• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. yang datang dari pelaksanaan tugas mereka tersebut karena setiap perusahaan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. yang datang dari pelaksanaan tugas mereka tersebut karena setiap perusahaan yang"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Umum

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang memiliki peranan penting dan sangat menentukan dalam kegiatan perusahaan. Dalam melaksanakan pekerjaannya, setiap tenaga kerja akan menghadapi ancaman bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang datang dari pelaksanaan tugas mereka tersebut karena setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih mempunyai potensi bahaya dalam kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja. Oleh karena itu, dengan adanya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) akan membawa iklim keamanan dan ketenagaan kerja, sehingga membantu hubungan tenaga kerja dan pengusaha yang merupakan landasan kuat bagi kelsncaran produksi. Begitu juga, sudah saatnya para pelaku insustri jasa konstruksi secara bersama-sama memikirkan penerapan SMK3 konstruksi yang lebih baik dalam pelaksanaan proyek. (Sutarto, 2008)

Dari keinginan tersebut, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang secara berkesinambungan merupakan hal yang perlu didorong agar dapat lebih meyakinkan tercapainya lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera. Penerapan SMK3 merupakan suatu kebijaksanaan yang mempunyai arti penting dalam upaya peningkatan kualitas SDM maupun perlindungan tenaga kerja dari aspek ekonomi, sosial, budaya dan politis.

2.2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan pemberian perlindungan kepada setiap orang yang berada di tempat kerja yang berhubungan dengan

(2)

pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja. (Permen, 2008). K3 juga merupakan suatu hal yang penting dalam sektor konstruksi demi kelancaran suatu pembangunan pada setiap proyek maupun dalam proses operasionalnya. Perusahaan harus menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan karyawan. Bekerja dengan selamat lebih diutamakan dari produksi. Keselamatan kerja dan kesehatan kerja memiliki pengertian yang berbeda sebagai berikut:

2.2.1. Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan suatu pekerjaan. (Suma‟mur, 1981) Keselamatan kerja dapat berkenaan di suatu tempat kerja konstruksi bangunan yang berhubungan dengan para pekerja dan karyawan. Keselamatan kerja juga menyangkut segenap produksi dan distribusi baik barang maupun jasa serta sarana untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.

Adapun tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efsien. (Silalahi, 1985).

Dalam upaya melaksanakan pekerjaan dengan selamat, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yaitu; manusia, mesin, material, metode kerja dan lingkungan kerja. Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor manusia merupakan

(3)

faktor kecelakaan terbesar yaitu sebesar 85%. Maka dari itu, usaha keselamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik, juga harus memperhatikan secara khusus untuk aspek manusiawi. Dalam hal ini, pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada tenaga kerja merupakan sarana penting. (Suma‟mur, 1981)

2.2.2. Kesehatan Kerja

Selain faktor keselamatan, hal penting yang juga harus diperhatikan oleh manusia pada umumnya dan para pekerja konstruksi khususnya adalah faktor kesehatan. Kesehatan berasal dari bahasa Inggris „health‟ yang tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi serta kemampuan fisik. Sedangkan menurut Suma‟mur pada tahun 1981 defenisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum.

Kesehatan kerja memang harus diperhatikan, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaaan terhadap seluruh karyawan yang mencakup hal berikut:

a. Pemeriksaan kesehatan karyawan (pekerja baru dan pekerja lama).

b. Lingkungan tempat kerja (debu, kebisingan, pencahayaan, getaran dan gas-gas berbahaya).

(4)

c. Ergonomis (tempat duduk, alat kerja, dimensi kerja dan lain-lain).

2.3. Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Adapun tujuan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ialah sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan baik secara fisik, sosial dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dengan seefektif mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. (Luckyta, 2012)

2.4. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga dikarenakan di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan lebih dalam bentuk perencanaan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Penyebab dari kecelakaan di berbagai tempat kegiatan konstruksi tidak sama. Namun memiliki kesamaan umum yang dibedakan dalam 2 golongan:

a. Tindakan atau perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts) yang berarti manusialah penyebab dari kecelakaan. Tindakan yang membahayakan (unsafe human acts) dapat berupa sikap sebagai berikut:

(5)

1) Menjalankan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan (bekerja bukan pada kewenangannya).

2) Gagal menciptakan keadaan yang baik sehingga menjadi tidak aman atau memanas.

3) Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya. 4) Memakai Alat Pelindung Diri (APD) atau safety hanya berpura-pura. 5) Menggunakan peralatan yang tidak layak.

6) Pengurusan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi manusia.

7) Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja di tempat kerja. 8) Mengangkat dan mengangkut beban yang berlebihan.

b. Keadaan lingkungan yang tidak nyaman (unsafe conditions) yang berarti situasi atau keadaan lingkungan sekitarlah yang menyebabkan kecelakaan. Kondisi yang membahayakan (unsafe conditions) dapat berupa situasi sebagai berikut:

1) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan.

2) Alat dan peralatan yang sudah tidak layak digunakan.

3) Terjadi kemacetan dalam penggunaan alat/mesin (congestion). 4) Sistem peringatan yang berlebihan (in adequate warning system).

5) Ada api di tempat yang berbahaya. Misalnya, tempat yang mengandung bensin atau sejenisnya yang mendatangkan bahaya api.

6) Alat penjaga atau pengaman gedung kurang standar.

7) Kondisi suhu (atmosfir) yang membahayakan seperti; terpapar gas, fumes dan lain-lain.

8) Terpapar bising. 9) Terpapar radiasi.

(6)

10)Pencahayaan dan ventilasi yang kurang ataupun berlebihan. (Santoso, 2004)

2.5. Alasan Mendasar Perlunya Standar K3

Adapun beberapa alasan yang mendasari perlunya standar K3 dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu:

a. Aspek Moral (Kemanusiaan)

Faktor ini sangat penting karena jiwa manusia tidak dapat dihitung secara ekonomi, tetapi dengan menonjolkan faktor ini dan mengabaikan faktor ekonomi adalah kurang bijaksana. Setiap pekerja tidak seharusnya mendapatkan risiko cedera dan sakit di tempat kerja, begitu juga setiap orang yang berhubungan dalam lingkungan kerja. Faktor ini sangat ditonjolkan pemerintah dan organisasi pekerja, sehingga kriteria accident adalah bila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan meninggalnya manusia atau cacat permanen.

b. Aspek Ekonomis

Rendahnya kinerja K3 dengan adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berakibat:

1) Peningkatkan biaya negara dan biaya sosial (melalui pembayaran keamanan sosial, biaya pengobatan, kerugian, hilangnya kesempatan bekerja bagi pekerja, terganggu dan menurunnya produktifitas semua pihak yang terkena dampaknya), 2) Perusahaan pengguna dan organisasi pengerah tenaga kerja juga menanggung

biaya atas kejadian kecelakaan (biaya administrasi resmi, denda, kompensasi kerusakan dan kecelakaan, waktu penyelidikan, terhentinya produksi, hilangnya kepercayaan dari tenaga kerja, dari pelanggan dan dari masyarakat luas).

(7)

c. Alasan Hukum

Persyaratan K3 harus diperkuat oleh peraturan hukum perdata dan pidana. Karena tanpa dorongan ekstra tindakan pengaturan/penuntutan hukum yang tegas, banyak perusahaan tidak akan memenuhi kewajiban moralnya. (Beesono, 2012)

Sesuai ketentuan pada Pasal 4 ayat 1 Permen PU No.9 Tahun 2008 kegiatan jasa konstruksi yang dilaksanakan oleh pengguna jasa terdiri dari jasa pemborongan, jasa konsultansi dan kegiatan swakelola yang aktifitasnya melibatkan tenaga kerja dan peralatan kerja. Untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan, wajib menyelenggarakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) konstruksi bidang Pekerjaan Umum.

2.6. Defenisi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang selamat, aman, efisien dan produktif. (Permen, 2008)

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: 05/MEN/1996 Bab 1 Pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Pada dasarnya SMK3 merupakan implementasi ilmu dan fungsi

(8)

manajemen dalam melakukan perencanaan, implementasi, maupun evaluasi program K3 di tempat kerja dalam suatu sistem.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mencakup hal-hal sebagai berikut; struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Tujuan dan sasaran manajemen k3 adalah menciptakan sistem keselamatan dan kesatuan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman dan efisien, dan produktif. (Sastrohadiwiryo, 2001).

Elemen-elemen yang patut dipertimbangkan dalam mengembangkan program keselamatan kerja adalah; komitmen perusahaan, kebijakan pemimpin, ketentuan penciptaan lingkungan kerja, ketentuan pengawaasan selama proyek berlangsung, pendelegasian wewenang, penyelidikan pelatihan dan pendidikan, mengukur kinerja program K3 dan pendokumentasian yang memadai secara kontinu. (Ervianto, 2009).

Penanggulangan kecelakaan dan penyakit akibat kerja hanya akan berhasil apabila:

a. Manajemen sungguh-sungguh menyadari bahwa akar dari setiap kecelakaan atau penyakit akibat kerja terletak pada manajemen.

b. Manajemen memberi wewenang penuh kepada manajer K3. c. Kebijakan K3 yang ditetapkan.

(9)

Pemahaman tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang benar dari semua aspek sangat berguna untuk pencegahan kecelakaan dalam kegiatan konstruksi dimana diharapkan produksi meningkat dengan meminimalkan atau mengurangi kecelakaan bahkan meniadakan kecelakaan.

Sesuai dengan Bab III pasal 3 ayat 1, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang penerapan SMK3 diwajibkan yang kepada perusahaan dengan syarat:

a. Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja se[erti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.

b. Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.

Pada lampiran IV dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER. 05/MEN/1996, penerapan SMK3 diwajibkan yang kepada perusahaan dengan tingkat penerapan sebagai berikut:

a. Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah harus menerapkan sebanyak 64 (enam puluh empat) elemen.

b. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko menengah harus menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) elemen.

c. Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) elemen.

Dilihat dari tingkat penerapan di atas, maka pembangunan proyek gedung Siloam Hospital termasuk kategori perusahaan besar yang menerapkan sebanyak 166

(10)

elemen yang terdapat dalam SMK3. Hal dikarenakan proyek ini memiliki pekerja lebih dari 100 orang.

Keberhasilan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja dapat diukur menurut Permenaker Nomor: 05/MEN/1996 sebagai berikut:

a. Untuk tingkat pencapaian 0-59% dan pelanggaran peraturan perundangan (nonconformance) dikenai tindakan hukum.

b. Untuk tingkat pencapaian 60-84% diberikan sertifikat dan bendera perak. c. Untuk tingkat pencapaian 85-100% diberikan sertifikat dan bendera emas.

Ditinjau dari segi kinerja penerapan penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum menurut Permen PU Nomor: 09/PRT/2008 terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Baik, bila mencapai hasil penilaian > 85%.

b. Sedang, bila mencapai hasil penilaian 60% - 85%. c. Kurang, bila mencapai hasil penilaian < 60%.

2.7. Prinsip Dasar SMK3 dalam Perundang-undangan

Prinsip dasar SMK3 yang terdapat dalam perundang-undangan dalam mengatur dan mendefenisikan mengenai K3 sudah ada sejak tahun 1970. Perlindungan untuk setiap tenaga kerja terlihat dalam Peraturan Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menjelaskan bahwa bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

Sedangkan pada undang-undang No.13 tahun 2003 terdapat prinsip dasar SMK3 yang diatur dalam pasal 87 tentang ketenagakerjaan yang diantaranya berisi:

(11)

1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manjemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manjemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setelah peraturan SMK3 dalam undang-undang, maka dikeluarkan peraturan pelaksanaan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan pelaksanaan ini ditujukan untuk kegiatan industri yang terdiri dari ayat (b), (c) dan (d) sebagai berikut:

1. Ayat (b) menyatakan bahwa untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di tempat kerja, serta sumber produksi, proses produksi dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, maka perlu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Ayat (c) menyatakan bahwa dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat mengantisipasi hambatan teknis dalam era globalisasi perdagangan.

3. Ayat (d) menyatakan bahwa untuk Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Dalam rangka mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi demi tercapainya keamanan K3, maka ditetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman SMK3 kontruksi bidang Pekerjaan Umum. Menteri Pekerjaan Umum pada tahun 2008 telah menerbitkan sebuah regulasi baru berupa Permen PU No. 09 Tahun 2008 tentang SMK3 yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan fakta komitmen pada tanggal 12 februari tahun 2009 di Jakarta. (Simatupang, 2008). Dalam komitmen bersama antara kementrian tenaga kerja (Kemenaker) dan Pekerjaan Umum (PU)

(12)

yang salah satu diantaranya sarat pekerjaan konstruksi itu adalah “mengutamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi faktor kunci sukses penyelenggaraan konstruksi”. Dengan demikian penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia telah memasuki era baru yang pantas disambut lega oleh para pemerhati masalah keselamatan tenaga kerja konstruksi di Indonesia. Salah satu kendala yang mengganjal penerapan SMK3 pada proyek konstruksi adalah adanya anggapan bahwa penerapan SMK3 di sektor konstruksi memakan biaya tinggi dan pengusaha yang peduli keselamatan kerja para karyawannya jelas tidak akan mungkin jadi pemenang tender apabila memasukkan biaya K3 dalam dokumen penawarannya sebab tawarannya pasti bukanlah tawaran yang terendah. Namun karena adanya yang tertulis dalam Permen PU No. 09/PRT/M/2008 tersebut pada pasal 11 butir 2 yang menjelaskan “Penyedia jasa wajib memasukkan biaya penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum dalam harga penawaran pengadaan jasa konstruksi..dst. Maka salah satu kendala yaag ada telah terhapuskan karena semua peserta tender sudah diwajibkan memasukkan biaya penyelenggaraan K3 dalam dokumen.

Peraturan Menteri tentang Pedoman SMK3 kontruksi bidang Pekerjaan Umum Nomor: 09/PRT/2008 tercantum dalam ayat (a), (b) dan (c) sebagai berikut: 1. Ayat (a) menyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan tertib penyelenggaraan

pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi syarat-syarat keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi.

2. Ayat (b) menyatakan bahwa agar penyelenggaraan keamanan, keselamatan dan, kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi bidang Pekerjaan Umum dapat terselenggara secara optimal, maka diperlukan suatu pedoman pembinaan dan

(13)

pengendalian sistem keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi bidang Pekerjaan Umum.

3. Ayat (c) menyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi bidang Pekerjaan Umum.

2.8. Acuan/Elemen - Elemen Penerapan SMK3

Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMK3. 2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, dan sasaran penerapan keselamatan

dan kesehatan kerja.

3. Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja K3 serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja K3.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam peraturan Menteri Pekerjaan Umun Nomor: 09/PRT/M/2008 tentang pedoman SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum tercantum elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh Penyedia Jasa sebagai berikut:

(14)

2.8.1. Komitmen dan Kebijakan K3

Pengurus dan pengusaha menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga mengeluarkan suatu kebijakan K3 demi memulai sebuah aturan terhadap pelaksanaan SMK3 di proyek konstruksi.

Kebijakan K3 suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan pengurus yang memuat seluruh visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasinal. (Permenaker, 1996)

Adapun persyaratan kebijakan K3 yang diatur dalam permen Nomor: 09/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan Penyedia Jasa harus menetapkan Kebijakan K3 pada kegiatan konstruksi yang dilaksanakan.

b. Pimpinan Penyedia Jasa harus mengesahkan Kebijakan K3.

c. Kebijakan K3 yang ditetapkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Sesuai dengan sifat dan kategori resiko K3 bagi Penyedia Jasa.

2) Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta peningkatan berkelanjutan SMK3.

3) Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang terkait dengan K3.

4) Sebagai kerangka untuk menyusun dan mengkaji sasaran K3. 5) Didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara.

6) Dikomunikasikan kepada semua personil yang bekerja di bawah pengendalian Penyedia Jasa agar peduli K3.

(15)

8) Dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa kebijakan K3 masih relevan dan sesuai.

2.8.2. Perencanaan K3

Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan Sistem Manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan juga memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya penilaian dan pengendalian resiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. (Sastrohadiwiryo, 2001)

2.8.2.1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko (IBPR)

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko dari kegiatan produk, barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan K3. Untuk itu harus diterapkan dan dipelihara prosedurnya sebagai berikut yang diatur dalam Permen Nomor: 09/PRT/M/2008 berikut:

1) Penyedia Jasa harus menetapkan Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

2) Prosedur untuk identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya harus mempertimbangkan:

 Mengakomodasi kegiatan rutin.  Mengakomodasi kegiatan non rutin.

 Kegiatan semua orang yang memiliki akses di tempat kerja.  Perilaku manusia, kemampuan dan factor manusia lainnya.

(16)

 Mengidentifkasi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan dan krselamatan personil di tempat kerja.

 Bahaya yang ada di sekitar tempat kerja dikaitkan dengan kegiatan kerja penyedia jasa.

 Sarana dan prasarana, peralatan dan bahan di tempat kerja yang disediakan oleh penyedia jasa atau pihak lain.

 Modifikasi pada SMK3 termasuk perubahan sementara dan dampaknya pada operasi, proses dan kegiatannya.

 Beberapa kewajiban perundangan yang digunakan terkait dengan penilaian resiko dan penerapan dan pengendaliannya.

 Desain lokasi kerj, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasi dan instruksi kerja termasuk penyesuaian terhadap kemampuan manusia.

3) Penyedia Jasa harus menerapkan prosedur untuk identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

4) Penyedia Jasa harus memelihara prosedur untuk identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

5) Penyedia Jasa harus mendokumentasikan dan menjaga rekaman hasil identifkasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya secara berkesinambungan.

2.8.2.2. Pemenuhan Perundang-undangan dan Persyaratan lainnya

Pemenuhan perundang-undangan dan persyaratan lainnya merupakan bagian dari perencanaan (safety plan) yang di dalamnya terdapat item pekerjaan yang resiko bahaya pengendaliannya diatur oleh perundang-undangan.

Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi, identifikasi dan pemahaman pemenuhan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3 sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan.

(17)

Pengurus harus menjelaskan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja. (Sastrohadiwiryo, 2001)

Dalam hal ini, Penyedia Jasa wajib melaksanakan peraturan sebagaimana yang terdapat dalam permen Nomor: 08/PRT/M/2008 berikut:

1)Membuat prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses peraturan dan persyaratan K3 yang digunakan.

2)Menerapkan prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses peraturan dan persyaratan K3 yang digunakan.

3)Memelihara prosedur untuk mengidentifikasi dan mengakses peraturan dan persyaratan K3 yang digunakan.

4)Memperhatikan perundang-undangan dan peraturan lain yang berlaku dalam membuat, menerapkan dan memelihara SMK3.

5)Memelihara informasi ini selalu mutakhir.

6)Mengkomunikasikan informasi persyaratan peraturan dan persyaratan lain yang relevan untuk personil yang bekerja dalam pengendalian Penyedia Jasa dan pihak terkait yang relevan.

7)Memasukkan biaya penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum dalam harga penawaran pengadaan jasa konstruksi.

8)Membuat pra „„RK3K‟‟ sebagai salah satu kelengkapan penawaran lelang dalam proses pengadaan barang/jasa yang diikuti sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

9)Menyusun tingkat risiko kegiatan yang akan dlaksanakan untuk dibahas dengan PPK yang disusun pada awal kegiatan.

10)Melibatkan Ahli K3 Konstruksi pada setiap paket pekerjaan yang mempunyai resiko K3 tinggi.

(18)

11)Melibatkan sekurang-kurangnya Petugas K3 Konstruksi pada setiap paket pekerjaan yang mempunyai resiko K3 sedang dan kecil.

12)Melakukan kerja sama untuk membentuk kegiatan SMK3 Konstruksi bidang Pekerjaan Umum bila ada dua atau lebih Penyedia Jasa yang bergabung dalam suatu kegiatan. Kerja sama kegiatan SMK3 Konstruksi bidang Pekerjaan Umum tesebut dipimpin oleh penanggung jawab utama Penyedia Jasa.

13)Membentuk P2K3 bila :

 Mengelola pekerjaan yang memperkerjakan pekerja dengan jumlah paling sedikit 100 orang.

 Mengelola pekerjaan yang memperkerjakan pekerja kurang dari 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai resiko besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.

14) Melapor ke Dinas Tenaga Kerja dan Jamsostek setempat sesuai ketentuan yang berlaku.

15) Membuat laporan rutin kegiatan P2K3 ke Dinas enaga Kerja setempat dan tembusannya disampaikan kepada PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). 16) Melaksanakan audit internal K3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum.

17)Membuat rangkuman aktifitas pelaksanaan SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum sebagai bagian dari dokumen serah terima kegiatan pada akhir kegiatan. 18) Melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Dinas Tenaga Kerja setempat tentang kejadian berbahaya dan kecelakaan.

19) Menindaklanjut surat peringatan yang diterima dari PPK. 20) Bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja konstruksi.

(19)

meliputi; inspeksi tempat pekerja, peralatan dan sarana pencegahan kecelakaan kerja konstruksi sesuai dengan RK3K.

22) Memiliki sertifikat K3 perusahaan yang diterbitkan oleh lembaga sertikasi yang telah terakreditasi oleh Komite Akrediatsi Nasional (KAN) apabila melaksanakan

pekerjaan dengan tingkat resiko tinggi.

2.8.2.3. Sasaran dan Program K3

Penetapan sasaran dan program kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli K3, P2K3 dan pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan. (Permenaker, 1996)

Sasaran dan program kebijakan K3 yang ditetapkan oleh perusahaan setidaknya harus memenuhi kualifikasi oleh Penyedia Jasa sebagaimana yang tercantum dalam permen Nomor: 08/PRT/M/2008 sebagai berikut:

1)Membuat sasaran K3 yang terdokumentasi. 2)Menyusun sasaran K3 dengan ketentuan:

 Relevan pada fungsi dan tingkat yang di dalam perusahaan Penyedia Jasa.  Dibuat secara spesifik dan terukur.

 Dideklarasikan secara eksplisit.

 Disosialisaikan kepada pihak terkait yang relevan.  Sesuai dengan Kebijakan K3.

 Ditinjau ulang dalam rangka peningkatan berkelanjutan. 3)Memelihara sasaran K3 yang terdokumentasi.

4)Mengukur tingkat pencapaian sasaran. 5)Mengkaji tingkat pencapaian sasaran.

(20)

7)Menerapkan program untuk mencapai sasarannya. 8)Memelihara program untuk mencapai sasarannya. 9)Menyusun program dengan ketentuan.

10) Mengkaji program secara rutin dan terencana dan menyesuaikannya jika perlu, untuk memastikan sasaran itu tercapai.

11)Membuat RK3K, dengan ketentuan:  Dibuat pada awal kegiatan.

 Mencantumkan kategori resiko pekerjaan yang telah dicantumkan bersama PPK.  Pada awal dimulainya kegiatan, penyedia jasa mempresentasikan RK3K kepada

PPK untuk mendapat persetujuan.

 Melakuan tinjauan ulang terhadap RK3K (pada bagian yang memang perlu dilakukan kaji ulang) dilakukan setiap bulan secara berkesinambungan selama pelaksanaan pekerjaan konstruksi berlangsung.

12) Membuat jadwal pelaksanaan pekerjaan.

2.8.3. Penerapan dan Operasi Kegiatan

Dalam mencapai tujuan K3, perusahaan harus menunjuk personel yang mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan sistem yang diterapkan. Adapun kualifikasi yang tercantum dalam Permen No. 9 tahun 2008 adalah sebagai berikut: 2.8.3.1. Sumber Daya, Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban

Perusahaan harus menyediakan petugas yang memiliki sumber daya, struktur organisasi dan pertanggung jawaban yang memadai sesuai SMK3 yang diterapkan. Dalam penerapan SMK3 yang efektif perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1) Pimpinan puncak harus mengambil tanggungjawab utama untuk K3 dan SMK3 2) Pimpinan puncak harus menunjukkan komitmennya dengan:

(21)

 Menjamin ketersediaan sumber daya yang utama dalam membangun, menerapkan, memelihara dan meningkatkan SMK3.

 Menentukan peranan, pembagian tanggung jawab dan memberi kewenangan kepada pelaksana SMK3.

 Mendokumentasikan dan mengkomunikasikan ketentuan-ketentuan yang di atas kepada personil yang diberi tanggung jawab dan wewenang.

3) Penyedia jasa harus menentukan penanggungjawab K3 untuk:

 Menjamin bahwa SMK3 dibuat, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan pedoman yang berlaku.

 Menjamin kinerja SMK3 dilaporkan kepada pimpinan puncak untuk dikaji ulang dan digunakan sebagai dasar peningkatan SMK3.

 Penyedia jasa harus dapat memotivasi karyawan di tempat kerja. (Permen, 2008)

2.8.3.2. Kompetensi, Pelatihan dan Kepedulian

Penerapan dan pengembangan SMK3 yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap tenaga kerja di perusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan K3. Prosedur untuk melakukan identifikasi standar kompetensi kerja dan penerapannya melalui program pelatihan harus tersedia.

Setelah penilaian kemampuan gambaran kompetensi kerja yang dibutuhkan dilaksanakan, program pelatihan harus dikembangkan sesuai dengan hasil penilaiannya. Prosedur pendokumentasian pelatihan yang telah dilaksanakan dan dievaluasi efektifitasnya harus ditetapkan. Kompetensi kerja harus diintegrasikan ke dalam rangkaian kegiatan perusahaan mulai dari penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja tenaga kerja serta pelatihan.

(22)

Adapun persyaratan kompetensi, pelatihan dan kepedulian yang tercantum dalam Permen Nomor: 09/PRT/M/2008 adalah sebagai berikut:

1)Menjamin setiap karyawan yang terlibat dalam pekerjaan yang mengandung risiko K3 memiliki kompetensi atas dasar pendidikan dan pelatihan atau pengalaman yang sesuai.

2)Mengidentifikasi dan melaksanakan pelatihan K3. 3)Mengevaluasi keefektifan pelatihan.

4)Membuat, menerapkan dan memlihara prosedur kerja karyawan.

5)Prosedur pelatihan harus mempertimbangkan perbedaan tingkatan untuk:  Tanggung jawab, kemampuan, keterampilan bahasa dan pendidikan.  Resiko.

2.8.3.3. Komunikasi, Keterlibatan dan Konsultansi a. Komunikasi

Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerapan SMK3. Penyediaan informasi yang sesuai bagi tenaga kerja dan semua pihak yang terkait dapat digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan serta pemahaman umum dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kinerja K3. Perusahaan harus mempunyai prosedur untuk menjamin bahwa informasi K3 terbaru dikomunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan. Dalam kaitannya dengan bahaya K3, penyedia jasa harus membuat menerapkan dan memelihara prosedur untuk:

1)Komunikasi internal.

2)Komunikasi dengan pemasok.

(23)

b. Keterlibatan dan Konsultansi

Keterlibatan dan konsultansi keterlibatan kerja mencakup dalam beberapa hal sebagai berikut:

1) Membuat, menerapkan dan memelihara keterlibatan kerja dalam hal:  Identifikasi bahaya, pnilaian resiko dan menentukan pengendalian.  Penyelidikan insiden.

 Pengembangan dan pengkajian kebijakan dan sasaran K3.

 Konsultansi jika ada beberapa perubahan yang mempengaruhi K3.  Sebagai perwakilan atas hal-hal yang berkaitan dengan K3.

2) Menginformasikan kepada pekerja tentang pengaturan keterlibatannya, termasuk siapa yang mewakili jika terkait dengan hak-hal K3.

3) Konsultansi dengan pemasok dan sub kontraktor jika ada perubahan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan K3.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan unsur utama dari setiap sistem manajemen dan harus dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan, didokumentasikan dan diperbarui apabila diperlukan. Perusahaan harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya yang efektif. Pendokumentasian SMK3 juga mendukung kesadaran tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan K3 dan evaluasi terhadap sistem dan kinerja K3. Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas kegiatan perusahaan. Apabila unsur SMK3 terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian SMK3 harus diintegrasikan dalam keseluruhan dokumentasi yang ada. Dokumentasi SMK3 meliputi:

(24)

2)sasaran K3.

3)uraian lingkup SMK3.

4)uraian unsur-unsur utama dari SMK3 dan kaitannya. 5)acuan yang terkait.

6)rekaman yang diperlukan.

7)hal-hal penting untuk menjamin efektivitas perencanaan, operasi dan pengendalian proses dikaitkan dengan risiko K3.

d.Pengendalian Dokumen

Pengendalian dokumen memenuhi ketentuan seperti berikut:

1)Dokumen yang diperlukan oleh SMK3 dan pedoman ini harus dikendalikan. 2)Penyedia jasa harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:

 menyetujui dokumen untuk kecukupannya sebelum dikeluarkan.

 mengkaji ulang dan memutakhirkan seperlunya dan menyetujui kembali dokumen tersebut.

 menyimpan dokumen tersebut dan diidentifikasi (diberi penomoran) sehingga mempunyai kemampuantelusur.

 memastikan versi terbaru dari dokumen yang dipakai telah teridentifikasi dan tersedia di tempat-tempat yang digunakan.

 memastikan dokumen eksternal asli yang penting unutuk perencanaan dan operasi SMK3 telah diidentifikasi dan dikendalikan pendistribusiannya.

 menjaga pengggunaan yang tidak diinginkan dari dokumen tersebut disimpan untuk tujuan tertentu.

(25)

e. Pengendalian Operasional

1)Penyedia jasa harus menentukan jenis kegiatan yang bahayanya telah diidentifikasi guna untuk mengelola resiko K3.

2)Untuk kegiatan tersebut Penyedia Jasa juga wajib menerapkan:  pengendalian operasional.

 mendokumentasikan pengendalian.

 menentukan kriteria pengendalian operasional.

f. Kesiagaan dan Tanggap Darurat

1)Membuat, mengidentifikasian, menerapkan dan memelihara prosedur situasi darurat.

2)Tanggap terhadap situasi darurat dan mencegah atau meminimalkan kerugian yang ditimbulkan.

3)Perencanaan tanggap darurat harus memperhitungkan keberadaan pihak-pihak terkait antara lain pemadam kebakaran, kantor polisi dan rumah sakit.

4)Secara berkala menguji prosedur tanggap darurat dengan melibatkan pihak-pihak terkait yang diperlukan, apakah masih dapat diterapkan dalam menanggapi situasi darurat.

5)Secara berkala mengkaji ulang dan merevisi prosedur kesiagaan dan tanggap darurat khususnya setelah pengujian berkala dan sesudah terjadinya situasi darurat.

2.8.4. Pemeriksaan (Evaluasi)

Pemeriksaan myerupakan pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja SMK3 dan hasilnya harus dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi tindakan perbaikan.

(26)

Seperti yang terdapat pada pasal 10 pada Permen Nomor: 09/PRT/M/2008 menyatakan bahwa dalam hal materi penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum yang dijadikan salah satu bahan evaluasi dalam proses pemilihan penyedia jasa, maka PPK wajib menyediakan acuannya. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) ialah pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Berikut ini adalah peraturan dalam setiap evaluasi atau pengukuran kinerja SMK3:

2.8.4.1. Pengukuran dan Pemantauan

Adapun syarat dalam pengukuran dan pemantauan adalah sebagai berikut: 1) Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk pengukuran dan

pemantauan kinerja K3 secara teratur yang meliputi:  pengukuran kualitatif dan kuantitatif.

 pemantauan lebih luas terhadap keseuaian dengan sasaran K3 penyedia jasa.  pemantauan efektivitas.

 pemantauan penyakit, insiden (termasuk kecelakaan, hampir kena) dan bukti historis.

 pencatatan data, hasil pemantauan dan pengukuran harus dapat mencukupi kebutuhan untuk analisa tindakan perbaikan dan pencegahan.

2) Merencanakan memelihara prosedur kalibrasi peralatan.

2.8.4.2. Evaluasi Kepatuhan

Adapun syarat dalam evaluasi kepatuhan adalah sebagai berikut:

1)Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur secara berkala sehingga dapat mengevaluasi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

(27)

3)Penyedia jasa dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kepatuhan terhadap peraturan yang mengacu dalam prosedur terpisah.

2.8.4.3. Penyelidikan Insiden, Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan & Pencegahan

a. Penyelidikan Insiden

Adapun syarat/peraturan dalam hal penyelidikan insiden adalah:

1) Penyedia Jasa harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mencatat, menyelidiki dan menganalisa insiden untuk:

Identifikasi kebutuhan tindakan dan perbaikan. Identifikasi peluang untuk tindakan pencegahan. Identifikasi peluang untuk peningkatan berkelanjutan.

Mengkomunikasikan hasil penyelidikan kepada pemangku kepentingan. 2) Penyelidikan harus tepat waktu.

3) Beberapa identifikasi memerlukan tindakan perbaikan atau peluang tindakan pencegahan harus sesuai dengan klausul.

b.Ketidaksesuaian, Tindakan Perbaikan dan Pencegahan

Semua hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan, audit dan tinjauan ulang SMK3 didokumentasi dan digunakan untuk identifikasi tindakan perbaikan dan pencegahan serta pihak manajemen menjamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif. Adapun syarat untuk membuat dan memelihara prosedur untuk menentukan potensi ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan ialah:

1) Memperbaiki ketidaksesuaian dan mengambil tindakan untuk mencegah resiko K3.

(28)

2) Menyelidiki ketidaksesuaian, menentukan penyebab dan mengambil keputusan untuk menghindari terjadi kembali.

3) Mengevaluasi tindakan perbaikan dan pencegahan agar tidak terjadi ketidaksesuaian.

4) Mengkomunikasikan hasil tindakan perbaikan dan pencegahan yang diambil kepada pihak yang berkepentingan.

5) Mengakaji ulang keefektifan tindakan perbaikan dan pencegahan yang diambil.

2.8.4.4. Pengendalian Rekaman

Adapun hal yang dilaksanakan pada saat pengendalian rekaman adalah sebagai berikut:

1)Membuat dan memelihara rekaman yang diperlukan.

2)Membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk identifikasi, penyimpanan kemamputelusuran, masa simpan dan pemusnahan rekaman.

3)Rekaman harus dapat terbaca dan teridentifikasi dengan mudah diperoleh.

2.8.4.5. Audit Intenal

Audit internal merupakan pemeriksaan berkala secara terencana yang dilakukan terhadap penerapan program K3.

1)Memastikan audit internal SMK3 dilaksanakan pada interval waktu yang telah direncanakan untuk:

 Mengendalikan kesesuaian SMK3.

 Memberikan informasi hasil-hasil audit kepada manajemen.

2)Program audit harus direncanakan, dibuat, diterapkan dan dipelihara oleh penyedia jasa.

(29)

3)Program audit harus didasarkan atas hasil penilaian resiko dari kegiatan penyedia jasa dan hasil audit sebelumnya.

4)Program audit harus dibuat, diterapkan dan dipelihara yang mengacu kepada:  Tanggung jawab, kompetensi dan persyaratan untuk merncanakan dan

melaksanakan audit, melaporkan hasil dan menyimpan rekaman yang terkait.  Penetuan kriteria, lingkup, frekuensi dan metode audit.

5)Pelaksanaan audit harus objektif dan auditor harus memiliki integritas. (Permen, 2008)

2.8.5. Tinjauan Manajemen

Pimpinan yang ditunjuk harus melaksanakan tinjauan manajemen SMK3 secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3. Ruang lingkup tinjauan manajemen yaitu mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Tinjauan manajemen SMK3 meliputi hal sebagai berikut:

1) Pimpinan puncak harus melakukan tinjauan SMK3 pada interval waktu yang telah direncanakan untuk memastikan kesesuaian, kecukupan dan keefektifan secara berkelanjutan.

2) Peninjauan harus memasukkan analisa peluang untuk peningkatan dan perlunya perubahan SMK3 termasuk kebijakan dan sasaran K3.

3) Tinjauan manajemen mencakup:

 Hasil audit internal dan evaluasi kepatuhan terhadap persyaratan peraturan dan persyaratan lainnya.

 Hasil keterlibatan dan konsultansi.

(30)

 Kinerja K3.

 Perluasan sasaran yang telah dicapai.

 Status penyelidikan insiden tindakan perbaikan dan pencegahan.  Tindak lanjut tinjauan manajemen sebelumnya.

 Perubahan lingkup termasuk pengembangan dari persyaratan, peraturan dan persyaratan lainnya yang terkait dengan K3.

 Rekomendasi bagi peningkatan.

4) Hasil tinjauan manajeman harus sesuai dengan komitmen perusahaan untuk peningkatan berkelanjutan.

5) Hasil tinjauan manajeman harus berupa keputusan untuk perbaikan:  Kinerja K3.

 Kebijakan dan sasaran K3.  Sumber daya.

 Unsur-unsur lain dari SMK3.

6) Hasil tinjauan manajemen harus dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan. Resiko K3 adalah perpaduan antara peluang dan frekuensi terjadinya peristiwa K3 dengan akibat yang ditimbulkannya dalam konstruksi. Resiko K3 memiliki 3 jenis kategori yakni:

 Resiko tinggi, mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya beresiko membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan lingkungan serta terganggunya kegiatan konstruksi.

 Resiko sedang, mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya beresiko membahayakan keselamatan umum dan harta benda serta terganggunya kegiatan konstruksi.

(31)

 Resiko kecil, mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda serta terganggunya kegiatan konstruksi. (Permen, 2008)

Setelah melihat kategori resiko tersebut, maka proyek pembangunan Siloam Hospital termasuk kategori resiko tinggi mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dapat beresiko membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia dan lingkungan serta terganggunya kegiatan konstruksi.

2.9.Pengendalian Resiko

Pengendalian resiko merupakan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan kerja yang terbagi atas 5 hierarki sebagai berikut:

a. Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya di tempa kerja.

b. Substitusi, yaitu mengganti bahan dengan proses yang lebih aman. Contohnya seperti:

1) Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta. 2) Proses pengecatan spray dengan pencelupan.

c. Engineering, yaitu melakukan perubahan atau modifikasi terhadap desain peralatan, proses dan lay out. Hierarki ini dapat dilihat dalam hal pekerjaan sebagai berikut:

1) Pemasangan alat pelindung mesin/guarding. 2) Penambahan alat sensor otomatis.

d. Administrasi, yaitu cara kerja yang aman dengan melakukan pengontrolan dari sistem administrasi. Hierarki ini dapat diterapkan dalam hal pekerjaan sebagai berikut:

1) Pemisahan lokasi kerja/penempatan material. 2) Izin kerja/working permit.

(32)

3) Training.

e. Alat pelindung diri (APD) yang terdiri dari sabuk pengaman, sarung tangan, pelindung kepala, pelindung wajah (masker) dan lain-lain.

Kelima hierarki di atas memperlihatkan adanya hierarki cara berfikir yang harus ditanamkan kepada pelaksana dalam rangka mengendalikan resiko. Pelaksana harus memulai dari butir a (eliminasi), kemudian butir b (substitusi), lalu ke butir c (engineering), demikan seterusnya sampai butir e. Sebuah kesalahan apabila pelaksana pekerjaan langsung loncat atau melangkah ke butir e tanpa berfikir terlebih dahulu tentang butir-butir sebelumnya. Pada kasus lain, meskipun pelaksana pekerjaan sudah memulai tahap-tahap sesuai hierarki di atas dikarenakan nilai resiko yang diterima sedimikian besarnya, maka pelaksana pekerjaan diharuskan untuk tetap sampai pada hierarki terakhir (e=alat pelindung diri).

Pengendalian resiko akan direalisasikan ke dalam Program Kerja K3 yang terdiri dari:

1) Item program kerja.

2) Durasi masing-masing program kerja. 3) Waktu dimulainya program kerja.

4) Keterkaitan satu program kerja dengan program kerja lainnya. 5) Penanggung jawab masing-masing program kerja. (BPKSDM, 2009)

2.10. Program Kerja K3

Hasil dari IBPR diutamakan dalam penyusunan sasaran dan program K3 konstruksi, yaitu merencanakan kebutuhan fasilitas dan kegiatan K3 yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek konstruksi tersebut. Perlindungan dari bahaya kecelakaan harus diprogramkan dengan cara memberi keterampilan kerja dengan memperhatikan upaya K3 agar terlindung dan mencegah dari resiko bahaya yang mengancam kepada

(33)

setiap personil yang berada di lokasi proyek konstruksi sampai pada batas yang dapat diterima. Program K3 harus dibuat tidak terlepas dari program pembelajaran yang harus dilakukan untuk menerapkan K3 dalam melaksanakan pekerjaan proyek konstruksi agar semua pihak yang berkepentingan dalam proyek tersebut memahami kondisi proyek yang beresiko tinggi.

Adapun beberapa bagian dari program kerja Keselamtan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sebagai berikut:

a. Kelengkapan Administrasi K3

Setiap pelaksanaan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi kelengkapan administrasi K3, meliputi:

1)Pendaftaran proyek ke departemen tenaga kerja setempat. 2)Pendaftaran dan pembayaran asuransi tenaga kerja (Astek).

3)Pendaftaran dan pembayaran asuransi lainnya, bila disyaratkan proyek.

4)Ijin dari kantor kimpraswil tentang penggunaan jalan atau jembatan yang menuju lokasi untuk lalu lintas alat berat.

5)Keterangan layak pakai untuk alat berat maupun ringan dari instansi yang berwenang memberikan rekomendasi.

6)Pemberitahuan kepada pemerintah atau lingkungan setempat.

b.Pelaksanakan Kegiatan K3 di Lapangan

Pelaksanaan kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lapangan meliputi:

1) Kegiatan K3 di lapangan berupa pelaksanaan safety plan melalui kerja sama dengan instansi yang terkait K3 yaitu depnaker, polisi dan rumah sakit.

(34)

 Safety patrol, yaitu suatu tim K3 yang terdiri dari 2 atau 3 orang yang melaksanakan patroli untuk mencatat hal-hal yang tidak sesuai ketentuan K3 dan yang memiliki resiko kecelakaan.

 Safety supervisor, yaitu petugas yang ditunjuk manajer proyek untuk mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilihat dari segi K3.  Safety meeting; yaitu rapat dalam proyek yang membahas hasil laporan safety

patrol maupun safety supervisor.

3)Pelaporan dan penanganan kecelakaan berat, ringan, korban meninggal dan peralatan berat. (Beesono, 2012)

c. Pelatihan K3

Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terdiri atas 2 bagian yaitu pelatihan secara umum dan pelatihan khusus:

1) Pelatihan secara umum diberikan dengan materi pelatihan tentang panduan K3 di proyek, misalnya:

 Pedoman praktis pelaksanaan K3 pada proyek bangunan gedung.  Penanganan, penyimpanan dan pemeliharaan material.

 Pengarahan K3 dalam pekerjaan sipil, finishing luar, mekanikal dan elektrikal, finishing dalam, bekisting, pembesian, sementara, rangka baja, struktur khusus, pembetonan, pondasi pile dan strutting, pembongkaran.

2) Pelatihan khusus proyek yang diberikan pada saat awal proyek dan di tengah periode pelaksanaan proyek sebagai penyegaran dengan peserta seluruh petugas yang terkait dalam pengawasan proyek dan materi pengetahuan umum tentang K3 atau safety plan proyek yang bersangkutan. (Beesono, 2012)

(35)

2.11.Perlengkapan dan Peralatan K3

Dalam bidang konstruksi ada beberapa perlengkapan dan peralatan yang digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya yang kemungkinan bisa terjadi dalam proses konstruksi. Perlengkapan dan peralatan ini wajib digunakan oleh seseorang yang bekerja dalan suatu lingkungan konstruksi. Namun tidak banyak yang menyadari betapa pentingnya peralatan-peralatan ini untuk digunakan sebab K3 adalah dua hal yang sangat penting. Oleh karenanya, semua perusahaan kontraktor berkewajiban menyediakan semua keperluan peralatan/perlengkapan perlindungan diri atau personal protective equipment (PPE) untuk semua karyawan yang bekerja. Perlengkapan dan peralatan penunjang program K3 meliputi hal sebagai berikut:

a. Pengendalian Administrasi

Pengendalian administrasi ini mencakup promosi program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang terdiri dari:

1)Pemasangan bendera K3, bendera RI dan bendera perusahaan,

2)Pemasangan sign board K3 yang berisi slogan-slogan yang mengingatkan perlunya bekerja dengan selamat.

b. Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)

Dalam pekerjaan konstruksi, ada peralatan yang digunakan untuk melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya konstruksi. Peralatan ini wajib digunakan dalam pelaksanaan konstruksi. Namun banyak pekreja yang tidak menyadari pentingnya arti peralatan ini. Sarana peralatan yang melekat pada orang atau disebut perlengkapan perlindungan diri atau personal protective equipment (PPE) diantaranya adalah:

(36)

1) Pelindung Kepala (Helmet)

Helmet sangat penting digunakan karena sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengaan benar sesuai peraturan pemakaian yang dikeluarkan dari pabrik pembuatnya. Helmet dibuat dari lapisan yang keras, tahan dan kuat terhadap benturan yang mengenai kepala. Sistem suspensi yang ada di dalamnya bertindak sebagai penahan goncangan dan dirancang supaya tahan terhadap sengatan listrik, melindungi kulit kepala, wajah, leher, dan bahu dari percikan, tumpahan dan tetesan. Namun sering kita lihat bahwa kedisiplinan pekerja untuk menggunakannya masih rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.

2) Pelindung Mata

Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari serpihan kayu, pecahan batu, atau serpihan besi yang terpental dan beterbangan. Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata, maka perlu diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata seperti dalam pekerjaan mengelas.

3)Pelindung Wajah

Pelindung wajah tediri dari 2 jenis yaitu helm pengelas dan masker yang tercantum sebagai berikut:

 Helm Pengelas (Welding Protect)

Alat ini digunakan untuk melindungi wajah dari percikan benda asing saat bekerja. Misalnya pada pekerjaan mengelas atau menggerinda.

(37)

Masker merupakan pelindung bagi pernapasan yang sangat diperlukan untuk pekerjaan konstruksi karena mengingat berbagai kejadian dan kondisi lokasi proyek itu sendiri. Alat ini juga melindungi wajah dari berbagai material konstruksi berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu yang berasal dari sisa bahan dalam kegiatan memotong, mengampelas dan pengerutan kayu. Apabila seorang pekerja yang secara terus menerus menghisapnya dapat mengalami gangguan pada pernapasan yang akibatnya tidak dirasakan langsung pada saat itu.

4)Pelindung Telinga (Ear Muff)

Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini, maka kemungkinan efeknya cukup panjang. Namun demikian, bukan berarti seorang pekerja tidak dapat bekerja bila tidak menggunakan alat ini. Pelindung pendengaran yang paling banyak digunakan seperti foam earplugs, PVC earplugs dan earmuffs.

5) Pelindung Tangan (Sarung Tangan)

Alat pelindung tangan (sarung tangan) terbuat dari bermacam-macam bahan disesuaikan kebutuhan. Yang sering digunakan dalam pelaksanaan proyek konstruksi adalah:

 Sarung Tangan Kain

Alat ini digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya dibiasakan bila memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam lainnya.  Sarung Tangan Asbes

(38)

Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila setiap memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa (pande besi).  Sarung Tangan Kulit

Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tersebut.

 Sarung Tangan Karet

Sarung tangan karet berfungsi untuk menjaga tangan dari bahaya pembakaran asam atau melindungi dari kepedasan cairan pada bak atau panic dimana pekerjaan tersebut berlangsung. Sarung tangan karet digunakan pada pekerjaan pelapisan logam seperti pernikel dan perkhrom. Sarung tangan karet juga digunakan untuk melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan udara pada saat membersihkan bagian-bagian mesin dengan menggunakan kompresor.

6) Pelindung Kaki (Sepatu Kerja)

Sepatu kerja berfungsi untuk melindungi kaki dari jatuhnya barang berat maupun hantaran listrik yang akan menyambar pekerja apabila kaki terkontak langsung ke tanah. Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal agar dapat bebas berjalan di lokasi manapun tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran bagian bawah. Umumnya, sepatu kerja disediakan dua pasang dalam setahun.

7) Pelindung Tubuh

Tujuan memakai pelindung tubuh ialah melindungi badan manusia terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang biasa melukai badan. Alat

(39)

pelindung tubuh terbuat dari bermacam-macam bahan disesuaikan kebutuhan seperti berikut:

 Pakaian pelindung

Pakaian pelindung biasanya terbuat dari kulit yang digunakan agar terhindar dari percikan api, terutama pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api.

 Apron

Apron kulit dipakai untuk perlindungan dari rambatan panas nyala api. Ketentuan memakai sebuah apron pelindung harus dibiasakan di luar baju kerja.  Jas Hujan

Perlindungan terhadap cuaca terutama bagi pekerja pada saat bekerja adalah dengan menggunakan jas hujan. Pelaksanaan kegiatan di proyek selalu bersinggungan langsung dengan panas matahari ataupun hujan karena dilaksanakan di ruang terbuka. Tujuan utama dari jas hujan tidak lain adalah untuk kesehatan para pekerja.

8) Pelindung Bahaya Jatuh (Safety Belt)

Bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atau safety belt. Fungsi utama talai pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan tower. Tali pengaman (safety harness) berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter. Pakaian penahan bahaya jatuh ini dirancang dengan desain yang nyaman bagi si pemakai dimana pengikat pundak, dada dan tali paha dapat disesuaikan menurut pemakaiannya. Pakaian penahan bahaya jatuh ini dilengkapi dengan cincin “D”

(40)

(high) yang terletak di belakang dan di depan dimana tersambung tali pengikat, tali pengaman atau alat penolong lain yang dapat dipasangkan. (Ervianto, 2009)

c. Sarana Peralatan Lingkungan

Sarana peralatan lingkungan terdiri dari sebagai berikut: a) tabung pemadam kebakaran,

b)pagar pengamanan, c) penangkal petir darurat,

d)pemeliharaan jalan kerja dan jembatan kerja, e) jaring pengaman pada bangunan tinggi, f) pagar pengaman lokasi proyek,

g)tangga,

h)Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)

Pertolongan pertama dilakukan di proyek apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerjaan konstruksi. Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk pertolongan pertama. (Ervianto, 2009).

d. Rambu-Rambu Peringatan

Rambu-rambu peringatan dapat berfungsi sebagai berikut:

 peringatan bahaya dari atas, bahaya dari benturan kepala, bahaya longsor dan api.  peringatan tersengat listrik.

 penunjuk ketinggian (untuk bangunan yang lebih dari 2 lantai).

 penunjuk jalur instalasi listrik kerja sementara dan penunjuk batas ketinggian penumpukan material.

 larangan memasuki area tertentu dan larangan membawa bahan-bahan berbahaya,  petunjuk untuk melapor (keluar masuk proyek).

(41)

 peringatan untuk memakai alat pengaman kerja dan peringatan ada alat/mesin yang berbahaya (untuk lokasi tertentu).

 peringatan larangan untuk masuk ke lokasi power listrik (untuk orang-orang tertentu). (Beesono, 2012)

2.12. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 2.12.1.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan penyebaran kuesioner mengenai SMK3 dan permasalahan K3 yang terdapat di lapangan. Sumber data yang diperoleh terdiri dalam 2 bagian yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data tersebut. (Idrus, 2009) Data primer diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner.

Kuesioner adalah sebuah set pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian dan tiap pertanyaan merupakan jawaban-jawaban yang mempunyai makna. Keterangan-keterangan yang diperoleh dengan mengisi daftar pertanyaan dapat dilihat dari segi siapa yang mengisi daftar pertanyaan tersebut. Dalam pembuatan kuesioner perlu diperhatikan bahwa kuesioner disamping bertujuan untuk menampung data sesuai dengan kebutuhan, juga merupakan suatu kertas kerja yang harus ditatalaksanakan dengan baik. Dalam hubungannya dengan leluasa dan tidaknya responden untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, maka jenis pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup ialah pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga responden dibatasi dalam memberikan jawaban kepada beberapa alternatif saja ataupun kepada satu jawaban saja, sehingga dapat lebih

(42)

dimengerti. (Nazir, 1983). Oleh karena itu, jawaban responden untuk pengisian kuesioner dibuat dengan jawaban “ya” dan “tidak”. Setiap pertanyaan dalam kuesinoer dibuat berdasarkan acuan Peraturan Pemerintah Nomor: 09/PRT/M/2008.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua (bukan orang pertama, bukan asli) yang memiliki informasi atau data tersebut. (Idrus, 2009). Data sekunder dapat diambil dari bacaan, buku-buku refrensi dan informasi lain yang berhubungan dengan penelitian.

2.13.2. Teknik Pengolahan Data a. Metode Deskriptif Kualitatif

Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan penerapan SMK3, digunakan metode deskriptif kualitatif. Secara sederhana penelitian kualitatif adalah meneliti informan sebagai subjek penelitiannya, sedangkan deskriptif kualitatif berarti penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang pengertiannya adalah penggambaran secara mendalam terhadap situasi atau proses yang diteliti. (Idrus, 2009) Oleh karena itu, metode deskriptif kualitatif dalam penulisan tugas akhir ini ialah menggambarkan kegiatan dan pengelolaan SMK3 pada proyek pembangunan gedung Siloam Hospital secara sederhana dan menyeluruh. Pengumpulan informasi berupa data sekunder seperti; hasil wawancara, gambar, foto dan observasi langsung ke proyek konstruksi tersebut. Dengan data tersebut juga akan diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan SMK3 di proyek tersebut.

b.Metode Kuantitatif

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan SMK3 pada proyek pembangunan gedung Siloam Hospital, maka metode yang digunakan adalah metode

(43)

kuantitatif dan analisis univariat. Kuantitatif ialah pengukuran berdasarkan teori-teori yang sudah ada, sedangkan analisis univariat ialah analisis terhadap satu variabel. (Prasetyo, 2005) Kedua metode ini dipakai untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan SMK3 pada proyek pembangunan gedung Siloam Hospital berdasarkan hasil penyebaran kuesioner. Penggunaan kuantitatif dan analisis univariat dimulai dengan penentuan kriteria atau kategori yang ingin diteliti. Kriteria yang diteliti terdiri dari 5 prinsip dasar yaitu; kebijakan K3, perencanaan, penerapan dan operasi kegiatan, evaluasi atau pemeriksaan dan tinjauan manajemen.

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam penggunaan metode kuantitatif yang terdiri atas 3 bagian sebagai berikut:

1)Pengkodean Data

Pengkodean data ialah pemberian kode-kode terhadap suatu item jika item tersebut tidak diberi skor. Koding hanya sekedar membedakan, bukan berarti angka yang ada memiliki makna kelipatannya ataupun rasio antarjawaban yang satu dengan yang lainnya. (Idrus, 2009)

Pengkodean setiap data dibuat dalam setiap pertanyaan yang dijawab oleh responden. Jawaban responden menghasilkan nilai atau ukuran. Ada 2 konsep yang sering digunakan dan terkait pada pembuatan alat ukur yaitu indeks dan skala. Untuk mengukur, harus membuat pertanyaan seputar topik/pembahasan. Jika data telah dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan, maka diakumulasikan nilai-nilai jawaban yang diperoleh ke dalam kategori-kategori. Dalam mengevaluasi penerapan SMK3 ini, maka konsep yang dilakukan yaitu dengan konsep indeks yang dibuat dari akumulasi nilai-nilai yang diberikan pada atribut-atribut individual tanpa melihat ada tidaknya bobot. Jadi setiap pertanyaan dianggap memiliki nilai yang sama, tetapi untuk jawaban responden dihitung skor/nilainya. Pemberian skor ini tergantung

(44)

kebutuhan. Responden yang menjawab “ya” diberikan skor lebih tinggi dibanding responden yang menjawab “tidak”. Untuk jawaban responden yang menyatakan “ya” diberi skor 1 (satu) dan jawaban responden yang menyatakan “tidak” diberi skor 0 (nol). (Prasetyo, 2005)

2)Pemindahan Data

Pemindahan data adalah memindahkan data yang telah diubah menjadi kode ke dalam komputer. (Prasetyo, 2005). Dalam hal ini, data yang dipindahkan adalah data jumlah responden yang berasal dari data mentah hasil penyebaran kuesioner. Selanjutnya data tersebut dihitung jumlah bobot nilai yang terdapat dalam jawaban responden dan dipersentasekan jumlahnya. Kemudian setiap elemen dicari rata-rata persentasenya dengan cara menjumlahkan poin kriteria yang menyatakan “ya” yang berarti (+1), lalu dibagi dengan jumlah kriteria setiap elemen.

3)Penyajian Data

Penyajian data merupakan bentuk hasil pengolahan data. Jumlah responden yang menyatakan “ya” dan “tidak” dipersentasekan dalam bentuk hasil pengolahan data. Adapun bentuk hasil pengolahan data terdiri dari 2 bagian yaitu:

a. Numerik atau dalam bentuk angka: hasil pengolahan data yang berupa numerik dapat disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabel. Contoh yang dipakai untuk numerik atau angka ialah tabel frekuensi.

b. Grafik atau dalam bentuk gambar: penyajian data dengan menggunakan grafik harus memperhatikan tingkat pengukuran yang dipergunakan. Contoh yang dipakai untuk grafik ialah seperti polygon dan piechart. (Prasetyo, 2005)

(45)

Penyajian data untuk jumlah responden dan rata-rata persentase yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk angka (tabel distribusi frekuensi) dan gambar yang disajikan dalam bentuk piechart.

c. Metode Analisis Univariat

Penganalisiasan data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data. Dalam penyusunan tugas akhir ini, analisis pengolahan data yang dipakai ialah analisis univariat. Analisis univariat adalah analisis tehadap suatu variabel. (Prasetyo, 2005)

Untuk mengetahui keberhasilan penerapan SMK3 dipakai rumus ukuran pemusatan. Dalam hal ini ukuran pemusatan yang dipakai adalah nilai rata-rata hitung. Untuk menentukan nilai rata-rata hitung dapat dilakukan tergantung dari sekumpulan data yang dipunyai, atau dengan kata lain apakah data-data itu masih merupakan kumpulan data yang belum disusun ke dalam tabel frekuensi ataukah data-data yang dipunyai telah disusun menjadi suatu daftar tabel frekuensi, sehingga perhitungan nilai rata-ratanya dikategorikan ke dalam model. Berikut ini adalah formulasi rata-rata hitung terbagi atas 2 jenis yaitu:

Rata-rata hitung untuk data yang belum dikelompokkan

- Perhitungan nilai rata-rata untuk data yang belum dikelompokkan ke dalam daftar distribusi frekuensi, dinyatakan dengan rumus:

(46)

Rata-rata hitung untuk data yang sudah dikelompokkan

Untuk mengetahui keberhasilan penerapan SMK3, maka dipakai rumus ukuran pemusatan dengan perhitungan nilai rata-rata yang belum dikelompokkan dengan rumus:

(Supangat, 2007) Keterangan : = Rata-rata

jumlah keseluruhan persentase

= jumlah masing-masing persentase terhadap kriteria = jumlah kriteria

Referensi

Dokumen terkait

Kalau perjanjian hanya secara lisan, pertama menawarkan padi yang siap panen sekitar umur 3 bulanan duu, lalu pembeli mensurvei dulu kondisi padinya setelah

Menghapus notifikasi transaksi Berhasil 24 Mengubah status transaksi Agen memilih menu melihat notifikasi transaksi dan memilih notifikasi

Untuk mengetahui jumlah arus kendarasaan (Q) pada ruas Jalan Raya Kedungturi hingga Jalan Raya Kletek Sidoarjo dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Untuk

Menurut Soekanto (2002), proses pembentukan lembaga kemasyarakatan yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah

Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan fungsi pragmatis dari tuturan aizuchi ee yang terdapat dalam percakapan film Flying Colors karya Nobutaka Tsubota... 6 1.5

mana kesiapan pelaksana konstruksi di Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan nilai (value) suatu produk konstruksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang terjadi

Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan media Computer Assisted Instructions model tutorial yang layak dan efektif untuk digunakan dalam proses pembelajran pada

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa buku teks IPA Terpadu terbitan EG dan Ilmu Pengetahuan Alam terbitan Kemendikbud semester I dan II memenuhi standar