• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Sikap terhadap kenakalan remaja dengan Religiositas pada anggota rekat (Remaja Katolik) di Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Sikap terhadap kenakalan remaja dengan Religiositas pada anggota rekat (Remaja Katolik) di Surabaya - Widya Mandala Catholic University Surabaya Repository"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Dalam masa peralihan ini akan terjadi perubahan-perubahan pada diri remaja seperti fisik, kepribadian, intelek, peran di dalam maupun di luar lingkungan. Stanley (dalam Santrock, 2012: 402) menganggap masa remaja sebagai masa badai dan stres (storm and stress), suatu gejolak yang diwarnai konflik dan perubahan suasana hati. Oleh karena itu, seorang remaja dalam masa ini selain mengalami gejolak emosi juga mengalami tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat (Zulkifli, 2005: 63).

(2)

(maladjusted behavior) dalam bentuk kenakalan remaja (juvenile delinquency) dan bahkan kejahatan (crime).

Santrock (2012: 458) mengemukakan bahwa kenakalan remaja merupakan sebuah konsep yang luas dan pelanggaran yang dimaksud mulai dari membuang sampah sembarangan hingga pembunuhan yang termasuk dalam pelanggaran hukum. Hal serupa juga diungkapkan oleh Gunarsa & Gunarsa (2007: 19), kenakalan remaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh remaja atau sekelompok remaja dengan tujuan yang a-sosial (tidak mempedulikan kepentingan masyarakat; tidak bersifat a-sosial) sehingga berperilaku yang melanggar nilai atau norma sosial, hukum yang berlaku dan nilai moral di lingkungan hidupnya.

(3)

Data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menunjukkan, selama 5 (lima) tahun terakhir (2005-2010) kenakalan remaja terus meningkat mulai dari frekuensi hingga bentuk kenakalan remaja. Pada tahun 2007 tercatat sekitar 3.145 remaja usia kurang dari 18 tahun menjadi pelaku tindak pidana. Pada tahun 2008 kasus remaja yang terlibat tindak pidana naik menjadi 3.280 kasus dan tahun 2009 sebanyak 4.213 kasus. Data PMKS Dinas Sosial Tingkat Nasional pada tahun 2008 terdapat 198.578 pelaku kenakalan. Lebih lanjut, data PMKS Dinas Sosial Jawa Timur menampilkan pada tahun 2006 di kota Surabaya terdapat 167 pelaku kenakalan. Mereka (remaja) melakukan perilaku menyimpang dan melakukan pelanggaran terhadap norma dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat sehingga merugikan dirinya dan orang lain.

(4)

“Ada temanku (sesama anggota REKAT) yang pacaran di depan perpus pas sepi padahal ga boleh ama sekolah. Terus ada siswa kelas 7 (sesama anggota REKAT) adek kelasku yang udah dikeluarin gara-gara hamil duluan loh kak.”

(R, anggota REKAT Surabaya, 15 tahun)

“Aku pernah melakukan kenakalan remaja di sekolah. Pas teman-teman sekelasku ngajak keluar dari kelas terus aku langsung keluar kelas terus pergi ke kantin tanpa ijin ama guruku yang lagi ngajar. Pas aku mau ke toilet ya gitu juga, ga ijin ma guru jadi langsung keluar.”

(D, anggota REKAT Surabaya, 15 tahun)

(5)

konatif yang berkaitan dengan intensitas sikap yang menunjukkan besarnya kecenderungan berperilaku menyimpang tersebut; dan komponen perilaku yang berkaitan dengan perilaku menyimpang yang dimunculkan oleh remaja setelah adanya persetujuan antara diri remaja itu sendiri dengan sikapnya terhadap kenakalan remaja. Fishbein dan Ajzen (dalam Azwar, 2007: 11) juga mengemukakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan. Oleh karena itu, seorang remaja yang melakukan kenakalan remaja memiliki pengambilan keputusan yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional baik dari segi afektif, kognitif dan konatifnya yang menyimpang dari norma sosial yang ada dan berujung pada komponen perilaku yang dimunculkannya.

Hasil wawancara peneliti dengan informan R (bercerita tentang kenakalan teman remaja REKAT di sekolah) menunjukkan R memiliki sikap negatif terhadap kenakalan remaja. R menyatakan sangat tidak setuju dengan perilaku yang dilakukan oleh teman-temannya (komponen afektif), R menyatakan teman-teman tidak memperdulikan lokasi berpacaran, norma-norma yang berlaku dan tidak memikirkan akibat dari perilaku yang dilakukan, misalnya hukuman dari sekolah/guru (komponen kognitif). R cenderung tidak ingin melakukan kenakalan remaja seperti perilaku temannya (komponen konatif) yang sesuai dengan komponen perilaku R ketika berpacaran hanya sebatas berpegangan tangan, jalan bersama keluarga dan foto bersama pasangan.

(6)

untuk dilakukan (komponen kognitif). D cenderung ingin melakukan kenakalan remaja tersebut (komponen konatif) yang sesuai dengan komponen perilaku D ketika jam pelajaran berlangsung, D keluar kelas tanpa ijin oleh guru yang ada di kelas.

Peneliti memperkuat hasil wawancara tersebut dengan mengumpulkan data awal mengenai sikap anggota REKAT terhadap kenakalan remaja. Berdasarkan data awal yang didapatkan melalui penyebaran skala sikap terhadap kenakalan remaja kepada 11 anggota REKAT didapatkan data sebagai berikut. Semua subjek menyatakan tidak setuju dengan bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja (komponen kognitif), terdapat 6 subjek yang merasa bahwa beberapa bentuk perilaku kenakalan remaja adalah hal yang baik untuk dilakukan dan 4 subjek yang lainnya merasa bahwa beberapa bentuk perilaku tersebut tidak baik untuk dilakukan (komponen afektif), 10 subjek menunjukkan intensitas untuk melakukan beberapa bentuk kenakalan remaja (komponen konatif) sehingga pada komponen perilaku terdapat 10 subjek yang pernah melakukan perilaku kenakalan remaja seperti bullying, memukul, merusak barang milik orang lain, berbohong untuk mendapatkan sesuatu dan menghindari kewajiban, membolos sekolah. 1 orang subjek yang memiliki kognitif tidak setuju, afektif merasa perilaku kenakalan remaja tidak baik untuk dilakukan, konatif tidak memiliki intensitas untuk melakukan yang sejalan dengan komponen perilaku yang hingga saat ini tidak didapati melakukan perilaku kenakalan remaja.

(7)

akan agama atau religi yang dapat membentuk tingkah laku remaja inilah yang disebut sebagai religiositas.

Religiositas pada diri remaja dapat mempengaruhi sikap remaja yang diwujudkan dalam perilaku pribadi, perilaku dalam keluarga dan dalam masyarakat dengan berpedoman pada perintah moral dan etika (Hardjana, 1993: 14). Religiositas yang ada pada diri remaja diharapkan dapat membentuk sikap tidak mendukung terhadap kenakalan remaja dan menghindari remaja dari perilaku yang tidak diinginkan oleh agama.

Beberapa lembaga agama memfasilitasi umatnya khususnya para remaja guna membantu meningkatkan religiositas pada diri remaja tersebut. Lembaga agama Islam memiliki kegiatan Remaja Masjid, mondok di pesantren. Lembaga agama Katolik memiliki kegiatan REKAT yang merupakan singkatan dari Remaja Katolik dan bertujuan untuk membantu remaja menguduskan dirinya dan menjadi murid Kristus yang sejati dalam petualangan mereka membangun masa depan (Arah Dasar Keuskupan Surabaya 2010-2019: 26). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian khusus pada remaja REKAT Surabaya.

(8)

(nurani, kebebasan, pilihan manusiawi dan cinta kasih) dan kepedulian pada sesama serta kepekaan religius (Arah Dasar Keuskupan Surabaya 2010-2019: 29).

Nilai tanggap remaja merupakan perwujudan keprihatinan dan tanggung jawab gereja akan perkembangan dan beratnya tantangan kehidupan para remaja dewasa ini serta menyiapkan remaja menjadi kader di masa depan (Arah Dasar Keuskupan Surabaya 2010-2019: 30). Dengan demikian, nilai-nilai yang diangkat dalam kegiatan REKAT ini dapat membentuk religiositas dan sikap dari anggota REKAT dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa penelitian sebelumnya yang meneliti tentang tingkat religiositas dan sikap terhadap kenakalan remaja, lebih banyak memfokuskan pada religiositas para siswa dan remaja awal. Berikut penelitian-penelitian tersebut.

Nasikhah dan Prihastuti (2013: 1-3) dalam penelitiannya membuktikan adanya hubungan negatif antara tingkat religiositas dengan perilaku kenakalan remaja yang muncul pada masa remaja awal. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat religiositas berhubungan dengan rendahnya perilaku kenakalan remaja yang muncul. Hal serupa juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aini (2011: 1-10) tentang pemahaman tingkat agama (religiositas) dengan perilaku seks bebas di SMAN 1 Bangsal Mojokerto. Didapatkan hasil bahwa ada hubungan religiositas terhadap perilaku seks bebas di SMAN 1 Bangsal Mojokerto. Hubungan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi pemahaman tingkat agama (religiositas) maka perilaku seks bebas semakin rendah dan sebaliknya.

(9)

Religiositas berhubungan lurus dengan sikap remaja yang tidak mendukung terhadap kenakalan remaja. Apabila religiositas yang dimiliki oleh remaja rendah maka memungkinkan remaja tersebut memiliki sikap mendukung terhadap kenakalan remaja. Oleh karena itu, sikap mendukung terhadap kenakalan remaja menimbulkan peluang yang lebih besar bagi remaja untuk melakukan kenakalan remaja.

Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan subjek dengan karakteristik remaja yang ditinjau dari tingkat pendidikan. Penelitian sebelumnya memfokuskan pada perilaku kenakalan remaja sedangkan perilaku remaja dipengaruhi oleh sikap yang dimilikinya. Salah satu hal yang dapat membantu pembentukan sikap adalah religiositas yang ditumbuhkan melalui kegiatan pembinaan keagamaan. Peneliti menemukan kesenjangan yang terjadi pada anggota REKAT yang semestinya memiliki religiositas yang tinggi dan sikap tidak mendukung terhadap kenakalan remaja pada kenyataannya ditemukan beberapa anggota yang memiliki sikap mendukung terhadap kenakalan remaja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menguji ada tidaknya hubungan antara religiositas dengan sikap terhadap kenakalan remaja pada anggota REKAT (Remaja Katolik) yang ada di Surabaya.

1.2. Batasan Masalah

Penelitian yang berjudul “Sikap terhadap Kenakalan Remaja dengan Religiositas pada Anggota REKAT (Remaja Katolik) di

Surabaya” merupakan penelitian korelasional. Penelitian ini

memfokuskan pada religiositas anggota REKAT dan sikap anggota REKAT terhadap kenakalan remaja.

(10)

Keuskupan Surabaya dan Kartono (1998: 7) mengemukakan bahwa usia remaja adalah 12-17 tahun dan angka tertinggi dalam kasus kenakalan remaja ada pada usia 15-19 tahun.

1.3. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian yang berjudul "Sikap terhadap Kenakalan Remaja dengan Religiositas pada Anggota Rekat (Remaja Katolik) di Surabaya" adalah: apakah ada hubungan yang signifikan antara religiositas dengan sikap terhadap kenakalan remaja pada anggota REKAT (Remaja Katolik) di Surabaya?

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris adanya hubungan antara religiositas dengan kenakalan remaja pada anggota REKAT (Remaja Katolik) di Surabaya.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan teori-teori psikologi khususnya teori psikologi pendidikan dan perkembangan mengenai religiositas dan sikap terhadap kenakalan remaja pada anggota REKAT (Remaja Katolik) di Surabaya.

1.5.2. Manfaat praktis

(11)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pengetahuan bagi anggota REKAT (Remaja Katolik) Surabaya mengenai religiositas dan sikap yang mereka miliki terhadap kenakalan remaja. Selain itu, anggota dapat mengetahui hubungan antara religiositas dan sikap terhadap kenakalan remaja.

b. Bagi remaja pada umumnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pengetahuan bagi remaja mengenai hubungan antara religiositas dan sikap terhadap kenakalan remaja.

c. Bagi orangtua remaja

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi orangtua tentang hubungan antara religiositas dan sikap terhadap kenakalan remaja.

d. Bagi pelaksana kegiatan keagamaan/lembaga keagamaan

Referensi

Dokumen terkait

Penurunan kadar glukosa darah pada pemberian ekstrak bawang merah 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, dan 800 mglkg BB dibandingkan dengan kontrol negatifbennakna secara statistik

Dari beberapa definisi menulis yang dipaparkan tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa menulis adalah salah satu kemampuan berbahasa dalam berkomunikasi

Hasil penelitian ini menunjukkan Isolat C ( Alcaligenes faecalis ) memiliki daya bioakumulasi yang sangat baik sehingga untuk menurunkan kadar logam berat Cu dalam jumlah

penyakit malaria di daerah tempat tinggal responden 77 Distribusi perilaku responden mengenai ikut tidaknya. responden dalam kegiatan penyuluhan

Segala puji atas kebesaran Sang Khalik yang telah menciptakan alam semesta dalam suatu keteraturan hingga dari lisan terpercik berjuta rasa syukur kehadirat Allah

A Study of Rebellion against Patriarchal Society as Seen in the Character of Ellen Olenska in Edith Wharton’s The Age of Innocence.. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan

Analisis perhitungan aliran daya atau biasa disebut load flow sangat diperlukan untuk menyediakan sumber energi listrik yang diperlukan dalam suatu area, dengan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara metode Return On Investment (ROI) dan Economic Value