaya masyarakat. Hal ini yang menjadikan hasil pemahaman agama dan kitab suci pada satu kelompok agama berbeda dengan kelompok lainnya.

Kalimat kebudayaan menjadi dinamisator agama bisa diartikan bahwa salah satu cara agar ajaran agama bisa tetap

diterima oleh masyarakat adalah dengan memanfaatkan perkembangan kebudayaan. Karena kebudayaan terus berkembang sesuai dengan perkembangan akal budi manusia. Oleh karena itu, supaya ajaran agama tetap dapat diterima oleh masyarakat, ia bisa memanfaatkan kebudayaan untuk membantu menyampaikan pesan pada masyarakat. Seperti buku Tuhan Maha Asyik ini yang menyampaikan ajaran agama dalam balutan karya sastra. Secara tidak langsung, Sujiwo Tejo dan MN Kamba menyampaikan pesan-pesan keagamaan melalui buku agar dibaca oleh masyarakat luas.

Dengan cara akulturasi demikianlah agama bertahan hidup dan membangun peradaban.

(Terdapat pada bab Cacing, halaman 42)

(9)

43 Keberhasilan penyesuaian agama di tengah kehidupan masyarakat pernah terjadi di Indonesia yaitu ketika ajaran Islam masuk ditengah masyarakat Jawa yang sangat menggemari kesenian wayang kulit. Oleh Walisongo, kesenian wayang kulit dijadikan media untuk menyebarkan ajaran Islam. Hingga pada

akhirnya wayang kulit memiliki fungsi lain selain hiburan yaitu sebagai media dakwah. Proses akultutasi terjadi dalam kurun waktu yang lama karena kebudayaan baru dan lama masih memiliki tarik menarik yang kuat. Hingga akhirnya tercipta kebudayaan baru yang disepakati bersama.

Keterbukaan agama pada proses akulturasi memungkinkannya

untuk lebih elastis dan fleksibel.

(Terdapat pada bab Cacing, halaman 43)

Kalimat ini merupakan penegasan dari kalimat sebelumnya yang membahas tentang akulturasi agama dan kebudayaan. Agama seolah dituntut untuk semakin terbuka. Elastis bisa berarti lentur atau tidak kaku. Sedangkan fleksibel dapat diartikan mudah dan cepat menyesuaikan diri. Maksudnya adalah sangat mungkin bagi ajaran agama untuk masuk ke dalam masyarakat jika ia hadir dengan cara yang sesuai dengan kultur masyarakat tersebut. Bukan

(10)

44 Agama sesungguhnya mengajarkan bahwa wujud

merupakan manifestasi Tuhan belaka, maka umat manusia

harus menyadari batas-batas perannya hanya sebagai

manusia.

(Terdapat pada bab Gincu, halaman 60)

Kata manifestasi berarti perwujudan dari sesuatu yang tidak terlihat. Yang dimaksud tidak terlihat dalam kalimat ini adalah Tuhan. Manifestasi Tuhan berarti manusia merupakan perwujudan dari bentuk yang tidak terlihat, ini juga berarti manusia bukanlah Tuhan. Manusia hanya bentuk perwujudan Tuhan. Ini dipertegas dengan kalimat berikutnya yaitu manusia harus menyadari batas-batas perannya hanya sebagai manusia yang berarti manusia harus menyadari perannya sebagai manusia dan tidak mengambil alih peran Tuhan.

Jangan sampai seseorang atau sekelompok orang melampaui

batas dengan adanya otoritas keagamaan dengan

membangun interaksi sosial yang mengasumsikan

superioritas atas orang-orang yang di luar kelompoknya.

(Terdapat pada bab Gincu, halaman 60)

Yang dimaksud batas dari kalimat ini mengacu pada kalimat sebelumnya yaitu batas peran manusia yaitu sebagai manusia, bukan Tuhan. Sujiwo Tejo dan MN Kamba memilih kata

seseorang dan sekelompok orang untuk menunjukkan beberapa

kasus pelanggaran oleh seseorang atau sekelompok orang yang melampaui batasannya sebagai manusia. Yang dilanggar batasnya

(11)

45 ini berarti dugaan yang dianggap sebagai suatu kebenaran. Dugaan superioritas atas orang-orang yang ada di luar kelompoknya.

Jumlah kasus intoleransi agama di Indonesia bahkan meningkat sejak beberapa tahun terakhir. Komnas HAM mencatat ada peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun terutama pada

2014 hingga 2016. Tahun 2014 tercatat ada 74 pengaduan, dan meningkat menjadi 89 pengaduan pada 2015. Bakan pada semester pertama tahun 2016 sudah ada 34 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KKB).9

Dengan dalih melancarkan misi ketuhanan mereka lantas

mengabaikan kebijaksanaan dan lebih mementingkan logika

kelompok sehingga yang penting adalah merekrut sebanyak

mungkin pengikut.

(Terdapat pada bab Gincu, halaman 60)

Penggunaan kata dalih dalam kalimat ini berarti alasan yang dicari-cari atau alasan yang tidak sesungguhnya untuk membenarkan suatu perbuatan. Yang digunakan sebagai dalih dalam kalimat ini adalah misi ketuhanan. Sehingga yang dimaksud Sujiwo Tejo dan MN Kamba kalimat ini adalah adanya penyalahgunaan agama untuk kepentingan kelompok tertentu.

Tujuan ajaran agama adalah kebijaksanaan, tetapi oleh kelompok ini justru agama digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan kelompok. Namun kedua penulis tidak menyebutkan secara spesifik mengenai kelompok mana yang dimaksud dalam buku ini.

___________________________

(12)

46 Indonesia memiliki catatan buruk untuk kasus intoleransi beragama sejak belasan tahun lalu. Mulai dari kerusuhan Mei 1998 yang meninggalkan trauma mendalam bagi para korbanya, bahkan pada tahun 2017 muncul tuduhan kasus penistaan agama oleh salah satu tokoh politik. Pelanggaran HAM terkait kebebasan beragama

sangat beragam bentuknya. Mengutip pernyataan Kabid Humas Polri, Kombes Pol Awi Setiyono yang mengatakan jika dalam dua tahun terakhir (2015-2016) terjadi peningkatan kasus pelanggaran HAM terkait kebebasn beragama. Mulai dari pelarangan aktivitas keagamaan, perusakan rumah ibadah, diskriminasi atas dasar keyakinan dan agama, intmidasi hingga pemaksaan keyakinan.10

Ketika dikonfirmasi dalam sebuah wawancara, keduanya penulis menyatakan jika di Indonesia banyak kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama untuk mencapai misi mereka. Sebut saja organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan di Indonesia yang sering mendapat sorotan media karena aksinya yang tidak jarang berujung pada vandalisme, Front Pembela Islam (FPI). Ormas yang mengusung pandangan Islam konservatif ini menjadi sangat terkenal dibandingkan dengan ormas-ormas lain yang serupa karena aksi mereka yang kontroversi. Kritikan atas aksi mereka yang sering main hakim sendiri juga mendapat sorotan dari masyarakat. Namun mereka tidak mempedulikannya, bagi FPI yang terpenting adalah kelompok mereka.

(13)

47 Tapi, bukan berarti bahwa seseorang berhak mengklaim diri

sebagai gembala bagi orang lain.

(Terdapat pada bab Gincu, halaman 60)

Kata mengklaim dalam kalimat ini menyiratkan adanya tuntutan atas kebenaran. Dalam kalimat ini, yang dituntut untuk

dianggap benar adalah pandangan bahwa seseorang tertentu adalah gembala bagi orang lainnya. Sujiwo Tejo dan MN Kamba memilih kata mengklaim karena klaim berarti menuntut adanya pengakuan hak atas sesuatu yang berasal dari satu pihak dan bukan dilakukan oleh kedua belah pihak secara sukarela.

Gembala yang dimaksud dalam dalam kalimat ini mengacu

pada pengertian bahwa sesorang adalah penjaga keselamatan orang banyak. Padahal seharusnya semua manusia memiliki hak yang setara dan tidak ada superioritas atas manusia yang lain dalam hal apapun termasuk dalam beragama.

Setiap pemeluk agama megklaim dirinya yang paling benar dan yang lain sesat. Klaim inilah yang kemudian melahiran keyakinan yang bisa disebut sebagai doktrin keselamatan. Yang menyatakan bahwa surga hanya milik pemeluk agama tertentu dan agama lain tidak berhak masuk ke surga mereka. Sejatinya, realitas semacam ini telah menantarkan pluralisme kepada diskursus yang semakin luas dan kompleks.11 Doktrin benar dan salah mengenai konsep beragama dan Ketuhanan menjadi semakin panas ketika dibenturkan dengan kenyataan bahwa keduanya digunakan untuk kepentingan berbagai pihak. Konsep Ketuhanan yang sejatinya digunakan sebagai tuntunan pemeluknya agar mencapai pemahaman yang lebih bijak justru digunakan sebagai alat untuk

menguasai atau memaksakan kehendak.

___________________________

(14)

48 Sepertinya ada kesalahan memahami pesan Tuhan terkait

kehidupan bersama, baik secara individual maupun sosial.

(Terdapat pada bab Gincu, halaman 61)

Penggunaan kata sepertinya dalam kalimat ini berarti adanya keraguan dari penulis (Sujiwo Tejo dan MN Kamba) yaitu

keraguan jika pesan Tuhan mampu dipahami dengan baik oleh seseorang atau sekelompok orang. Tujuan dari ajaran agama adalah agar tercipta harmoni dalam kehidupan manusia. Hal ini dipertegas melalui kalimat selanjutnya yaitu secara individual maupun sosial. Kedua berharap jika kehidupan beragama membawa dampak yang baik bagi individu sehingga akan membawa dampak yang baik pula bagi kehidupan bermasyarakatnya.

Ini berarti bahwa ajaran dalam kitab suci yang kemudian

diformulasikan dalam bentuk agama tidak dimaksudkan

untuk mengotak-kotakkan manusia kedalam

kelompok-kelompok yang saling bermusuhan.

(Terdapat pada bab Gincu, halaman 61)

Kata diformulasikan berarti dirumuskan. Dalam kalimat ini, agama berasal dari hasil perumusan ajaran dalam kitab suci. Namun siapa yang merumuskan ajaran dalam kitab suci tidak disebutkan secara rinci dalam kalimat ini. Ketika perumusan ajaran kitab suci tidak dimaksudkan untuk mengotak-kotakkan manusia, yang terjadi adalah tercipta harmoni dalam kehidupan manusia. Kata mengotak-kotakkan dalam kalimat ini diartikan membeda-bedakan. Hal ini akan menimbulkan terciptanya

(15)

49 Teguran lebih khusus ditujukan kepada para pemangku

otoritas keagamaan ketika mereka mengklaim diri sebagai

hakim penentu kesucian.

(Terdapat pada bab Antareja,halaman 69)

Pemangku otoritas keagamaan yang dimaksud dalam

kalimat ini adalah pihak-pihak berwenang yang memiliki kekuasaan sah untuk menjalankan tugas tertentu berkaitan dengan hal-hal keagamaan. Otoritas juga berarti kuasa untuk memerintah dan menentukan kebijakan. DI Indonesia, orotitas keagamaan salah satunya adalah Majelis Ulama Indonesia atau MUI. Indonesia memiliki penduduk dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar di dunia. 12 Sehinggasekelompok orang merasa perlu mengambil alih wewenang untuk mengatur urusan keagamaan. Dalam hal ini keberadaan MUI di Indonesia berfungsi sebagai pembuat kebijakan yang berkaitan dengan hal-hal keagamaan khususnya agama Islam. Cara MUI mengatur urusan keagamaan penganut Islam di Indonesia melalui fatwa yaitu pendapat yang dikeluarkan secara resmi oleh lembaga tersebut.

Fatwa tersebut kemudian disampaikan secara resmi juga kepada masyarakat Indonesia sebagai saran yang secara tidak langsung menuntut harus diikuti. Ketika mengeluarkan fatwa, MUI seolah-olah menjadi penentu kesucian seperti yang dimaksud dalam kalimat ini.

___________________________

(16)

50 Maka, gagasan sertifikasi halal sesungguhnya juga keliru,

sebab sangat sulit mengidentifikasikan kesucian objeknya.

(Terdapat pada bab Antareja, halaman 69)

Kalimat ini menyiratkan kritikan terhadap otoritas keagamaan yang meneluarkan sertifikasi halal. Di Indonesia,

sertifikasi halal hanya bisa dikeluarkan oleh MUI. Kondisi ini dikritisi oleh Sujiwo Tejo dan MN Kamba karena mereka menganggap jika klaim kesucian itu bukan wewenang manusia. Dalam wawancara dengan MN Kamba, ia menyampaikan jika apa yang dilakukan oleh MUI merupakan bentuk penafsiran oleh mereka. Kata sangat dalam kalimat ini merupakan penegasan jika dalam menentukan kesucian sebuah objek bukan hal yang mudah dan harus dilakukan secara detail. Oleh karena itu, Tuhan dalam kitab sucinya menyebutkan hal-hal apa saja yang dihalalkan dan diharamkan oleh agama.

Sertifikasi yang dimaksud dalam kalimat ini adalah pernyataan tertulis. Jika halal yang dimaksud dalam kitab suci dinyatakan dalam bentuk tertulis maka secara tidak langsung ini merupakan pengambil alih penentu kesucian oleh otoritas keagamaan. Gagasan sertifikasi halal inilah yang dikritik oleh Sujiwo Tejo dan MN Kamba dalam buku TuhanMaha Asyik.

Mungkin karena alasan kesulitan inilah, Tuhan hanya

melarang makanan dan minuman tertentu.

(Terdapat pada bab Antareja/hal 69)

Keseluruhan kalimat ini mengacu pada kalimat sebelumnya

(17)

51 oleh manusia termasuk oleh otoritas keagamaan sekalipun. Maka Tuhan melalui kitab suci hanya menyebutkan larangan terhadap beberapa makanan dan minuman tertentu saja.

MN Kamba ketika dikonfirmasi menegaskan jika larangan pada makanan dan minuman dalam kitab suci tersebut sebenarnya

memudahkan manusia. Karena Tuhan paham hal ini bukanlah perkara mudah sehingga dibuatlah larangan yang memudahkan manusia.

Tetapi anehnya otoritas keagamaan malah memberi label

halal pada barang dan jasa selain yang dilarang.

(Terdapat pada bab Antareja, halaman 69)

Penggunaan kata aneh mengesankan jika ada hal yang tidak lazim dalam pemberian label halal pada barang selain yang disebutkan dalam kitab suci agama Islam. Dalam kitab suci agama Islam, yang dilarang adalah mengkonsumsi daging babi dan alkohol. Maka jika mengacu pada ajaran dalam kitab suci, yang diharamkan adalah mengonsumsi daging babi dan alkohol. Bukan segala sesuatu yang mengandung babi dan alkohol disebut haram.

Otoritas keagamaan dianggap tidak lazim karena pemberian label halal seolah menyatakan jika barang yang tidak berlabel halal adalah haram. MN Kamba menyebut hal ini aneh karena ini bukanlah wewenang manusia bahkan otoritas keagamaan untuk menyatakan halal dan haramnya suatu barang dan jasa. Praktik pemberian label halal ini seolah menjadikan agama sebagai komoditas. Karena telah memberi nilai ekonomi pada sesuatu yang

(18)

52 Misalnya suatu produk makanan dan minuman menjadi

haram karena mengandung unsur babi dan alkohol.

(Terdapat pada bab Antareja, halaman 69)

Kata unsur berarti bagian terkecil dari suatu benda. Jika yang dimaksud disini adalah babi dan alkohol, maka segala unsur

dari babi dan alkohol adalah haram bagi orang Islam. Secara keseluruhan, alimat ini menyatakan jika semua produk yang mengandung unsur babi dan alkohol adalah haram dan tidak boleh dikonsumsi. Padahal dalam kitab suci agama Islam, yang diharamkan adalah memakan daging babi dan meminum alkohol.

Untuk diketahui, Tuhan hanya melarang secara eksplisit

memakan daging babi, tapi otoritas keagamaan malah

mengharamkan semua yang terkait dengan babi walau sudah

dalam bentuk produk olahan seperti kosmetik dan

obat-obatan, termasuk kulitnya yang diolah menjadi produk

fashion.

(Terdapat pada bab Antareja, halaman 69)

Kalimat ini memperlihatkan adanya ketidakselarasan antara ajaran agama dengan pengharaman yang dilakukan oleh otoritas keagamaan. Kata hanya menegaskan bahwa memakan daging babi adalah satu-satunya hal yang dilarang oleh Tuhan. Tetapi oleh otoritas keagamaan yang dalam hal ini ditegaskan oleh MN Kamba adalah MUI, justru mengharamkan semua yang terkait babi meskipun tidak dimakan. Termasuk ketika sudah dalam bentuk olahan seperti kosmetik, obat-obatan, dan fashion.

(19)

53 tersebut mendapat kecaman dari masyarakat muslim di Indonesia untuk segera menarik produknya dari pasaran. 13 Terjadi salah kaprah dalam masyarakat yang disebabkan oleh fatwa MUI tersebut karena unsur haram yang diduga mengandung babi itu tidak dikonsumsi, tetapi digunakan sebagai salah satu bahan

pembuat kosmetik. Tidak adanya sertifikasi halal dari MUI dalam suatu produk, maka akan berdampak pada produk tersebut karena masyarakat menganggapnya haram.

Fatwa MUI terkait dengan dunia medis terjadi pada 2016 saat ditemukan kandungan babi pada vaksin meningitis. Temuan tersebut menjadi kontroversi di kalangan masyarakat karena vaksin meningitis adalah salah satu syarat jamaah haji. Hingga fatwa diturunkan, MUI masih mencari alternatif lain dan baru ditemukan pada 2017 yaitu vaksin dari Cina.14

Para pemangku otoritas keagamaan merasa telah memiliki

sudut pandang berketuhanan, ketika mampu dengan fasih

menguraikan makna firman Tuhan dalam kitab suci.

(Terdapat pada bab Ketombe, halaman.89)

Kalimat ini memperlihatkan kesan jika otoritas keagamaan berisi sekumpulan orang yang bisa menerjemahkan firman Tuhan dalam kitab suci. Kata merasa dalam kalimat tersebut memberikan kesan bahwa otoritas keagmaan sebenarnya belum memiliki sudut pandang ketuhanan seperti yang mereka maksud. Karena merasa

bisa menjadi sangat subyektif. Kemampuan otoritas keagamaan daam menafsirkan firman Tuhan tidak dimiliki oleh semua orang. Dengan alasan inilah mereka merasa lebih berketuhanan dibandingkan orang lain.

_______________________

(20)

54 Padahal, mereka hanya menjadikannya sebagai alat untuk

memperoleh kepentingan pribadi atau kelompok.

(Terdapat pada bab Ketombe/hal.89)

Kata mereka dalam kalimat ini mengacu pada otoritas keagamaan. Tetapi tidak dijelaskan secara rinci otoritas keagamaan

apa yang dimaksud dalam kalimat ini. Kata menjadikannya

mengacu pada kalimat sebelumnya yaitu firman Tuhan. Kalimat ini menggambarkan jika firman Tuhan hanya dijadikan sebagai alat untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Kata padahal pada awal kalimat mengesankan jika kalimat ini merupakan penegasan dari kalimat sebelumnya. Otoritas keagamaan seolah-olah menggunakan firman Tuhan untuk tujuan yang bersifat keagamaan juga, tetapi faktanya tidak demikian karena mereka menggunakannya untuk kepentingan kelompok atau pribadi. Meskipun tidak dijelaskan kepentingan apa.

Dalam wawancara dengan MN Kamba dan Sujiwo Tejo, keduanya menyatakan jika agama sering dijadikan kendaraan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Agama hanya dijadikan alat untuk kepentingan pribadi tidak terkecuali pada otoritas keagamaan. MN Kamba memberikan contoh ketika agama dibawa ke ranah politik dan ekonomi. Agama kemudian menjadi alat bagi mereka untuk menarik simpati, tetapi publik tidak sadar jika mereka dimanfaatkan agar kepentingan para pemangku tercapai.

Sejarah perkembangan agama-agama menjelaskan proses

peralihan dari kesederhanaan ajaran agama menjadi

kompleks ketika dari dalam komunitas agama muncul

otoritas keagamaan.

(21)

55 Kalimat ini menjelaskan proses peralihan ajaran agama yang sederhana menjadi kompleks ketika muncul otoritas keagamaan. Kata agama-agama dipakai untuk menunjukkan jumlah yang lebih dari satu. Tetapi tidak dijelaskan agama apa saja yang dimaksud dalam kalimat ini. Secara tidak langsung, kalimat

ini menyatakan jika otoritas keagamaan justru membuat ajaran yang sederhana menjadi tidak sederhana lagi.

Sistem keberagamaan tersebut diklaim sebagai representasi

ajaran Tuhan.

(Terdapat pada bab Komat-kamit, halaman 99)

Kata klaim dalam kalimat ini memberikan kesan pengakuan sepihak. Yang dimaksud bisa saja adalah otoritas keagamaan yang mengklaim atau mengaku bahwa mereka memiliki hak untuk menerjemahkan firman Tuhan. Namun tidak jelas siapa yang mengakui hak otoritas tersebut.

MN Kamba menjelaskan jika hak tersebut diperoleh dari pengakuan otoritas keagamaan secara sepihak. Mereka merasa sah untuk mengambil alih penafsiran ajaran Tuhan dalam kitab suci agama.

Padahal, sistem keberagaman yang diciptakan manusia sama

sekali tidak bisa dibuktikan, apakah betul merupakan

kehendak Tuhan.

(Terdapat pada bab Komat-kamit, halaman 99)

(22)

56 berasal dari penafsiran manusia semata. Kalimat ini memperlihatkan keraguan terhadap sistem keberagamaan yang diciptakan manusia.

Banyaknya institusi keagamaan dalam suatu masyarakat

hanya akan menghalangi umat manusia mendekatkan diri

kepada Tuhan.

(Terdapat pada bab Komat-kamit/hal 101)

Kalimat ini mengesankan jika kedekatan manusia dengan Tuhan bisa diraih secara personal atau pribadi. Keberadaan institusi keagamaan yang terdiri dari beberapa kelompok dianggap membuat proses kedekatan manusia dengan Tuhan jadi terhalang. Namun apa yang menghalangi tidak dijelaskan secara detail. Setiap institusi keagamaan mengusung misi kelompok masing-masing. Bisa jadi misi kelompok inilah yang menghalangi misi individu dalam mendekatkan diri dengan Tuhan.

Ini menafsirkan kenyataan bahwa apresiasi terhadap kreativitas

dan inovasi jarang ditemukan di kalangan masyarakat yang

terkungkung oleh otoritas keagamaan.

(Terdapat pada bab Komat-kamit/hal 101)

Apresiasi berarti penghargaan. Dalam kalimat ini apresiasi kreativitas dan inovasi yang dimaksud berkaitan dengan aktivitas keagamaan. Kreativitas dan inovasi biasanya akan menciptakan hal baru dan menunjukkan sebuah pembaruan. Jika yang dimaksud

(23)

57 Pemakaian kata jarang bisa diartikan sebagai sesuatu yang hampir tidak mungkin terjadi karena inovasi dan kreativitas adalah hal yang tidak lazim dan biasanya dilakukan diluar pakem yang sudah ada. Kata terkungkung pada kalimat ini menyiratkan adanya pemaksaan terhadap masyarakat untuk mengikuti aturan yang

sudah dibuat oleh pemangku otoritas yaitu aturan yang sudah berjalan. Sehingga siapapun yang keluar dari jalur tersebut bisa saja dianggap tidak wajar atau tidak taat. MN Kamba dan Sujiwo Tejo dalam wawancara menjelaskan jika kedekatan manusia dengan Tuhan tidak hanya ditentukan oleh ritual formal keagamaan. Kedekatan dengan Tuhan bisa saja terjadi dan tercipta dari hal-hal yang ada diluar ritual keagamaan.

Problem utama mainstream adalah asumsinya yang menafikkan adanya kemungkinan lain diluar diri yang lazim.

(Terdapat pada bab Tersesat/hal. 105)

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, mainstream

berarti hal yang dilakukan banyak orang. Ketika ada hal-hal yang ada diluar kebiasaan, maka itu dianggap sebagai masalah atau dianggap tidak lazim. Padahal bisa saja hal yang baru itu lebih baik atau lebih buruk. Anggapan tidak lazim itu berasal dari kelompok orang yang menganggapnya lazim. Tetapi dalam kalimat ini tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai apa saja yang dianggap lazim dan tidak.

Hal ini semakin ditegaskan dengan penggunaan kata

(24)

58 Oleh karena itu, amat gampang menilai hal diluar mainstream

sebagai sebuah kesesatan.

(Terdapat pada bab Tersesat/hal. 105)

Dalam kalimat ini Sujiwo Tejo dan MN Kamba menekankan penilaian tidak lazim pasti akan muncul ketika

seseorang melakukan hal yang di luar mainstream. Kata amat

gampang menunjukkan tidak adanya pertimbangan dari orang atau

kelompok yang menilai hal tersebut sebagai ketidaklaziman. Penilaian sesat yang begitu mudah diberikan kepada orang lain menunjukkan adanya anggapan diri lebih baik dari orang yang dinilai meskipun penilaian tersebut jelas sangat subjektif. Penilain yang begitu mudah diberikan bisajuga terjadi karena si penilai sudah terbiasa dengan aturan tertentu dalam waktu lama, sehingga amat mudah baginya mengenali jika ada sesuatu yang berbeda dari ajaran yang diterimanya selama ini.

Tapi, lebih tidak waras jika agama dan atas nama Tuhan

menjadi alasan bagi manusia untuk saling membenci dan

menyakiti.

(Terdapat pada bab Diri (1)/110)

Kata tidak waras dalam kalimat ini tidak berarti gila atau disorientas mental seseorang. Penggunaan frasa tidak waras dalam kalimat dimaksudkan sebagai kiasan bagi manusia yang menggunakan agama dan Tuhan untuk saling membenci dan menyakiti. Karena agama apapun tidak ada yang mengajarkan umatnya untuk saling membenci dan menyakiti. Kalimat ini juga

(25)

59 Gagasan inilah yang hendak ditanakan oleh para pendiri bangsa

dalam sila pertama.

(Terdapat pada bab Diri (2)/120)

Gagasan yang dimaksud dalam kalimat ini mengacu pada peniadaan diri seseorang. Ketika seseorang sudah meletakkan

kepentingan diri diatas kepentingan yang lain maka muncullah sikap egois. Seorang yang egois tidak mudah memberi dan berbagi kecuali untuk kepentingannya sendiri. Gagasan dalam ajaran agama mengenai peniadaan diri ini kemudian oleh penulis diterjemahkan kedalam kehidupan berbangsa karena ketika manusia tidak egois, ia akan mudah memberi untuk kepentingan bersama. Ia akan mudah berbagi dengan sesama tanpa pamrih.

Kalimat ini menunjukkan adanya korelasi antara Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dengan gagasan peniadaan diri dalam ajaran agama. Ketika seorang warga negara tidak mengenal pamrih, maka akan sangat mudah buatnya untuk membela

Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti yang absolut, yang

harus menjadi asas tunggal berbangsa dan bernegara.

(Terdapat pada bab Diri (2)/120)

Penggunaan kata absolut dalam kalimat ini berarti mutlak. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila pertama Pancasila dan diartikan sebagai sesuatu yang absolut. Kata harus memperlihatkan penegasan jika Pancasila adalah satu-satunya asas tunggal bangsa Indonesia dan tidak memberikan tempat bagi ideologi lain untuk menjadi dasar bangsa Indonesia. Kalimat ini secara tidak langsung

(26)

60 Sedangkan dasar pada tataran berbangsa atau makro adalah Pancasila. Khususnya pada sila pertama.

Dalam negara yang berketuhanan tidak ada tempat bagi mereka

yang tidak memiliki rasa cinta, tidak berperilaku memberi, tidak

memiliki semangat pengorbanan.

(Terdapat pada bab Diri (2)/121)

Kata negara yang berketuhanan dalam kalimat ini tidak bermakna negara menganut agama tertentu, tetapi negara meyakini adanya Tuhan melalui pengesahan agama di negara tersebut. Indonesia mengakui adanya Tuhan dan mengesahkan agama-agama yang dianut oleh rakyatnya. Tetapi dasar negara Indonesia bukanlah salah satu agama. Sehingga maksud dari frasa tersebut adalah Indonesia merupakan negara yang mengakui adanya Tuhan dan menggunakan nilai-nilai ketuhanan sebagai dasar salah satu silanya namun tetap memiliki dasar negara yang berbeda.

(27)

61 Dalam negara yang berketuhanan tidak ada tempat bagi mereka

yang mementingkan kepentingan kelompok dan individu.

(Terdapat pada bab Diri (2)/121)

Kalimat ini memperlihatkan penegasan jika Indonesia merupakan negara yang menggunakan nilai-nilai ketuhanan dalam

kehidupan berbangsanya meskipun Indonesia bukan negara agama. Kalimat ini juga memberikan kesan bahwa sikap berketuhanan yang sebenarnya berasal dari diri sendiri bisa diterapkan dalam tataran yang lebih luas yaitu berbangsa. Namun dalam kalimat ini tidak dijelaskan kepentingan apa dan siapa.

Tidak seperti kelakuan para penganut agama yang suka

mencitrakan diri sebagai orang saleh, taat beragama, dan rajin

mengunjungi rumah ibadah tapi hatinya masih menyimpan

kesombongan tatkala merasa bangga dengan kesalehan dan

ketaatannya.

(Terdapat pada bab Sombong/hal141)

Kalimat ini berisi kritik penulis terhadap para penganut agama atas ketidaksesuain antara ajaran yang dipelajari dengan sikap yang ditunjukkan. Kata pencitraan berarti adanya rekayasa sikap. Dalam kalimat ini yang dimaksud adalah rekayasa sikap atau sikap yang dibuat-buat untuk menggiring opini orang lain kepada penilaian tertentu. Penganut agama yang mencitrakan diri seperti dimaksud oleh kalimat ini secara tidak langsung telah melakukan kebohongan publik dengan berpura-pura saleh. Tetapi kesalehan yang ia tunjukkan didepan umum bukan dipersembahkan untuk

(28)

62 Lalu tiba-tiba mencampuri urusan Tuhan, sehingga ada

perasaan bahwa dirinyalah yang paling merasa disayangi

Tuhan.

(Terdapat pada bab Sombong/hal141)

Kata tiba-tiba dipakai untuk menggambarkan spontanitas.

Yaitu spontan mencampuri urusan Tuhan. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai urusan apa yang dimaksud. Tingkatan superlatif ditunjukkan melalui pemilihan kata paling yaitu paling disayangi. Tetapi kalimat ini menunjukkan sindiran pada sikap merasa paling eksklusif dan klaim Tuhan oleh salah satu kelompok atau individu. Kata perasaan dalam kalimat ini dipakai untuk menegaskan jika ini hanya sebatas asumsi pribadi dan tidak ada bukti bahwa Tuhan lebih menyayanginya dibanding yang lain.

Bahkan menjadikan dirinya Tuhan ketika mencap orang lain

sesat.

(Terdapat pada bab Sombong/hal 141)

Kata menjadikan dalam kalimat ini mengesankan pengakuan secara sepihak yang tidak berdasar. Dikatakan tidak berdasar karena tidak ada pengakuan dari Tuhan bahwa orang tersebut adalah Tuhan. Kata mencap menunjukkan penghakiman atas orang lain yang tidak sepaham dengannya. Merasa lebih tinggi dari yang lain. Merasa menjadi Tuhan berarti merasa memiliki kuasa atas orang lain.

Kasus intoleransi pernah terjadi di Indonesia ketika sekelompok orang mengklaim mereka memiliki hak untuk

(29)

63 pluralisme yang tidak hanya terdiri dari satu agama saja melainkan banyak agama dan suku.

Pada (berita FPI sweeping puasa)

Bahwa penampilan dan pencitraan diri dengan kesalehan dan

ketaatan beragama sering kali menipu dan palsu.

(Terdapat pada bab Sombong/hal 143)

Kalimat ini menunjukkan jika kesalehan dan ketaatan beragama yang ditunjukkan adalah sebuah kepura-puraan belaka. Kepura-puraan tersebut ditunjukkan melalui kata pencitraan yang berarti dengan sengaja membentuk citra diri sebagai seorang yang taat dan saleh. Tetapi dalam kalimat ini tidak disebutkan secara detail mengenai siapa dan apa tujuan pencitraan.

Taat dalam konteks keagamaan berarti patuh pada ajaran agama yang dianut. Patuh dan mengikuti nilai-nilai agama yang dianut dalam kehidupannya. Apa yang dinilai oleh publik adalah apa yang terlihat oleh mereka. Tetapi sejatinya publik juga tidak mengetahui tujuan dari kepura-puraan tersebut. Penggunaan kata

(30)

64 Jika demikian halnya maka otoritas keagamaan keliru jika

melarang atau mengharamkan permainan.

(Terdapat pada bab Main-main/hal 159)

Kalimat ini menunjukkan jika otoritas keagamaan memiliki kewenangan yang tidak hanya terbatas pada ranah keagamaan saja

tetapi juga terkait dengan hal-hal diluar agama seperti permainan misalnya. Ketika dikonfirmasi mengenai otoritas keagamaan mana yang dimaksud, MN Kamba tidak menyebutkan secara spesifik mengenai hal tersebut. Namun pernah terjadi pencekalan game di Indonesia yang berasal dari rekomendasi otoritas keagamaan di Indonesia MUI. Salah satu game yang pernah diblokir dan dicekal oleh Kominfo dan Kepolisian adalah game Fight of Gods. Menurut MUI, permainan tersebut tidak layak bagi masyarakat Indonesia yang beragama karena dinilai bisa merusak keimanan masyarakat.

Fight of Gods adalah sebuah permainan pertarungan yang

menggunakan karakter nabi-nabi. Penggunaan karakter inilah yang dipersoalkan oleh MUI hingga akhirnya mengajukan pencekalan dan pemblokiran pada Kominfo dan Kepolisian terhadap permainan ini.15

Kelemahan argumentasi yang diajukan oleh mereka yang

melarang jenis permainan tertentu atau melarang permainan

secara umum atas nama agama adalah asumsinya bahwa

permainan menjauhkan dari Tuhan.

(Terdapat pada bab Main-main/hal 159)

Kalimat ini menunjukkan kelemahan argumentasi otoritas

keagamaan karena melarang jenis permainan tertentu. Kelemahan yang dimaksud adalah pada dasar asumsi jika permainan tersebut _______________________

(31)

65 bisa menjauhkan diri dari Tuhan. Asumsi adalah anggapan yang belum terbukti kebenarannya. Kalimat ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh otoritas keagamaan dalam kehidupan masyarakat karena asumsi yang belum terbukti kebenarannya pun bisa digunakan untuk melakukan pelarangan. Tindakan ini juga

didukung ketika otoritas tersebut mengatasnamakan agama sebagai alasan utamanya.

Asumsi ini muncul semata-mata karena memahami hubungan

dengan Tuhan hanya dapat dibangun melalui ritual-ritual

formal.

(Terdapat pada bab Main-main/hal 159)

Kalimat ini menunjukkan adanya keterbatasan cara dalam mengenal Tuhan. Kata hanya dalam kalimat ini menegaskan jika ritual-ritual formal merupakan satu-satunya cara untuk mengenal Tuhan sehingga menutup kemungkinan lain dalam mengenal Tuhan. Selain itu, cara-cara tidak formal juga dianggap tidak bisa digunakan sebagai media dalam mengenal Tuhan. Ritual formal yang dimaksud dalam kalimat ini adalah cara yang ditetapkan oleh agama untuk beribadah.

Institusi-institusi dan otoritas keagamaan pada umumnya gagal

membumikan nilai-nilai kebaikan dari firman Tuhan karena

mengabaikan proses internalisasi.

(Terdapat pada bab Bahasa (1)/ hal.194)

Kalimat ini menekankan kritik Sujiwo Tejo dan MN Kamba terhadap otoritas dan institusi keagamaan di Indonesia.

Kata membumikan adalah kiasan dari memasyarakat. Kedua

(32)

66 gagal memasyarakat karena mengabaikan proses internalisasi. Yaitu penghayatan terhadap doktrin atau ajaran agama. Wujud nyata dari penghayatan ajaran agama adalah sikap pemeluknya. Menurut MN Kamba, firman Tuhan pada dasarnya adalah mengajak manusia untuk berdialog dengan dirinya sendiri.

Berpegang pada kitab suci, manusia bercermin dan merenungkan makna firman Tuhan hingga pada akhirnya manusia akan sampai pada tahapan realisasi sikap manusia dalam kehidupan pribadi dan sosial. Ditegaskan oleh MN Kamba, indikasi kegagalan terlihat dari banyaknya sikap intoleransi dalam masyarakat.

Alih-alih mendorong kesadaran diri, malah melakukan proses

indoktrinasi yang hanya bertujuan membentuk

komunitas-komunitas kegamaan yang mengeksploitasi dan memanipulasi

firman-firman Tuhan untuk kepentingan golongan sendiri.

(Terdapat pada bab Bahasa (1)/hal. 195)

Kalimat ini menegaskan adanya eksploitasi yang dilakukan oleh kelompok atau komunitas keagamaan untuk kepentingan mereka. Salah satu praktik manipulasi dan pembelokan firman Tuhan demi kepentingan kelompok di Indonesia adalah ketika Ormas Hizbut Tahrir Indonesia dibubarkan paksa oleh pemerintah karena dianggap dan terbukti berusaha mendirikan negara Islam di Indonesia. Ormas ini dianggap bertentangan oleh pemerintah sehingga harus dibubarkan dan secara sah telah dilakukan pada Juli 2017 lalu.16 Kepentingan golongan yang dimaksud dalam kalimat ini mengacu pada kenyataan bahwa firman Tuhan sengaja

dibelokkan demi tujuan kelompok.

___________________

(33)

67 Para pemegang kepentingan dalam institusi keagamaan

mengajarkan pemahamannya terhadap firman Tuhan sebagai

representasi kehendak Tuhan pada umat manusia agar

menyembah-Nya.

(Terdapat pada bab Bahasa (1)/hal. 195)

Kalimat ini menjelaskan jika pemahaman firman adalah representasi kehendak Tuhan berasal dari para pemegang kepentingan institusi keagamaan. Namun apa yang diajarkan oleh para pemegang kepentingan juga tidak bisa diastikan kebenarannya karena tidak ada cara yang bisa membuktikan apakah itu kehendak Tuhan atau agenda lain pemimpin keagaman.

Sementara di sisi lain mengajarkan pula bahwa Tuhan tidak

membutuhkan pengabdian hamba-Nya.

(Terdapat pada bab Bahasa (1)/hal. 195)

Kalimat ini bisa diartikan sebagai bentuk sindiran terhadap pemahaman yang diajarkan oleh ajaran agama. Tuhan dalam kalimat ini digambarkan tidak membutuhkan pengabdian, teapi justru sebaliknya manusialah yang membutuhkan Tuhan.

Kata pengabdian berarti menghambakan dan menyerahkan diri. Dalam kehidupan beragama, pengabdian diajarkan sebagai wujud kepatuhan hamba papa Tuhannya. Namun sebenarnya, tanpa pengabdian dari hamba-Nya pun, Tuhan tidak ada masalah.

Ini adalah inkonsistensi yang diakibatkan oleh pemahaman teks

kitab suci berdasarkan tata bahasa.

(Terdapat pada bab Bahasa (1)/hal. 195)

(34)

68 Perbedaan bahasa asli kitab suci dengan bahasa terjemahan bisa berpotensi menimbulkan kekeliruan pemahaman. Terlebih jika pemahahaman dilakukan berdasarkan aturan-aturan bahasa tanpa mengupas makna bahasa dalam kitab suci tersebut. Inkonsistensi adalah tidak adanya konsistensi atau ketetapan. Ketika tidak ada

ketetapan pemahaman terhadap teks kitab suci, maka sangat mungkin terjadi perbedaan pesan yang dibawa firman tersebut. Apalagi jika sudah terkontaminasi dengan kecenderungan subjektif penerjemahnya.

Tidak hadirnya agama dalam pranata sosial modern, tidak lain

karena matinya daya kreativitas sang penafsir firman Tuhan

lantaran terpasung oleh pendekatan tata bahasa.

(Terdapat pada bab Bahasa (2)/hal 204)

Matinya daya kreativitas bisa diartikan sebagai pelarangan untuk berkreasi berkaitan dengan cara menafsirkan firman Tuhan. Kata terpasung dalam kalimat ini memberikan kesan jika penafsiran dibatasi pada makna tertentu saja dan tidak boleh ditafsirkan diluar makna tersebut. Padahal kondisi masyarakat terus berubah, jika kitab hanya dipahami dengan cara tersebut maka akan terjadi pemahaman statis yang tidak bisa sesuai dengan perkembagan masyarakat.

Kehadiran agama malah sering dinilai sebagai penghambat

kemajuan, karena penafsiran dan pemahaman firman Tuhan

tidak mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan

zaman.

(35)

69 Kalimat ini menyatakan jika pemahaman agama yang statis tidak akan bisa memyesuaikan dengan perkemangan masyarakat yang dinamis dan terus berkembang. Kata malah dalam kalimat ini secara tidak langsung menunjukkan jika penafsiran dan satis tersebut sangat disayangkan. Sujiwo Tejo dan MN Kamba secara

tersirat menekankan adanya peyesuaian penafsiran dan pemahaman kitab suci dengan kondisi masyarakat. Karena akan menjadi ironi jika ajaran yang dipegang oleh masyarakat tidak sesuai dengan kondisi dalam mereka.

Akibatnya, berbagai ajaran agama tidak menemukan

relevansinya dalam kehidupan.

(Terdapat pada bab Bahasa (2)/ hal 204)

Kalimat ini menunjukkan tidak adanya kaitan nyata antara agama dengan kehidupan masyarakat. Artinya ajaran agama tidak lagi bisa diterapkan dalam kehidupan manusia. Pengunaan kata

berbagai menunjukan jumlah jamak yang bisa diartikan tidak

hanya satu atau lebih dari satu agama. Ini berarti kondisi demikian terjadi di banyak ajaran agama dan bukan hanya pada satu agama tertentu saja.

Dengan demikian, jihad tidak lagi dijadikan sekadar bahan

pidato oleh mereka yang memburu kekuasaan dengan

memprovokasi umatnya agar menyerang golongan lain.

(Terdapat pada bab Bahasa (2)/ hal 205)

(36)

70 perjuangan untuk mencapai kebaikan. Hal ini bisa saja terjadi karena bangsa Indonesia yang memilii sejarah buruk berkaitan dengan aksi yang mengatasnamakan jihad dan agama untuk memprovokasi agar menyerang orang lain.

Pada tahun 2002, Indonesia pernah mengalmi rangkaian

peristiwa pengeboman oleh kelmpok terorisme. Peristiwa yang sering disebut dengan bom bali terjadi pada tahun 2002 dimana terjadi serangan bom bunuh diri di pulau Bali dengan jumlah korban tewas mencapai 209 orang. Peristiwa ini juga merupakan peristiwa pengeboman terburuk bagi Indonesia.17

Kata provokasi dipakai untuk menguatkan konotasi negatif jihad pada kalimat ini yang dijadikan senjata untuk menghasut orang lain agar mau melakukan apa yang diperinahkan oleh penghasutnya.

Inilah antara lain fungsi agama yang paling esensial yaitu

membimbing umat manusia mengalami transformasi spiritual

agar bisa menjadi asisten Tuhan dalam menebarkan kebaikan

dan perdamaian di muka bumi.

(Terdapat pada bab Nama/hal 223)

Penggunaan kata transformasi menunjukkan tuntuan terhadap perubahan manusia secara spiritual. Agama dituntut untuk bisa menggiring manusia kepada perubahan yang mampu mewakili ajraan Tuhan seperti dalm kitab suci. Asisten adalah kata kiasan untuk menekankan maksud kalimat ini karen aketika manusia mampu meahami maksud ajaran agama dengan baik, maka

_____________________

(37)

71 Agama bukanlah paguyuban tempat berkumpul-kumpul

membentuk jamaah eksklusif, alapagi melakukan pameran ritual

untuk menyombongkan diri.

(Terdapat pada bab Mengingat/ Hal 230)

Kalimat ini adalah bentuk sindiran terhadap individu atau

kelompok yang merasa eksklusif ketika memiliki kelompok tersendiri. Kata eksklusif dalam kalimat ini bisa diartikan sebagai satu-satunya dan lebih tinggi dari yang lain. Kata pameran juga menyiratkan sindiran pada mereka yang gemar mepertontonkan kegian ibadah mereka dengan tujuan agar orang lain tahu dan mendapat pujian. Padahal sesungguhnya tujuan manusia beragama bukan untuk menyombongkan. Kalimat ini sekaligus bentuk penegasan penulis jika agama bukanlah alat untuk mencapai tujuan sekelompok manusia.

2. Hubungan representasi teks dengan wacana

Dalam melakukan representasi terhadap rangkaian teks antar dengan wacana, penulis menganalisis rangkaian tersebut berdasarkan kelompok-kelompok paragraf hingga terbentuk pola. Namun paragraf tersebut bukan dipahami berdasarkan tata bahasa melainkan dilihat pola dan arah gagasannya saja. Hal yang dianlisis adalah pola dan kesesuaian kalimat-kalimat tersebut sehingga membentuk pengertian tersendiri.

Agama memberikan dasar teologis bagi perilaku

kebudayaan, sedangkan kebudayaan menjadi dinamisator

agama. Dengan cara akulturasi demikianlah agama bertahan

hidup dan membangun peradaban. Keterbukaan agama pada

proses akulturasi memungkinkannya untuk lebih elastis dan

fleksibel. Agama sesungguhnya mengajarkan bahwa wujud

(38)

72 harus menyadari batas-batas perannya hanya sebagai manusia.

Jangan sampai seseorang atau sekelompok orang melampaui

batas dengan adanya otoritas keagamaan membangun interaksi

sosial yang mengasumsikan superioritas atas orang-orang yang

di luar kelompoknya. Dengan dalih melancarkan misi ketuhanan

mereka lantas mengabaikan kebijaksanaan dan lebih

mementingkan logika kelompok sehingga yang penting adalah

merekrut sebanyak mungkin pengikut. Tapi, bukan berarti

bahwa seseorang berhak mengklaim diri sebagai gembala bagi

orang lain. Sepertinya ada kesalahan memahami pesan Tuhan

terkait kehidupan bersama, baik secara individual maupun

sosial. Ini berarti bahwa ajaran dalam kitab suci yang kemudian

diformulasikan dalam bentuk agama tidak dimaksudkan untuk

mengotak-kotakkan manusia kedalam kelompok-kelompok yang

saling bermusuhan.

Rangkain 1: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 1 hingga 9. Rangkaian tersebut memberikan gambaran terhadap apa saja yang dikritisi oleh penulis buku Tuhan Maha Asyik tetapi tidak secara detail. Penulis memberikan gambaran mengenai kondsi masyarakat Indonesia secara umum, tersirat dan hal-hal apa saja yang menjadi keprihatinan penulis.

Teguran lebih khusus ditujukan kepada para pemangku

otoritas keagamaan ketika mereka mengklaim diri sebagai hakim

penentu kesucian. Maka, gagasan sertifikasi halal sesungguhnya

juga keliru, sebab sangat sulit mengidentifikasikan kesucian

objeknya. Mungkin karenaalasan kesulitan inilah, Tuhan hanya

melarang makanan dan minuman tertentu. Tetapi anehnya

otoritas keagamaan malah memberi label halal pada barang dan

(39)

73 minuman menjadi haram karena mengandung unsur babi dan

alkohol. Untuk diketahui, Tuhan hanya melarang secara

eksplisit memakan daging babi, tapi otoritas keagamaan malah

mengharamkan semua yang terkait dengan babi walau sudah

dalam bentuk produk olahan seperti kosmetik dan obat-obatan,

termasuk kulitnya yang diolah menjadi produk fashion. Para

pemangku otoritas keagamaan merasa telah memiliki sudut

pandang berketuhanan, ketika mampu dengan fasih

menguraikan makna firman Tuhan dalam kitab suci. Padahal,

mereka hanya menjadikannya sebagai alat untuk memperoleh

kepentingan pribadi atau kelompok.

Rangkaian 2: Rangkaian kalimat ini diambil dari teks nomor 10 hingga 17. Pada rangkaian ini, penulis mulai memberikan contoh yang lebih spesifik mengenai apa dan siapa saja yang dikritik oleh penulis. Otoritas keagamaan mendapat sorotan tajam dalam rangkaian ini.

Sejarah perkembangan agama-agama menjelaskan

proses peralihan dari kesederhanaan ajaran agama menjadi

kompleks ketika dari dalam komunitas agama muncul otoritas

keagamaan. Sistem keberagamaan tersebut diklaim sebagai

representasi ajaran Tuhan. Padahal, sistem keberagaman yang

diciptakan manusia sama-sekali tidak bisa dibuktikan, apakah

betul merupakan kehendak Tuhan. Banyaknya institusi

keagamaan dalam suatu masyarakat hanya akan menghalangi

umat manusia mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini menafsirkan

kenyataan bahwa apresiasi terhadap kreativitas dan inovasi

jarang ditemukan di kalangan masyarakat yang terkungkung

oleh otoritas keagamaan. Problem utama mainstream adalah

(40)

74 diri yang lazim. Oleh karena itu, amat gampang menilai hal

diluar mainstream sebagai sebuah kesesatan.

Rangkaian 3: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 18 hingga 24. Rangkaian ini menjelaskan bagaimana

manusia terkungkung dalam penafsiran otoritas keagamaan.

Tapi, lebih tidak waras jika agama dan atas nama Tuhan

menjadi alasan bagi manusia untuk saling membenci dan

menyakiti. Gagasan inilah yang hendak ditanakan oleh para

pendiri bangsa dalam sila pertama. Ketuhanan Yang Maha Esa

mengandung arti yang absolut, yang harus menjadi asas tunggal

berbangsa dan bernegara. Dalam negara yang berketuhanan

tidak ada tempat bagi mereka yang tidak memiliki rasa cinta,

tidak berperilaku memberi, tidak memiliki semangat

pengorbanan. Dalam negara yang berketuhanan tidak ada

tempat bagi mereka yang mementingkan kepentingan kelompok

dan individu.

Rangkaian 4: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 25 hingga 29 yang menjelaskan hubungan antara sikap ketuhanan dengan negara.

Tidak seperti kelakuan para penganut agama yang suka

mencitrakan diri sebagai orang saleh, taat beragama, dan rajin

mengunjungi rumah ibadah tapi hatinya masih menyimpan

kesombongan tatkala merasa bangga dengan kesalehan dan

ketaatannya. Lalu tiba-tiba mencampuri urusan Tuhan,

sehingga ada perasaan bahwa dirinyalah yang paling merasa

disayangi Tuhan. Bahkan menjadikan dirinya Tuhan ketika

(41)

75 dengan kesalehan dan ketaatan beragama sering kali menipu

dan palsu. Jika demikian halnya maka otoritas keagamaan

keliru jika melarang atau mengharamkan permainan.

Kelemahan argumentasi yang diajukan oleh mereka yang

melarang jenis permainan tertentu atau melarang permainan

secara umum atas nama agama adalah asumsinya bahwa

permainan menjauhkan dari Tuhan. Asumsi ini muncul

semata-mata karena memahami hubungan dengan Tuhan hanya dapat

dibangun melalui ritual-ritual formal.

Rangkaian 5: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 30 hingga 36. Rangkaian tersebut memberikan gambaran terhadap pencitraan diri yang bertujuan untuk menghakimi. Serta kritikan terhadap kewenangan otoritas keagaman yang terkesan dangkal dalam memahami firman Tuhan.

Institusi-institusi dan otoritas keagamaan pada umumnya

gagal membumikan nilai-nilai kebaikan dari firman Tuhan

karena mengabaikan proses internalisasi. Alih-alih mendorong

kesadaran diri, malah melakukan proses indoktrinasi yang

hanya bertujuan membentuk komunitas-komunitas kegamaan

yang mengeksploitasi dan memanipulasi firman-firman Tuhan

untuk kepentingan golongan sendiri. Para pemegang

kepentingan dalam institusi keagamaan mengajarkan

pemahamannya terhadap firman Tuhan sebagai representasi

kehendak Tuhan pada umat manusia agar menyembah-Nya.

Sementara di sisi lain mengajarkan pula bahwa Tuhan tidak

membutuhkan pengabdian hamba-Nya. Ini adalah inkonsistensi

yang diakibatkan oleh pemahaman teks kitab suci berdasarkan

(42)

76 Rangkaian 6: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 37 hingga 41. Rangkaian tersebut menjelaskan kegagalan institusi agama dalam menerjemahkan firman Tuhan serta sebab-sebabnya.

Tidak hadirnya agama dalam pranata sosial modern,

tidak lain karena matinya daya kreativitas sang penafsir Firman

Tuhan lantaran terpasung oleh pendekatan tata bahasa.

Kehadiran agama malah sering dinilai sebagai penghambat

kemajuan, karena penafsiran dan pemahaman firman Tuhan

tidak mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan

zaman. Akibatnya, berbagai ajaran agama tidak menemukan

relevansinya dalam kehidupan. Dengan demikian, jihad tidak

lagi dijadikan sekadar bahan pidato oleh mereka yang memburu

kekuasaan dengan memprovokasi umatnya agar menyerang

golongan lain.

Rangkaian 7: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 42 hingga 45 yang menyebutkan adanya ketidaksesuaian antara ajaran agama dengan kehidupan masyarakat yang terus berkembang.

Inilah antara lain fungsi agama yang paling esensial

yaitu membimbing umat manusia mengalami transformasi

spiritual agar bisa menjadi asisten Tuhan dalam menebarkan

kebaikan dan perdamaian di muka bumi. Agama bukanlah

paguyuban tempat berkumpul-kumpul membentuk jamaah

eksklusif, alapagi melakukan pameran ritual untuk

(43)

77 Rangkaian 8: Rangkaian kalimat diatas diambil dari teks nomor 46 & 47. Rangkaian yang berisi penegegasan dan kesimpulan mengenai pesan dari buku ini yaitu kritik terhadap penyalahgunaan agama dan nama Tuhan untuk kepentingan pribadi

atau kelompok.

1.3Karakteristik Analis Wacana Kritis Ideologi Ketuhanan dalam berbagai Kepentingan

Penulis menggunakan karakteristik analisis wacana kritis untuk menarik kesimpulan ideologi ketuhanan yang digunakan dalam berbagai kepentingan pada buku Tuhan Maha Asyik. Karakteristik tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Hasil Penelitian Hasil Analisis

Karakteristik AWK Tindakan:

Sujiwo Tejo dan MN Kamba menulis buku Tuhan Maha Asyik sebagai respon atas berbagai kondisi masyarakat Indonesia yang sering mengalami konflik akibat dari penyalahgunaan agama dan nama Tuhan. Hal ini terlihat dari produksi tes pada 47 kalimat yang telah dianalisis. Kalimat-kalimat tersebut berasal dari 15 bab yang dikelompokkan menjadi 8 rangkaian sehingga memudahkan untuk dianalis.

Sebagai bentuk interaksi, wacana ketuhanan yang ada dalam buku Tuhan Maha Asyik diekspresikan secara sadar oleh penulis dan memiliki tujuan tertentu. Melalui tulisan-tulisan dalam buku, kedua penulis berusaha

(44)

78 menyampaikan siapa saja oknum yang dianggap menyalahgunakan agama dan nama Tuhan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Hingga pada akhirnya kedua penulis menegaskan gagasan utama dalam buku Tuhan Maha Asyik yaitu kritik terhadap penyalahgunaan agama dan nama Tuhan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Karakteristik AWK Konteks:

Analisis wacana kritis

mempertimbangkan konteks wacana dalam arti memperhatikan latar, situasi,

peristiwa, hingga kondisi tertentu. Berdasarkan kalimat-kalimat yang dianalisis dalam buku Tuhan Maha

Asyik, Sujiwo Tejo dan MN Kamba

adalah orang yang memandang Tuhan dan agama sebagai hal universal. Maka teks yang mereka hasilkan juga

merepresentasikan wacana mengenai Tuhan yang universal.

Meski keduanya berlatar belakang agama Islam, tetapi keseluruhan isi buku tidak membicarakan mengenai satu agama saja karena penulis menyadari jika hal tersebut

bertentangan dengan pesan dalam buku. Sehingga isi buku Tuhan Maha Asyik

(45)

79 Karakteristik AWK Historis:

Berdasarkan karakteristik historis, kondisi bangsa Indonesia sedang mengalami banyak gejolak sosial politik terkait SARA. Serta rekam jejak bangsa ini yang memiliki catatan buruk akan hal itu. Sehingga tulisan Sujiwo Tejo dan MN Kamba juga banyak menyoroti akan kondisi tersebut.

Tulisan-tulisan Sujiwo Tejo dan MN Kamba dalam buku Tuhan Maha Asyik

sangat berkaitan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat itu dimana sering terjadi konflik SARA akibat dari penyalahgunan agama untuk

kepentingan. Berbagi kepentingan pribadi dan golongan bisa dicapai Hal ini bisa dilihat dari penggunaan bahasa serta pesan-pesan tersiratnya. Bahkan dalam buku tersebut, ada

bagian yang secara khusus membahas mengenai hubungan sikap ketuhanan dan negara yaitu pada kalimat nomor 25-29.

Karakteristik AWK Kekuasaan:

Posisi Sujiwo Tejo dan MN Kamba dalam buku Tuhan Maha Asyik sangat dominan dan memiliki kekuasaan penuh dalam memproduksi pesan dalam teks buku Tuhan Maha Asyik. Keduanya berusaha menyampaikan konsep dan makna ketuhanan melalui buku Tuhan Maha Asyik serta mengarahkan cara pandang pembaca seperti yang penulis inginkan.

(46)

80 masyarakat. Terlebih karena ia hjuga seorang dalang, maka kesempatan untuk menyampaikan pesan pada masyarakat juga semakin luas dan terpercaya. Sedangkan MN Kamba adalah seorang akademisi (profesor) sehingga tulisanya dalam buku ini mengesankan jika ini adalah buah pemikiran yang serius dan tidak sembarangan karena ditulis oleh seorang profesor.

Klaborasi keduanya menghasilkan kepercayaan dalam masyarakat, hal ini terbukti dengan seringnya mereka diudang diberbagai universitas di Indonesia sebagai pembicara.

Karateristik AWK Ideologi :

Ideologi ketuhanan yang dibentuk oleh penulis dalam buku Tuhan Maha Asyik

dikomunikasikan kepada pembaca sebagai cara pandang dalam melihat agama dan Tuhan. Bahwa agama dan Tuhan bukanlah alat untuk mencapai kepentingan pribadi atau kelompok.

Teks dalam buku Tuhan Maha Asyik

diproduksi pada saat kondisi mayarakat Indonesia sering terjadi konflik karena banyak penyalahgunaan nama agama dan Tuhan. Teks tersebut

merepresentasikan kondisi masyarakat yang tidak memandang Tuhan sebagai zat universal sehingga sering

(47)

81 alat untuk mencapai kepentingan

pribadi atau kelompok.

Ini artinya, teks dalam buku Tuhan

Maha Asyik merupakan cerminan

Gambar

Tabel 5.1 Pembagian Kalimat

Referensi

Dokumen terkait

129 2.Uji Linieritas Iklim (X2)Organisasi Terhadap Produktivitas Sekolah (Y)... Uji Linierias data Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Terhadap Iklim Organisasi

Implementasi rencana strategis dalam sebuah unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah merupakan hal yang perlu dilakukan, mengingat bahwa rencana merupakan hal-hal yang

 Terima kasih kepada bu roviila yang selama skripsi sudah menjadi dosen pedamping saya.beliau selalu sabar untuk mengajari saya dan bersedia membantu saya di saat

tentang Akuntansi pertanggung jawaban merupakan system akuntansi yang mengakui berbagai pusat pertanggungjawaban pada keseluruhan perusahaan yang mencerminkan rencana

• Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek

Pendekatan geofisika yang dilakukan yaitu menggunakan metode Geolistrik Resistivitas sounding yang merupakan upaya lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya sehingga

“Kami juga melihat kampus-kampus lain di Malaysia dan Brunai, tetapi pilihan kami pada UMM yang sudah diakui di Singapura,” kata Rasman bin Saridin, salah satu mahasiswa asal

− Prototipe sistem SDR skala lab dengan frekuensi maksimal RF 50 MHz dengan daya RF kurang dari 1 mW menggunakan daughterboard Basic Tx-Rx dapat dikembangkan untuk sebuah