• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memahami Sosiologi Kritis dan Sosiologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Memahami Sosiologi Kritis dan Sosiologi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Memahami Sosiologi Kritis dan Sosiologi Reflektif dari Pierre Bourdieu

(1930-2002)

Nawiroh Vera

Program Studi Ilmu Komunikasi FIKOM Universitas Budi Luhur Jakarta Jl. Ciledug Raya Petukangan Utara Jakarta Selatan, Telp. (021) - 5853753

Nawiroh.vera@budiluhur.ac.id

ABSTRACT

Orientation Bourdieu on structuralism, he tried to reconcile Structuralist (commonly called obyektivisme) and Heurmenetics (usually called subjectivism) the two approaches are mutually supportive. Bourdieu

tried to solve all the problems based on obyektivisme and subjectivism.Key terms in Bourdieu's sociological thought are social field, capital, and habitus. Habitus is adopted through upbringing and education. The concept means on the individual level "a system of acquired dispositions functioning on the practical level as categories of perception and assessment as well as being the organizing principles

of action." Bourdieu argues that the struggle for social distinction is a fundamental dimension of all social life

Keyword: Habitus, structuralism, ranah

PENDAHULUAN

Siapakah Bourdieu? Pierre Bourdieu adalah sosiolog Perancis yang pemikirannya paling diperhitungkan dewasa ini. Bourdiue lahir tanggal 1 Agustus 1930, di Denguin, distrik Pyrenees-Atlantiques, Bearn, sebuah provinsi di Selatan Perancis.

(2)

situasi ekonomi dan struktur social masyarakat asli. Lahirlah buku pertamanya “The Algerians”. Terbit di Prancis, buku ini menjadi awal pengakuan karirnya sebagai seorang sosiolog.

Tahun 1960 Bourdieu kembali ke Paris dan mengajar di University of Paris sampai 1964, kemudian pindah ke Ecoles des Hautes Etudes en Sciences Sociales, dan mendirikan the Centre for the Sociology of Education and Culture. Tahun 1968 ia mendirikan Centre de Sociologie Europeenne, yang dipimpinnya hingga kanker merenggut ajalnya tahun 2002. Ia menerima sejumlah penghargaan baik dari dalam negeri, Medaille d’or du Centre National de la Recherche Scientifique, maupun dari luar negeri (Goffman Prize dari University of California at Berkeley dan Huxley Medal dari Royal Anthropological Institute.

Bourdieu menjadi rujukan intelektual untuk pergerakan menentang neo-liberalisme dan globalisasi di Prancis tahun 1990-an. Ia menulis, kita hidup di dunia Darwin yang tidak aman dan tertekan, di mana ancaman permanen pengangguran menciptakan kekuasaan permanen yang membahayakan. (“Ours is a Darwinian world of insecurity and stress, where the permanent threat of unemployment creates a permanent state of precariousness.”)

Bourdieu bukanlah ilmuwan yang terasing dari situasi sekitar. Ia turun ke jalan bergabung dengan para pekerja kereta api Prancis yang memprotes kebijakan baru tentang jaminan social pekerja. Ia tajam mengkritik pemerintahan Lionel Jospin yang disebutnya sebagai sosialis palsu. Ia juga membela para imigran yang sulit memperoleh legalitasnya. Tahun 1981 Bourdieu mendukung seorang komedian bernama Coluche yang mengajukan diri sebagai kandidat presiden dengan alas an Coluche adalah juara dari “all those who don’t count as politicians”.

Bourdieu juga aktif mendukung Jose Bove, pemimpin petani di Prancis yang tahun 1999 mendadak terkenal karena memimpin protes terhadap outlet McDonald sebagai simbol globalisasi. “Bagi dia,” ujar Bove tentang Bourdieu, “hidup itu sendiri adalah komitmen.” Bourdieu juga dikenal dengan bour-dieu (dewa).

Ia merupakan tokoh teori kritis (perancis) yang terkenal dengan sosiologi kritis dan sosiologi refleksif. Karyanya berupaya mensintesis tataran analisis makro dan mikro. Bourdieu peduli dengan baik pengalaman subyektif maupun struktur obyektif. Karyanya menyerap sosiologi kritis Marx dan Weber. Karyanya mengembangkan baik model teori abstrak maupun telaah empiris jarak menengah. Karya empirisnya melintas berbagai bidang (pendidikan, budaya pop dan seni) dan disiplin (antropologi dan sosiologi). Bourdieu menawarkan beberapa konsep: HABITUS, FIELD, CAPITAL dan PRAKTIK

(3)

pendekatan yang saling mendukung. Bourdieu berusaha memecahkan segala persoalan berdasarkan obyektivisme san subyektivisme.

Strukturalisme menempatkan manusia sebagai obyek, dimana dalam kehidupan manusia yang terpenting adalah mengungkapkan makna. Tujuan ilmu menurut strukturalisme yaitu menemukan sistem. Meaning akan terungkap kalau kita menguasai sistem (obyektivisme). Sedangkan subyektivisme menekankan pada interpretasi.

Menurut Anthony Giddens ada 2 pendekatan:

a. Agensi; pelaku

b. Struktur; yang melandasi pelaku-pelaku obyektif dan subyektif

Sedangkan Bourdieu berpendapat:

c. Agensi

d. Kultur; otonom dari struktur e. Struktur

Pemikiran Pierre Bourdieu boleh dikatakan membuka tradisi baru dalam wacana sosiologi. Pendekatan sosiologi sebelumnya tidak jauh berbeda dengan pendekatan ekonomi klasik yang melihat fenomena sosial sebagai produk-produk tindakan individual. Pada Bourdieu, kita melihat suatu upaya penyatuan kedua unsur ini, yakni antara agen dengan struktur, antara objektivisme Marxian dengan subjektivisme dari fenomenologi, antara kebebasan dan determinisme.

Beberapa karya Bourdieu yang terkenal

Semasa hidupnya Bourdiue menghasilkan tak kurang dari 25 buku, antara lain:

a. The Algerians (1962)

b. Outline of a Theory of Practice (1977)

c. The Weight of The World (membahas tentang social suffering) d. Masculine Domination (membahas tentang gender dan kuasa) e. The social Structures of the Economy (membahas tentang relasi pasar) f. Homo Academicus (1988)

g. La Reproduction (menyoroti masalah pendidikan di Perancis).

(4)

utamanya adalah soal budaya seperti gaya hidup dan selera yang menjadi seragam dan membuat manusia menjadi tanpa identitas. Konsep habitus menjadi kuncinya.

i. On Television (1996), Bourdieu mengkritik penyajian televisi tentang apa yang disebutnya sebagai ”budaya makanan cepat saji”. Bourdiue menganggap televisi sebagai bahaya serius bagi seluruh area produksi kultural yang beragam. Televisi mendegradasi jurnalisme, karena televisi harus berupaya untuk menjadi inofensif.

j. Act of Resistance: Againts the Tyranny of the Market (1999) Bourdieu menekankan kewajiban intelektual untuk berjuang melawan globalisasi.

DASAR PEMIKIRAN

Teori-teori Dasar Pierre Bourdieu

Habitus. Habitus berasal dari bahasa Latin, yang berarti kebiasaan, dapat pula diartikan sebagai tata pembawaan atau penampilan diri. Habitus bersifat abstrak dan hanya muncul berkaitan dengan putusan tindakan, ketika seseorang dihadapkan pada masalah, pilihan dan konteks. Karena itu habitus bias juga dimengerti sebagai “feel of the Game”.

Habitus didefinisikan sebagai:“Suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, transposible disposition) yang berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara obyektif” (Bourdieu, 1979:vii). Konsep ini dipakai Bourdieu untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara agensi dan kultur yang tidak linear.

Disposisi mencakup aspek-aspek kognitif dan motivasional dan bertalian dengan kebiasaan-kebiasaan perilaku. Habitus dihubungkan dengan kegiatan ketidaksadaran atau non-refleksif, tidak didasarkan pada penalaran, tetapi keputusan impulsif. (ibarat pemain tenis yang lari ke depan jaring). Habitus, seperti ‘lifeworld’ memungkinkan orang-orang menjalani hidupnya sebagai manusia yang terampil. Ia merupakan sumber daya dan disposisi dalam pikiran dan tubuh kita yang dapat diterapkan dalam latar sosial yang beranekaragam. Ia mengizinkan kita berimprovisasi dan menavigasikan jalan kita melalui ‘pertemuan’, episode dan keputusan. Ia dipertalikan dengan ketidakadilan sistematis dalam masyarakat yang dipolai kekuasaan dan kelas. Ia muncul dalam ketidakadilan ini, dan memproduk rangkaian tindakan-tindakan praktis yang selalu cenderung mereproduksi struktur obyektif dimana mereka merupakan produk.

(5)

dari hasil pembelajaran lewat pengasuhan, aktivitas bermain, dan pendidikan masyarakat dalam arti yang luas” (Himawijaya, 2005).

Habitus dapat disimpulkan sebagai:

a. Kecenderungan-kecenderungan empiris untuk bertindak dalam cara-cara tertentu (‘gaya hidup’)

b. Motivasi, prefensi, selera dan emosi c. Perilaku

d. Semacam cara pandang-dunia (worldview) atau kosmologi e. Ketrampilan sosial yang praktis

f. Aspirasi dan ekspektansi tentang kesempatan hidup dan jalan hidup

Habitus bukan kodrat, bukan pula bawaan alamiah yang melengkapi manusia baik secara psikologis maupun biologis. Habitus merupakan hasil pembelajaran.

Ranah (field). adalah jaringan relasi antar posisi-posisi obyektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individual”. Ranah bukan ikatan intersubjektif antar individu, namun semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Habitus memungkinkan manusia hidup dalam keseharian mereka secara spontan dan melakukan hubungan dengan pihak-pihak di luar dirinya. Dalam proses interaksi dengan pihak luar itu, terbentuklah ranah, jaringan relasi posisi-posisi objektif. Ranah merupakan metafora yang digunakan Bourdieu untuk menggambarkan kondisi masyarakat yang terstruktur dan dinamis dengan daya-daya yang dikandungnya.Dalam habitus kelompok masyarakat terdapat ranah-ranah seperti; agama, budaya, ekonomi, sosial-politik, dan lain-lain.

Modal (Capital). Yang disebut modal oleh Bourdieu meliputi benda-benda material (yang dapat memiliki nilai simbolik) dan berbagai atribut ‘yang tak tersentuh’, namun memiliki signifikansi secara kultural, misalnya prestise, status dan otoritas (yang dirujuk sebagai modal simbolik), serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi).

Modal kultural termasuk:

a. Pengetahuan obyektif tentang seni dan budaya b. Selera dan prefensi kultural

c. Kualifikasi formal (gelar universitas, sertifikat ujian musik)

d. Ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan (misal; kemampuan memainkan instrumen musik)

(6)

Modal sosial didefinisikan sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma (norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan koperasi) untuk kepentingan bersama. Pierre Bourdieu berpendapat bahwa modal sosial mengacu pada keuntungan dan kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat melalui keanggotaannya dalam entitas sosial tertentu (paguyuban, kelompok arisan, asosiasi tertentu seperti jama’ah pengajian-majelis ta’lim). Setiap ranah mempunyai logika, prinsip, kepentingan, dan nilai-nilai yang dalam hal ini disebut modal (capital). Atau dapat dikatakan bahwa masing-masing ranah memiliki modal. Dalam ranah masing-masing mempunyai kepentingan. Kepentingannya bukan hanya ekonomi tapi ada modal simbolik. Masing-masing ranah secara historis berkembang modal-modal sesuai kondisi masyarakat masing-masing.

Bourdieu melihat modal simbolik (misalnya gengsi, kehormatan, hak untuk di dengar) sebagai sumber kruial kekuasaan. Ketika pemegang modal simbolik menggunakan kekuasaannya melawan orang lain yang tidak memiliki apa-apa, dan kemudian mengendalikan aksi mereka, maka mereka mempraktekkan symbolic violence.

Praktik. ”Tindakan” (practice) atau apa yag secara aktual dilakukan seseorang, merupakan bentukan dari (dan sekaligus respons terhadap) aturan-aturan dan konvensi-konvensi budaya. Ia mengandaikan korelasi secara dialektis hubungan kebudayaan (peta) dengan tindakan tentang perjalanan (Nur Aryani, 2003)

Dengan cara pandang Bourdieu, habitus individu dibentuk oleh dan atau dikaitkan pada keluarga, kelompok, dan yang paling penting posisi kelas individu dalam masyarakat. Habitus beroperasi berdasarkan sebuah logika praktek (logic of practice) yang diatur berdasar sistem klasifikasi bawah sadar (maskulin/feminin, baik/buruk, trendi/kuno dll). Penerapan prinsip-prinsip ini dalam bentuk konsumsi budaya dikenal sebagai selera. Bourdieu mengatakan bahwa selera, yang kelihatannya sekedar praktek individu, sebetulnya diatur oleh logika praktek dan selalu merupakan bagian dari praktek kelas.

(7)

Praktik. Rumus ini menggantikan setiap relasi sederhana antara individu dan struktur dengan relasi antara habitus dan ranah yang melibatkan modal.

KRITIK TERHADAP BOURDIUE

Kritik Bourdieu terhadap Marx. Menurut Bourdieu teori Marx tentang pertentangan kelas, hanya mendefinisikan posisi sosial dengan mengacu pada satu posisi dalam hubungan-hubungan produksi ekonomi dan mengabaikan hubungan-hubungan produksi kultural. Demikian juga semua pertentangan yang menstruktur di bidang sosial tidak dapat direduksi ke oposisi antara pemilik dan bukan pemilik sarana produksi ekonomi. Maka, teori itu hanya diorganisasi dalam dua blok.

Kritik Terhadap Bourdieu

1. Claudia Strauss dan Naomi Quinn dalam bukunya; A Cognitive Theory of Cultural Meaning (1977) mengatakan: beberapa kelemahan dalam uraian Bourdieu, misalnya ketika ia mengatakan bahwa pengetahuan dalam habitus tidak diungkapkan (unsayable, atau doxa) karena memang tidak bisa diungkapkan. Strauss dan Quinn tidak sependapat, dan mengatakan bahwa walaupun manusia tidak selalu menyadari bahwa ia sedang belajar, hal ini tidak berarti bahwa apa yang telah ia pelajari akan selalu berada di luar kesadarannya. Berkaitan dengan proses belajar ini, Strauss dan Quinn juga menilai Bourdieu kurang tepat dalam mengatakan bahwa pengenalan (familiarity) dengan praktek-praktek sosial cukup untuk habitus. Mereka mengatakan bahwa tidak semua keteraturan dalam praktek-praktek sosial teringat oleh individu, karena individu tersebut mempunyai motivasi-motivasi yang mengarahkan perhatiannya pada hal-hal tertentu saja. Kritik Strauss dan Quinn terhadap Bourdieu memperlihatkan pijakan mereka pada teori-teori yang berkembang dalam psikologi, khususnya teori-teori tentang proses belajar.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Aryani, Nur.2003, Budaya sebagai Medan Pertarungan Kuasa, sinar Harapan Online, 2003.

Beilharz, Peter. Teori-teori Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.

Bourdieu, Pierre. 1993, Critical Perspective, The University of Chicago

Effendy, Fenty. Paper Seminat Teori-teori Kritis. 2006.

Harker, Richard, et.al. Pengantar Paling Komprensif pada Pemikiran Pierre Bourdieu, Jalasutra, Yogyakarta.

Himawijaya. Pikiran rakyat online, 2005.

Kirana, Fredy. 2006, Lembar Kerja Kuliah Isu kultural dalam Media dan Komunikasi

Sorjanto, Prof. Catatan Kuliah Teori Kritis, 2006.

Strauss, Claudia dan Quinn, 1997, Naomi. A Cognitive Theory of Cultural Meaning, Cambridge University Press, Cambridge.

Sumber Lain:

Referensi

Dokumen terkait

Karena nelayan memilih untuk mempertahankan bentuk yang lama, maka perlu dilakukan analisa khususnya stabilitas kapal supaya performa kapal akan tetap baik meskipun

Agar interior kita tidak terkesan biasa karena memilih pencahayaan yang biasa-biasa saja, RUMAH KITA akan membagikan tips kece soal jenis lampu dan penataan

Mencermati tingginya peningkatan pinjaman untuk keperluan investasi serta juga didukung kontribusi investasi yang cukup besar terhadap perekonomian Kabupaten Kubu Raya yaitu 37,8

Dari data-data yang telah disajikan menunjukkan bahwa terdapat suatu fenomena yang muncul, penting untuk dilakukannya penelitian untuk menganalisis pengaruh

Menganalisis keunggulan ekonomi yang ada di lingkungan sekitar peserta didik ( Kab. Lampung Tengah ); menganalisis potensi daerah tempat tinggal yang dapat dikembangkan dalam

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat rendemen dan mutu giling beras yang dihasilkan oleh beberapa unit penggilingan padi di Kabupaten Kotabaru, Provinsi

penelitian yang ikan kuesioner itung sebelum omosi kesehatan oduksi remaja ukkan terjadinya dan sikap siswa osi kesehatan hatkan adanya mi penurunan rikan promosi nalisis