• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif - UPAYA MENINGKATKAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KECERDASAN INTERPERSONALSISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN STRATEGI AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION(AIR) (Studi Kasus SMP Bhakti Praja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif - UPAYA MENINGKATKAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DAN KECERDASAN INTERPERSONALSISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN STRATEGI AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION(AIR) (Studi Kasus SMP Bhakti Praja"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Kreatif

Dalam suatu pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan. Karena kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan yang sangat mendasar bagi seseorang dalam memecahkan masalah secara kreatif. Sebelum membahas arti berpikir kreatif, berikut adalah makna dari berpikir. Proses berpikir merupakan peristiwa mencampur, mencocokkan, menggabungkan, menukar, dan mengurutkan konsep-konsep, persepsi-persepsi, dan pengalaman sebelumnya (Kuswana, 2011).

Kreatif berasal dari bahasa Inggris ‘create’ yang artinya menciptakan, sedangkan kreatif mengandung pengertian memiliki daya cipta. Munandar (2009) mengemukakan bahwa, kreatif berarti mengembangkan talenta yang dimiliki, belajar menggunakan kemampuan diri sendiri secara optimal, menjajaki gagasan baru, tempat-tempat baru, aktivitas-aktivitas baru, mengembangkan kepekaan terhadap masalah lingkungan, masalah orang lain, masalah kemanusiaan.

(2)

Selain itu, menurut Satiadarma (2003), Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri berpikir kreatif maupun berpikir afektif, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada.

Proses berpikir kreatif menurut Wallas (Satiadarma,2003) meliputi empat tahapan yakni:

1) Persiapan (preparation)

Adalah tahap peletakan dasar. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan informasi, data-data, dan bahan-bahan untuk memecahkan masalah.

2) Inkubasi (incubation)

Adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam pra-sadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu tak menentu. Dalam tahap ini pula terdapat kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat lagi pada saat berakhirnya tahap pengeraman dan muncul masa berikutnya.

3) Iluminasi (illumination)

(3)

4) Verifikasi (verivication)

Adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan secara kritis yang mulai dicocokan dengan keadaan nyata atau kondisi kenyataan.

Karakteristik pemikiran kreatif menurut Guilford (Satiadarma: 2003) berkaitan dengan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif yakni:

1) Kelancaran (fluency) adalah kemampuan memproduksi banyak gagasan 2) Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengajukan berbagai

pendekatan atau jalan penyelesaian masalah.

3) Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan atau ide sebagai hasil pemikiran sendiri.

4) Penguraian (elaboration) adalah kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci

5) Perumusan kembali (fenition) adalah kemampuan untuk menkaji suatu persoalan melalui cara atau perspektif yang berbeda dengan yang sudah lazim

Selain itu, ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Satiadarma (2003) meliputi :

(4)

2) Keterampilan berpikir luwes (fleksibel) : kemampuan ini menyebabkan seseorang dapat menghasilkan jawaban atau pertanyaan bervariasi karena dia mampu melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. 3) Keterampilan berpikir orisinil (Originality) : kemampuan ini mendorong

seseorang untuk menghasilkan ungkapan yang baru dan unik sebagai ungkapan dari pemikiran mereka.

4) Keterampilan memperinci (mengelaborasi) : kemampuan ini meliputi kemampuan memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk

5) Ketrampilan menilai (mengevaluasi) : kemampuan ini membuat seseorang menentukan patokan sendiri dalam menilai apakah suatu pernyataan benar atau salah.

(5)

1) Keterampilan Berpikir lancar (Fluency):

a) Mencetuskan banyak jawaban atau penyelesaian masalah atau gagasan yang berhubungan dengan matematika.

b) Memberikan banyak cara atau solusi dalam menyelesaikan masalah matematika

c) Selalu memikirkan lebih dari 1 jawaban 2) Keterampilan Berpikir Luwes (Fleksibelity):

a) Menghasilkan jawaban atau solusi yang bervariasi dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. c) Mencari berbagai alternatif jawaban atau solusi yang berbeda dalam

menyelesaikan permasalahan matematika. 3) Keterampilan Berpikir Orisinil (Originality):

a) Memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan suatu ide yang berkaitan dengan matematika.

b) Mampu membuat kombinasi-kombinasi dari berbagai bagian atau unsur yang ada.

c) Mampu mengungkapkan masalah matematika dengan menggunakan bahasa, dan idenya sendiri.

4) Ketrampilan Memperinci (Elaboration):

(6)

b) Menambahkan atau memperinci suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas gagasan tersebut.

B. Kecerdasan Interpersonal

Menurut Mork (Yaumi ,2013) bahwa, kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk membaca tanda dan isyarat sosial, komunikasi verbal dan non-verbal, dan mampu menyesuaikan gaya komunikasi secara tepat. Dan menurut (Lwin, et al., 2008), kecerdasan interpersonal adalah kemapuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, tempramen, suasana hati, maksud, dan keinginan orang lain kemudian menanggapinya secara layak. Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi melakukan negosiasi hubungan dengan keterampilan dan kemahiran karena orang tersebut mengerti kebutuhan tentang empati, kasih sayang, pemahaman, ketegasan, dan ekspresi dari kebutuhan dan keinginan. Orang seperti ini mengetahui bagaimana pentingnya berkolaborasi dengan orang lain, memimpin ketika diperlukan, mengikuti jika memang keikutsertaan sangat diperlukan, bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki ketrampilan komunikasi yang berbeda-beda.

(7)

interpersonal. Menurut Oak (Yaumi, 2013), komunikasi interpersonal adalah bentuk komunikasi yang terjadi antara dua orang yang saling tergantung satu sama lain untuk membagi (sharing) pengalaman, sedangkan ketrampilan interpersonal adalah ketrampilan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dalam situasi sosial.

Mork (Yaumi, 2013) juga menekankan bahwa, pada empat elemen penting dari kecerdasan interpersonal yang perlu digunakan dalam membangun komunikasi. Keempat elemen penting tersebut, mencakup: (1) membaca isyarat sosial,(2) memberikan empati (3) mengontrol emosi, dan (4) mengekspresikan emosi pada tempatnya. Untuk memahami secara komprehensif keempat elemen ini, perlu dijelaskan lebih perinci seperti berikut ini.

1) Membaca isyarat sosial

Memerhatikan penuh bagaimana orang lain berkomunikasi, memahami komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan dalam berinteraksi .

2) Memberikan empati

(8)

3) Mengontrol emosi

Jika merasa sedikit panas atau tegang tentang topik yang sedang dibicarakan, sebaiknya melangkah sedikit ke belakang untuk mendinginkan suasana, kemudian melanjutkan pembicaraan.

4) Mengekspresikan emosi pada tempatnya

Mengetahui kapan saatnya mengungkapnkan rasa iba dan kasih saying, hubungan emosional, atau mengungkapkan emosi yang positif.

Yaumi (2013) mengemukakan secara khusus, karakteristik orang yang memiliki kecerdasan interpersonal adalah:

1) Belajar dengan sangat baik ketika berada dalam situasi yang membangun interaksi antara satu dengan yang lainnya.

2) Semakin banyak berhubungan dengan orang lain, semakin merasa bahagia. 3) Sangat produktif dan berkembang dengan pesat ketika belajar secara

kooperatif dan kolaboratif.

4) Ketika menggunakan interaksi jejaring sosial, sangat senang dilakukan melalui chatting atau teleconference.

5) Merasa senang berpartisipasi dalam organisasi-organisasi sosial keagamaan, dan politik.

(9)

7) Ketika bermain atau berolahraga, sangat pandai bermain secara tim daripada main sendirian.

8) Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika bekerja sendiri.

9) Selalu melibatkan diri dalam club-club dan berbagai aktivitas ekstrakurikuler.

10)Sangat peduli dan penuh perhatian pada masalah-masalah dan isu-isu sosial. Sedangkan Lwin, et al. (2008) mengemukakan tanda-tanda kecerdasan interpersonal yang rendah jika dia:

1) Tidak suka berbaur atau bermain dengan anak-anak lain 2) Lebih suka menyendiri

3) Menarik diri dari orang lain, khususnya selama pesta anak-anak 4) Merebut dan mengambil mainan anak-anak lain

5) Memukul dan menendang anak-anak lain dan secara teratur terlibat dalam perkelahian

6) Tidak suka bergiliran

7) Tidak suka berbagi dan sangat posesif (menonjolkan kepemilikan) akan mainannya

8) Menjadi agresif dan berteriak-teriak ketika dia tidak mendapatkan yang dia inginkan.

(10)

atau ketrampilan untuk berkomunikasi baik verbal maupun non verbal. Indikator kecerdasan interpersonal dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Membaca Isyarat Sosial :

a) Memulai hubungan baru dengan orang lain

b) Menunjukkan keterbukaan dalam hubungan dengan orang lain c) Menunjukkan kepercayaan kepada orang lain untuk berbagi perasaan 2) Memberikan Empati :

a) Menunjukkan perhatian kepada orang lain b) Menjaga perasaan orang lain

c) Mengerti keinginan orang lain 3) Mengontrol Emosi :

a) Menghargai perbedaan pada orang lain b) Berpikiran positif terhadap orang lain c) Tidak menaruh curiga secara berlebihan 4) Mengekspresikan emosi pada tempatnya :

a) Memberi dukungan kepada teman

b) Memberikan penghargaan terhadap orang lain c) Spontanitas

(11)

C. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek dalam proses pembelajaran menjadi titik tolak, banyak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif. Guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya ketrampilan berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah Pembelajaran Berbasis Masalah atau disingkat PBM (Rusman, 2010).

Dalam bukunya Trianto (2009) istilah pembelajaran berbasis masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Learning (PBI). Trianto (2009) juga menambahkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Menurut Duch, et.al. (Rusman, 2010) menyatakan bahwa, prinsip dasar yang mendukung konsep dari PBM ada sudah lebih dulu dari pendidikan formal itu sendiri, yaitu bahwa pembelajaran dimulai (diprakasai) dengan mengajukan masalah, pertanyaan, atau teka-teki, yang menjadikan pembelajar (siswa yang belajar) ingin menyelesaikannya.

(12)

dunia nyata atau masalah-masalah simulasi yang kompleks) digunakan sebagai titik awal dan jangkar atau sauh untuk proses pembelajaran. Sedangkan Roh (Rusman, 2010) mengatakan bahwa, pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dikelas yang mengatur atau mengelola pembelajaran matematika disekitar kegiatan pemecahan masalah dan memberikan kepada para siswa kesempatan untuk berfikir secara kritis, mengajukan ide kreatif mereka sendiri, dan mengkomunikasikan dengan temannya secara matematis.

Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: 1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (Multiple Perspective). 4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan

kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM. 7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif .

(13)

9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar, dan

10)PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Rusman (2010) mengemukakan bahwa, langkah-langkah Pembelajaran Berbasis masalah adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah 2 Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Membantu siswa

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3 Membimbing pengalaman individual/kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

(14)

D. Strategi Pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition

Strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan pengembangan dari strategi pembelajaran SAVI (Somatic Auditory Visual Intellectually) dan VAK (Visual Auditory Kinesthetic).Yang membedakan

strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition dengan strategi pembelajaran SAVI dan VAK adalah adanya Repetition yaitu pengulangan.

Menurut Ainia (2012), strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan

pada tiga aspek yaitu Auditory (mendengar), Intellectualy (berpikir), Repetition (pengulangan). Unsur-unsur pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition adalah sebagai berikut:

1) Auditory

Belajar Auditory sangat diajarkan terutama oleh bangsa Yunani kuno, karena filosof mereka adalah jika mau belajar lebih banyak tentang apa saja, maka bicarakanlah tanpa henti (Meier,2002). Auditory adalah learning by talking, belajar dengan berbicara, mendengarkan menyimak, presentasi, argumentasi, mengungkapkan pendapat, dan menanggapi. Menurut Meier (2002) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan penggunaaan Auditory dalam belajar, antara lain:

(15)

b) Mintalah siswa untuk mempraktekkan sesuai ketrampilan atau memperagakan suatu konsep sambil mengucapkan secara terperinci apa yang sedang mereka kerjakan.

c) Mintalah siswa untuk berkelompok dan berbicara saat penyusunan pemecahan masalah.

Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi Auditory dapat dilakukan dengan cara membentuk pembelajaran berkelompok dan diskusi sehingga siswa dapat saling menukar informasi yang didapatnya, mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, mempresentasikan jawabannya di depan kelas.

2) Intellectually

Menurut Meier (2002) bahwa “Intellectualy menunjukkan apa yang

dilakukan pembelajaran dalam pemikiran suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut”. Meier (2002)

(16)

Meier (2002) mengemukakan bahwa aspek dalam Intellectually dalam belajar akan terlatih jika siswa dilibatkan dalam aktifitas memecahkan masalah. Dengan demikian guru harus mampu merangsang, mengarahkan, memelihara, dan meningkatkan intesitas proses berpikir siswa demi tercapainya kemampuan pemecahan masalah yang maksimal pada siswa. 3) Repetition

Belajar bukanlah berproses dalam kekosongan, tetapi berproses dengan penuh makna. Masuknya materi ke dalam otak yang diterima melalui proses penginderaan akan masuk ke dalam memori jangka pendek, penyimpanan informasi dalam memori jangka pendek memiliki jumlah dan waktu yang terbatas. Agar kesan-kesan itu mudah diangkat ke alam sadar diperlukan Repetition dengan memanfaatkan kesan-kesan berupa ilmu pengetahuan itu sesering mungkin (Djamarah, 2010).

(17)

a) Guru memberikan tugas kepada siswa dalam bentuk soal-soal.

b) Guru mengarahkan siswa untuk mengerjakan tugas tersebut secara individu.

c) Siswa diarahkan untuk menyelesaiakan tugas tersebut dengan mengingat informasi-informasi yang sudah diterimanya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan aspek Auditory yang berarti indra telinga digunakan dalam belajar dengan cara menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, dan menanggapi, Intellectually yang berarti kemampuan berpikir perlu dilatih dengan melalui latihan menalar, mencipta, memecahkan masalah, berpikir kreatif dan menerapkan, dan Repetition berarti pengulangan yang diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam dan luas, siswa perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan kuis.

Menurut Meier (2002), langkah-langkah dalam strategi pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) yaitu:

Tabel 2.2 Langkah-langkah Strategi Pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition)

Indikator Tingkah Laku Guru

Preparation (Tahap persiapan)

Pada tahap ini guru meningkatkan minat belajar siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran dan membagi kelompok dari awal pembelajaran dengan tujuan agar mencapai situasi belajar yang optimal.

(18)

(Tahap penyampaian) membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra.

Practice

(Tahap pelatihan)

Pada tahap pelatihan, guru membantu siswa untuk menyampaikan dan menyerap pengetahuan dan ketrampilan baru dengan berbagai cara.

Performance

(Tahap penampilan hasil)

Tujuan penampilan hasil adalah membantu siswa untuk menerapkan dan memperluas pengetahuan atau ketrampilan baru yang mereka peroleh, sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat.

E. Hubungan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition

Menurut Sanjaya (Rusman, 2010), model pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Model pembelajaran berbasis masalah dapat di terapkan:

1) Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.

(19)

3) Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.

4) Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih tanggung jawab dalam belajarnya.

5) Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).

Menurut Trianto (2014), di dalam kelas PBM, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBM antara lain:

1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

2) Memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan.

3) Memfasilitasi dialog siswa, dan 4) Mendukung belajar siswa.

Sedangkan pengertian strategi pembelajaran (AIR) Auditory Intellectually Repetition adalah salah satu strategi pembelajaran yang menekankan aspek Auditoryyang berarti mendengar, Intellectually yang berarti kemampuan berpikir dan Repetition berarti pengulangan.

(20)

mempunyai 3 tahap penyampaian yang sama yaitu: yang pertama, guru membantu siswa menemukan materi yang baru atau masalah dalam pembelajaran, yang kedua siswa di ajak berfikir untuk memecahkan masalah yang ada dan tahap yang ketiga adalah guru mengajak siswa untuk mengevaluasi yang sudah di pecahkan secara berasama.

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR)

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

(Preparation)

Menjelaskan tujuan pembelajaran, meningkatkan minat belajar siswa, membagi kelompok dari awal pembelajaran, menjelaskan logistik/alat yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan, menemukan materi belajar, dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3 Membimbing pengalaman

individual/kelompok (Presentation)

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indra. 4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya (Practice)

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Performance)

(21)

hasil belajar akan melekat dan terus meningkat.

F. Materi

Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Standar kompetensi dan kompetensi dasar disesuaikan dengan silabus Kurikulum 2013 dalam BNSP (2006).

G. Kerangka Berpikir

(22)

Penggunaan model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan strategi Auditory Intellectually Repetition (AIR) menarik untuk digunakan jika materi

yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Dengan pembelajaran ini diharapkan dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan kecerdasan interpersonal siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti berpendapat bahwa keterkaitan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Auditory Intellectually

Repetition (AIR) dengan kemampuan berpikir kreatif dan kecerdasan

interpersonal siswa merupakan modal awal untuk mencapai keberhasilan siswa. Keterkaitan tersebut menjadikan sebuah pemicu munculnya hasil yang baik, yaitu dengan mengarahkan siswa pada sesuatu yang baru, praktis, sesuai pada pengalaman yang nyata. Apabila dalam diri siswa sudah tertanam motivasi yang besar, maka dengan sendirinya siswa tersebut mudah dan penuh sadar melakukan sesuatu guna mencapai hasil yang diharapkan.

(23)

kecerdasan interpersonal siswa. Secara skematis, kerangka berpikir dapat ditunjukkan di bawah ini:

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir, maka dalam penelitian tindakan kelas ini diajukan hipotesis tindakan, yaitu melalui pembelajaran berbasis masalah dengan strategi Auditory Intellectually

Berpikir Kreatif Matematis dan Interpersonal skill siswa meningkat

Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi (AIR) Auditory Intellectually Repetition

1. Orientasi siswa pada masalah (Preparation) 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar

3. Membimbing pengalaman individual/kelompok (Presentation) 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (Practice) 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

(Performance)

Kondisi Awal Siswa

(24)

Gambar

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Tabel 2.2 Langkah-langkah Strategi Pembelajaran AIR (Auditory
Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah dengan

Referensi

Dokumen terkait

1) Meningkatkan usaha produksi gula melalui perluasan lahan pertanian gula di luar pulau Jawa yang memiliki potensi untuk tanam tebu agar produksi gula yang dihasilkan

Simpulan dari penelitian ini adalah 84,1% kepuasan siswa LBB Primagama Sukoharjo dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang meliputi variabel reliability, assurance,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Pengaruh Tanah Lempung Montmorillonite pada Komposit Kanji yang Diplastisasi dengan Polyethylene Glycol

Berdasarkan berbagai kerangka landasan hukum, pemikiran dan tantangan, fenomena yang akan dihadapi di masa mendatang, serta visi LPPM Unisri untuk menjadi lembaga

Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang tumbuh subur, segar, sehat, berdaun banyak dan hijau, kokoh, terhindar dari serangan penyakit; cukup umur/berasal

Dari hasil pengujian warna pada tepung pisang, didapatkan hasil L tertinggi adalah pada suhu pengeringan 80 o C dan terendah terdapat pada suhu pengeringan 70 o C, kemudian

Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk

Unfortunately, many soils are considered lack of available silicon that has positive impact on plants by stimulating nutrient uptake and plant photosynthesis, decrease