• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Sistem Informasi Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana M02398

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan ": Sistem Informasi Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana M02398"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

PROSIDING

K

onferensi

i

nternasional

f

eminisme

: P

ersilangan

i

dentitas

, a

gensi dan

P

olitiK

(20 t

ahun

J

urnal

P

eremPuan

)

PROCEEDING OF

i

nternational

C

onferenCe

on

f

eminism

: i

nterseCting

i

dentities

, a

genCy

& P

olitiCs

(20 y

ears

J

urnal

(3)

AgAmA dAn Feminisme

Konferensi Internasional Feminisme: Persilangan Identitas, Agensi dan Politik (20 Tahun Jurnal Perempuan)

© Jurnal Perempuan, 2016

2655 hlm, 14,8 x 21 cm

ISBN 978-602-6789-33-4

(4)
(5)

Kata Pengantar

Selamat datang di acara Konferensi Internasional tentang Feminisme, pertama diadakan di Indonesia yang membahas secara khusus feminisme dari berbagai bidang. Konferensi ini dalam rangka memperingati 20 tahun Jurnal Perempuan yang pertama kali terbit pada tahun 1996. Sejak itu, Jurnal Perempuan sebagai jurnal feminis pertama di Indonesia telah membahas secara konsisten ide-ide feminisme baik dalam ranah lokal maupun global.

(6)

4

AgAmA dAn Feminisme

profesional serta tokoh/organisasi berhaluan feminis Islam. Oleh sebab itu, kami tetap optimis akan masa depan feminisme di Indonesia.

Konferensi ini mencerminkan optimisme tersebut. Makalah yang masuk ke panitia konferensi berjumlah 102 dan terseleksi sebanyak 62 makalah. Pemakalah dan peserta datang dari berbagai daerah seperti Aceh hingga Papua kecuali Maluku. Peserta dari luar negeri terwakili oleh Thailand, Amerika, Australia, Hong Kong, Filipina, Belanda, Jerman dan Malaysia. Peserta yang aktif berpartisipasi dalam konferensi ini juga beragam dari LSM, pemerintahan, akademisi, guru, profesional, pengusaha dan ibu rumah tangga.

Terima kasih tak terhingga saya sampaikan kepada ketua panitia konferensi, Sdr. Naufaludin Ismail beserta staff YJP, mantan staff YJP, SJP dan para voluntir yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan umum. Demikian pula kepada Dewan Pembina, Dewan Redaksi dan mitra-mitra YJP yang berkontribusi pada acara ini. Terkhusus, terima kasih sedalamnya untuk Ford Foundation, MAMPU dan ARROW yang telah mendanai dan mendukung acara konferensi ini.

Gadis Arivia

(7)

Preface

Welcome to the International Conference on Feminism, organized for the first time in Indonesia discussing specifically feminism from various perspectives. This conference is held to commemorate the 20th Anniversary of Jurnal Perempuan whose first edition was released in 1996. Since then, as the first feminist journal in Indonesia, Jurnal Perempuan has been consistently discussing feminism ideas, in local and global sphere.

The journey of feminism idea in Indonesia must pass a difficult road. It can be said, that the initial idea was established at the first Woman Congress in Yogyakarta in 1928 discussing important issues, including education and women. Furthermore, the feminism ideas continued after Indonesia proclaimed its independence in the grassroots level pioneered by Gerwani (Indonesian Women Movement) in 1950s.

Post-Suharto leadership, women movement entered its dark era in the new order era presided by the then President, as it was co-opted and dominated by the state. Than it came the Reform era when feminism idea grew thank to democracy. However, the door for democracy opened widely invaded also by other groups, one of which was the conservative religious groups.

(8)

6

AgAmA dAn Feminisme

as Islam-minded feminist organizations and figures. That is why we are still optimistic about the future of feminism in Indonesia. The conference reflects the optimism. The organizing committee receives 102 papers and selects 62. The presenters and participants come from various regions, such as Aceh and even Papua, with Maluku province as an exception. Foreign participants are also present in this seminar from Thailand, the United States, Australia, Hong Kong, Philippines, Holland, Germany and Malaysia. They comefromdiverse backgroundsuch as NGO, government, academic, teacher, student, professional, businessmen and housewives.

I would like to thank the head of the conference organizing committee, Naufaludin Ismail and all YJP staffs, former YJP staffs, SJP and volunteers, including university students, lecturers and general public. I would like also to express my sincere gratitude to the Board of Steering Committee, Boar of Editor and YJP s partners that contribute to this event.

Special thanks to the Ford Foundation, MAMPU and ARROW who fund and support this conference.

Gadis Arivia

(9)

daftar isi

AGAMA DAN FEMINISME

Islamic Feminist Reading on the Qur’an: A Comparative

Study on Amina Wadud’s and Mohammed Talbi’s

Interpretation of Q. 4:34

Afifur Rochman Sya rani --23

Membaca Kontruksi Seksualitas: Sebuah Kajian Represi Mahasiswi Santri Terhadap Film

Perempuan Punya Cerita Bruce Dame Laoera --52

Komodifikasi Filantropi Lokal Islam dan Eksploitasi Perempuan di Ruang Publik: Perempuan Pemungut Sumbangan Keagamaan di Jalan Raya

Jajang A Rohmana --93

Rekonstruksi Citra Perempuan dalam Alkitab pada

Kumpulan Puisi Perempuan yang Dihapus Namanya

Karya Avianti Armand

Langgeng Prima Anggradinata --123

Allah sebagai Kekasih: Narasi Perempuan Pedhotan

akan Allah di Gunung Kemukus

Oleh Mutiara Andalas --154

“Ombak Panggil Ombak” Pandangan Feminis Protestan

Indonesia mengenai Pergulatan Agama, Tradisi dan Perubahan Sosial Masyarakat

(10)

8

AgAmA dAn Feminisme

Membebaskan Allah Dari Belenggu Patriarki

(Sebuah Analisis Kritis Feminis Kristen Terhadap Konsep Allah Dalam Alkitab Perjanjian Lama)

Suryaningsi Mila --198

BURUH DAN PEKERJAAN

Dualisme Peran Gender dalam Keluarga Buruh Migran Indonesia

Anggaunitakiranantika --226

Paradoks & Marginalisasi Home-Workers di Industri

Berbasis “Putting-Out” System (Studi Kasus Jawa Tengah)

Arianti Ina R. Hunga dan Tundjung Mahatma --243

Menggali Potensi Perempuan Akar Rumput

dalam Upaya Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia: Kisah Paguyuban Seruni

Elisabeth Dewi dan Sylvia Yazid --276

Makna Kemandirian Pada Pekerja Lansia Perempuan di Bali

Made Diah Lestari, Ni Putu Natalya,

Ratna Dewi Santosa, Ni Putu Eka Yulias Puspitasari, Olvi Aldina Perry --310

Dilema Perempuan Buruh Migran dalam Peran Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga

Pinky Saptandari --334

Perempuan Dimensional: Tentang Ekonomi-Politik Perempuan Pesisir Muncar

(11)

Kehidupan Perempuan di Perkebunan Teh, Sebuah Kajian Ekofenisme

Roro Retno Wulan --384

Etika Fashion: Langkah Kritis Menghadapi Efek Ekploitasi Kapitalistik Industrial

Safina Maulida --406

Pengaruh Bias Gender pada Karakteristik Wirausaha terhadap Kinerja Bisnis

Yusalina, Anita Primaswari Widhiani, Chairani Putri Pratiwi --421

FEMINISME LOKAL, GLOBAL DAN TRANSNASIONAL

Dampak dan Makna Resistensi Perempuan Bali pada Sektor Industri Kreatif di Desa Paksebali, Kabupaten Klungkung, Bali

Anak Agung Istri Putera Widiastiti --448

Perempuan dan Pegunungan Kendeng:

Ekofinisme dalam Gerakan Sosial Baru di Indonesia

Okie Fauzi Rachman --474

Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan

dalam Pacaran di Kota Salatiga (Kajian Psikoanalisa)

Eunike Imaniar Yani Talise, Sutarto Wijono, Arianti Ina Hunga --511

Lingkar Tutur Perempuan: Women and the politics of memory in the aftermath of 1965 state violence

(12)

10

AgAmA dAn Feminisme

The ethnicity body and identity: A (re)construction self of Chinese-Indonesian woman

Jennifer Lie --574

Perempuan Samin-Kapuk dalam Pusaran Dinamika Femisime Lokal: Kajian Transformasi Identitas-Historis

Khoirul Huda --595

Menarasikan Masa lalu: Sejarah, Testimoni, dan Perempuan

Nungki Heriyati --627

“Paradoks Cinta: Antara Pengorbanan dan Perpisahan”

(Kajian Etologis Kebertahanan Perempuan sebagai Korban dalam Lingkaran Kekerasan)

Nyoman Ratih Prativi Negara Putri, Sutarto Wijono, Ina Hunga --653

In Searching of Feminist Technology:

Challenge in 21st Century Feminism

Perdana Putri --686

Persepsi Anak-anak Terhadap Peran Gender di Masyarakat (Studi Kasus di Wilayah Kota Tangerang Selatan)

Tri Sulistyo Saputro --706

KEADILAN UNTUK MINORITAS

Symbolic Communication Among Lesbians (A Case Study in Lesbian Community at Tegalega Bandung)

(13)

Eksistensi Lesbian (Penerimaam diri, Aktualisasi diri dan Perjuanagan HAM)

Dian Novita Kristiyani --743

Biphobia: Dua Wajah Diskriminasi terhadap Biseksual

Ferena Debineva --779

Queer and Alam: Mempertanyakan Naturalisasi Identitas

Queer sebagai ‘Penentang Kodrat Alam’ Firdhan Aria Wijaya --800

Merebut Ruang dan Waktu Hetero: Afirmasi Performativitas Subjek Pattaya di Tengah Isu Begal dan Diskriminasi LGBT

Ghanesya Hari Murti --825

Mewartakan Liyan: Media, Homoseksual dan Reproduksi Homophobia dalam Perspektif Historis

Narrating The Other: Media, Homosexual and

Reproduction of Homophobia in Historical Perspective Makrus Ali --841

Gambaran Identitas Seksual dan Proses Coming Out pada Remaja Akhir Kelompok Minoritas Seksual di Jakarta

Maria Britta Widyadhari, Tri Iswardani --867

Mereka Adalah Manusia: Refleksi Teologis tentang Prinsip Kemanusiaan Terhadap Queer

Masthuriyah Sa dan --896

Heteronormativitas sebagai Hegemoni Gagasan KeIndonesiaan: Sebuah Kajian terhadap Pernyataan Diskriminatif Pejabat Negara dalam Perdebatan LGBT

(14)
(15)

EKSISTENSI LESBIAN

(PENERIMAAM DIRI, AKTUALISASI DIRI DAN PERJUANAGAN HAM)

Dian Novita Kristiyani

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga diannovita2087@gmail.com

ABSTRAK

Homoseksual berhadapan dengan tiga kekuatan besar yang menekan keberadaan mereka, yaitu, agama, negara dan keluarga. Pilihan orientasi bukan menjadi permasalahan privat saja, tetapi bertransformasi ke arah publik. Pengontrolan tingkah laku kolektif manusia dan seksualitas menjadi sebuah barometer pengembangan ekonomi politik suatu Negara. Negara sebagai penjamin, memiliki kewajiban untuk menghadirkan ruang- ruang untuk berkembang bagi setiap warga negaranya. Namun bila ruang itu hanya terbuka untuk heteroseksual, maka kuasa hanya dimiliki oleh laki-laki dan tidak ada eksistensi bagi lesbian. Melihat fakta yang terjadi, bisa disampaikan bahwa ruang yang terbatas bagi seorang lesbian, adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Fakta dari seorang lesbian dapat dipakai untuk menganalisis penerimaan diri, spiritualitas batin, serta bagaimana seorang lesbian memaknai tubuh dan seksualitasnya. Komunitaspun memiliki peranan yang penting untuk membantu seseorang untuk dapatmemahami diri dan menerima dirinya.

Key word: eksistensi, lesbian, penerimaan diri, seksualitas, tubuh

PENDAHULUAN

(16)

744

eKsIstensI lesbIan

Indonesia belum sepenuhnya diterima. Boleh jadi, orang menganggap realitas ini seperti sepenggal cerita tanpa arti, bahkan sering dilecehkan sebagai suatu kehidupan yang aneh bahkan dianggap menyimpang atau pendosa . Penolakan yang dialami homoseksual sebagai bagian dari masyarakat sekaligus menjadi fakta keberadaan komunitas homoseksual sebagai manusia yang memiliki hak yang sama dengan manusia lainnya sedang digugat. Fakta ini bertolak belakang dari semangat HAM yang menempatkan komunitas lesbian sebagaimana manusia lainnya memilikiruangyangsama untukbebas mengekspresikan pikiran, keyakinan, bersosialisasi, dan berkreasi.

(17)

Cinta sejenis sebenarnya bukanlah hal baru, ia telah eksis sejak masa awal sejarah kehidupan manusia. Hampir di semua negara dapat ditemui keberadaan kaum homoseksual, tak terkecuali di Indonesia. Yang membedakan kemudian adalah, penerimaan masyarakat terhadap kelompok homoseksual yang tidak sama. Latar belakang budaya masing-masing negara sangat berpengaruh pada bagaimana masyarakatanya menerima keberadaan homoseksual. Seperti di Indonesia, masih terdapat perbedaan pandangan dan perlakuan terhadap kaum homoseksual (Kadir, 76, 2007).

Pemahaman kata seksualitas menjadi urutan penting

untuk memahami varian gender dan orientasi atas tubuh adalah wujud eksistensi. Seksualitas banyak dipahami sebatas sexual activity dan pemahaman ini telah mereduksi makna yang utuh tentang eksistensi manusia. Eksistensi lesbian dipenuhi dengan paradoks yang terlihat ketika haknya secara pribadi di masyarakat dan negara belum terpenuhi. Individu, masyarakat maupun lembaga merasa memiliki hak dan kewenangan untuk mendefinisikan, memberi makna, membuat aturan bahkan melakukan kontrol terhadap tubuh perempuan lesbian atas nama kepatutan, nilai masyarakat bahkan atas nama kuasa.

(18)

746

eKsIstensI lesbIan

lesbian tidak bisa menerima dirinya sendiri, maka akan sulit bagi seorang lesbian mendapatkan haknya.

Untuk melihat kompleksitas dari dinamika dan pergerakan lesbian, maka penelitimenggunakan beberapa teoripendukung, yaitu teori feminis eksistensialis. Dalam konsep penerimaan dan eksistensi diri, aspek budaya, sosial, agama, gender dan pembangunan sangat berpengaruh erat bagi perkembangan eksistensi diri dan pemenuhan HAM.

Subyek dalam penelitian ini adalah lesbian, dan akan menganalisis penerimaan diri, spiritualitas batin, serta bagaimanaseoranglesbian memaknaitubuhdanseksualitasnya. Menganalisis dan mengkritisi berbagai bentuk opresi yang dihadirkan untuk lesbian sangat penting, hal tersebut akan mememunculkan sebuah tindakan kesadaran yang memposisikan lesbian dari Aku konstruksi masyarakat menjadi Aku yang benar-benar ada. Proses bersama dengan komunitas untuk terus belajar tanpa dehumanisasi dan memahamkan pada tiap individu yang belum memahami benar dirinya adalah sebuah proses awal yang dilakukan oleh komunitas untuk mendorong setiap individu mencapai eksistensi dirinya. Kesadaran kritis dan analisis sosial yang terus dikembangkan akan membantu individu lesbian memahami bahwa eksitensi dan apa yang ada di dirinya adalah haknya.

(19)

orientasi seksual yaitu kelompok I (heteroseksual) dan kelompok II (lesbian) disatukan dalam forum diskusi dan kegiatan yang sama.

Subjektivitas menempatkan subjek/objek menjadi setara dan tidak ada kesenjangan antara peneliti dan yang diteliti. Dengan metode feminis ini, penulis mencoba masuk dan memahami benar kenyataan yang dialami lesbian. Metodologi feminis menggunakan pendekatan empathy, participatory dan in-depth interview. Setiap apa yang disampaikan oleh narasumber lesbian yang dianggap sebagai minoritas seksual dan sampai saat ini masih mengalami diskriminasi adalah sangat penting dan bernilai. Dari sisi-sisi itulah akan menunjukkan bagaimana cara mereka membangun eksistensi.

(20)

748

eKsIstensI lesbIan

diri itu merupakan nilai dan makna yang dimiliki oleh masing- masing individu. Proses tersebut akan dapat ditunjukan dengan studi kasus yang digambarkan dalam penelitian ini.

Proses perjalanan yang panjang bersama seluruh komunitas mengahadirkan sebuah fakta yang sangat menarik untuk dipahami dan digambarkan lebih jauh dan utuh. Dengan dialog, berbagi banyak hal serta pengalaman tentang kehidupan yang dijalani oleh masing-masing individu di komunitas dan kegiatan bersama menjadi sebuah hal yang dapat menguatkan dan saling membangun. Setiap individu di dalam komunitas memiliki proses masing-masing dalam menjalani kehidupan serta pilihannya, dari hal tersebut penulis menemukan bahwa proses- proses tersebut dapat menjadi sumber belajar. Penulis mencoba mengenal, memahami dan membangun kedekatan hal tersebut sebagai bagian dari proses bersama. Proses bersama komunitas menghadirkan banyak stimulus, namun penulis menyadari bahwa proses yang dilalui oleh masing-masing sangat beragam. Hal lainnya yang menjadi dasar mengapa penelitian dilakukan di Ungaran, kabupaten Semarang adalah menimbang begitu banyak dinamika yang dialami oleh lesbian di kota industri tersebut.

(21)

pendapat kelompok heteroseksual dalam kegiatannya bersama kelompok lesbian. Wawancara harus lebih mendalam untuk menemukan realitas atau fakta yang dihadapi oleh lesbian untuk menjawab kompleksnya semua fenomena yang dialami oleh lesbian. Pengamatan dan observasi partisipatoris juga dilakukan untuk memperoleh informasi dan data yang terkait dengan penelitian. Ungaran sebagai wilayah penelitian didasarkan pada perjumapaan dan obrolan serta penulisan dan kegiatan penulis seiring dengan proses bersama yang dilakukan oleh individu yang perduli dengan lesbian dan komunitas pendamping.

Berdasarkan situasi dan fakta yang ada pada lesbian inilah yang akan dirumuskan menjadi satu tujuan yang hendak digambarkan dan dijelaskan pada tulisan ini. Penelitian ini ingin menjelaskan dinamika dan proses dari seorang lesbian membangun eksistensi diri secara pribadi, bagaimana konsep dan penerimaan diri terbangun.

PEMBAHASAN

(22)

750

eKsIstensI lesbIan

Dimana kita akan mulai memahami makna kebebasan pilihan seorang manusia, ketika ruang-ruang yang ada tidak terbuka untuk seseorang memunculkan eksistensinya. Ketika yang selalu ada adalah diskriminasi, sterotype dan peminggiran lesbian yang menjadi sebuah kemutlakan terus terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Sementara gelombang penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) terus digulirkan dan diperjuangkan. Itu artinya, tidak ada alasan untuk membedakan orientasi seksual mana yang boleh mendapatkan haknya. Siapapun mereka, apapun mereka, dengan dirinya serta pilihannya bukanlah menjadi pembatas manusia untuk memperoleh dan memperjuangkan haknya.

Episode panjang bagi perjuangan kaum perempuan yang sampai saat ini masih harus terus diperjuangkan. Pemahaman sempit atas peran perempuan masih sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat. Mengapa? Berbagai diskriminasi, subordinat bahkan kekerasan terhadap perempuan diperkuat budaya dan tafsir yang salah terhadap ayat-ayat dalam kitab suci. Akibatnya ekspresi dan eksistensi perempuan berada di titik nol.

(23)

yang berkembang bahwa, yang berbeda itu adalah tidak baik bahkan berkategori salah . Kemudian muncullah diskriminasi, penolakan bahkan kekerasan pada lesbian. Tak jarang lesbian ditolak dari pertemanan, pekerjaan, dan menerima kekerasan baik fisik maupun mental karena orientasi mereka yang berbeda dari pandangan keyakinan mayoritas di masyarakat.

Ketika hak asasi tidak dapat dicapai oleh seseorang karena sebuah perbedaan orientasi seksual, bagaimana seseorang bisa menghadirkan eksistensi diri dan komunitasnya dalam lingkungan yang yang jauh lebih luas? Maka, Eksistensi tersebut terbungkam, karena secara internal dari personal itu sendiri maupun eksternal orang lain atau masyarakat tidak dihadirkan layaknya manusia yang lain hanya karena permasalahan orientasi seksual yang berbeda.

Menurut Audre Lorde, komunitas lesbian bukan komunitas yang dibentukkarena merasa diancam atau inginmemenangkan nilai-nilai lesbianisme, akan tetapi lebih pada komunitas yang ingin memahami diri sendiri, sebagai sumber pengetahuan agar dapat survive (bertahan) menjadi seorang lesbian. Jadi komunitas lesbian adalah tempat referensi di mana terus diproduksi makna-makna baru, makna lesbian yang dibentuk dan disepakati bersama oleh komunitas lesbian tersebut (Arivia, 2008 : 15).

(24)

752

eKsIstensI lesbIan

kalangan khususnya kalangan pembela Hak Asasi Manusia. Gerakan ini menjadi bagian dari perjuangan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia baik di mata pemerintah maupun masyarakat. Ketika ada penolakan, diskriminasi, bahkan kekerasan, artinya pelanggaran HAM sudah terjadi.

Nilai dan pemahaman yang dimiliki masyarakat saat ini terhadap lesbian adalah yang sudahditetapkan oleh budaya dan juga agama, bukan diterima sebagai fenomena atau realitas sosial yang ada. Gadis Arivia (2008,11) menyampaikan bahwa kaum lesbian mengalami kekerasan diberbagai Negara terutama di negara konservatif yang menolak lesbianism sebagai orientasi yang tidak diakui oleh ajaran agama. Di Indonesia relasi lesbian semakin terbuka, akan tetapi keterbukaan ini berada ditingkat komunitasnya saja, bukan pada tingkat masyarakat secara umum apalagi di tingkat nasional. Seperti gong kematian bagi komunitas lesbian ketika aliran fundamentalis begitu menguat, karena aliran ini akan sangat menolak homoseksual. Kasus ILGA pada tahun 2010 adalah salah satu contoh bagaimana kekerasan dipertontonkan oleh aliran fundamentalis untuk menghabisi komunitas homoseksual. Fakta ini menjadi salah satu latar belakang kenapa komunitas lesbian eksis hanya pada komunitasnya saja, tertutup pada komunitas lainnya bahkan masyarakat secara umum.

Membongkar stigma banyak hal yang sudah diyakini

(25)

yang didasarkan pada Hak Asasi setiap orang adalah mutlak. Dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk saling belajar dan bertransformasi untuk sebuah perubahan pola pikir. Demikian juga pencapaian untuk saling memahami dan menghargai atas segala perbedaan. Inilah ruang yang terus didaur ulang menjadi sebuah proses pembelajaran bersama.

(26)

754

eKsIstensI lesbIan

COMING IN (PENERIMAAN DIRI ) DAN EKSISTENSI DIRI SEORANG LESBIAN

Pengantar

Setiap perjalanan kehidupan manusia selalu dinamis, bahwa manusia selalu berpikir dan berdialog dengan diri tentang proses menuju kehidupan ke depan. Bisa saja terjadi penurunan dan peningkatan pada pola pemikiran, batin, kesadaran dan penerimaan atas kehidupannya. Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan setiap manusia adalah proses pencapaian nilai atau makna atas diri. Nilai dan makna atas diri merupakan satu perdebatan batin yang terjadi dalam diri manusia, dan ini adalah nilai refleksi puncak yang cukup memerlukan proses yang sangat dialogis. Dalam proses pencapaian eksistensi seorang manusia, penting sekali menurut penulis melukiskan bagaimana eksitensi diri seorang lesbian, ketika begitu banyak lapisan ketidakadilan dan diskriminasi yang masih didapatkan oleh homoseksual (lesbian).

Memperjuangkan diri hingga mencapai proses penerimaan diri dengan apa yang ada di dalam dirinya dan juga memperjuangkan hak sertaeksistensi dirinya sebagai bagian dari kehidupan terus dilakukan. Lebih dari itu seorang lesbianpun memiliki proses menuju pada aktualisasi diri yang diharapkan, baik kesadaran akan diri, kekritisan, menggembangkan batin dan proses menuju pada kehidupan sesuai dengan konsep nilai yang terbangun pada dirinya.

(27)

dan berlanjut pada eksistensi diri. Ketika proses menganalisis atau mengetahui benar apa yang ada dalam diri berada dengan segala usahanya, maka akan muncul sebuah kesadaran kritis untuk terus memahami diri. Dalam setiap dinamika yang dilalui oleh seorang lesbian, pasti menghadirkan banyak hal yang dapat menjadi sebuah proses untuk mencapai kesadaran. Dimana dengan kesadaran diri tersebut seorang lesbian akan mampu menentukan pilihan dan keputusan atas dirinya. Prosesnya terus berkembang dan berjalan, dengan refleksi panjang dari setiap pengalaman kehidupannnya, maka dia akan terus berkembang, menjadi diri yang dia inginkan.

Diri lesbian membutuhkan proses mengetahui dan memahami setiap konsep yang terkait dengan dirinya untuk benar-benar mengenali dan memahami dirinya. Pengetahuan akan seksualitas, tubuh, penerimaan diri, eksistensi diri dan mengembangkan diri dalam kehidupan adalah sebuah perjalanan panjang yang tetap terus dilakukan. Bagaimana pengetahuan yang dimilikiseorang lesbian dapatmenjadi modal awal dalam proses eksistensi dirinya. Penulis menggunakan beberapa konsep yang akan membantu dalam memahami bagaimana proses eksistensi diri seorang lesbian dicapai. Beberapa konsep yang dipakai akan sangat membantu penulis dalam memaparkan dan menganalisis hasil temuan dilapangan.

Eksistensi Diri“Aku adalah Aku”

(28)

756

eKsIstensI lesbIan

konsep yang dipahami orang lain. Sartre membuat perbedaan antara pengamat dan yang diamati dengan membagi Diri kedalam dua bagian, yaitu Ada untuk dirinya sendiri (pour-soi) dan Ada dalam dirinya sendiri (en-soi). Ada dalam dirinya sendiri mengacu kepada kehadiran material repetitif yang dimiliki oleh manusia dengan binatang, sayuran dan mineral. Ada untuk dirinya sendiri mengacu kepada kehadiran yang bergerak dan berkesadaran, yang hanya dimiliki oleh manusia. Perbedaan antara Ada dalam dirinya sendiri dan Ada untuk dirinya sendiri berguna dalam melakukan analisis tentang manusia, terutama untuk mengasosiasikan Ada dalam dirinya sendiri dengan tubuh (Tong, 1998:255).

Pandangan kritis yang diperlukan untuk memahami bahwa lesbian ada untuk dirinya sediri, adalah ketika seseorang lesbian menyadari bahwa tubuh dan pilihan atas hidupnya adalah bagian dari ke-Aku-annya, diidentifikasikan oleh dirinya, bahwa tubuh dan pilihannya adalah bagian dari dirinya bukan bagian tubuh atau pilihan orang lain. Kita dapat melihat bagaimana orang lain, atau masyarakat sosial sejauh ini selalu memahami bahwa pilihan atas diri bahkan tubuh seorang lesbian dapat mereka identifikasikan menurut apa yang mereka yakini dan pahami. Sehingga Aku lesbian tidak mampu menunjukkan ke- Aku-annya dalam proses kehidupan yang dijalaninya.

Namun dengan Ada yang ketiga, yaitu Ada untuk yang lain, Sartre kadang-kadang menggambarkan modus ke-Ada-an ini dalam dua bentuk. Secara positif sebagai Mit-Sein, sebagai ada yang komunal. Meskipun demikian Sartre lebih sering menggambarkannya secara negatif, yaitu Ada yang melibatkan

konflik personal karena setiap Ada untuk dirinya sendiri

(29)

langsung atau tidak langsung menjadikan lain sebagai obyek. Karena setiap Ada untuk dirinya sendiri membangun dirinya sendiri sebagai subyek, sebagai Diri, tepat dengan mendefinisi Ada Liyan sebagai obyek, sebagai Liyan, tindak kesadaran membentuk sistem yang secara fundamental merupakan relasi sosial yang konfliktual. Dengan demikian, proses definisi diri adalah proses untuk menguasai Liyan (Tong, 1998: 256).

Dengan demikian Aku masih menjadi sebuah kuasa atas Aku. Dimana Aku (sosial) mendefinisikan Aku (lesbian) sebagai yang lain. Bukan merupakan diri yang secara sadar dapat mendefinisikan dirinya dengan kebebasannya. Dalam pencapaian eksistensi lesbian yang penuh dengan nilai dan makna akan mengalami hambatan ketika lesbian masih dianggap sebagai Liyan, yang masih menjadi obyek definisi dan nilai oleh konstruksi sosial masyarakat saat ini. Pemahaman yang berkembang di masyarakat atas tubuh, seks, gender dan seksualitas yang utuh belum menjadi sebuah budaya yang dapat dideskonstruksikan untuk memahami dan menghargai apa yang ada pada diri orang lain. Bahwasanya mendefinisikan diri atas tubuh, seks, gender dan seksualitas adalah sebuah kesadaran yang ada dalam Aku dan dimiliki oleh masing-masing dari diri.

Dengan pendidikan kritis akan membantu seorang lesbian dalam menyadari dan memahami orientasi atas tubuh dan dirinya sendiri dalam proses penerimaan diri. Proses untuk benar-benar memahami diri sendiri sebagai Ada untuk dirinya sendiri akan terus berkembang untuk mencapai pemaknaan atas eksistensi dirinya.

(30)

758

eKsIstensI lesbIan

bagi Kiergeraad diperuntukkan bagi manusia, karena hanya manusia yang sadar atas eksistensinya dan mau berjuang secara sadar untuk mencapai kesempurnaan eksistensinya. Kata berjuang yang ditekankan oleh Kierkegaard mengartikan eksistensi sebagai sebuah proses yang bbelum selesai. Kebelumselesaian inilah yang menjadi ciri khas eksistensialisme Kierkegaard. Setiap orang bebas memutuskan sendiri mengenai cara bereksistensinya. Eksistensi bukanlah seseuatu yang sudah final, melakukan suatu gerak hidup yang sedang dilaksanakan, sedang menjadi (Margaretha, 2006: 41).

Mengungkap ke-Aku-an

Ada yang mengatakan bahwa eksistensialisme merupakan

usaha untuk menjadikan masalah menjadi konkret karena adanya manusia dan dunia. Sedemikian rupa usaha itu sehingga tidak ada masalah bagi manusia yang tidak dapat dipecahkan, jika tidak dalam rangka pengertian manusia akan dirinya, maka eksistensialisme berbicara tentang keberadaannya (Marzuki:2002:28). Fakta yang terjadi sekarang ini adalah realitas yang konkrit, di mana setiap orang memiliki prosesnya untuk mencoba mengerti dan memahami keberadaanya di dunia ini, ditempat mereka berada, ditengah kehidupan sesama dengan problematikanya masing-masing.

(31)

walaupun terkadang membutuhkan orang lain untuk proses membangkitkan kesadaran dirinya.

Untuk mengungkap bagaimana proses penerimaan dan eksistensi diri seorang lesbian, penulis menggunakan studi kasus dari Kris untuk menemukan dinamika yang berkembang pada dirinya. Studi kasus dari Kris akan menggambarkan bagaimana proses penerimaan diri dan proses pencapaian eksistensi diri seseorang lesbian. Kemudian akan analisis adalah modal yang dimiliki di dalam diri serta dialog yang terjadi dalam diri lesbian, memahami dan berproses dalam penerimaan diri. Apa yang penulis temukan dalam dialog bersama dengan Kris akan menjadi temuan yang dapat dianalisis untuk melihat eksistensi dirinya. Proses penerimaan diri dan eksistensi diri seorang Kris yang penuh dengan dinamika dan problematikanya merupakan sebuah fakta yang unik untuk diungkapkan. Pola-pola yang dipakai dalam pemahaman atas konsep tubuh dan seksualitas, sampai pada titik kesadaran yang menghasilkan kekritisan dalam diri dan lingkungan sekitarnya menjadi penting untuk diketahui. Berbagai dialog serta refleksi atas dirinya akan membantu penulis dalam menggambarkan bagaimana Kris melampaui proses penerimaan dan eksistensi dirinya.

(32)

760

eKsIstensI lesbIan

diri dengan cara masing-masing, namun masih banyak juga lesbian yang belum dapat mencapai proses penerimaan diri dan membangun eksistensi dirinya. Sehingga dalam bab ini penulis ingin menunjukkan bagaimana pentingnya seorang lesbian membangun eksistensi dirinya dengan tantangan yang tergambar diatas.

Proses panjang dengan dinamika kehidupan yang naik turun, mungkin inilah yang tergambar dari sebuah proses coming in atau penerimaan diri seorang lesbian. Penerimaan diri menjadi sebuah pondasi penting dalam pencapaian eksistensi diri. Proses memahami nilai dan makna diri secara sadar sehingga menjadikan diri lebih mampu mengaktualisasikan diri, dan kembali kehakikatnya sebagai manusia.

Pembebasan diri atas dogma dan nilai yang dilebelkan pada lesbian adalah sebuah proses berat bagi seorang lesbian. Namun seberapa beratnya proses tersebut, akan terus dijalani sampai pada titik dimana seorang lesbian menyadari dirinya sebagai manusia yang memiliki hak atas kehidupannya. Nilai tertinggi dari segala aspek kehidupan dalam diri seorang manusia bukan hanya nilai material saja, melainkan nilai spiritual dan ideology dalam hidupnya.

Dibawah ini akan menceritakan sebuah proses perjalanan panjang seorang lesbian, dengan proses perjalanan panjang kehidupannya sampai pada titik dimana terdapat sebuah kesadarn akan nilai dirinya, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk menghargai dan menjadi seseorang yang memiliki nilai dan berguna untuk orang lain.

(33)

aktualisasi diri adalah bagian dimana kehidupan seorang dapat berguna dan bermanfaat bagi mahkluk lainnya. Satu hal yang Kris sampaikan, Ketika aku merasa dihargai sebagai seseorang dengan apa adanya diriku, aku merasa bermanfaat dan berguna bagi lingkungan disekitarku, itulah titik kenyamanan dan

kebahagiaanku. Kenyamanan dan kebahagiaan inilah yang

disebut sebagai eksistensi diri seorang lesbian.

Dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh Effort

Membangun Ruang Kemanusian Tanpa Batas ( Sebuah Proses Pengorganisasian ) Kris menuliskan kisah kehidupannya. Di bawah ini, sepenggal cerita yang disampaikan oleh Kris.

(34)

762

eKsIstensI lesbIan

masih banyak yang harus aku pelajari untuk meningkatkan kemampuanku sebagai seorang CO.

Ada yang membuatku paling senang adalah aku tetap menjadi diriku sendiri, apapun keadaannya. Dan ini selalu aku sampaikan pada teman-temn siapapun mereka dan apapun orientasi seksualnya. Jadilah diri sendiri dan berdamailah dengan diri sendiri. Aku sering menyesali kebodohan masa laluku, tetapi aku tahu penyesalan ini harus aku tebus dengan semangat belajar agar hidupkubisa lebih berarti. Dan terus mengisi pikiran karena sekarangaku tahu pikiran adalah pelopor

dunia . (Widiawati, 2013:66)

Inilah cerita singkat tentang Kris, dan tulisan Kris juga adalah gambaran tentang nilai dirinya dan pencapaian eksistensinya. Pergeseran makna dan pandangan tentang tujuan dan hakikat atas dirinya. Proses pembebasan diri yang terus diupayakan dari saat ke saat untuk sampai pada proses penerimaan diri,proses aktualisasi diri dengan tujuan hidup yang penuh dengan nilai.

Deskripsi Diri Seorang Lesbian

(35)

untuk dideskripsikan agar memahami benar konflik serta dinamika perjuangan diri seorang manusia. Bahwa dirinya harus menyadari benar keber-Ada-annya sebagai mahkluk yang memiliki kebebasan atau hak atas dirinya, menentukan dirinya sendiri, menerima setiap resiko yang ada dan penuh tanggung jawab terhadap pilihan akan hidupnya.

Problematika bahkan diskriminasi yang berlapis bagi lesbian menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi lesbian untuk berstrategi dalam pencapaian eksistensi dirinya sebagai seorang manusia. Ada dua hal yang menjadi problematika bagi lesbian yang harus terselesaikan untuk mencapai eksistensi dirinya, yang pertama adalah penerimaan diri, yang bersifat internal dalam diri seorang lesbian. Dan yang kedua adalah kemampuan untuk mendeskripsikan dirinya yang menitikberatkan pada kesadaran diri yang kritis untuk mencapai haknya sebagai manusia yang bertanggung jawab atas dirinya.

(36)

764

eKsIstensI lesbIan

seksualnya. Studi kasus yang pertama adalah mengenal siapa Kris, dan apa yang melatar belakangi kehidupan Kris dan keluarganya. Kris tumbuh dalam keluarga yang terbangun kedekatan dan kasih sayang. Dengan usia yang sudah dewasa, dan pendidikan sampai pada jenjang sekolah menengah atas yang ia selesaikan. Pengalaman kerja yang dia miliki hingga saat ini adalah dilingkungan pabrik, tempat dimana Kris memulai proses dalam dirinya di usia dewasa.

Deskripsi Modal Pengetahuan dan Praksis Seorang Lesbian

Memahamidiriadalahsebuahprosesyangterusdinamisdan berkembang. Namun dalam perkembangannya membutuhkan sebuah pemahaman atas pengetahuan akan konsep yang

terkait dengan pilihan atas hidup masing-masing. Seorang lesbian maupun seorang heteroseksual memiliki sebuah cara untuk memahami apa yang ada di dalam dirinya. Pilihan atas kehidupannya, bersama dengan seorang perempuan atau laki- laki, atau bahkan pilihan untuk menjalani hidup tanpa pasangan adalah proses dialog yang tentunya membutuhkan pemahaman atas beberapa hal yang terkait dengan seksualitas.

(37)

tersebut pun akan mempengaruhi bagaimana kesadaran diri, dan kekritisan diri dalam menghadapi pemahaman yang telah menjadi konstruksi sebagian masyarakat tentang lesbian. Sehingga Kris akan berproses untuk mencari makna atas seksualitasnya, bukan karena pemahaman orang lain melainkan atas pemahaman yang dimiliki oleh diri.

Dari deskripsi yang ada tentang pengetahuan formal pada Kris diatas, akan terkait dengan deskripsi praktis. Konsep yang ada saling berkaitan, istilah yang berkembang dan penamaan yang dipakai dalam mendeskripsikan diri mereka juga menjadi penting untuk dipahami. Pemahaman atau pemaknaan atas penamaan yang melabeli sebagai lesbian juga menjadi sebuah modal bagaimana Kris memahami apakah ada perbedaan yang signifikan atas orientasi seksual. Ataukah penamaan yang selama ini mereka ketahui dan yang berkembang di lingkungan dan komunitas memiliki deskripsi yang berbeda atau hanya sebagai sebuah alat untuk benar membedakan manusia sesuai dengan kotaknya masing-masing.

Istilahyangdipakaioleh Kris, komunitasmaupunlingkungan sekitarnya untuk menyebut perempuan yang tertarik dengan perempuan adalah lesbian. Bahwa yang terpenting adalah memaknai dirinya sebagai seorang perempuan yang tertarik pada perempuan lainnya bukan hanya karena masalah seksual, melainkan bagaimana seorang diri mengaktualisasikan dirinya dengan baik tanpa merugikan dan menyakiti orang lain. Dan komunitascukupmembantu Krisuntuklebihmemahamitentang orientasi seksualnya dan memahami bahwa keberagaman orientasi seksual apapun itu harus dihargai.

(38)

766

eKsIstensI lesbIan

kalangan, bukan hanya diri pribadi, tetapi komunitas dan lingkungan sekitar mereka. Bagi Kris istilah tersebut tidak memiliki makna tertentu, hanya untuk menjelaskan ketertarikan mereka kepada seorang laki-laki atau perempuan. Komunitas cukup membantu Kris memahami tentang keberagaman orientasi seksual. Tetapi bukan kesepakatan istilah yang coba untukdicapaimelainkanmemahamibenarmaknakeberagaman.

Namundalamobrolanbersamadengan Kristerdapatsebuah hal yang cukup penting dan berbeda. Bahwa rasa ketertarikan dengan siapapun dan apapun jenis kelaminnya, itu adalah relasi yang harus dijalani dengan baik, tidak ada yang berbeda karena relasi itu dibangun oleh sesama manusia. Di komunitas setiap individu sama-sama belajar banyak hal bukan untuk mencari sebuah kesepakatan, melainkan untuk menghargai berbagai keragaman yang ada disekitar dan mencoba memahami kehidupan yang luas.

Sejarah Penerimaan Diri Seorang Lesbian

Daribeberapa uraian pada bagian diatas, adalah modal yang dimiliki oleh seorang lesbian untuk mencapai penerimaan dan eksistensi diri. Akan ada banyak dialog dalam mendeskripsikan bagaimana seorang lesbian menjalani prosesnya atas apa yang menjadi pilihan hidupnya. Proses berpikir, menyadari, dan bertanggung jawab penuh atas pilihan adalah bagian dari perjalanan yang penting. Penerimaan dan eksistensi diri ini erat kaitannya dengan pola dialog dengan diri sendiri untuk lebih mengenali dan memahami diri.

(39)

Termasuk di dalamnya adalah keputusan untuk berelasi atau tidak, menikah atau tidak, dan tentunya pola dialog yang dibangun dengan relasi maupun lingkungan disekitarnya. Penerimaan diri juga erat kaitannya dengan latar belakang diri dan pasangan. Selain itu konflik atau problematika yang muncul dalam setiap keputusan akan pilihan yang diambil juga merupakan sebuah proses untuk membangun dan mencapai penerimaan dan eksistensi diri. Hal yang terpenting lainnya dalam proses ini adalah dialog tentang seksualitas yang utuh, tidak terpecah hanya pada urusan berpasangan atau tidak berpasangan saja. Melainkan proses memahami dan menerima diri sebagai bagian dari pemenuhan ruang privat seorang diri. Proses dialog dengan diri, keluarga dan komunitas juga menjadi sebuah gambaran dinamika penerimaan diri. Yang menjadi point penting dalam sub bab ini adalah deskripsi tentang proses dialog dengan diri tentang orientasi seksual lesbian.

Karena didalam komunitas ada dua kelompok yang berdiskusi didalam forum yang sama, dialog menjadi sangat beragam. Proses-proses tersebut juga erat dengan membangun penerimaan dan eksistensi diri. Proses dialog diri seorang lesbian dengan heteroseksual dalam forum diskusi yang sama akan cukup menarik untuk dideskripsikan. Tanggapan dan juga persoalan yang ada pada proses interaksi lesbian dan heteroseksual juga dapat menjadi sebuah proses untuk lebih mematangkan diri dalam penerimaan dan eksistensi dirinya.

(40)

768

eKsIstensI lesbIan

tahapan untuk proses penerimaan diri dan eksistensi dirinya. Penggalan cerita dari Kris ini akan menggambarkan bagaimana proses dialog yang telah dilakukan untuk memahami dan menerima dirinya. Bagi Kris berdialog dengan diri sendiri membuatnya belajar tentng bagaimana dirinya menjalani hidup. Kris menjalani hidup engan ketertarikannya tidak mudah. Ada banyak hal yang belum bisa diterima oleh banyak orang yang belum mengenalnya secara baik. Jika masyarakat masih menilai karena agama yang mereka pahami masih menolak lesbian, itu tidak menjadi pengaruh untuk Kris. Kris cukup merasa bersyukur karena teman-teman komunitas, khususnya yang kelompok 1 heteroseksual menerima Kris apa adanya, termasuk orientasi seksual yang dimilikinya. Komunitas Kris membangun budaya untuk tidak saling menilai, namun hanya menghargai bahwa setiap orang yang datang dikomunitas adalah untuk belajar bersama tentang banyak hal, jadi ya biasa saja. Kris selalu menyatakan untuk menjadi diri sendiri apa adanya, menghargai diri sendiri dan terus belajar, karena dengan hal tersebut seseorang akan memahami banyak hal termasuk diri sendiri dan tentunya proses kehidupan akan berjalan dengan baik.

Dalam proses kehidupan yang dijalani oleh Kris, relasi yang terbangun dengan pasangan juga menjadi sumber dialog bukan hanya dengan pasangan maupun komunitas saja. Namun relasi yang terbangun dengan pasangannya menjadi sumber dialog bagi diri, untuk lebih memahami makna atas relasi yang dibangunnya.

(41)

dilaluinya. Dari pemaparan Kris dibawah ini, akan menunjukkan bagaimana seorang Kris memahami makna relasi yang dia bangun ketika dia menyadari makna yang sebenarnya atas relasi berpasangan.

Persoalan dalam relasi berpasangan pastilah dialami oleh setiap orang. Seperti halnya dengan Kris ketika membangun relasi berpasangan. Banyak problematika yang uncul ditengah- tengah kehidupan yang dia jalani. Dinamikanya sangat komplek, tidak hanya maslah ekonomi, komunikasi, aktivitas seksual, namun terkadang juga terdapat kekerasan yang terjadi didalam relasi yang dibangunnya.

Proses yang terus berkembang, dialog yang dilakukan dengan diri, pasangan, komunitas serta lingkungan sekitar adalah bagian dari apa yang ingin dicapainya. Pengalaman hidup Kris menunjukkan begitu banyak dinamika dalam prosesnya membangun relasi dengan perempuan. Dalam pemilihan pasanganpun Kris menyatakan tidak ada latar belakang tertentu untuk memilih pasangannya. Kris menyampaikan bahwa dalam proses berpasangan yang terpenting adalah pada kenyamanan diri dan pasangan. Bukan pada penampilan dan fisik sebagai sebuah syarat dalam berpasangan. Ada satu hal yang menjadi proses berpikir dan memutuskan dalam berpasangan untuk saat ini oleh Kris, yaitu sikap lebih berhati-hati dalam memilih pasangan. Hal ini dikarenakan pengalaman kekerasan yang dialami oleh Kris dalam berpasangan selama ini. Pengalaman yang Kris alami begitu banyak, Kris membangun relasi pertama kali di tahun 2000. Saat itu Kris masih duduk dikelas 3 SMA. Dia membangun relasi dengan pasangan pertama kali adalah dengan teman satu sekolah dan berada di kelas yang sama.

(42)

770

eKsIstensI lesbIan

Kris adalah pola dialog dengan diri, pasangan dan lingkungan sekitar. Dialog yang selama ini Kris lakukan dengan pasangannya mencapai pada sebuah nilai bahwa proses yang dilalui dalam berpasangan adalah untuk saling membebaskan, tidak saling mengikat, dan yang penting adalah saling menghargai. Pola dialog juga dibangun oleh Kris dilingkungan sekitarnya, fleksibelitasadalahhalpentingdalammembangunrelasi dengan lingkungan sekitarnya. Ada negosiasi diri, yang kemudian akan membantu Kris membangun sebuah pola dialog dengan lingkungannya. Melihat begaimana lingkungan memahami lesbian juga hal penting, masih pada titik penolakan atau sudah menerima. Dengan pengetahuan dan pemahaman itu maka Kris mencoba menempatkan diri lebih baik dilingkungan sekitarnya. Dalam berpasangan ada sebuah harapan yang menjadi tujuan Kris, yaitu proses membangun secara pribadi dalam hubungan dengan pasangan. Namun disisi lain proses yang dialami Kris berlawanan dengan harapan, proses saling membangun adalah antara dua belah pihak bukan hanya satu pihak saja. Keberlawanan tersebut dapat ditunjukkan dalam kekerasan yang dia alami, serta kekerasan seksual ketika pasangan ingin melakukan aktivitas seksual dengannya. Tidak adanya rasa saling memahami masing-masing atas kondisi diri, rutinitas pekerjaan, kegiatan diluar pekerjaan dan kondisi fisik menjadi sumber yang kurang didialogkan.

(43)

pada tahapan belajar tentang banyak hal untuk menjadi seorang yang lebih baik.

Setiap proses yang dilalui Kris bukanlah proses yang mudah. Dalam setiap prosesnya Kris memiliki keinginan dan capaian sebagai seorang yang memiliki orientasi lesbian. Kondisi dimasyarakatyangmasihbelumsepenuhnyamenerima, menjadi dasar yang tetap harus dipikirkan. Kris memiliki harapan untuk dihargai sebagai apa adanya dirinya, tidak hanya harapan diakui sebagai seorang yang memiliki orientasi seksual lesbian. Selain itu Kris juga merasa bahwa keinginannya untuk terus belajar dan ingin melakukan begitu banyak hal yang bermanfaat adalah capaian yang ingin selalu ada didalam proses kehidupannya.

(44)

772

eKsIstensI lesbIan

bersama kelompok sehingga proses yang dilalui Kris menjadi satu pengalaman untuk belajar bersama. Kris selalu menyatakan jadilah diri sendiri, hal itu selalu dia nyatakan untuk proses penerimaan dirinya dan untuk teman lesbian lainnya. Selain itu menghargai diri, saling memahami termasuk memahami diri adalah proses yang selalu dia uraikan untuk menjadi support bagi teman-temannya.

Eksistensi itu haruslah bercorak dinamis. Yang bereksistensi selalu dalam proses memenuhi eksistensinya atau eksistensi menunjukkan suatu proses menjadi secara dinamis (Margaretha, 2006 17). Kedinamisan eksistensi diri seorang lesbian di dalam komunitas, merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari proses penerimaan dan eksistensi diri. Ada dua hal yang mungkin terjadi dalam diri seorang lesbian, proses penerimaan dan eksitensi diri terbangun ketika menemukan sebuah komunitas yang mendukung untuk pencapaian proses tersebut. Dan yang kedua adalah seorang lesbian mampu menerima dan mencapai eksistensi dirinya, dengan proses dialog diri sebelum bertemu atau bergabung dengan komunitas.

Eksistensi adalah bebas, ini adalah persoalan aktualisasi diri. Bagaimana seseorang memaknai hakikat dirinya sebagai manusia. Kebebasan bukanlah satu hal yang hanya sekedar mutlak bebas tanpa mengandung nilai apapun. Setiap sikap dan tindakan serta pilihan mengandung nilai dan makna bagi individu itu. Bagaimana makna yang dihasilkan atas diri seorang manusia, bagi dirinya dan orang disekitarnya.

ANALISIS DAN KESIMPULAN

(45)

persoalan dalam diri, dan dengan itu kita mampu menunjukkan eksistensi diri kita sendiri. Ketika banyak pendapat yang menyatakan bahwa lesbian belum diterima ditengah heteroseksual, maka penelitian ini akan menunjukkan fakta yang berebada. Proses dan dinamika yang berbeda melahirkan fakta yang berbeda juga. Disini terlihat bagaimana hubungan dan komunikasi serta kedekatan yang terbangun diantara mereka sebagai sebuah komunitas tidak hanya berhenti di tataran permukaan. Kedekatan kedua kelompok ini lebih mencerminkan hubungan antar sesama manusia. Selain itu, kita juga akan melihat bagaimana sekelompok heteroseksual juga membantu seorang lesbian dalam proses penerimaan diri apa adanya tanpa harus mengingkari apapun, khususnya tentang perbedaan orientasi seksualnya.

(46)

774

eKsIstensI lesbIan

untuk bertindak, maka yang muncul adalah mempertanyakan kembali makna dari kebebebasan diri atau eksistensi diri. Tradisi agama yang menjunjung tinggi nilai kesamaan yang sampai saat ini masih diperjuangkan bersama oleh agama-agama adalah tentang keadilan sosial, demokrasi, kebebasan perorangan dan kebebasan berpikir. Adakah itu yang dirasakan oleh lesbian atau kaum manapun yang tertindas dan termarginalisasikan.

Namun kita tidak dapat menyalahkan sepenuhnya pola pikir yang belum terbuka pada lesbian karena itu adalah bagian dari sebuah upaya yang harus terus diperjuangkan untuk memahamkan masyarakat bahwa lesbian ada, dan dirinya

ada bukan untuk ditiadakan. Orang dengan berbagai latar

(47)

Manusia selalu berusaha untuk menemukan dirinya dan hanya lesbian sendiri yang bisa mendefinisikan makna dalam eksistensi dirinya bukan orang lain. Ketika kita mau mencoba memahamibahwaeksistensilesbianhanyabisadidefinisikanoleh dirinya sendiri, maka pada titik itulah setiap orang bisa melihat makna atas diri sendiri. Persoalan yang muncul sekarang ini sangat beragam bahwa tidak hanya laki-laki yang mendominasi perempuan atau heteroseksual mendominasi homoseksual. Namun terkadang bisa juga perempuan mendominasi perempuan dan homoseksual mendominasi kaum homoseks lainnya. Seperti misalnya seorang lesbian melakukan kekerasan dan pengekangan pada pasangannya. Atau perempuan yang mengsubordinatkan perempuan lainnya. Yang ada hanyalah ketersediaan untuk saling menghargai tanpa menjadikan orang lain sebagai obyek kekuasaan dan subordinasi.

Begitu banyak hal yang menjadi persoalan, saatnya untuk tidak lagi melihat siapa, berjenis kelaminnya atau berorientasi seksual apa. Yang paling penting adalah sikap saling menghargai dan tolerasansi, agar setiap manusia bisa menerima dirinya, mendapat haknya sebagai seorang manusia, dan tentunya dapat mewujudkan eksistensi dirinya sebagai seorang manusia yang bermartabat.

(48)

776

eKsIstensI lesbIan

diruang privat maupun publik. Pilihan ini tidak hanya masalah orientasi seksual ataupun sebatas ketertarikan terhadap sesama perempuan. Kebebasan disini adalah pilihan akan aktualisasi dirinya sebagai seorang manusia yang memiliki nilai dan makna atas proses hidupnya. Mengembangkan nilai yang ada dalam dirinya, untuk menjadi seorang manusia yang berkembang dan dapat melakukan sesuatu bagi diri dan lingkungan sekitarnya. Serta bertanggung jawab atas segala pilihan hidupnya dalam berbagai aspek kehidupan.

(49)

Membangun kesadaran atas keberadaan homoseksual secara kritis adalah bagian penting untuk melenyapkan dehumanisasi sebagai sebuah pengingkaran atas kemanusiaan. Pendidikan kritis bernilai transformative merubah atau menciptakan seseuatu kearah yang lebih baik harus terus

diupayakan. untuk membangun pendidikan yang berperan

transformatif bagi masyarakat, sangat perlu harapan yang diakarkan pada tindakan nyata. Harapan mengubah dunia saja adalah tidak cukup dan tindakan yang didasarkan pada harapan itu saja akan segera menghantarakan orang pada kegagalan, pesimisme, fatalism, dan kemandulan serta kehancuran harapan itu sendiri. Begitu Paulo Freire dalam sebuah tulisannya (Widiwati, 2013:19).

Memang tidak mudah memahamkan pada masyarakat dan Negara mengenai keberadaan lesbian sebagai bagian dari kehidupan ini.Wacana yang berkembang tentang tidak diterimanya lesbian, masih bertahan pada sebagian masyarakat sampai saat ini. Wacana ini kian berkembang, dimana orientasi seksual kini bukanlah bersifat privat melainkan menjadi wacana public yang seakan diusung untuk pembentukan moral manusia yang baik.

(50)

778

eKsIstensI lesbIan

Daftar pustaka

Jurnal Perempuan 58, Seksualitas Lesbian, Untuk Perencanaan dan Kesetaraan, Jakarta, 2008.

Kadir, A, Hatib, Tangan Kuasa Dalam Kelamin, Telaah Homoseks, Pekerja Seks dan Seks Bebas di Indonesia, INSIST Press, Yoyakarta, 2007.

Margaretha, Paulus., Perjumpaan Dalam Dimensi Ketuhanan Kierkegaard & Buber, Wedatama Widya Sastra, Jakarta, 2006.

Muzairi, Eksistensialisme Jean Sartre Paul, Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002. Putnam, T, Rosemarie, Feminist Thought: Pengantar Paling

Komerhensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, Jalasutra, Yogyakarta, 1998.

Widiawati, Helmy, dkk, Membangun Ruang Kemanusiaan Tanpa Batas Sebuah Proses Pengorganisasian, Pustaka Sempu, Yogyakarta, 2013.

(51)

Referensi

Dokumen terkait

Secara khusus dalam penanganan perkara tindak pidana perdagangan orang, Jaksa melaksanakan peran yang diatur dalam Pasal 1 ayat 6a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

Beberapa penelitian lanjutan yang perlu dilakukan untuk perbaikan penelitian ini adalah: (1) Pengukuran aktivitas antioksidan metode peredaman DPPH dalam beberapa konsentrasi madu,

Didalam proses menentukan persamaan makna dilakukan dengan menggunakan teknik N-Gram, dam akhirnya didapatkan nilai Hash, yang selanjutnya dapat dilihat dari hasil data uji

Sehubungan dengan hasil evaluasi dokumen kualifikasi saudar a, per ihal Penawar an Peker jaan Pembangunan Pagar.. kecamatan Sebuku, maka dengan ini kami mengundang

IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI BESI DAN SULFUR BERDASARKAN GEN 16S rRNA DARI LAHAN TAMBANG TIMAH DI

Sehubungan dengan Evaluasi Penawaran, Kami Panitia Pelelangan mengundang Saudara untuk dapat menghadiri Ferifikasi dan Klarifikasi terhadap Perusahaan pada Kegiatan :. Pembangunan

 Komunikasi tanpa kata seperti sikap, gerakan tubuh, gerak isyarat,dan ekspresi wajah yang menyertai pesan yang disampaikan secara verbal.?. Komponen

Berdasarkan nilai dari kedua indikator tersebut diatas dan telah dikalikan dengan bobot pada tahap pemanfaatan dan pengelolaan yaitu memiliki bobot dua kemudian