• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN...2

A. Latar Belakang Masalah...2

B. Pengantar Tentang Investasi...5

C. Hak Atas Tanah...11

II. PEMBAHASAN...20

A. Penanaman Modal Dalam Negri...20

B. Penanaman Modal Asing...22

C. Bidang Usaha Yang Terbuka Untuk Penanaman Modal Asing...24

D. Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Asing...25

(2)

Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam

Rangka Penanaman Modal Asing di Indonesia

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaanya sejak tanggal 17 Agustus 1945 dan telah melalui 70 tahun masa

kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia tentunya bertujuan untuk melepaskandiri dari ketergantungan pada bangsa lain, yang mana telah menguasai, memeras dan menguras bangsa Indonesia beserta segala kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak bangsa dan tumpah darah Indonesia. Selain itu cita-cita yang ingin dicapai dari kemerdekaan tentu adalah kebebasan untk hidup mandiri dan membangun masyarakat adil makmur.1

Untuk mewujudkan semua itu tentunya Indonesia mesti melakukan pengembangan ekonomi dan pembangunan. Upaya pembangunan ini tentunya memerlukan modal atau investasi yang besar. Kegiatan penanaman Modal di Indonesia telah dimulai sejak 1967, yaitu sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Udang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri. Dengan adanya kedua instrumen hukum ini, diharakan agar investor, baik ivestor asing maupun investor domestik untuk dapat menanamkan modalnya di Indonesia.2

1 Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Rajawali Pers, Jakarta, 2007, hlm. 1

(3)

Pada kenyataannya jumlah investor mangalami kenaikan pada zaman orde baru dan mengalami penurunan pada masa reformasi. Hal ini disebabkan adanya stabilitas politik, ekonomi, keamanan dan

pertahanan, sosial dan kemasyarakatan, semua dalam keadaan aman terkendali sehingga para investor mendapat perlindungan dan

jaminan keamanan dalam berusaha di Indonesia.

Sementara itu jumlah investasi khususnya investor asing ke Indonesia, mengalami penurunan sejak era reformasi. Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi di Indonesia, sebagaimana di investarisasi oleh BKPM, yakni hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal antara lain kesulitan mendapatkan lahan dan proyek yang sesuai; kesulitan memperoleh bahan baku; kesulitan dana dan pembiayaan; kesulitan pemasaran; dan adanya sengketa dan perselisihan diantara

pemegang saham. Pada sisi eksternal, kendala yang meliputi antara lain, faktor lingkungan bisnis yang tidak mendukung dan insentif atau fasilitas investasi yang diberikan oleh pemerintah kurang menarik; permasalahan hukum; keamanan, stabilitas politik;

keberadaan perturan daerah, keputusan menteri dan undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal di Indonesia; adanya ketidakpastian dalam pemanfaatan hutan bagi industri pertambangan, dan lain sebagainya.3

Untuk meningkatkan jumlah investasi yang ditanamkan oleh investor di Indonesia, diperlukan adanya perubahan yang radikal. Salah satu yang perlu dilakukan perubahan yakni terhadap Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dan undnag-undang nomor 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri. Pada tahun 2006 pemerintah telah mengajukan rancangan undang-undang tentang penanaman modal, dan pada tanggal 29 maret 2007, RUU itu telah disahkan oleh DPR RI, dengan

(4)

ditetapkannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Dalam undang-undang ini telah diatur tentang fasilitas atau kemudahan yang diberikan bagi investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia, yang mana meliputi :

1) Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto

2) Pembebasan atau keringanan bea masuk impr barang modal yang belum bisa diproduksi dalam negri

3) Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu.

4) Pembebasan atau penangguhan pajak penghasilan (PPn) atas impor barang modal

5) Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat 6) Keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB)

7) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan 8) Fasilitas hak atas tanah

9) Fasilitas pelayanan keimigrasian 10) Fasilitas perizinan impor

Dari sekian banyak kemudahan dapat dilihat salah satu poinnya ialah pemberian fasilitas hak atas tanah, dan bentuk-bentuk hak atas tanah tersebut, sesuai ketentuan pasal 16 Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yakni meliputi :

1) Hak Milik

2) Hak Guna Usaha 3) Hak Guna Bangunan 4) Hak Pakai

5) Hak Sewa

6) Hak Membuka Tanah

7) Hak Memungut Hasil Hutan

Hak-hak selain diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang, serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana dalam pasal 53 Undang-Undang Pokok Agraria

(5)
(6)

B. Pengantar Tentang Investasi 1. Istilah dan Pengertian Investasi

Jika dilihat dari segi terminologinya, Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam atau menginvestasikan uang atau modal.4 Istilah investsi atau penanaman modal merupakan

isilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah populer dalam dunia usaha sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam dalam perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.5

Investasi memiliki pengrtian yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung, (direct investment) maupun investasi tidak langsung (indirect investment/portfolio), sedangkan penanaman modal lebih memiliki konotasi pada investasi

langsung.6

Menurut Salim H.S. dan Budi Sutrisno, istilah investasi berasal dari kata investire yang artinya memakai, sedangkan dalam bahasa ingris disebut investment.7 Fitzgeral mangartikan

investasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk baru dimasa yang akan datang.8

Definisi lain tentan investasi dikemukakan Kamaruddin Ahmad. Ia mengartikan investasi adalah kegiatan atau tindakan menempatkan uang atau dana denagn harapan memperoleh

4 Hasan Shadily dalam Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal,

Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 3

5 Ida Bagus Rachmadi Supancana, dalam Ibid. 6 Dhaniswara K. Harjono dalam Ibid.

7 Salim H.S. dan Budi Sutrisno, Op. Cit. hlm. 31

(7)

tambahan nilai atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. dalam definisi ini investasi difokuskan pada penempatan uang atau dana. Tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan. Hal ini erat kaitannya dengan penanaman investasi dibidang Pasar Modal.9

Dengan adanya berbagai definisi diatas masih belum

menghasilkan suatu definisi yang menyeluruh dan umum, untuk itu salim H.S. dan Budi Sutrisno menyimpulkan bahwa investasi sebagai bentuk penanaman modal yang dilakukan investor, baik investor asing maupun domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

Selain pengertian menurut para ahli diatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pada pasal 1 angka 1, juga merumuskan pengertian dari penanaman modal, yakni segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negri maupun penanam modal asing untuk

melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya dalam pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan penanaman modal dalam negri ialah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang

digunakan oleh penanam modal dalam negri dengan menggunakan modal dalam negri. Berikutnya dalam angka 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penanaman modal asing yakni kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya, maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negri.

Jadi secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang

(8)

pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money),

peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian.10

Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik unsur-unsur terpenting dari kegiatan investasi atau penanaman modal, yaitu :

1) Adanya motif untuk meningkatkan atau setidaknya-tidaknya mempertahankan nilai modalnya

2) Bahwa ‘modal’ tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat mata dan dapat diraba (tangible), tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak kasat mata dan tidak dapat diraba (intangible). Tidak dapat diraba ini misalnya keahlian, pengetahuan jaringan, dan sebagainya yang dalam berbagai kontrak kerja sama (joint venture agreement) biasanya disebut valueable services.11

2. Jenis dan Bentuk Penanaman Modal

Ada dasarnya investasi dapat digolongkan berdasarkan aset, pengaruh ekonomi, sumber dananya, dan bentuk cara

penanamannya. Kesemuanya akan dijabarkan sebagai berikut : a) Investasi berdasarkan asetnya

Investasi berdasarkan asetnya dibagi dua jenis12 :

1) Real asset investment, merupakan investasi yang berwujud, seperti gedung-gedung, kendaraan dan sebagainya.

2) Financial asset investment, merupakan investasi berupa dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung penegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut.

10 Ibid.

11 Ida Bagus Rachmadi Supancana, dalam Ibid, hlm. 4

(9)

Dalam hal ini, jika dilihat dari segi likuiditas, umumnya real asset kurang likuid daripada aset keuangan/financial asset. Hal ini disebabkan oleh sifat heterogennya dan khusus kegunaannya.

b) Invetasi berdasarkan pengaruhnya

Investasi menurut pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhiatau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut13 :

1) Investasi autonomus (berdiri sendiri) merupakan investasi yang tidak dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat

spekulatif, misalnya pembelian surat-surat berharga 2) Investasi induced (mempengaruhi-menyebabkan)

merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang dan jasa serta tingkat pendapatan. Misalnya penghasilan transitori, yakni penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya. Teori ini dikembangkan oleh Milton Friedman

c) Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya

Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang PMA dan Undang-Undang nomor 11 tahun 1968tentang PMDN, investasi berdasarkan sumbernya merupakan investasi yang didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi jenis ini dibagi menjadi 2 amcam, yaitu :

1) Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA), yang mana sumber pebiayaanya berasal dari luar negri;

2) Investasi yang bersumber dari modal dalam negri (PMDN), investasi ini sumbermodalnya berasal dari pembiayaan dalam negri.

d) Investasi berdasarkan bentuknya

(10)

Berdasarkan bentuknya/cara menanamkan modalnya, investasi dibagi menjadi 2 macam14 :

1) Investasi portofolio, investasi ini dilakukan melalui pasar modal dan pasar uang dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi. Penanaman modal ini bersifat jangka pendek karena pada umumnya mereka melakukan jual-beli saham dan/atau mata uang dalam jangka waktu yang relatif singkat, tergantung pada fluktuasi nilai saham dan/atau mata uang yang hendak mereka perjualbelikan.15

2) Investasi langsung, investasi langsung merupakan investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan. Kegiatan penanaman modal secara langsung ini cendrung adanya keterlibatan

langsung dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal. Penanaman modal ini dapat dilakukan dengan mendirikan perusahaan patungan (joint venture company) dengan mitra lokal, dengan melakukan kerjasama operasi (joint operation scheme) tanpa membentuk perusahaan baru, dengan mengkonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan lokal, dengan memberikan bantuan teknis dan manajerial (technical and management assistance), dengan memberikan lisensi dan lain-lain.16

3. Pengaturan Tentang Penanaman Modal Di Indonesia

Investasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang mana dalam ketentuan penutup, pasal 38 menyatakan mencabut :

14 Pandji Anoraga dalam Ibid, hlm. 38

(11)

1) Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 tahun 1970;

2) Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 12 tahun 1970

Namun dalam ketentuan peralihan, pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa segala ketentuan peraturan

perundang-undangan yang merupakan pepraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 tahun 1970 jo. Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 12 tahun 1970 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tersebut. Peraturan pelaksanaan tersebut antara lain :

1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1992 tentang persyaratan pemilikan saham dalam perusahaan penanaman modal asing

2) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal dalam negri

3) Keputusan Presiden nomor 115 tahun 1998 tentang

perubahan atas keputusan presiden nomor 97 tahun 1993 tentang tata cara penanaman modal

4) Keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 tentang idang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanam modal 5) Keputusan presiden nomor 118 tahun 2000 tentang

(12)

yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanam modal

6) Keputusan mentri negara investasi/ kepala BKPM Nomor 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka

Penanaman Modal Dalam Negri dan Penanaman Modal Asing

7) Keputusn kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negri dan Penanaman Modal Asing

(13)

C. Hak Atas Tanah

1. Hak Menguasai Negara Atas Tanah

Konsepsi mengenai hak-hak kebendaan dalam KUH Perdata tentunya sangat berbeda dengan hak-hak kebendaan dalam

Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam KUH Perdata seluruh tanah adalah milik dan kepunyaan negara terkecuali ada yang bisa

membuktikan bahwa itu adalah miliknya. Sedangkan dalam konsep Undang-Undang Pokok Agraria tanah diseluruh wilayah Indonesia bukanlah milik Negara Republik Indonesia melainkan adalah milik seluruh bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (2) UUPA) dan pada

tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara Republik Indonesia, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria). Lengkapnya redaksi Pasal 2 Ayat (1) UUPA berbunyi sebagai berikut :

“Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebaga organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”

Selanjutnya dalam Pasal 2 Ayat (2) UUPA, terdapat wewenang hak menguasai yang dikuasakan oleh bangsa kepada negara yang dijabarkan sebagai berikut17 :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah. Termasuk dalam

wewenang ini adalah :

1) Membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan tanah untuk berbagai

keperluan (Pasal 14 UUPA jo. Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang yang dinyatakan tidak

(14)

berlaku lagi oleh undang-undang No. 2 tahun 2007 tentang Penataan Ruang)

2) Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah untuk memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya (Pasal 15 UUPA)

3) Mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah (pertanian) untuk mengerjakan dan mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan (Pasal 10 UUPA)

b. Menentukan dan mengatur hubungan –hubungan hukum

antara orang-orang dengan tanah. Termasuk dalam wewenang ini adalah :

1) Menetukan hak-hak atas tanah yang diberikan kepada warga negara Indonesia baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, atau kepada badan

hukum. Demikian juga hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negara asing (Pasal 16 UUPA)

2) Menetapkan dan mengatur mengenai pembatasan juamlah bidang luas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau badan hukum (Pasal 7 jo. Pasal 17 UUPA) c. Menetapkan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah. Termasuk dalam wewenang ini adalah :

1) Mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia (Pasal 19 UUPA jo. PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftatan Tanah)

2) Mengatur pelaksanaan peralihan hak atas tanah

3) Mengatur penyelesaian sengketa-sengketa pertanahan baik yang bersifat perdata maupun tata usaha negara, dengan mengutamakan cara musyawarah untuk mencapai

kesepakatan

(15)

merupakan hak milik bangsa Indonesia secara kolektif. Tugas mengelola seluruh tanah tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh bangsa Indonesia. Sebagai konsekuensi dari hak

menguasai oleh negara (HMN), maka negara diberi kewenangan dan kekuasaan yang besar dan luas untuk mengatur alokasi atas sumber-sumber agraria. Keberadaan dan kelangsungan hak-hak atas sumber-sunber agraria menjadi sangat tergantung dengan politik hukum dan kepentingan negara.18

Menurut Oloan Sitorus dan Nomadyawati, kewenangan negara dalam bidang pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA diatas merupakan sebuah pelimpahan wewenang dari bangsa Indonesia selaku pemilik kepada negara selaku pengelola untuk mengatur penguasaaan dan memimpin

penggunaan tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional.19

Pelaksanaan hak menguasai negara atas tanah tersebut dapat dikuasakan atau dilimpahkan pada daerah-daerah swantara (pemerintah daerah) dan masyarakat hukum adat, sekedar

diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah (Pasal 2 ayat (4) UUPA). Pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan negara tersebut dapat juga diberikan kepada badan otorita, perusahaan negara, dan perusahaan daerah dengan pemberian penguasaan tanah-tanah tertentu dengan hak pengelolaan (HPL).20

Menurut Boedi Harsono, pengaturan hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah, dibagi menjadi 2 bentuk21 :

a) Hak Penguasaan Atas Tanah Sebagai Lembaga Hukum

Penguasaan atas tanah ini terjadi sebelum adanya hubungan yang konkret antara tanah sebagai objek dan orang atau badan

18 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hlm. 5

19 Oloan Sitorus dan Nomadyawati dalam Urip Santoso, Op. Cit., hlm. 80 20 Ibid, hlm. 81

(16)

hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan dalam penguasaan atas tanah ini adalah sebagai berikut :

1) Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan 2) Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh,

wajib dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu peguasaannya.

3) Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa yang boleh menajdi pemegang haknya dan syarat-syarat bagi

penguasaannya

4) Mengatur hal-hal mengenai tanahnya

b) Hak Penguasaan Atas Tanah Sebagai Hubungan Hukum Yang Konkret

Penguasaan atas tanah ini terjadi setelah ada hubungan hukum yang onkret antara tanah sebagai objek dan orang atau bada hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya.

Ketentuan-ketentuan dalam penguasaan atas tanah ini adalah sebagai berikut :

1) Mengatur hal-hal mengenai penciptaaannya menjadi suatu hubungan hukum yang konkret dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu

2) Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain

3) Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain

4) Mengatur hal-hal mengenai hapusnya

5) Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya

Pengertian “penguasaan” dapat juga dipakai dalam arti fisik, juga dapat dalam arti yuridis. Dapat pula dalam beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah

(17)

kewenangan atas tanah yang ia haki, namun ia tidak mengasai secara fisik tanah tersebut dan memberikan penguasaanya keada pihak lain, dikarenakan suatu perjanjian. Sedangkan dari aspek publik merupakan penguasaan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2 UUPA. Secara hirarki hak peguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Nasional adalah sebagai berikut22 :

a) Hak bangsa Indonesia atas tanah b) Hak menguasai negara atas tanah c) Hak ulayat masyarakat Hukum Adat d) Hak perseorangan atas tanah, meliputi :

1) hak-hak atas tanah 2) wakaf tanah hak milik 3) hak tanggungan

4) hak milik atas satuan rumah susun

Hak perseorangan atas tanah yang diberikan kepada subjek hak, memberikan suatu kewenangan untuk menikmati, memungut hasil, mempergunakan tanah tersebut, tubuh buminya, airnya serta ruang angkasanya, namun hanya sekedar yang diperlukan dalam konteks kepentingan lansung yang berhubungan dengan penggunaan tanah tersebut, dan tentunya hal ini tetap dibatasi oleh Undang-Undang Pokok Agraria dan instrumen hukum lainnya. Salah satu bentuk pembatasan yang dilakukan oleh

Undang-Undang Pokok Agraria tercermin dalam Pasal 6, yang mana redaksi lengkap dari pasal tersebut adalah sebagai berikut, “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Disini dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak memiliki kewenangan mutlak untuk mempergunakan hak atas tanah itu dengan sekehendak hatinya, apalagi jika hal tersebut dapat merugikan orang lain. Apabila kepentingan terhadap tanah lebih besar (kepentingan umum dan kepentingan masyarakat luas), maka harus

diberlakukan fungsi sosial terhadap hak atas tanah tersebut,

(18)

dalam arti kepentingan individu harus dikorbankan demi kepentingan umum.

Jadi prinsip kepemilikan tanah menurut UUPA disamping

menghormati hak-hak individual juga memerhatikan kepentingan yang lebih luas. Dengan konsep Hak Menguasai negar aseperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA maka berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUPA negara mendapat legitimasi untuk melakukan pencabutan hak atas tanah yang dimiliki oleh warga masyarakat. Namun kepentingan individu juga diproteksi dengan adanya ketentuan pemberian ganti rugi yang layak terhadap individu yang telah mengorbankan hak atas tanahnya demi kepentingan umum, kepentingan bersama rakyat, bangsa dan negara, tentunya tetap dalam batasan, yakni penggantian yang tata caranya diatur dengan Undang-Undang.23

2. Pengaturan dan Ruang Lingkup Hak Atas Tanah

Dengan bertolak dari konsep Hak Menguasai Negara (HMN), sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1), negara memiliki kewenangan untuk menetapkan jenis-jenis Hak Atas Tanah yang dapat

diberikan kepada dan dapat dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum, lengkapnya redaksi pasalnya adalah sebagai berikut, “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”24

Sesuai ketentuan pasal 16 Undang-Undang No. 5 tahun 1960, jenis-jenis hak atas tanah antara lain :

a. Hak Milik, diatur dalam pasal 20 sampai pasal 27 UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (1) UUPA, ketentuan lebih lanjut

(19)

mengenai Hak Milik diatur dengan Undang-Undang.

Undang-Undang yang diperintahkan disini sampai sekarang belum terbentuk. Untuk itu diberlakukanlah Pasal 56 UUPA, yaitu selama undang-undang tentang Hak Milik belum

terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan Hukum Adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan UUPA.25

b. Hak Guna Usaha, diatur dalam pasal 28 sampai 34 UUPA. Menurut pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai HGU diatur dengan peraturan

Perundang-Undangan. Peraturan yang dimaksud disini adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai atas tanah, secara khusus diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 18.

c. Hak Guna Bangunan, diatur dalam pasal 35 sampai 40 UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai HGb diatur dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan disini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, secara khusus diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 38.

d. Hak Pakai, diatur dalam pasal 41 sampai pasal 43 Undnag Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pakai diatur dengan peraturan perundang-undangan, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, secara khusus diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 58.

e. Hak Sewa Untuk Bangunan, diatur dalam Pasal 44 dan Pasal 45 UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak sewa Untuk Bangunan diatur dengan perturan undangan. Peraturan

(20)

undangan yang diperintahkan disini sampai sekarang belum terbentuk.

f. Hak atas tanah yang bersifat sementara, diatur dalam pasal 53 UUPA, yang mana menyatakan jenis-jenis hak atas tanah yang bersifat sementara antara lain hak gadai (gadai tanah); hak usaha bagi hasil (perjanjian bagi hasil); menumpang; dan hak sewa tanah pertanian.hak-hak atas tanah ini diatur dalam UUPA dan diberi sifat sementara, dalam waktu yang singkat diusahakan akan dihapus dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Namun pada kenyataannya sampai saat ini tidak dapat dihapuskan dan yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi sifat-sifat pemerasan.

Selanjutanya berdasarkan ketentuan pasal 16 jo. Pasal 53 UUPA, hak atas tanah dapat dibedakan menjadi26 :

a. Hak atas tanah yang bersifat tetap

Hak atas tanah ini akan tetap aada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undnag-undang yang baru.

Jenis-jenis hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Membuka Tanah, Hak Sewa Untuk Bangunan, dan Hak Meungut Hasil Hutan b. Hak atas tanah yang bersifat sementara

Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA.

Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai, (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Pada hak atas tanah yang bersifat tetap diatas, sebenarnya Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan bukanlah hak atas tanah dikarenakan keduanya tidak memberikan wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau

(21)

mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Namun sekedar menyesuaikan dengan sistematika Hukum Adat, maka kedua hak tersebut dicantumkan juga kedalam hak atas tanah yang bersifat tetap. Sebenarnya kedua hak tersebut merupakan

“pengejawantahan” dari hak ulayat masyarakat Hukum Adat. Selain daripada pembedaan hak atas tanah diatas, hak atas tanah juga dikelompokkan dari segi asal tanahnya, hak atas tanah

dibedakan menjadi dua kelompok27 :

a. Hak atas tanah yang bersifat primer

Hak atas tanah ini berasal dari tanah negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Pakai atas tanah negara

b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder

Hak atas tanah ini berasal dari hak atas tanah pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

(22)

II. PEMBAHASAN

A. Penanaman Modal Dalam Negri

Penanaman modal dalam negri diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri. Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tersebut terdiri atas 10 bab dan 25 pasal. Selanjutnya Undang-Undang tersebut diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1970 tentang perubahan dan

tambahan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 dan keduanya telah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi digantikan

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan demikian yang menjadi payung hukum dari kegiatan penanaman modal di Indonesia saat ini ialah Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tenang Penanaman Modal.

Sebelum membicarakan penanaman modal dalam negri, tentunya harus jelas terlebih dahulu perihal modal dalam negri. Istilah modal dalam negri berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yakni domestic capital. Pengertian Modal Dalam Negri (MDN) dapat kita baca dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri (MDN) adalah “bagian daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang

disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.”

Pihak swasta yang memiliki modal dalam negri tersebut dapat terdiri atas :

(23)

2. Badan Hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 9 UU no. 25 tahun 2007 tentag enanaman modal juga disebutkan pengertian modal dalam negri, yakni “modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia,

perseorangan WNI, dan/atau badan usaha Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.” Dalam ketentuan ini yang dapat memiliki modal dalam negri adalah :

1. Negara Indonesia

2. Perseorangan warga negara Indonesia;

3. Badan usaha berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum

Sementara itu istilah penanaman modal dalam negri (PMDN) berasal dari bahasa Inggris, yaitu domestic investment. Pengertian Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) kita temukan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal dalam Negri. Penanaman Modal dalam Negri ialah “penggunaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam Pasal 1, baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.”

Dalam ketentuan Pasal 2 tersebut dapat diketahui bahwa pihak yang dapat menjadi penanam modal dalam negri adalah :

1. Orang-perorangan warga negara Indonesia 2. Badan Usaha Indonesia

Bentuk hukum dari badan usaha dalam kegiatan penanaman modal dalam negri, dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dapat berbentuk :

1. Badan usaha yang berbadan hukum

2. Badan usaha yang tidak berbadan hukum

Didalam hukum positif Indonesia, ada dua jenis badan usaha yang telah diberi status yuridis sebagai badan hukum, yaitu

(24)

merupakan badan sosial, keagamaan dan kemanusiaan telah mendapat status yuridis sebagai badan hukum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perbedaan antara badan usaha/perusahaan Nasional dengan perusahaan asing dapat kita temukan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri.

Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51 % daripada modal dalam negri yang ditanamkan didalamnya dimiliki oleh negara dan swasta nasional. Persentase tersebut

senantiasa harus ditingkatkan sehingga pada tanggal 1 Januari 1974 menjadi tidak kurang dari 75%.

Apabila dicermati definisi diatas, perusahaan nasional dapat dibagi menjadi 2 maacam, yaitu :

1. Perusahaan Nasional yang modalnya dimiliki oleh negara 2. Swasta nasional

Undang-Undang yanng mengatur tentang perusahaan negara adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mana dapat didefinisikan sebagai

“badan usaha yang seluruh modal atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara).

Sedangkan perusahaan swasta nasional merupakan perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh pihak swasta. Perusahaan asing merupakan perusahaan yang seluruh modalnya berasal dariasing atau merupakan kerja sama antara modal asing dengan modal

(25)

B. Penanaman Modal Asing

Awalnya investasi asing di Indonesia memiliki payung hukum yakni Undang-Undang No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. undang ini terdiri atas 13 bab dan 31 pasal. Undang-Undang ini telah dilakukan perubahan dan enambahan dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 1970 tentang perubahan dan

tambahan Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Undang-Undang ini telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan berbagai Peraturan Mentri, yakni sebagai berikut

1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1992 tentang

persyaratan pemilikan saham dalam perusahaan penanaman modal asing

2) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal dalam negri

3) Keputusan Presiden nomor 115 tahun 1998 tentang

perubahan atas keputusan presiden nomor 97 tahun 1993 tentang tata cara penanaman modal

4) Keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 tentang idang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanam modal

5) Keputusan mentri negara investasi/ kepala BKPM Nomor 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negri dan Penanaman Modal Asing, yang

kemudian diubah dengan Keputusan kepala BKPM Nomor 57/SK/2004

(26)

1. Pasal 1 angka 3, angka 6, dan angka 8 tentang pengertian penanaman modal asing, subjeknya, dan modal asing

2. Pasal 3 tentang asas dan tujuan penanaman modal asing 3. Pasal 4 tentang kebijakan dasar penanaman modal

4. Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tentang bentuk badan usaha 5. Pasal 6 tentang perlakuan terhadap penanam modal

6. Pasal 7 yang mengatur bahwasanya pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi dan pengambilalihan hak 7. Pasal 8 tentang kebebasan mengalihkan aset

8. Pasal 9 tentang tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanam modal

9. Pasal 10 tentang penggunaan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja asing

10. Pasal 11 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial

11. Pasal 12 tentang bidang usaha

12. Pasal 15 sampai dengan pasal 17 tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab penanam modal.

13. Pasal 18 sampai dengan pasal 24 tentang fasilitas penanaman modal

14. Pasal 32 ayat (1) dan ayat (3) tentang enyelesaian sengketa

15. Pasal 33 sampai dengan pasal 34 tentang sanksi

Dalam undang-undang no. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing dikenal dua istilah, yakni penanaman modal asing dan modal asing. Istilah penanaman modal asing merupakan terjemahan dari bahasa Ingrris, foreign investment. Pengertian penanaman modal asing dapat kita baca dalam pasal 1 undnag-undang nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Penanaman modal asing adalah “hanya meliputi modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentua undang-undang dan digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia.

Selanjutnya didalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal juga telah ditentukan

(27)

modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan

penanam modal dalam negri.”

Bentuk-bentuk penanaman modal asing, sesuai ketentuan pasal 1 dan pasal 23 Undang-Undang no. 1 tahun 1967 tentang

penanaman modal asing jo. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1994 tentang pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, yakni antara lain :

1. Patungan antara modal asinng dengan modal yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum

Indonesia. Patungan adalah bersama-sama mengumpulkan uang untuk suatu maksud tertentu

2. Langsung, dalam artian seluruh modalnya dimiiki oleh warga negara dan/atau warga negara asing.

C. Bidang Usaha Yang Terbuka Untuk Penanaman Modal

Asing

Penentuan bidang usaha untuk penanaman modal asing bersifat dinamis karena setiap waktu dapat berubah yang disesuaikan

dengan kondisi bangsa dan negara. Untuk mengkajinya harus dilihat kepada berbagai peraturan yang ada. Berikut ini perkembangan bidang usaha untuk penanaman modal asing, yang sebelumnya diatur dalam :

1. Pasal 5 sampai dengan pasal 8 undang-undang no. 1 tahun 1967

2. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994,

(28)

4. Keputusan presiden nomor 118 tahun 2000 tentang perubahan keputusan presiden nomor 96 tahun 2000 Ketentuan tentang daftar bidang usaha khususnya untuk investasi asing, kini tidak berlaku lagi karena ketentuan telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dibidang penanaman modal. Didalam lampiran II Peraturan Presiden No, 77 tahun 2007 tersebut telah ditentukan sebanyak 137 daftar bidang usaha yang diperkenankan untuk

penanaman modal asing. Ada dua bidang usaha yang diperkenankan untuk investasi asng, yaitu :

Daftar bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, dimana bidang usaha ini ditentukan secara pasti komposisi investasi antara investor asing dan investor domestik. Ada 120 daftar bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, terutama yang berasal dari investor asing.

D. Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Asing

Setiap investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia akan diberikan kemudahan. Salah satu kemudahan itu adalah

kemudahan dalam pemberian pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah. Dalam pasal 22 Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal ditentukan bahwa investor diberikan hak untuk menggunakan hak atas tanah yang terdapat diwilayah Indonesia. Hak atas tanah yang dapat digunakan oleh investor untuk kegiatan investasinya adalah :

1. Hak Guna Usaha (HGU);

(29)

Jangka waktu penggunaan hak atas tanah oleh investor itu, berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jangka waktu penggunaan HGU adalah 95 tahun dengan cara :

1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60 tahun

2. Diperbaharui selama 35 tahun

Jangka waktu penggunaan HGB adalah 80 tahun, dengan cara : 1. Diberikan dan dapat diperpanjang dimuka sekaligus selama

50 tahun

2. Diperbaharui selama 30 tahun

Jangka waktu penggunaan Hak Pakai adalah 70 tahun dengan cara dapat :

1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45 tahun; dan

2. Dapat diperbaharui selama 25 tahun

Namun pada dasarnya tidak semua perusahaan penanaman modal dapat diberikan hak atas tanah, sesuai dengan jangka waktu

tersebut. Perusahaan tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Ada lima persyaratan, yakni

1. Yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing

2. Dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan risiko pengembalian investasi lama

3. Tidak memerlukan area yang luas 4. Menggunakan hak atas tanah negara

5. Tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum

(30)
(31)

Dalam kedua ketentuan itu ditentukan jangka waktu penggunaan : 1. Hak Guna Usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun

dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996). Jadi total jangka waktu Hak Guna Usaha adalah selama 60 tahun.

2. Hak Guna Bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun (Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996). Jadi total jangka waktu Hak Guna Bangunan selama 55 tahun

(32)

III. PENUTUP

Kesimpulan

Pemberian Fasilitas Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, dapat berupa :

1. Hak Guna Usaha (HGU);

2. Hak Guna Bangunan (HGB); dan 3. Hak Pakai

Jangka waktu penggunaan hak atas tanah oleh investor itu, berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jangka waktu penggunaan HGU adalah 95 tahun dengan cara :

1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60 tahun 2. Diperbaharui selama 35 tahun

Jangka waktu penggunaan HGB adalah 80 tahun, dengan cara :

1. Diberikan dan dapat diperpanjang dimuka sekaligus selama 50 tahun

2. Diperbaharui selama 30 tahun

Jangka waktu penggunaan Hak Pakai adalah 70 tahun dengan cara dapat :

1. Diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45 tahun; dan

2. Dapat diperbaharui selama 25 tahun

Jangka waktu penggunaan hak atas tanah itu sungguh sangat lama. Ini bertentangan dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

Dalam kedua ketentuan itu ditentukan jangka waktu penggunaan : 1. Hak Guna Usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35

(33)

2. Hak Guna Bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun (Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996). Jadi total jangka waktu Hak Guna Bangunan selama 55 tahun

3. Hak Pakai Atas Tanah Negara, diberikan untuk jangka waktunpaling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun (Pasal 45 Peraturan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menguji pengaruh kepemilikan kas, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, financial leverage dan profitabilitas berpengaruh secara simultan terhadap praktik

1klusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran darah ke regio otak sesuai dengan kebutuhannya Penurunan aliran ini akan berpengaruh pada aliran

Penelitian ini diharapkan mampu membantu perusahaan ataupun khususnya pada lembaga asuransi dalam memahami secara komprehensif terhadap pemasaran keputusan nasabah dalam

Schiffman & Kanuk (2010) menyebutkan bahwa konsumen membuat keputusan pembelian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) faktor budaya, yang memiliki paling berpengaruh

Jauh di bawah spam , network incident berada pada peringkat kedua jumlah pengaduan, sekitar 2.800 pesan (9,36%) dari total pengaduan – bandingkan dengan 80% untuk

dimaksud pada ayat (2) tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, maka Hak Guna Usaha dimaksud demi hukum menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa brokoli yang disimpan pada suhu rendah dengan konsentrasi etanol 10% (Sr E10) dapat mempertahankan warna hijau sampai hari

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo mempunyai tugas membantu Bupati dalam melaksanakan fungsi penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi