• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia dan sektor ini memegang peranan utama karena mampu menyediakan keragaman pangan, mampu mendukung sektor industri baik hulu maupun hilir dan ekspor hasil pertanian yang semakin meningkat menyumbang deviasa yang semakin besar (Soekartawi, 1994). Pembangunan industri sebagai bagian dari usaha pembangunan ekonomi diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi dengan titik berat industri maju didukung dengan pertanian yang tangguh (Solahuddin, 1999). Hal ini membuktikan bahwa peranan pertanian masih dominan dan agar komoditi pertanian mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi maka peranan agroindustri dan agribisnis menjadi penting.

Pada dasarnya kegiatan agroindustri adalah meningkatkan kemampuan pelaku agribisnis dalam meningkatkan pendapatan, menyerap tenaga kerja lebih banyak, mampu memberikan dampak positif terhadap sektor lain dan memberikan nilai tambah dari proses tersebut, karena dengan hal ini sektor pertanian dapat memperpanjang siklus usaha, menghasilkan produk sekunder yang bermutu, sehingga pihak yang terlibat yaitu petani dan pelaku agroindustri memperoleh nilai tambah (Soekartawi, 2000). Dengan kata lain nilai tambah merupakan balas jasa dari alokasi tenaga kerja dan keuntungan pelaku agroindustri. Dalam perusahaan skala rumah tangga, pemilik bertindak apa saja, mulai dari pembelian bahan baku, pengolahan bahkan sampai penjualan hasil agroindustri tersebut, karena dalam agroindustri skala rumah tangga tidak jelas pembagian tugasnya (Soekartawi, 1991).

Perkembangan agroindustri sebagai industri berbasis sumber daya, harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pengertian terpadu adalah keterkaitan usaha sektor hulu dan hilir (backward and forward linkages), serta pengintegrasian kedua sektor tersebut secara sinergis dan produktif (Soekartawi, 1996). Sedangkan dengan konsepsi berkelanjutan, diartikan sebagai pemanfaatan teknologi konservasi sumberdaya dengan melibatkan kelompok lembaga masyarakat, serta pemerintah pada semua aspek. Dengan demikian diperlukan jaringan kerja dan peran aktif semua pihak yang terkait. Keterpaduan dan berkelanjutan inilah yang menempatkan UKM (Usaha Kecil Menengah) yang tergabung dalam sentra menjadi variabel penting (Tambunan, 2003).

(2)

Suatu pabrik pengolahan agroindustri dapat membuka peluang usaha baru dibidang agribisnis karena meningkatnya permintaan bahan baku hasil pertanian dalam bentuk segar. Dengan demikian semakin banyak produksi pertanian baik jenis produk yang telah mapan maupun yang bersifat rintisan akan meningkat. Sehingga dapat menambah pendapatan terutama ketika produknya berhasil memasuki pasar komersil (Santoso, 2000). Disisi lain, bahan baku yang berasal dari hasil pertanian memiliki beberapa karakteristik yaitu mudah rusak (perishable),

bulky atau volumeneous (butuh ruang penyimpanan), tergantung kondisi alam,

bersifat musiman, ketidakseragaman produk, penawaran produknya relatif kecil, teknologi dan manajemennya akomodatif terhadap heterogenitas sumberdaya manusia (dari tingkat sederhana maupun teknologi maju) dengan kandungan bahan baku lokal yang tinggi serta harga produk pertanian yang berfluktuatif (Effendi, 2010). Untuk mengatasi kelemahan yang ada pada produk pertanian perlu dilakukan pengolahan yang optimal agar dapat memberikan nilai ekonomis bagi produk pertanian itu sendiri serta memberikan keuntungan. Salah satu sektor penting yang perlu untuk dikembangkan di Indonesia adalah perkebunan. Dimana komoditas potensial yang perlu ditingkatkan nilai ekonomisnya adalah kelapa

(Cocos nucifera).

Kelapa (Cocos nucifera) adalah salah satu keluarga palma yang memiliki potensi nilai ekonomi yang tinggi dan dapat tumbuh subur di wilayah tropis seperti Indonesia (Warisno, 2003). Tanaman kelapa bisa tumbuh pada segala macam kondisi tanah, baik tanah berlempung, berkapur maupun berpasir. Pohon kelapa hampir semua bagiannya dapat memberikan keuntungan finansial (Damanik, 2007). Namun dari semua produk kelapa, nira yang berasal dari bagian bunga tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi gula semut.

Sejalan dengan kemajuan teknologi dan pola konsumsi masyarakat, produksi gula kelapa tidak hanya terbatas pada gula kelapa cetak, tetapi sudah mulai berkembang dalam bentuk gula kelapa kristal (gula semut). Program diversifikasi industri gula nasional yang berbasis palmae seperti gula kelapa kristal (gula semut) sangat strategis perananya sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pemerintah dan masyarakat terhadap gula pasir (tebu). Meningkatnya ekspor gula semut juga menjadi pilihan strategis untuk mengembangkan usaha pengolahan gula semut.

Permintaan pasar terhadap gula kelapa kristal mencapai 200 ton/bulan yang khususnya untuk diekspor ke negara-negara seperti Singapura, Jerman, Jepang,

(3)

Amerika, Timur Tengah, dan Australia(Ekadila, 2015). Hal ini dapat membuktikan bahwa gula semut sangat banyak diminati oleh masyarakat luar negeri. Sehingga dibutuhkan peningkatan produksi dari produsen gula semut. Gula semut yang diproduksi para petani merupakan gula bersertifikat organik sehingga terjaga kualitasnya dan harga jualnya relatif tinggi sebesar Rp19.000-Rp21.000 per kilogram bila dibandingkan dengan gula kelapa cetak dengan harga jual Rp12.000-Rp15.000 per kilogram.

Kabupaten Kulon Progo merupakan sentra penghasil kelapa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki areal tanam pohon kelapa seluas 17.812,65 ha (Badan Pusat Statistik, 2011) dan sumber daya alam pohon kelapa ini mampu menjadi mata pencaharian sebanyak 5-6 ribu penderes dengan produksi kelapa 35.000 ton per tahun. Melimpahnya bahan baku tersebut diharapkan dapat memberikan nilai tambah dan keuntungan bila dilakukan pengolahan lebih lanjut menjadi gula semut atau ”brown sugar” sehingga produksinya menjadi lebih optimal. Produksi tanaman kelapa di daerah tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi tanaman yang lainnya. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman perkebunan di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1.Luaspanen, produksi, danproduktivitastanamanperkebunan di KabupatenKulonProgoTahun 2014

Komoditas Luas Panen (ha) Produksi (kw) Produktivitas (kw/ha) Kelapa 16630,39 30980,59 18,63 Jambu mete 35,19 2,10 0,59 Cengkeh 1350,97 444,27 3,29 Kopi 757,84 392,18 5,17 Kakao 2190,21 1140,13 5,21 Teh 85,30 591,29 69,32 Lada 6,83 3,03 4,44 Panili 0,00 0,00 0,00 Tembakau rakyat 2,00 2,14 10,70 Gebang 49,41 197,66 40,00 Nilam 42,55 318,06 74,74 Cabe Jawa 2,45 0,9 3,67

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo (2015)

Berdasarkan data tabel 1.1 yang ada di atas dapat diketahui bahwa komoditas perkebunan dengan jumlah produksi terbanyak di Kabupaten Kulon Progo adalah kelapa. Jumlah produksi tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo 5 tahun terakhir dari tahun 2010 sampai tahun 2014 cenderung meningkat.

(4)

Peningkatan jumlah produksi tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo ditunjukkan pada tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2. Luaspanen, produksi, danproduktivitaskelapa di KabupatenKulonProgoTahun 2010 – 2014

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2010 15485,10 29966,22 19,35

2011 15479,50 29292,44 18,92

2012 16021,96 29584,16 18,46

2013 16576,96 29761,14 17,95

2014 16630,39 30980,59 18,63

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo (2015)

Produksi kelapa yang melimpah menunjukkan bahwa di Kabupaten Kulon Progo cocok dijadikan sebagai sentra produksi kelapa, baik buahnya maupun produk olahan lainnya seperti gula semut atau gula kristal. Munculnya industri pengolahan ini bertujuan untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan dari tanaman kelapa yang dimiliki oleh para petani kelapa. Kulon Progo sebagai sentra industri pengolahan nira kelapa menjadi gula semut banyak terdapat di kecamatan kokap. Kokap merupakan salah satu dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo, dimana sumber utama perekonomian penduduk kecamatan Kokap adalah pertanian dan perkebunan. Mayoritas sebagai penderes nira yang digunakan sebagai bahan baku gula merah atau gula semut. Kecamatan kokap memiliki luas areal yang luas dibandingkan dengan daerah yang lainnya yaitu 3015 ha dengan luas panen 2599 ha, menghasilkan jumlah produksi sebanyak 4514,39 ton. Luas areal, luas panen dan produksi komoditas perkebunan kelapa di tiap kecamatan kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut:

Tabel 1.3. Luas areal, luaspanen, danproduksikomoditasperkebunankelapa di tiapkecamatan di KabupatenKulonProgo

Kecamatan Luas areal (ha) Luas panen (ha) produksi (ton)

Temon 1389,00 1314,03 2285,65 Wates 1283,00 1082,40 1736,47 Panjatan 1925,66 1841,09 4404,42 Galur 2332,00 2179,05 4830,84 Lendah 1669,46 1448,66 2780,13 Sentolo 1125,57 1049,92 2099,05 Pengasih 1683,00 1624,68 2639,99 Kokap 3015,00 2599,00 4514,39 Girimulyo 951,80 912,39 1678,20 Nanggulan 1052,23 905,64 1503,19 Kalibawang 803,00 753,00 1202,76 Samigaluh 950,00 920,53 1405,49 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo (2015)

(5)

Salah satu komoditas unggulan di Kecamatan Kokap adalah kelapa. Sehingga saat ini daerah tersebut dijadikan sentra industri rumah tangga gula semut yang dihasilkan dari nira kelapa. Produksi rata-rata sebesar 6 ton per hari. Pada tabel 1.4 berikut disajikan data Sentra Industri kecil yang ada di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo.

Tabel 1.4. Data sentraindustrikecilKabupatenKulonProgoTahun 2014

Sentra Jumlah Anggota (orang) Produksi (Kg)

Desa Hargowilis 1210 174739

Desa Hargorejo 710 66430

Desa Hargomulyo 150 21662

Desa Kalirejo 200 43324

Desa Hargotirto 960 277272

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kulon Progo (2015) Desa Hargowilis merupakan sentra industri kecil yang mengolah gula semut paling banyak jumlah anggotanya bila dibandingkan dengan desa yang lain. Namun untuk total produksi per tahunnya Desa Hargotirto paling tinggi yaitu 277272 kg per tahun. Hal ini disebabkan karena jumlah bahan baku yang ada di Desa Hargotirto lebih banyak bila dibandingkan dengan Desa Hargowilis.

Petani pengrajin gula semut di Kecamatan Kokap sebagian besar tergabung dalam kelompok usaha bersama (KUB) untuk mengumpulkan hasil produksi dari industri rumah tangga petani sehingga nantinya bisa dilakukan standarisasi kualitas produk oleh kelompok yang memiliki rumah produksi. Kelompok juga berfungsi sebagai penghubung antara pengrajin industri rumah tangga dengan para eksportir yang berada diluar wilayah Kulon Progo. Di Kabupaten Kulon Progo terdapat 4 kelompok yang tercatat di Dinas Pertanian dan Kehutanan, yaitu:

(6)

Tabel 1.5. Pelakuusahapengolahprodukperkebunan, di KecamatanKokap, KulonProgo

Gapoktan Jumlah Anggota Produksi

(ton/tahun) Pemasaran KUB Tiwi Manunggal

Desa Hargowilis, Kokap Kulon Progo Jatigiri Safitri KWT Ngudi Rejeki Sangaji Nira Mandiri Nira Murni KWT Pertiwi Biviori Nira Tirta KWT Giri Loji Perkasa Wilis Sido Rukun 283,23 Perancis Jerman Amerika Jepang (Dalam Proses) KUB Jatirogo

Desa Tambak, Triharjo, Wates Kulon Progo

Nyawiji Mulyo Nira Manis Jatisani Uperma Manggar Ayu Wira Lestari 1185,09 Amerika Eropa

KUB Gendis Manis Desa Kalirejo, Kokap Kulon Progo

30 Pengepul 498,47 Australia

Amerika Serikat Belgia

CV. Sumber Rejeki Desa Hargorejo, Kokap Kulon Progo

Petani Pengepul

Pasar Domestik (Online)

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan (2015)

Secara agregat produksi gula semut di Kecamatan Kokap cukup tinggi, namun, tidak semua pengrajin mampu memanfaatkan jumlah input minimum yang diperlukan untuk menghasilkan kuantitas output yang diinginkan dengan teknologi yang tersedia. Demikian pula tidak semua pengrajin dapat meminimalkan biaya yang diperlukan untuk produksi output yang ditargetkan. Adanya batasan produksi mencirikan jumlah minimum kombinasi input yang diperlukan untuk produksi beragam produk atau output maksimal yang diperoleh dengan kombinasi berbagai input dan teknologi tertentu. Petani yang beroperasi diatas batasan produksi dianggap secara teknis efisien, sedangkan yang beroperasi dibawah batasan produksi secara teknis tidak efisien (Constantin et al, 2009 dalam Lawalata, 2013).

Dalam rangka pencapaian pendapatan yang maksimal dengan berbagai macam produk yang dihasilkan, perusahaan dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya yang dimiliki yaitu modal, tenaga kerja, bahan baku, serta teknologi yang digunakan. Keberhasilan usaha ini dapat dicapai apabila perusahaan dapat mengkombinasikan sumberdaya yang dimiliki dengan keterbatasannya yang menghasilkan produk untuk disampaikan kepada konsumen. Dalam pencapaian

(7)

tujuan perusahaan, maka perencanaan yang tepat sangat diperlukan. Perencanaan yang baik dapat memberikan kesempatan untuk memilih alternatif atau memilih kombinasi terbaik sehingga alokasi sumberdaya yang terbatas akan lebih efisien serta faktor-faktor manajerial yang mempengaruhi efisiensi pun perlu untuk diketahui.

Berdasarkanuraiandiatas,

makaperludilakukanpenelitianberkaitandenganEfisiensiAgroindustri Gula Semut di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.Melaluipenelitianini, diharapkandapatmemberikantambahaninformasibagiagroindustriuntukmeningkatkan produksidanpendapatan yang produksinya mencapai efisien.

2. Rumusan Masalah

Kontribusi usaha di sektor pertanian seringkali disebut dengan agroindustri. Pemerintah telah menetapkan produk prioritas sebagai andalan dan target pasar yang menjadi sasaran pengembangannya. Produk ekspor yang menjadi andalan tersebut adalah produk agroindustri pengolahan yang bahan bakunya dari hasil pertanian yang melimpah di dalam negeri serta banyak menggunakan tenaga kerja manusia (Ariadi, 2011).

Gula semut dari nira kelapa memiliki keunggulan yaitu berbentuk kristal, kadar air rendah sehingga umur simpannya lebih lama, serta dapat berfungsi sebagai pengganti gula pasir. Tingginya permintaan produk gula semut sampai saat ini belum dapat dipenuhi akibat kendala produksi, yakni kuantitas dan kualitas produk yang tidak konsisten. Gula semut saat ini telah mendunia, padahal industri gula semut hampir seluruhnya merupakan industri rumah tangga dan Usaha Kecil Menengah (UKM).

Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten dengan luas pohon kelapa terbesar di antara lima kabupaten penghasil kelapa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas areal pengembangan kelapa di Kabupaten Kulon Progo adalah 17741,46 ha atau 41,46% dari keseluruhan luas areal pengembangan kelapa di Provinsi Yogyakarta (Badan Pusat Statistik Yogyakarta, 2011). Tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo sudah banyak dimanfaatkan hasilnya dan diolah menjadi berbagai produk walaupun masih dalam skala rumah tangga. Jumlah unit usaha pengolahan hasil tanaman kelapa yang paling banyak di Kabupaten Kulon Progo adalah industri pengolahan gula kelapa. Masyarakat di daerah tersebut lebih cenderung memanfaatkan potensi tanaman kelapanya dengan mengambil nira kelapa untuk digunakan sebagai bahan baku gula kelapa. Hal ini dianggap lebih

(8)

menguntungkan karena nira kelapa bisa diambil setiap hari, berbeda dengan buah kelapa yang musiman, berbuah hanya pada waktu tertentu. Namun, disisi lain adanya karakteristik dari komoditi produk pertania yang tidak tahan lama (mudah busuk) dan harga berfluktuatif membutuhkan adanya pengolahan pasca panen nirayang diharapkan mampu memberikan nilai tambah dan pendapatan. Untuk itu agroindustri berperan penting dalam melakukan pengolahan terhadap produk pertanian.

Selain itu, topografi di daerah Kokap berada di dataran tinggi sehingga kondisi tanah disana miring atau bergunung-gunung sehingga berpotensi untuk terjadinya erosi. Sedangkan tanaman kelapa ditanam pada kondosi tanah yang miring. Hal tersebut dapat mengganggu kondisi tanaman kelapa apabila terjadi erosi tanah yang menyebabkan kehilangan unsur hara bagi tanaman. Sehingga produktivitas tanaman yang dihasilkan juga akan rendah yang mengakibatkan nira kelapa yang diambil oleh penderes pun lebih sedikit.

Adanya perubahan iklim seperti tidak pastinya musim dapat pula mengakibatkan produksi nira rendah. Selain itu, kondisi dari pohon kelapa yang sudah tua mengakibatkan produktivitas menjadi rendah pula. Sedangkan untuk melakukan peremajaan membutuhkan modal. Jika dalam kondisi normal per pohon mampu menghasilkan nira hingga 4-5 liter, akibat musim yang tidak menentu produktivitasnya hanya mencapai 2-3 liter per pohon. Permasalahan lain yang dihadapi yaitu masa produktif tanaman kelapa, dimana pohon kelapa di Kecamatan Kokap rata-rata usia pohon kelapa di atas 100 tahun. Padahal produksi tanaman kelapa paling optimum di usia 35-40 tahun, setelah itu produksi akan menurun. Hal ini lah yang mengakibatkan nira yang dihasilkan sedikit bila di bandingkan dengan sebelumnya dan dapat berdampak pada agroindustri gula semut di Kecamatan Kokap.

Dalam memproduksi gula semut berkualitas sebagai produk siap ekspor, maka kualitas dari gula semut harus diperhatikan.Kualitas gula semut sangat dipengaruhi oleh kualitas nira kelapanya sendiri. Selain itu juga aspek yang tidak kalah penting dalam menilai dan mewujudkan suatu kinerja agroindustri yang sehat dan keberlanjutan (sustainable) adalah dengan mengetahui parameter efisiensinya. Menurut Wheelock dan Wilson (1999) dalam Feronika (2013) efisiensi merupakan ukuran penting dari kondisi operasional industri dan merupakan salah satu kunci indikator sukses suatu industri, secara individual setelah membandingkan dengan seluruh industri lain yang serupa. Dengan demikian, untuk mengukur kinerja suatu

(9)

industri dibidang pertanian diperlukan suatu teknik perhitungan yang dapat mengetahui seluruh produktivitas suatu agroindustri. Salah satu metode yang sering digunakan untuk menganalisis efisiensi suatu perusahaan dengan pendekatan non parametrik Data Envelopment Analysis.

Data Envelopment Anaysis (DEA) dikembangkan sebagai model yang

digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari suatu unit pengambilan keputusan (unit kerja) suatu organisasi dengan menggunakan sejumlah input untuk memperoleh suatu output yang ditargetkan (Indrawati, 2009). Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penggunaan sumberdaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan output yang optimal (Purwanto et.al, 2014). Produktivitas yang dievaluasi dimaksudkan adalah sejumlah penghematan yang dapat dilakukan pada faktor sumberdaya (input) tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan atau dari sisi lain peningkatan output yang mungkin dihasilkan tanpa perlu dilakukan penambahan sumberdaya.

Pengukuran efisiensi produksi menggunakan DEA dilakukan dengan mengidentifikasi unit-unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu dalam mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan produksi yang dilakukan oleh agroindustri sebagai jendela informasi analisis DEA ini. Dengan adanya metode analisis efisiensi maka dapat diketahui agroindustri yang telah efisien dalam hal penggunaan input dan pengeluaran output.

Berdasarkan uraian diatas, pada umumnya Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta merupakan sentra pengolahan nira kelapa menjadi gula semut, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa besarbiaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh petani pengrajin agroindustri gula semut?

2. Bagaimana tingkat efisiensi produksi agroindustri gula semut di Kecamatan Kokap?

3. Faktor-faktor manajerial apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi produksi pada agroindustri gula semut?

3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui biaya dan pendapatan petani pengrajin pada agroindustri gula semut.

2. Mengetahui tingkat efisiensi produksi agroindustri gula semut.

3. Mengetahui faktor-faktor manajerial yang mempengaruhi tingkat efisiensi produksi pada agroindustri gula semut.

(10)

4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah, digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyusun kebijakan strategi pengembangan yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri di daerah yang bersangkutan.

2. Bagi pelaku agroindustri gula semut khususnyayang ada di kecamatan Kokap, dapat digunakan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam mengembangkan usahanya serta meningkatkan produksi pengolahan nira kelapa secara efisien.

3. Bagi pembaca, dapat menjadi sumber informasi dalam penyusunan penelitian lanjutan.

Gambar

Tabel  1.1.Luaspanen,  produksi,  danproduktivitastanamanperkebunan  di  KabupatenKulonProgoTahun 2014
Tabel  1.3.  Luas  areal,  luaspanen,  danproduksikomoditasperkebunankelapa  di  tiapkecamatan di KabupatenKulonProgo
Tabel  1.5.  Pelakuusahapengolahprodukperkebunan,  di  KecamatanKokap,  KulonProgo

Referensi

Dokumen terkait

(1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam

Surat Keputusan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya di singkat SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah

Setelah melalui proses pengolahan data, didapat bahwa kondisi sungai Pepe Baru berdasarkan struktur bangunan prasarananya adalah 83.71% dan termasuk kategori BAIK,

Peneliti mengamati bahwa isi cerita yang diceritakan kembali sudah cukup sesuai, dalam menceritakan kembali isi cerita secara runtut ia sudah cukup baik,

Maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa nol (Ho) ditolak, yang berarti ada hubungan antara kehilangan hubungan dengan teman-teman atau keluarga dengan kualitas hidup

yaitu kemungkinan yang memiliki nilai rendah mengalami penderitaan suatu penyakit atau ketidakmampuan dikarenakan penyakit tertentu, kognitif dan fisik yang tetap

Manfaat tersebut, antara lain: menumbuhkan kecintaan siswa sebagai generasi penerus bangsa pada produk pertanian lokal, menimbulkan rasa percaya diri pada siswa terhadap

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelasnya sendiri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga