• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang dan Pengaturan Perbankan Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Undang-Undang dan Pengaturan Perbankan Syariah"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Undang-Undang dan Pengaturan

Perbankan Syariah

(2)

2

PCS-OJK Angkatan 1

Cakupan Diskusi

Pendahuluan

Undang-Undang Perbankan Syariah

Pokok-Pokok Pengaturan Perbankan

Syariah

(3)

3

Landasan Filosofis Pengembangan Perbankan Syariah

Falah

Adil Seimbang Maslahat

Ukhuwah

Syariah Akhlak

Tauhid

Masyarakat berkeTuhanan YME Adab dan moral yang tinggi Persatuan dan gotong-royong

Kesejahteraan bersama Islamic Economics Values National Heritage Masyarakat Indonesia yang Sejahtera a. Akses sumber daya

ekonomi yang merata. b. Dorongan implementasi

konsep profit and loss sharing

c. Sinkronisasi sektor keuangan dan riil

d. Sustainable and

Responsible Investment e. Prudential practices f. Shariah compliance

• Etika, Moral yang Luhur dan memenuhi prinsip syariah

• Good Governance

• Real Sector Development

• Limitation of Bubble Economic

• Inclusion of the Society in the Economic Growth

• Ekonomi partisipatif berlandaskan keadilan dan kesetaraan

(4)

4

Operasional Perbankan Syariah

(5)

Ketentuan BI

UU BI UU PERBANKAN SYARIAH PB I SE Ekstern UU OJK PDG SE Intern

Ketentuan OJK

POJK SE OJK PDK SEDK OJK

Hirarki Peraturan Perundangan-undangan

terkait Perbankan Syariah

(6)

Cakupan Diskusi

Pendahuluan

Undang-Undang Perbankan Syariah

Pokok-Pokok Peraturan Perbankan Syariah

(7)

Evolusi Undang-Undang Dasar Hukum Pengaturan

Perbankan Syariah Nasional

UU No.7/1992 ttg Perbankan

.. “menyediakan

pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil” (pasal 6 huruf m)

•Dasar hukum eksistensi awal bank syariah

•Hanya boleh full-pledged

UU No.10/1998 ttg Perbankan (perubahan)

•Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Pasal 1 angka 3) • Usaha bank umum meliputi• Boleh konversi dan bank

sistem berganda (UUS)

UU No.21/2008

ttg Perbankan Syariah

• Bank Umum Syariah

• Bank Pembiayaan Rakyat Syariah • Unit Usaha Syariah

(8)

8

Struktur Isi UU No. 21 tahun 2008 ttg Perbankan Syariah

Terdiri dari:

13 Bab dan 70 Pasal, meliputi

Bab 1 Ketentuan Umum

Bab 2 Asas, Tujuan dan Fungsi

Bab 3 Perizinan, Bentuk Badan Hukum, Anggaran Dasar, dan Kepemilikan Bab 4 Jenis dan Kegiatan Usaha, Kelayakan Penyaluran Dana, dan

Larangan Bagi Bank Syariah dan UUS

Bab 5 Pemegang Saham Pengendali, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi, dan TKA

Bab 6 Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian, dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syariah

Bab 7 Rahasia Bank

Bab 8 Pembinaan dan Pengawasan Bab 9 Penyelesaian Sengketa

Bab 10 Sanksi Administratif Bab 11 Ketentuan Pidana Bab 12 Ketentuan Peralihan Bab 13 Ketentuan Penutup

(9)

Cakupan Perbankan Syariah

Bank

BANK

SYARIAH

Bank Umum Syariah (BUS) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Bank Konvensional Bank Umum Konvensional (BUK) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) UUS

(10)

Gambaran Umum

10

Perbankan Syariah

adalah segala sesuatu yang menyangkut

tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.

Bank Syariah

adalah adalah Bank yang menjalankan

kegiatan usahanya berdasarkan

Prinsip Syariah dan

menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah.

(11)

Asas Perbankan Syariah

Pasal 2

Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan

Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian

Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” adalah kegiatan ekonomi syariah yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan

Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” adalah pedoman pengelolaan Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan

(12)

Prinsip syariah

adalah prinsip hukum Islam dalam

kegiatan

perbankan

berdasarkan

fatwa

yang

dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan

dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Kegiatan

usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain,

adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:

a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);

b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;

c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;

d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau

e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

12

(13)

Fungsi Sosial Bank Syariah

Pasal 4

 Bank Syariah & UUS dapat menjalankan fungsi sosial

sebagai lembaga baitul maal yaitu menerima zakat, infaq, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya (a.l. denda terhadap nasabah/ta’zir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat [Ayat (1)]

 Bank Syariah & UUS dapat menghimpun dana sosial dari wakaf

uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai

(14)

Perizinan

14 Pasal 5

 Setiap pihak yg akan melakukan kegiatan usaha BS/UUS

wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai BS/UUS dari BI. [ayat (1)]

 Bank Syariah yang telah mendapat izin usaha wajib mencantumkan dengan jelas kata “syariah” pada penulisan nama banknya. [ayat (4)]

 Bank Umum Konvensional yang telah mendapat izin usaha UUS wajib mencantumkan dengan jelas frase “Unit Usaha Syariah” setelah nama Bank pada kantor UUS yang bersangkutan. [ayat (5)]

(15)

Perizinan

 Bank Konvensional hanya dapat mengubah kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah (Konversi) dengan izin Bank Indonesia. [ayat (6)]

 Bank Umum Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Umum Konvensional. [ayat (7)]

 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak dapat dikonversi

menjadi Bank Perkreditan Rakyat. [ayat (8)]

 Pembukaan Unit Usaha Syariah di kantor pusat Bank Umum Konvensional wajib mendapat Izin BI [ayat (9)]

(16)

Pendirian dan Kepemilikan

16 Pasal 9

Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: a. WNI dan/atau badan hukum Indonesia;

b. Huruf a dengan WNA dan/ badan hukum asing secara kemitraan; atau

c. Pemerintah daerah (Pemda).

BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:

a. WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI;

b. Pemda; atau

c. gabungan dua pihak atau lebih dari WNI, badan hukum Indonesia dan Pemda.

(17)

Pemisahan (Spin Off)

UUS dapat menjadi BUS tersendiri setelah mendapat izin dari BI.

(Pasal 16, ayat (1))

Dalam hal BUK memiliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai

paling sedikit 50% dari total nilai aset bank induknya atau 15 tahun wajib melakukan

sejak berlakunya UU ini, maka BUK dimaksud

pemisahan UUS tersebut menjadi BUS.

(18)

Kegiatan Usaha Perbankan Syariah

18 Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21, antara lain:

a. Giro (wadiah)

b. Tabungan (wadiah, mudharabah) c. Deposito (mudharabah)

d. Pembiayaan berdasarkan akad mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’, qardh, ijarah, ijarah muntahiya bittamlik

(19)

Larangan bagi BUS dan UUS

Pasal 24

• Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah

• Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal

• Melakukan penyertaan modal, kecuali pada Bank Syariah atau lembaga keuangan syariah (untuk UUS tidak boleh) atau untuk kepentingan restrukturisasi pembiayaan

• melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.

(20)

Larangan bagi BPRS

20 Pasal 25

 Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah

 Menerima Simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;

 Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia;

 melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah;

 melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

(21)

Komite Perbankan Syariah

Pasal 26, ayat (4) dan (5)

 Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia (PBI), BI membentuk Komite Perbankan Syariah (KPS).

Dengan adanya pengalihan fungsi pengaturan dan pengawasan

perbankan dari Bank Indonesia kepada OJK per 31 Desember 2013 sebagai amanat Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka KPS berubah menjadi Komite

Pengembangan Jasa Keuangan Syariah (KPJKS) dengan

(22)

Dewan Pengawas Syariah

22

Pasal 32

1) Dewan Pengawas Syariah (DPS) wajib dibentuk di BS dan BUK 2) yang memiliki UUS;

3) DPS diangkat oleh RUPS atas rekomendasi MUI;

4) DPS bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan prinsip syariah;

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan DPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan PBI.

Penjelasan : yang diatur dalam PBI sekurang-kurangnya meliputi (a) ruang

lingkup, tugas dan fungsi DPS; (b) jumlah anggota DPS; (c) masa kerja; (d) komposisi keahlian; (e) maksimal jabatan rangkap; dan (f) pelaporan DPS.

(23)

Penyelesaian Sengketa

Pasal 55

1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan

dalam lingkungan Peradilan Agama;

2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain

Peradilan Agama, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi

Akad.

Penjelasan

Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad” adalah upaya sebagai berikut:

a. Musyawarah;

b. mediasi perbankan;

c. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; d. Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

(24)

Penyelesaian Sengketa

Pasal 55

1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan

dalam lingkungan Peradilan Agama;

2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain

Peradilan Agama, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi

Akad.

Penjelasan

Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi

Akad” adalah upaya sebagai berikut:

Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain;

a. Musyawarah;

b. mediasi perbankan;

c.

d. Melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Putusan MK tanggal

29 Agustus 2013

(25)

Cakupan Diskusi

Pendahuluan

Undang-Undang Perbankan Syariah

(26)

Prinsip Pengaturan Perbankan Syariah:

26

• Kerangka dasar pengaturan yang dibuat harus dapat mengadopsi keunikan karakteristik transaksi serta kaidah kesyariahan yang merupakan faktor kunci kesinambungan operasi perbankan syariah dalam jangka panjang.

• Untuk regulasi yang belum ditetapkan mengacu kepada regulasi perbankan konvensional,

• Pada prinsipnya penyempurnaan regulasi diprioritaskan pada hal-hal yang unik dan khusus bagi perbankan syariah seperti ketentuan kelembagaan, penilaian aktiva produktif, sistem pelaporan bank, pasar keuangan antar bank dan fasilitas pembiayaan darurat BI.

(27)

Pengaturan dan Pengawasan Bank Syariah

Keunikan dan Aspek Penting dalam Pengaturan & Pengawasan

Fungsi dasar BS secara umum sama dengan bank

konvensional, sehingga prinsip pokok pengaturan dan pengawasan yg dikembangkan bagi perbankan

sebagian besar berlaku pula pada BS. Namun adanya sejumlah perbedaan yang mendasar dalam filosofi dan prinsip operasional BS mengakibatkan ada perbedaan pengaturan & pengawasan BS.

Karakteristik khusus BS yang mengakibatkan adanya perbedaan dalam pengaturan dan pengawasan BS terutama adalah:

1) Perlunya jaminan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank

2) Perbedaan karakteristik operasional khususnya akibat dari pelarangan bunga yang digantikan dengan skema bagi hasil dan berbagai ragam akad keuangan yang unik dan berbeda dengan produk bank konvensional.

(28)

Pengaturan dan Pengawasan Bank Syariah

Menciptakan regulasi dan sistem pengawasan yang sesuai dengan karakteristik bank syariah

Menetapkan aturan tentang mekanisme pengeluaran setiap produk bank syariah yang memerlukan

pengesahan (endorsement) dari DSN-MUI tentang kehalalan/fatwa kesesuaian produk dan jasa

keuangan bank dengan prinsip syariah,

Menerapkan sistem pengawasan baik untuk penilaian aspek kehatian-hatian dan kesesuaian operasional bank dengan ketentuan syariah dengan melibatkan Dewan Pengawas Syariah dan unsur pengawasan syariah lainnya Langkah penting dalam menciptakan jaminan pemenuhan prinsip syariah 28

(29)

Konsultasi timbal balik dalam proses penyusunan

fatwa dan regulasi keuangan syariah Dewan Syariah Nasional MUI Regulasi & Pengawasan LJKS Fatwa Produk dan

Jasa Keuangan Syariah

1. Harmonisasi regulasi dan fatwa

2. Implementasi fatwa kedalam Ketentuan/ Peraturan Jasa Keu. Syariah

Dewan Pengawas Syariah

Tatakelola untuk Jaminan Pemenuhan Prinsip Syariah

DPBS / DPMS/ DIKNBS Komite Pengembangan Jasa

(30)

Regulasi dan Standard Perbankan Syariah

Kelembagaan •Kelembagaan BUS

•Kelembagaan UUS

•Kelembagaan BPRS

•Fit and Proper Test

Kehati-hatian (Prudential) •Kualitas Aktiva •KPMM •TKS – RBBR •BMPD

•Produk dan Jasa

Pasar Keuangan & Moneter •GWM •PUAS •SBIS •FTV (Financing to Value) dan Uang Muka

Standar

Akuntansi & Pelaporan •PSAK dan PAPSI

•Pelaporan BUS, UUS, dan BPRS

(31)

Akhir Presentasi

terima kasih

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, membersihkan wajah secara berlebihan dengan produk-produk seperti alkohol-based cleanser dan scrub dapat mengiritasi kulit lebih jauh dan memperparah

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, menunjukkan bahwa sistem ekonomi syariah terutama di bidang perbankan telah memiliki legitimasi

Oleh karena pada masyarakat manapun tak mungkin dapat mengelakkan terjadinya konflik tentang pembagian barang-barang yang ada di dalam masyarakat; konflik tentang

Dari keprihatinan tersebut, dalam karya tulis ini, penulis hendak memaparkan konsep pemikiran Driyarkara tentang sosialitas dan juga relevansi dengan gotong royong dalamn

Eztabaida politikoan gogorra, oso gogorra izan daiteke —hala entzun diet Herri Gaztedin, LAIAn, Herri Batasunan, Eusko Alkartasunan nahiz Bildun ezagutu dutenei—,

Mitra memahami mengenai peningkatan nilai tambah pada produk-produk pertanian khususnya jagung sebagai salah satu komoditas lokal yang memiliki potensi untuk

Maka berdasarkan hasil analisa data pada bab IV dalam penelitian ini diketahui bahwa nilai rhitung lebih besar dari rtabel padataraf signifikansi 5% dengan