• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Gender dalam Film Pink

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Gender dalam Film Pink"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Nama: Halimatus Sa’diyah NIM: 15/383844/SA/17951 Tugas UAS Mata Kuliah Studi Gender

Analisis Gender dalam Film Pink

Film merupakan suatu karya seni visual yang diciptakan untuk menggambarkan berbagai masalah dan fenomena sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari manusia. Para pembuat film biasanya terinspirasi dari kehidupan yang mereka alami ataupun isu yang tengah hangat diperbincangkan di masyarakat, kemudian mereka mengangkat isu-isu tersebut menjadi sebuah film. Film mampu mengkomunikasikan segala sesuatu dengan mudah. Masyarakat yang menonton film diharapkan kan tergelitik hatinya untuk menjadi peduli terhadap keadaan-keadaan yang terjadi pada realita yang mereka alami ataupun mereka lihat seperti yang telah digambarkan dalam film yang mereka tonton.

Film juga diartikan sebuah refleksi atas realita kehidupan. Cerita-cerita yang disampaikan dalam film salah satunya merupakan isu-isu sosial. Seperti ketimpangan politik, kemiskinan, pendidikan, permasalahan gender, dan masih banyak lagi. Hadirnya film diharapkan mampu menyadarkan masyarakat untuk lebih peduli akan isu-isu sosial salah satunya yaitu isu mengenai ketidakadilan gender.

Dalam masyarakat, kesetaraan gender masih menjadi hal yang tabu. Khususnya bagi masyarakat yang masih menganut sistem budaya patriarki. Ketidakadilan gender saat ini masih selalu menjadi isu global yang hadir dalam realitas sosial. Ketidakadilan itu terjadi dalam segala bidang seperti, hukum, politik, pendidikan, dan pekerjaan. Sehingga wanita mengalami diskriminasi sosial. Diskriminasi yang dialami wanita bukan hanya datang dari pria saja namun juga terkadang kaum wanita juga ikut mendiskriminasi kaum wanita lainnya. Hal itu mendorong para pembuat film dari seluruh penjuru dunia untuk memproduksi film yang menggambarkan isu ketidakadilan gender, Agar masyarakat mampu peka akan isu tersebut.

(2)

(http://www.redressonline.com/2014/03/gender-and-caste-discrimination-inindia, PDF)

Makalah ini akan membahas mengenai film yang berjudul “Pink”. Yang disutradarai oleh Rashmi Sharma dan Shoojit Sircar. Tidak seperti film India pada umumnya yang dalam filmnya selalu banyak tarian dan nyayian yang ditampilkan film ini sama sekali tidak menyajikan tarian ataupun nyanyian. Film ini mempresentasikan bagaimana ekspoitasi gender di India sangatlah memprihatinkan. Bagaimana aparat pemerintah memperlakukan wanita India. Bagaimana norma tradisional gender masih sangat mempengaruhi berbagai kalangan masyarakat. Isu-isu wanita tidaklah dianggap penting. Sehingga wanita lagi-lagi menjadi sosok yang terdiskriminasi. Bagaimana wanita dalam film ini berjuang untuk menyetarakan kedudukan gender mereka di mata publik.

Konsep gender mengacu pada perbedaan peran antara pria dan wanita yang dikonstruksi oleh masyarakat, kemudian tersampaikan apakah dia maskulin atau feminin yang ditampilkan dalam keseharian mereka. Konsep gender sering dikaitkan dengan sex. Dimana sex dan gender merupakan hal yang berbeda. Sex merupakan perbedaan wanita dan laki-laki dilihat dari biologis mereka yang merupakan kodrat dari Tuhan sedangkan gender lebih pada sosial mereka yang dikonstruksi oleh masyarakat.

Pembahasan

Film ini menceritakan Tiga gadis yaitu Minal Arora (diperankan Taapsee Pannu), Falak Ali (diperankan Kirti Kulhari) dan Andrea (diperankan Andrea Tariang). Ketiga gadis ini hampir mengalami pemerkosaan dari beberapa pria yang baru mereka kenal di malam sebuah konser rock yang mereka tonton. Ketiga gadis ini hampir tidak berdaya, namun Minal mencoba memukul salah satu dari ketiga pria tersebut yaitu Rajveer dengan sebuah botol sehingga mengalami luka parah di kepalanya bahkan sampai mengenai mata. Rajveer merupakan keponakan politisi berpengaruh di Delhi. Dengan melalui berbagai masalah, kasus ini pada akhirnya sampai di pengadilan, dengan terdakwa utama yaitu Minal Arora. Ketiga wanita ini di dampingi seorang pengacara yaitu Deepak Sehgal yang diperankan oleh Amitabh Bachchan.

Film ini diawali dengan munculnya tokoh pria yaitu Rajveer dan teman-temannya terlihat cemas karena luka di kepala Rajveer. Tidak hanya cemas, tetapi mereka juga penuh dengan amarah. Sedangkan ketiga wanita yaitu Minal dkk, juga mengalami kecemasan atas perbuatan yang telah Minal lakukan terhadap Rajveer. Hari-hari Minal dkk diselimuti dengan ketakutan. Ada sesal dalam diri mereka namun sekali lagi, mereka tidak ada pilihan lain saat itu untuk melindungi diri.

(3)

dikuasai oleh pria. Foucault menjelaskan mengenai konsep mengenai “tubuh” (body) dan “kekuasaan” (power), ia menggunakan konsep bahwa hubungan antara body dan power sedemikian rupa telah dikonseptualisasi dan dikonstruksi di dalam dunia patriarki yang mana memproduksi tubuh perempuan sebagai tubuh yang lemah (docile) dan secara tidak langsung mengharuskan tubuh perempuan bersifat feminin (Foucault dalam Bruce: 2016). Semua hal itu tergambarkan dalam kasus Minal dan kedua temannya yang ternyata wanita juga mampu melakukan sesuatu hal yang membuat pria hampir kehilangan nyawanya.

Rajveer yang merupakan keponakan salah satu politisi berpengaruh di India tidak terima begitu saja atas perlakuan Minal, sehingga Minal dan teman-tamannya banyak mengalami pendiskriminasian. Seperti ketika teman Rajveer menelepon pemilik rumah sewa Minal untuk mengusir mereka dari rumah, pemilik rumah sewa mengenal Minal dan teman-temannya sebagai wanita baik-baik sehingga pemilik rumah tidak mengusir mereka. Namun pada suatu waktu, teman Rajveer menyerempet pemilik rumah sebagai ancaman untuknya karena tidak mengusir Minal dan teman-temannya.

Hingga pada suatu ketika, Minal mendapat banyak pesan yang isinya berupa ancaman. Minal diculik untuk beberapa saat di dalam mobil dan kelompok Rajver melakukan beberapa kekerasan terhadap tubuh Minal. Pria yang merasa bahwa dirinya kuat dan berkuasa atas wanita, tidak pernah bisa rela menerima kekalahan dari wanita. Kuasa Rajveer disini juga didukung oleh status sosial nya sebagai keponakan dari seorang politisi berpengaruh di India. Kekerasan yang dilakukan Rajveer tidak hanya kekerasan fisik namun juga kekerasan mental. Kekerasan tersebut akan membuat wanita merasa ruang gerak mereka menjadi lebih terbatas kerena mental mereka setelah mengalami kekerasan akan semakin luntur.

Pada kesempatan sebelumnya, Minal telah mencoba melaporkan kejadian-kejadian itu pada polisi. Namun justru bukan tanggapan yang tak menenangkan hati minal.

“Asal kau tahu, Aku sebenarnya agak kecewa denganmu. Wanita baik-baik sepertimu... Tidak jalan dengan pria semacam itu! Ya, kan? Kau ke kamarnya, bersenang-senang... Bercanda, Minum. Kau sendiri memintanya.” (Aniruddha: 2016)

Masih banyak masyarakat bahkan aparat pemerintah yang menganggap bahwa segala perbutan pria pada wanita adalah akibat dari sikap wanita yang mungkin terlalu manis pada pria. Seperti yang dikatakan oleh di jurnal perempuan bahwa manusia terjebak dalam pemikiran pragmatisme dengan arah idiom layaknya perempuan tradisional yaitu memasak, melahirkan, mengandung. Lebih lanjut, kaum perempuan di era modern lebih diorientasikan negatif (Khoirul: 2016)

(4)

Pornografi dilihat sebagai salah satu bentuk eksploitasi dan penindasan terhadap perempuan dalam sistem global kapitalis yang bernama kultur patriarki (2006:47). Beredarnya foto porno tersebut seolah menunjukan bahwa wanita tersebut adalah wanita kotor. Lebih lanjut lagi Mukalam mengatakan bahwa gambar-gambar porno wanita tidak memberi hak atas wanita untuk mencitrakan wanita itu keibuan, feminis, dan lain-lain. Sehingga menjadikan wanita sebagai sebuah objek benda bagi pria. Atas kejadian itu, Falak dipecat dari pekerjaannya. Selain itu, dia juga mendapat olokan dari teman-teman dikantornya dan tetangga rumah sewa mereka.

Jika pada saat itu Minal dan teman-temannya menerima tawaran Rajveer untuk tidur bersama setelah kejadian itu, mereka juga pasti akan tetap mendapat olokan dari masyarakat sebagai wanita murahan. Sedangkan yang dilakukan Minal adalah memilih untuk menolak dan Rajveer tetap meksa. Tak ada jalan lain untuk melindungi diri selain memukul kepala Rajveer dengan botol. Meskipun begitu banyak ancaman dan diskriminasi yang diberikan teman-teman Rajveer, masyarakat tetap menganggap Minal dkk sebagai pihak yang salah. Masyarakat beranggapan bahwa wanita baik-baik tidak akan pergi ke tempat seperti yang dikunjungi Minal, wanita baik-baik tidak akan minum bersama pria, wanita baik-baik tidak akan mau di ajak makan malam bersama pria.

Konstruksi pemikiran yang ada pada masyarakat cenderung menganggap pria itu bebas seperti pergi pada malam hari untuk clubing dll. Sedangkan wanita yang pergi pada malam hari selalu dipandang sebagai bad girl terlebih lagi jika perempuan tersebut menghabiskan malam bersama pria meskipun pada nyatanya mereka tidak melakukan hal apapun yang melanggar norma. Masyarakat masih terpaku pada konstruksi pemikiran yang mengarah pada traditional gender role.

Laporan tindak kriminal yang dilakukan Rajveer pada Minal tidak diproses oleh polisi karena polisi mengetahui bahwa Rajveer adalah keponakan dari salah satu orang yang berpengaruh di India. Keadaan berbalik ketika Minal sebagai pelapor malah ditangkap atas percobaan pembunuhan atas Rajveer. Saat itu Deepak seorang mantan pengacara yang juga menjadi tetangga Minal melihat penangkapan Minal, hatinya mulai tergerak untuk kembali menjadi pengacara membantu Minal. Pada saat penangkapan, banyak tetangga minal yang keluar rumah menyaksikan penangkapan minal dan bergumam bahwa Minal dan teman-temannya memang wanita nakal yang sering pulang larut. Opini tetangga mereka juga didukung dengan penampilan Mereka yang terlihat seperti memakai tato dan tindik di hidung. Meskipun mereka menggunakan itu sebagai wujud ekspresi diri. Karena tidak ada dalam kitab suci manapun bahwa wanita nakal adalah wanita yang bertindik dan bertato.

(5)

mencoba memperkosa, Rajveer masih menolak kemudian Minal menyerangnya dan terjadilah kekerasan yang berdampak pada mata dan kepala Rajveer. Yang kemudian Jaksa penuntut mengatakan bahwa hal tersebut mengarah pada upaya pemerasan, kasus asusila menurut pasal, percobaan pembunuhan, dan menyebabkan luka serius. Argumen yang diajukan oleh jaksa penuntut kemudian di balas dengan argumen dari Mr. Deepak sebagai pengacara Minal sesuai dengan apa yang telah terjadi pada Minal dan teman-temannya yaitu pelecehan seksual, kekerasan, intimidasi dan penculikan. Namun, Polisi yang menerima laporan tersebut tidak bertindak sesuai laporan Minal melainkan sesuai wewenang Rajveer.

Dalam persidangan ini jaksa penuntut juga menghadirkan polisi yang menerima laporan, penjaga resort, dan juga saksi lain yang mana kesaksian mereka mengarah pada Minal lah yang membuat kesalahan. Persidangan terus berlanjut, di sini Minal masih menjadi pihak yang terus terdiskriminasi. Kemudian lagi-lagi, pemikiran yang masih berpatok pada pemikiran tradisional tersampaikan dari pihak Rajveer yang mengatakan bahwa wanita baik-baik tidak akan minum. Wanita dari keluarga baik-baik tidak akan mau menerima undangan pria untuk makan malam bersama. Pihak Rajveer terus memojokan Minal dan teman-temannya untuk mengakui bahwa mereka adalah wanita murahan dan mereka adalah pelacur, demi untuk menyelamatkan nasib Rajveer. Disini Minal mendapat diskriminasi ganda karena bukan hanya sebagai korban dari pelecehan seksual tetapi juga sebagai pihak yang disalahkan.

Dalam bahasa legislasi, Andrea Dworkin dan Catherine MacKinnon,10 mengajukan delapan kondisi di mana telah terjadi diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan, yaitu (i) perempuan dipresentasikan sebagai obyek seksual, benda, atau komoditi, (ii) perempuan dipresentasikan sebagai obyek seksual yang menikmati penghinaan dan penyiksaan, (iii) perempuan dipresentasikan sebagai obyek seksual yang mengalami kenikmatan seksual di dalam pemerkosaan, incest, atau pemaksaan seksual dalam bentuk lain, (iv) perempuan dipresentasikan sebagai obyek seksual yang diikat, dipotong atau dimutilasi atau memar atau luka secara fisik, (v) perempuan dipresentasikan dalam postur atau posisi kepatuhan seksual, budak, atau mempertontonkan, (vi) bagian tubuh perempuan – termasuk tetapi tidak terbatas pada vagina, buah dada, atau pantat—dipertontonkan sehingga perempuan direduksi menjadi sekedar bagian ini, (vii) perempuan dipresentasikan sebagai sesuatu yang dikenai penetrasi oleh obyek-obyek dan hewan, dan (viii) perempuan dipresentasikan dalam skenario yang menurunkan martabat, penghinaan, penyiksaan, ditunjukkan sebagai kotor atau inferior, mengeluarkan darah, luka, di dalam konteks yang menjadikan kondisi seksual (Catherin dalam Mukalam: 2006).

(6)

1. Seorang perempuan seharusnya tak pernah bersama seorang pria seorang diri. Tidak untuk ke penginapan maupun ke toilet. Jika mereka melakukannya, maka mereka sudah bersedia untuk diperlakukan dengan tidak pantas

2. Perempuan tidak boleh mengobrol dengan pria sambil tersenyum ataupun menyentuhnya karena akan dianggap sebagai “kode”

3. Jam kerja menentukan karakter seseorang. Saat perempuan berjalan sendiri di malam hari, maka mereka akan begitu diperhatikan

4. Jangan pernah ada perempuan yang “minum” dengan pria. Sebab, jika itu terjadi, maka akan diartikan sebagai: kau mau tidur denganku.

Dalam persidangan, Minal juga mengatakan bahwa dia sudah tidak perawan. Keperawanannya telah ia berikan pada pacarnya ketika dia umur 19 Tahun. Dia melakukan hal itu tidak dengan terpaksa melainkan karena dia sama-sama suka. Hal itu dengan gamblang menjelaskan bahwa wanita akan bersedia melakukan hubungan seksual jika dia menyetujuinya, tanda setuju itu tidak disampaikan dengan berbagai kode seperti minum bersama, dan lain-lain.

Pria yang selalu memandang bahwa wanita lah yang menjadi penggoda dalam setiap tindak seksualitas yang terjadi. Pria tidak ingin menjadi obyek yang disalahkan. Sehingga semua kesalahan terletak pada wanita. Segala hal yang dilakukan wanita seperti bersedia untuk diajak minum bersama, makan malam bersama, memakai baju seksi, dan memberikan senyuman pada pria diartikan bahwa wanita menyetujui untuk melakukan hal seksual bersama pria. Sehingga pria selalu berbuat semau mereka karena menganggap wanita menyetujuinya. Tubuh wanita seolah dianggap sebagai sebuah obyek benda bagi pria.

“Bahkan yang dikatakan wanita modern tetaplah wanita di hatinya saat mereka makan dan minum dengan seorang pria mereka akan keluar malam mereka tak sadar kalau pergi dengan label tersedia untuk umum sedangkan pria yang terpandang dan berpendidikan sepertinya pun menggunakan kode-kode moralitas dari jaman dulu bahwa pakaian, minum-minuman, menunjukan kebolehan dan mereka yang menghina kode ini boleh dihina balik” (Aniruddha, 2016).

Argumen menarik di akhir persidangan dari Deepak adalah “Tidak bukan hanya kata, tetapi merupakan kalimat utuh. Tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Entah wanita itu kenalan, teman, pacar, pelacur, atau bahkan istri sendiri. Tidak berarti TIDAK. Jika seseorang sudah berkata demikian, maka berhentilah” (Aniruddha, 2016)

(7)

Pandangan masyarakat yang masih terpaku pada pemikiran tradisional yang menempatkan wanita modern selalu “negatif” mempengaruhi bagaimana konstruksi gender dalam masyarakat terbentuk dan bertahan. Wanita masih dianggap sebagai makhluk lemah, bahkan tak berarti apapun. Sedangkan Pria masih menganggap dirinya makhluk kuat yang berkuasa atas apapun, sehingga tidak ada kata “wanita mengalahkan pria”.

Tubuh perempuan selalu dianggap sebagai obyek benda bagi lelaki. Sehingga kode-kode yang ditunjukan wanita sering diartikan sebagai persetujuan wanita untuk melakukan tindakan seksual bersama pria. Tanda persetujuan wanita untuk melakukan hubungan seksual bukan melalui kode melainkan dengan ungkapan “YA” atau “TIDAK”.

Referensi:

Barbara Hatley, 1999 New directions in Indonesian women's writing? The novel Saman, Asian Studies Review, Vol. 23, No. 4, hlm. 449-460.

Gender and caste discrimination in India terdapat di http://www.redressonline.com/2014/03/gender-and-caste-discrimination-inindia/ diaksesTanggal 31 Mei 2017.

Huda, Khoirul. 2016. Perempuan Samin-Kapuk Dalam Pusaran Dinamika Femisime Lokal: Kajian Transformasi Identitas-Historis. Dalam Prosiding Konferensi Internasional Feminisme:

Persilangan Identitas, Agensi dan Politik (20 Tahun Jurnal Perempuan). Jakarta. Yayasan Jurnal Perempuan.

Laoera, Bruce Dame. 2016. Membaca Konstruksi Seksualitas: Sebuah Kajian Resepsi Mahasiswi Santri Terhadap Film Perempuan Punya Cerita. Dalam Prosiding Konferensi Internasional Feminisme: Persilangan Identitas, Agensi dan Politik (20 Tahun Jurnal Perempuan). Jakarta. Yayasan Jurnal Perempuan.

Mukalam, 2006, “Pornografi: Antara Kepemilikan Dan Dominasi Tubuh”, Al-Mawarid Edisi XV, hlm. 43-51.

Nurliana, 2016, “Peran United Nations Entity For Gender Equality And The Empowerment Of Women (Un Women) Dalam Penanganan Diskriminasi Sosial-Budaya Di India”, Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Vol. 4, No. 1, hlm. 305-314.

Pink. Dir. Aniruddha, Roy Chowdhury. Perf. Amitabh Bachchan, Taapsee Pannu, Kirti Kulhari, Andrea Tariang, Angad Bedi. Bollywood hungama, 2016. Film.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian Kecamatan Kendari juga diketahui bahwa, ada beberapa faktor sosial-budaya penyebab tetap terjadinya kesemrawutan arsitektur dan buruknya kualitas

 Kelebihan : (1) pengarang jurnal ini semua berasal dari tingkatan RN dan telah berpengalaman dalam dunia keperawatan, sehingga analisis pemikiran mereka juga tentunya sangat

Dari beberapa pendapat diatas tentang pengertian media dapat diambil kesimpulan bahwa: (1) Media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar

Oleh karena itu, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru-guru SDN 02 Palembang dalam membuat media pembelajaran berbasis komputer dan multimedia

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh keberadaan obyek wisata terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan variabel ekonomi, variabel

Dari kasus sengketa tanah yang sampai ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan nomor perkara 72/G.TUN/2005/PTUN-MDN tersebut gugatan datang dari

Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa memiliki pengetahuan yang memadai mengenai kedudukan morfologi, klasifikasi morfem, proses morfologis, kategorisasi kata, proses

Cisnet berdasarkan survey dan wawancara dimulai dari perkiraan pendapatan biaya � biaya dan investasi, penilaian investasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah