• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG KARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG KARANG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BLHD Propinsi Banten V. 1

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG KARANG

A.

Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia

Gunung Karang merupakan salah satu hutan lindung yang ada di Propinsi Banten. Fungsi utama hutan lindung adalah sebagai perlindungan system penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, pencegah erosi, pencegah banjir dan membantu mempertahankan kesuburan tanah. Kawasan Gunung Karang diduga menyimpan potensi keanekaragamanhayati (KEHATI) yang tinggi sehingga selain berfungsi sebagai kawasan hutan lindung juga sebagai habitat satwaliar khususnya kelompok mamalia yang ada di dalamnya. Namun, saat ini perambahan dan pembukaan lahan semakin meningkat sehingga luasan habitat bagi satwaliar semakin menyempit. Saat ini, luas kawasan hutan lindung < 1000 ha dari total luas ± 3.585. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena dapat mengurangi jumlah individu maupun jumlah spesies. Satwaliar khususnya kelompok mamalia dianggap penting karena kelompok mamalia merupakan elemen penting dalam jaringan hubungan timbal balik yang kompleks. Hal ini erat kaitannya dengan peran satwaliar khususnya kelompok mamalia sebagai pengatur tumbuhnya pohon dengan cara memakan dan/atau menyebarkan biji secara selektif (Curran dan Webb, 2000).

Kegiatan pengamatan satwaliar kelompok mamalia dilakukan dalam rangka mengamati kehadiran dan keragaman jenis mamalia pada kawasan Gunung Karang. Pengamatan terhadap mamalia pada lokasi studi dilakukan melalui metode yang bervariasi: (a) Pertemuan visual dan pengamatan terhadap berbagai penanda kehadiran (jejak kaki, kotoran, bekas cakaran, bunyi, suara dan sebagainya); (b) Penggunaan kamera trap yang dipasang pada tempat-tempat strategis di lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Pengamatan dengan menggunakan kamera trap dilakukan dengan memasang sebanyak 7 unit kamera trap. Hasil pengamatan satwaliar kelompok mamalia dapat dilihat pada Tabel V-1 berikut.

(2)

BLHD Propinsi Banten V. 2

2 Rusa timor Rusa timorensis Cervidae Jejak 3 Kijang muntjak Muntiacus muntjak Cervidae Jejak

4 Pelanduk Tragulus sp Tragulidae Kamera trap

5 Babi hutan Sus barbatus Suidae Kamera trap, pengamatan 6 Macan tutul Panthera pardus Felidae Informasi

7 Teledu sigung Mydaus javanensis Mustelidae Kamera trap 8 Tenggalung malaya Viverra tangalunga Viverridae Kamera trap 9 Musang akar Arctogalidia trivirgata Viverridae Kamera trap

10 Musang galing Paguma larvata Viverridae Kamera trap, pengamatan 11 Garangan jawa Herpestes javanicus Herpestidae Kamera trap

12 Trenggilling peusing Manis javanica Manidae Sarang 13 Bajing bergaris tiga Lariscus insignis Sciuridae Kamera trap 14 Bajing Callosciurus sp Sciuridae Pengamatan 15 Tupai Tupaia sp Tupaidae Pengamatan 16 Tikus Rattus sp Muridae Pengamatan

Berdasarkan data pada Tabel V-1 menunjukkan bahwa terdapat 16 jenis satwaliar kelompok mamalia yang berhasil teridentifikasi melalui metode yang bervariasi. Kehadiran satwaliar kelompok mamalia di kawasan Gunung Karang cukup menarik karena ditemukan jenis-jenis yang secara Nasional dilindungi misalnya jenis Trachypithecus auratus dan Mydaus javanensis.

Secara umum, jenis Trachypithecus auratus hidup secara berkelompok 6-20 individu. Jenis tersebut merupakan mamalia arboreal atau mamalia yang melakukan segala aktivitasnya termasuk makan di atas pohon (Nursal, 2001). Jenis Trachypithecus auratus mempunyai sifat agonistic atau mewaspadai terhadap predator, pesaing, penganggu, termasuk manusia. Hadirnya jenis Trachypithecus

auratus cukup beralasan karena ditemukan pohon pakan diantaranya jenis Ficus

(buah ara), Vernonea arborea, dan jenis Disoxylum sp. Material tumbuhan yang dimakan oleh jenis Trachypithecus auratus berupa pucuk daun muda.

(3)

BLHD Propinsi Banten V. 3 Keragaman satwaliar kelompok mamalia dilihat dari jumlah famili (suku) cukup baik karena terdapat kelompok famili pemakan tumbuhan (herbivora) dan kelompok famili pemakan daging (karnivora). Gambar V.1 menyajikan hasil pengamatan berdasarkan keragaman famili.

Gambar V.1. Keragaman kelompok mamalia berdasarkan famili di kawasan Gunung Karang.

Berdasarkan data pada Gambar V.1 menunjukkan bahwa terdapat 12 kelompok famili. Kelompok famili Viverridae merupakan yang terbanyak dalam hal komposisi jenis yaitu 3 jenis kelompok famili Viverridae. Namun, perbedaan komposisi jenis dalam satu family tidak signifikan atau cenderung merata. Kondisi erat hubungannya dengan pola pakan kelompok famili tersebut misalnya perilaku pakan jenis Arctogalidia trivirgata dan Paguma larvata. Secara umum, jenis

Arctogalidia trivirgata dapat memakan buah-buahan dan mamalia kecil (Ario,

2010). satwa tersebut aktif cenderung aktif pada malam hari dan bergerak/beraktivitas di atas pohon. Sedangkan jenis Paguma larvata dapat ditemukan di areal perkebunan dan hutan sekunder. sumber pakan utamanya berupa buah-buahan mamalia kecil. jenis Paguma larvata cenderung aktif pada malam hari dan beraktivitas pada diantara tajuk-tajuk pohon (Arboreal).

0 1 2 3 4 5 Juml ah Jeni s Famili

(4)

BLHD Propinsi Banten V. 4

Gambar V.2. (a) jenis Arctogalidia trivirgata (hasil kamera trap); dan (b) Jenis

Paguma larvata (pengamatan langsung) ditemukan di kawasan

Gunung Karang.

Secara umum, jenis mamalia dapat dikelompokkan berdasarkan waktu aktifnya yaitu (1) diurnal (satwa liar yang aktif pada siang hari); (2) nocturnal (satwa liar yang aktif pada malam hari); dan (3) metaturnal (satwa liar yang aktif

(5)

BLHD Propinsi Banten V. 5 pada siang dan malam hari). Menurut Meijaard et al. (2006), mamalia dapat dikelompokkan berdasarkan stratifikasi ekologi yaitu kelompok arboreal (hidup dipepohonan/tajuk pohon), kelompok terresterial (hidup di permukaan tanah) dan kelompok aquatik (tinggal di wilayah perairan). Selain itu, mamalia juga dapat dikelompokkan berdasarkan kelas makannya yaitu kelompok herbivore (pemakan tumbuhan), kelompok karnivore (pemakan daging/hewan lainnya) dan kelompok omnivore (pemakan tumbuhan dan pemakan daging/hewan lainnya). Pengelompokkan mamalia pada Kawasan Gunung Karang berdasarkan waktu aktif, stratifikasi ekologi dan kelas makannya dapat dilihat pada tabel V-2

berikut ini.

Tabel V-2. Klasifikasi jenis mamalia berdasarkan kelas makan, waktu aktif dan stratifikasi ekologi.

No Nama Ilmiah Famili Kelas Makan Waktu aktif Stratifikasi Car Her Omn Diu Noc Met Arb Ter

1 Trachypithecus auratus Cercopithecidae √ √ √ 2 Rusa timorensis Cervidae √ √ √ 3 Muntiacus muntjak Cervidae √ √ √ 4 Tragulus sp Tragulidae √ √ √ 5 Sus barbatus Suidae √ √ √ 6 Panthera pardus Felidae √ √ √ 7 Mydaus javanensis Mustelidae √ √ √ 8 Viverra tangalunga Viverridae √ √ √ √ 9 Arctogalidia trivirgata Viverridae √ √ √ √ 10 Paguma larvata Viverridae √ √ √ √ 11 Herpestes javanicus Herpestidae √ √ √ 12 Manis javanica Manidae √ √ √ 13 Lariscus insignis Sciuridae √ √ √ √ 14 Callosciurus sp Sciuridae √ √ √ √ 15 Tupaia sp Tupaidae √ √ √ √ 16 Rattus sp Muridae √ √ √ √

Berdasarkan data pada Tabel V-2 menunjukkan bahwa keseimbangan sistem rantai makanan pada Kawasan Gunung Karang relatif baik karena ditemukan satwa herbivora dan karnivora.

(6)

BLHD Propinsi Banten V. 6

Gambar V.3. (a) Kehadiran satwa berdasarkan kelas makan, (b) Kehadiran satwa berdasarkan waktu aktif, dan (c) Kehadiran satwa berdasarkan stratifikasi ekologi.

(c) (b)

(7)

BLHD Propinsi Banten V. 7 Berdasarkan data pada Gambar V.3 (a) menunjukkan bahwa tingkat kehadiran jenis mamalia herbivora merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan perilaku pakan yang lain yaitu sebanyak 7 jenis mamalia. Kondisi ini dikarenakan oleh pohon pakan yang melimpah diantaranya jenis-jenis dari famili Moraceae, Lauraceae dan Myrtaceae yang paling dominan. Kehadiran pohon pakan yang melimpah nampanya menarik satwa-satwa herbivora hadir pada lokasi tersebut diantaranya jenis Tragulus sp, Rusa timorensis dan Muntiacus muntjac. Jenis-jenis tersebut merupakan pemakan buah dan sangat bergantung pada buah-buahan yang jatuh (Rayadin dkk, 2013).

Kehadiran jenis Tragulus sp, Rusa timorensis dan Muntiacus muntjac nampaknya menjadi keuntungan tersendiri bagi jenis Panthera pardus. Jenis Panthera pardus merupakan mamalia karnivora dan aktif bergerak pada siang dan malam hari. Saat ini, status jenis tersebut dilindungi oleh PP No 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Satwa tersebut diduga berkurang populasinya akibat perburuan dan berkurangnya luas habitat. Jenis Tragulus sp,

Rusa timorensis dan Muntiacus muntjac tersebut merupakan mangsa utama bagi

jenis Panthera perdus (Ario, 2010). Sehingga sangat beralasan jenis Panthera perdus hadir di Kawasan Gunung Karang.

Gambar V.3 (c) menunjukkan adanya 15 jenis satwa aktif bergerak di lantai hutan (terrestrial). Selain itu, pada Tabel V-2 menunjukkan bahwa jenis-jenis terresterial cenderung aktif pada mamal hari (nocturnal) namun, beberapa jenis diantaranya dapat aktif pada siang hari. Kondisi ini berkaitan dengan adanya aktivitas manusia pada siang hari sehingga, satwa-satwa yang hadir merupakan satwa yang cenderung aktif pada malam hari misalnya jenis Mydaus javanensis. Jenis Mydaus javanensis merupakan satwa nocturnal dan melakukan aktivitasnya di lantai hutan (terresterial). Jenis tersebut terdapat di hutan yang tinggi dan hutan sekunder, namun terkadang terlihat di kebun-kebun yang berdekatan dengan hutan (Ario, 2010). Untuk bertahan hidup, umumnya jenis tersebut memakan cacing tanah dan larva tonggeret yang diperoleh dengan menggali tanah yang lembek menggunakan moncong dan cakarnya yang panjang.

(8)

BLHD Propinsi Banten V. 8

Gambar V.4. a) Jenis Panthera pardus (sumber informasi dan dokumentasi: warga setempat); dan b) Jenis Mydaus javanensis (pengamatan kamera trap) ditemukan di Kawasan Gunung Karang.

(9)

BLHD Propinsi Banten V. 9

B.

Kehadiran Satwaliar Kelompok Burung

Setiap daerah hutan menjanjikan keragaman jenis yang spesifik dalam komposisi jenis burungnya, karena sangat tergantung dari kondisi habitat yang ada seperti adanya faktor-faktor abiotik maupun biotik lainnya. Kondisi edafis sangat menentukan kualitas dari jenis tumbuhan yang hidup di atasnya dan seterusnya kondisi tegakan menentukan kondisi iklim mikro di dalam hutan, bahkan di luar hutan di sekitar kawasan. Daerah dengan kondisi tutupan vegetasi yang masih rapat umumnya sangat mudah turun hujan dari hasil evapotranspirasi daerah sekitarnya. Belum lagi tegakan seperti hutan di wilayah kawah dan sumur tujuh Gunung Karang menyediakan beragam jenis pakan dan banyaknya jenis serangga yang juga menjadi makanan banyak jenis burung-burung hutan. Penelitian ini mencoba mencatat dan merekam sebanyak mungkin jenis yang ditemukan, baik melalui metode pengamatan dan penangkapan maupun identifikasi lewat suara. Pada daerah dengan ketinggian di bawah 400-1700 meter dari permukaan laut seperti wilayah kawah dan sumur tujuh pada umumnya akan didapat keragaman jenis yang optimal, walaupun pada kenyataannya memperlihatkan bahwa penyebaran keanekaragaman di dalam hutan tropis juga ada kecenderungan tidak merata.

B.1. Keragaman Jenis

Pada dasarnya pengamatan dilakukan seharian penuh untuk masing-masing hari kerja. Namun dari kegiatan pengamatan terkonsentrasi pada dua waktu, pagi dan sore hari. Dua periode waktu tersebut merupakan waktu dimana kelompok burung aktif dalam melakukan aktifitasnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di jalur kawah maupun sumur tujuh ditemukan 39 jenis burung baik pengamatan dengan menggunakan mist net (jala kabut), secara langsung maupun pengamatan tidak langsung. Beberapa diantaranya yaitu walet linchi (Collocalia linchi), kacamata biasa (Zosterops palpetrosus), cinenen pisang (Orthotomus sutonus) dan Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster). Data mengenai jumlah jenis burung yang telah ditemukan ditampilkan pada Tabel 1.

(10)

BLHD Propinsi Banten V. 10

2 Raja Udang Kalung Biru Alcedo euryzona Alcedinidae Insec/Pisc D 3 Raja Udang Meninting Alcedo meninting Alcedinidae Insec/Pisc D 4 Udang Api Ceyx erithacus Alcedinidae Insec/Pisc D 5 Walet linchi Collocalia linchi Apodidae

6 Walet sarang putih Collocalia fuciphaga Apodidae 7 Layang-layang Rumah Delichon dasypus Alaudidae

8 Delimukan Zamrud Chalcophaps indica Columbidae AF TD 9 Tekukur Biasa Streptopelia chinensis Columbidae AFGI

10 Perkutut Jawa Geopelia striata Columbidae AFGI 11 Cica daun kecil Chloropsis cyanopogon Chloropseidae AFGI 12 Gagak Hutan Corvus enca Corvidae AFGI 13 Bubut Alang-alang Centropus bengalensis Cuculidae AFGI 14 Bubut Besar Centropus sinensis Cuculidae AFGI

15 Cabai Jawa Dicaeum trochileum Dicaeidae AFGI/F TD 16 Srigunting Hitam Dicrurus macrocercus Dicruridae SSI

17 Bentet kelabu Lanius schach Laniidae

18 Burung madu blukar Anthreptes singalensis Nectariniidae NIF D 19 Pijantung Kecil Arachnothera longirostra Nectariniidae NI D 20 Pijantung Besar Arachnothera robusta Nectariniidae NI

21 Kacembang Gadung Irena puella Oriolidae AFGI/F

22 Kepudang kuduk hitam Oriolus chinensis Oriolidae AFGI/F TD 23 Bondol Rawa Lonchura malacca Ploceidae TF TD 24 Empuloh Irang Alophoixus phaeocephalus Pycnonotidae AFGI/F

25 Cucak Kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae AFGI/F

26 Cucak kuning Pycnonotus melanicterus Pycnonotidae AFGI/F TD 27 Merbah Kaca Mata Pycnonotus erythrophthalmos Pycnonotidae AFGI/F TD 28 Cucak Kuricang Pycnonotus atriceps Pycnonotidae AFGI/F

29 Empuloh janggut Alophoixus bres Pycnonotidae AFGI/F 30 Merbah Cerukcuk Pycnonotus goavier Pycnonotidae AFGI/F 31 Paok Pancawarna Pitta guajana Pittidae

32 Cinenen Pisang Orthotomus sutonus Silviidae AFGI 33 Cinenen Jawa Orthotomus sepium Silviidae AFGI

34 Cinenen Kelabu Orthotomus ruficeps Silviidae AFGI TD 35 Cinenen Merah Orthotomus sericeus Silviidae AFGI TD 36 Pelanduk Semak Malacocinla sepiarium Timaliidae TI

37 Kucica Hutan Copsychus malabaricus Turdidae AFGI 38 Kacamata Gunung Zosterops montanus Zosteropidae

(11)

BLHD Propinsi Banten V. 11 Berdasarkan Tabel V.3 diketahui bahwa kawasan hutan gunung karang memiliki potensi wisata berupa burung-burung yang dapat di jadikan sebagai objek kegiatan wisata bird watching. Kawasan hutan gunung karang memiliki keanekaragaman jenis burung di karenakan kawasan gunung karang memiliki sumberdaya alam yang dapat dijadikan sumber pakan oleh burung-burung tersebut, salah satunya yaitu sumber makanan yang banyak terdapat di kawasan hutan gunung karang. Sebagian besar burung-burung yang berhasil diidentifikasi merupakan pemakan serangga-serangga kecil seperti semut dan lebah serta ulat dan laba-laba (insectivore).

Jumlah burung yang ditemukan di kawasan hutan kawah gunung karang lebih banyak dari pada yang ditemukan di kawasan hutan sumur tujuh. Salah satu penyebabnya yaitu karena pada jalur pendakian menuju sumur tujuh telah banyak aktifitas manusia baik itu masyarakat berladang maupun masyarakat yang datang untuk berjiarah di sumur tujuh. Selain itu, pepohonan di kawasan kawah juga cukup terbuka sehingga mudah dalam melakukan pengamatan langsung. Vegetasi yang rapat di kawah sumur tujuh membuat sulit dalam melakukan pengamatan burung walaupun banyak sekali suara burung yang terdengar.

Tutupan lahan dan kerapatan vegetasi sangat mempengaruhi jenis burung yang mendiami suatu kawasan. Walet linchi banyak ditemukan di Jalur kawah karena kawasan tersebut cukup terbuka sehingga memberikan kebebasan bagi walet untuk terbang, selain itu di jalur ini juga terdapat bangunan-bangunan tertentu sebagai tempat pengembangan populasinya. Semakin aman dan nyaman tempatnya maka semakin bertambah pula jumlah populasinya. Begitu pula dengan burung madu sriganti yang menyukai pepohonan yang tidak terlalu rapat dan tinggi sehingga banyak ditemukan di jalur kawah. Berbeda halnya dengan burung cinenen pisang dan cincoang pisang yang lebih menyukai semak – semak dan vegetasi yang rapat. Hal tersebut menyebakan burung tersebut banyak ditemukan di sumur tujuh.

(12)

BLHD Propinsi Banten V. 12 gallicus) merupakan jenis raptor selalu dapat teramati selama pemantauan sedang berputar-putar di lokasi punggung gunung, terutama di atas kawasan yang masih berhutan. Mereka kemungkinan besar mengincar burung-burung yang lebih kecil atau ikan sebagai mangsanya, yang telah melimpah keberadaannya di kawasan berhutan dengan tutupan tajuk yang relatif terbuka. Tidak menutup kemungkinan juga Elang ular jari pendek memburu tikus sebagai mangsanya. Elang ular jari pendek sebagai salah satu raptor Sunda, sebenarnya termasuk jenis yang mampu bertahan hidup di fragmen hutan berukuran kecil dan seringkali diamati berada di luar bagian hutan (Meijaard dkk. 2006).

Gambar V.5. Jenis elang ular jari pendek (Circaetus gallicus) yang berhasil teridentifikasi dengan menggunakan kamera jarak jauh.

Kompilasi hasil studi yang dilakukan oleh Meijaard dkk. (2006) menyebutkan bahwa studi mengenai pengaruh kegiatan penebangan hutan terhadap kelompok raptor (elang dan alap-alap) masih belum banyak dilakukan

(13)

BLHD Propinsi Banten V. 13 di Asia Tenggara. Sejumlah data mengungkapkan bahwa khususnya spesies spesialis yang hidup di bagian dalam hutan seperti kelompok elang Circaetus tidak toleran terhadap pengaruh terbukanya bentang lahan. Akan tetapi, jenis-jenis tersebut masih dapat hidup di fragmen hutan berukuran kecil dan seringkali diamati berada di luar bagian hutan.

Jenis-jenis avifauna dari famili Cuculidae termasuk kelompok yang teramati di kawasan hutan sumur tujuh dengan sebaran yang luas. Menurut MacKinnon, J. dkk. (2000), jenis burung dari famili ini merupakan pemakan serangga. Beberapa jenis mengutamakan ulat kupu-kupu (termasuk yang berbulu) sebagai makanannya. Satu dari empat kelompok utama dari famili Cuculidae teramati di lokasi studi, yaitu kelompok bubut.

Gambar V.6. Jenis bubut alang-alang (Centropus bengalensis) yang teridentifikasi dengan menggunakan jala kabut.

Cucak-cucakan (Pycnonotidae) adalah suatu famili dengan jumlah jenis besar dan terkait dengan pilihan habitat yang bervariasi. Kelompok jenis ini merupakan kelompok yang sangat sering ditemui. Selain Pycnonotus goiavier, beberapa jenis yang teramati di lokasi studi diantaranya Pycnonotus atriceps

(14)

BLHD Propinsi Banten V. 14 dkk. (2006) mengungkapkan bahwa melimpahnya jenis cucak-cucakan di suatu habitat disebabkan oleh lebih sedikitnya jumlah pemakan buah (frugivores) utama seperti halnya pada hutan-hutan primer seperti Calyptomena viridis (Madi-hijau Kecil) dan Irena puella (Kacembang Gadung). Spesies generalist frugivore/insectivores ini memakan buah-buahan spesies pionir dan sepertinya memainkan peranan yang penting dalam cepatnya penyebaran jenis-jenis pionir pada hutan-hutan bekas tebangan.

Gambar V.7. Jenis cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) yang berhasil teridentifikasi dengan menggunakan kamera jarak jauh.

Gambar

Gambar V.1.   Keragaman  kelompok  mamalia  berdasarkan  famili  di  kawasan  Gunung Karang
Gambar V.5.   Jenis  elang  ular  jari  pendek  (Circaetus  gallicus)  yang  berhasil  teridentifikasi dengan menggunakan kamera jarak jauh
Gambar V.6.   Jenis bubut alang-alang (Centropus bengalensis) yang teridentifikasi  dengan menggunakan jala kabut
Gambar V.7.   Jenis  cucak  kutilang  (Pycnonotus  aurigaster)  yang  berhasil  teridentifikasi dengan menggunakan kamera jarak jauh

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh dilapangan dapat disimpulkan bahwa sistem jual beli yang berlaku pada apotek Al-Kautsar dalam penjualan obat narkotika dan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan fasilitas kerja,

Perbandingan antara intensitas bunyi yang ditimbulkan oleh sepeda motor merek Honda, Suzuki dan Yamaha sebagai fungsi putaran mesin untuk sudut 90 o ternyata

dalam kegiatan diskusi yang digelar. Alin De membawakan makalah yang berjudul ‖Sumbangan Teater Tradisi pada Teater Modern di Indonesia‖. Berperan aktif dalam

Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan linieritas antara Produk Maillard dengan Kadar Protein Terlarut, Warna dan Derajad Ketengikan serta karakter tepung

Pengawasan pasar untuk penerapan regulasi teknis dengan sistem tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan jasa dari lembaga penilaian kesesuaian yang telah diakreditasi oleh

Untuk variabel Independen dalam penelitian ini adalah agresivitas pajak dengan menggunakan proksi ETR, dimana ETR sebagai alat untuk mengukur apakah perusaahan

Mamuju, Mamuju Tengah, Majene, Polewali Mandar, Mamasa; Tutupan Lahan pada daerah sumber-sumber air di Mamuju; Tutupan Lahan pada daerah sumber-sumber air di Mamuju Tengah;