SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lia Natalia Setiomulyo NIM: 078114123
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
v
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Lia Natalia Setiomulyo
Nomor Mahasiswa : 07 8114 123
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EFEK CARBOPOL 940 SEBAGAI THICKENING AGENT DAN
PROPILENGLIKOL SEBAGAI HUMECTANT TERHADAP SIFAT FISIS DAN STABILITAS SEDIAAN SHAMPOO EKSTRAK KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.): APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 8 Februari 2011 Yang menyatakan
vi
berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Efek Carbopol 940 sebagai Thickening Agent dan Propilenglikol sebagai Humectant terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau (Camellia sinensis L.): Aplikasi Desain Faktorial”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm).
Selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, sarana, dukungan,
semangat, doa, kritik dan saran. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, membimbing, dan memberi masukan, solusi, nasehat
serta semangat kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Terima kasih untuk pengetahuan, pengalaman, dan berbagai hal yang
dibagikan kepada penulis.
3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk menguji, memberikan masukan, kritik, dan saran
vii
meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran dan kritik yang
membangun. Terima kasih untuk pertimbangan dan masukan selama
penyusunan skripsi ini.
5. Christine Patramurti, M.Si, Apt. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas
bimbingan, nasehat, dan semangat selama perkuliahan hingga penyusunan
skripsi ini.
6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas segala
bimbingan selama perkuliahan.
7. Ika Nariswari atas kepercayaan dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Terima kasih atas waktu yang selalu ada untuk mendengarkan curahan hati
penulis.
8. Fransiska Angesti Nariswari sebagai teman satu tim, atas bantuan dan kerja
samanya.
9. Yunita Dwi Wulansari dan Dinar Mardianti atas waktu, semangat dan
bantuan selama penyusunan skripsi ini.
10. Grace Felicyta Kartika, S.Farm., Sihendra, S.Farm., dan Lia Yumi Yusvita,
S.Farm., atas masukan dan semangat yang diberikan kepada penulis. Terima
viii
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
ix
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 18 Januari 2011 Penulis
x
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
PRAKATA ………... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. ix
xi
4. Cocamidopropyl betaine ………... 13
xii
M.Landasan teori ………...
N.Hipotesis ………...
26
28
BAB III. METODE PENELITIAN ……… 29
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ………... 29
B.Variabel Penelitian ………... 29
C.Definisi Operasional ………... 30
D.Bahan Penelitian ………... 31
E. Alat Penelitian ………... 32
F. Tata Cara Penelitian ………... 32
1. Identifikasi dan verifikasi ekstrak kering teh hijau …... 32
2. Pembuatan shampoo ………... 33
3. Uji sifat fisis shampoo………... 35
G.Analisis Hasil ………... 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 38
A.Identifikasi dan Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau ………... 38
B.Pembuatan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau ………... 41
C.Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau ... 48
D.Efek Carbopol, propilenglikol dan Interaksinya terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Shampoo ... 54
xiii
LAMPIRAN ……… 77
xiv
dan dua level ………... 25
Tabel II. Identifikasi ekstrak teh hijau ……….... 32
Tabel III. Rancangan formula percobaan ………... 34
Tabel IV. Hasil identifikasi ekstrak yang berasal dari PT. Sido
Muncul ………... 39
Tabel V. Hasil pengukuran sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo 50 Tabel VI. Hasil pengukuran viskositas sediaan shampoo………. 55 Tabel VII. Efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya
terhadap respon viskositas ………... 56
Tabel VIII. Analisis variansi (Partial sum of square- Type III) respon
viskositas …...…….. 57
Tabel IX. Hasil pengukuran ketahanan busa sediaan shampoo ... 59 Tabel X. Efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya
terhadap respon ketahanan busa …... 60
Tabel XI. Analisis variansi (Partial sum of square- Type III) respon
ketahanan busa …...…….. 61
Tabel XII. Hasil perhitungan % pergeseran viskositas sediaan
shampoo ... 63 Tabel XIII. Efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya
xv
Tabel XVI. Efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya
terhadap respon perubahan ketahanan busa ... 68
Tabel XVII. Analisis variansi (Partial sum of square- Type III) respon
xvi
Gambar 2. Siklus pertumbuhan rambut ………...…… 6
Gambar 3. Tanaman teh hijau ……...…… 8
Gambar 4. Struktur epigalokatekin-3-galat ...……… 9
Gambar 5. Struktur sodium lauryl sulfate………...……… 13
Gambar 6. Struktur cocamidopropyl betaine ……... 13
Gambar 7. Monomer asam akrilat polimer Carbopol ………...… 15
Gambar 8. Struktur propilenglikol ………...….. 17
Gambar 17. Perubahan struktur Carbopol dari coiled menjadi lurus ... 42
Gambar 18. Mekanisme pembersihan dengan surfaktan anionik ... 44
Gambar 19. Penghilangan droplet minyak dari substrat ... 45
Gambar 20. Spherical micells ………... 45
xvii
selama penyimpanan selama 1 bulan ... 52
Gambar 24. Diagram pareto respon viskositas ... 56
Gambar 25. Grafik hubungan efek faktor terhadap respon viskositas ... 58
Gambar 26. Diagram pareto respon ketahanan busa ... 60
Gambar 27. Grafik hubungan efek faktor terhadap respon ketahanan busa ... 62
Gambar 28. Diagram pareto respon pergeseran viskositas ... 64
Gambar 29. Grafik hubungan efek faktor terhadap respon pergeseran viskositas ... 66
Gambar 30. Diagram pareto respon perubahan ketahanan busa ... 68
xviii
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) ekstrak kering teh hijau
(Camellia sinensis L.) ………...………... 77
Lampiran 2. Uji kualitatif ekstrak kering teh hijau dengan reaksi warna 79 Lampiran 3. Uji kualitatif ekstrak kering teh hijau dengan kromatografi lapis tipis (KLT) ... 80
Lampiran 4. Laporan hasil uji ... 81
Lampiran 5. Perhitungan jumlah penambahan ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) dalam sediaan shampoo …... 82
Lampiran 6. Data penimbangan ……...………... 84
Lampiran 7. Notasi desain faktorial dan percobaan desain faktorial ... 85
Lampiran 8. Sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) secara periodik ... 86
Lampiran 9. Uji normalitas data viskositas, ketahanan busa, pergeseran viskositas, dan perubahan ketahanan busa ... 94
Lampiran 10. Uji ANOVA two ways dengan Design Expert 7.0.0 ... 102
Lampiran 11. Analisis statistik sifat fisis secara periodik ... 110
Lampiran 12. Foto shampoo ekstrak kering teh hijau ... 118
xix
Sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo dipengaruhi oleh Carbopol 940 sebagai bahan pengental dan propilenglikol sebagai humectant. Carbopol 940 merupakan agen peningkat viskositas yang akan meningkatkan ketahanan busa sedangkan propilenglikol dapat menurunkan viskositas yang akan menurunkan ketahanan busa. Kombinasi komposisi yang sesuai antara Carbopol 940 dan propilenglikol dapat menghasilkan shampoo dengan sifat fisis dan stabilitas yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.). Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu Carbopol 940 dan propilenglikol dan dua level yaitu level tinggi–level rendah. Sifat fisis yang diuji adalah viskositas dan ketahanan busa, dan stabilitas yang diuji adalah pergeseran viskositas dan perubahan ketahanan busa. Analisis data secara statistik menggunakan Design Expert 7.0.0 dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui signifikansi (p<0,05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas. Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya memberikan efek yang tidak signifikan terhadap ketahanan busa dan pergeseran viskositas. Propilenglikol memberikan efek yang signifikan terhadap perubahan ketahanan busa, sedangkan Carbopol 940 dan interaksinya memberikan efek tidak signifikan terhadap perubahan ketahanan busa.
xx
Physical and stability characteristics of shampoo are affected by the using of Carbopol 940 as thickening agent and propyleneglycol as humectant. Carbopol 940 is a thickening agent which is used to increase the stability of the foam, otherwise propyleneglycol is used to decrease the viscosity of the foam. The combination of composition of Carpobol 940 and propyleneglycol can produce shampoo with proper physical and stability characteristics.
The aim of this research is to know the effects and interactions of Carpobol 940 and propyleneglycol toward the physical and stability characteristics of dried green tea extract(Camellia sinensis L.) shampoo.
This experimental research used the factorial design method with two factors such as Carbopol 940 and propyleneglycol. There are two level in this method such as high level and low level. There are some physical characteristics which are evaluated such as viscosity and the resistance of the foam, some stability characterictics are evaluated such as the alteration of viscosity and resistance of foam. The data were analyzed statically using Design Expert 7.0.0. with confidence level 95%, to know the significancy (p<0.05) of every factor and interaction in contributing to the effect.
The result of this research showed that Carpobol 940, propyleneglycol and their interactions give significant effect against the viscosity. Carpobol 940, propyleneglycol and the interaction give insiginificant effect against the resistance of foam and the alteration of viscosity. Propyleneglycol gives significant effect toward the resistance of foam, whereas the interaction and Carbopol 940 give insignificant effect towards the resistance of foam.
Keyword : dried green tea extract, Carbopol 940, propyleneglycol, shampoo, effect, factorial design
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Rambut yang sehat dan indah termasuk suatu kebutuhan estetika karena
menunjang penampilan seseorang. Setiap orang mendambakan rambut yang sehat,
halus, lembut, indah dan terawat. Rambut yang mengalami kerusakan dapat
menyebabkan kecemasan terhadap penampilan dan berkurangnya kepercayaan
diri seseorang. Kerusakan rambut meliputi rambut rontok, kasar, kusam, kering
dan bercabang.
Teh hijau dan ekstrak teh hijau telah digunakan dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit kanker, menurunkan berat badan, menurunkan kadar
kolesterol, dan melindungi kulit dari paparan sinar matahari (Anonim, 2010).
Ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) diketahui mengandung senyawa-senyawa fenolik seperti galokatekin, epigalokatekin, katekin, epikatekin, dan
epigalokatekin-3-galat. Epigalokatekin-3-galat dapat meningkatkan proliferasi dan
mencegah apoptosis human dermal papila cell, sehingga pembentukan rambut dan siklus pertumbuhan rambut terkontrol (Kwon, Han, Yoo, Chung, Cho, Eun,
and Kim, 2007). Selain itu, EGCG juga dapat digunakan untuk perawatan
androgenetic alopecia melalui penghambatan 5α-reduktase. Oleh karena itu, teh hijau dapat dikembangkan menjadi bentuk sediaan perawatan rambut.
shampoo ekstrak kering teh hijau selain membersihkan rambut, dapat memelihara pembentukan dan siklus pertumbuhan rambut, melembutkan dan menguatkan
rambut. Liquid shampoo dipilih karena mempunyai variasi penampilan dari formulasi yang paling baik, nilai ekonomis yang lebih tinggi karena sesuai
keinginan sebagian besar konsumen, dan lebih stabil (Sagarin, 1957).
Dalam formulasi shampoo, perlu diperhatikan sifat fisis dan stabilitas selama penyimpanan. Sifat fisis yang penting untuk dievaluasi, yaitu viskositas
dan busa. Viskositas berpengaruh terhadap sifat alir sediaan. Shampoo harus mudah dituang dari kemasan namun tidak mudah mengalir tumpah dari tangan
saat akan digunakan. Selain viskositas, karakteristik busa shampoo juga berperan penting, shampoo harus mampu menghasilkan busa dalam jumlah optimum dan stabil sehingga dapat diterima oleh konsumen (Limbani, 2009). Sediaan shampoo diharapkan stabil selama penyimpanan.
Viskositas shampoo dikontrol melalui penggunaan thickening agent. Thickening agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah Carbopol 940, karena efisiensinya sebagai pengental sangat baik, dengan kadar rendah memiliki
viskositas yang relatif tinggi (Allen, 2004).
Pada penelitian ini ditambahkan humectant, yaitu propilenglikol. Propilenglikol dipilih karena memiliki bobot molekul dan viskositas yang rendah.
Humectant bersifat higroskopis maka akan mengikat air dengan pembentukan ikatan hidrogen. Propilenglikol dapat menjaga kelembaban kulit kepala dan
rambut. Selain itu, propilenglikol mempengaruhi viskositas sediaan dimana
Kombinasi Carbopol 940 dan propilenglikol diharapkan dapat memperoleh
konsistensi shampoo yang baik. Viskositas shampoo mempengaruhi jumlah busa yang terbentuk (Tadros, 2005). Semakin tinggi viskositas shampoo maka busa yang dihasilkan semakin optimum, namun tahanan untuk mengalir besar pula.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat efek Carbopol 940 dan
propilenglikol terhadap sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau. Signifikansi efek Carbopol 940, propilenglikol dan interaksinya terhadap sifat
fisis dan stabilitas shampoo dianalisis menggunakan ANOVA dengan program Design Expert 7.0.0 pada taraf kepercayaan 95%.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
diteliti: Apakah variasi jumlah Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksi
Carbopol 940 dan propilenglikol pada level yang diteliti memberikan efek yang
signifikan terhadap sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau? 2. Keaslian penelitian
Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai efek Carbopol 940
sebagai thickening agent dan propilenglikol sebagai humectant terhadap sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
b. Manfaat metodologis. Memberikan informasi mengenai penggunaan desain faktorial dalam mengamati efek Carbopol 940 dan propilenglikol terhadap
sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau.
c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui efek Carbopol 940, propilenglikol, dan interaksinya dalam menentukan sifat fisis dan
stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau, sehingga menghasilkan shampoo yang acceptable.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Membuat shampoo dari bahan alam, yaitu ekstrak kering teh hijau, dengan Carbopol 940 sebagai thickening agent dan propilenglikol sebagai humectant.
2. Tujuan khusus
5 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Rambut 1. Tinjauan umum
Rambut terdiri dari batang rambut dan akar. Batang rambut merupakan
bagian rambut yang ada di luar kulit. Batang rambut tersusun dari 3 lapisan, yaitu
kutikula rambut, korteks rambut, dan medula rambut. Kutikula rambut terdiri dari
sel-sel keratin yang pipih dan saling bertumpuk menyerupai sisik. Korteks rambut
adalah lapisan yang lebih dalam dan terdiri dari sel-sel yang tersusun rapat.
Medula rambut terdiri dari tiga atau empat lapisan sel berbentuk kubus, yang
berisi keratohialin. Sedangkan akar rambut atau folikel rambut terletak dalam
lapisan dermis kulit. Folikel rambut dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah
yang memberikan nutrisi (Tranggono dan Latifa, 2007).
Rambut terbentuk dengan proses divisi sel, mitosis, mengelilingi akar
dekat papila. Kepala yang sehat terdiri dari 150.000 rambut dengan ketebalan dan
tipe yang bervariasi. Rambut yang berwarna hitam biasanya lebih tebal.
Pertumbuhan rambut perhari antara 0,4 mm sampai 1 mm (Young, 1972).
Siklus pertumbuhan rambut dibagi menjadi tiga tahap, yaitu fase anagen
(fase pertumbuhan), fase katagen (fase penghentian pertumbuhan), dan fase
telogen (fase istirahat). Rambut hanya dihasilkan pada fase pertumbuhan. Selama
fase pertumbuhan, kulit papila akan meluas dan matrik rambut membelah aktif,
sehingga rambut bertambah panjang (Mitsui, 1997).
Gambar 2. Siklus pertumbuhan rambut (Mitsui, 1997) Macam-macam kotoran di rambut, yaitu:
1. sebum, sekresi minyak dari kelenjar sebasea.
2. protein yang timbul dari sel debris dari lapisan stratum corneum kulit kepala
dan protein yang mengandung keringat.
3. polutan atmosfer dan residu dari produk perawatan rambut lainnya (Mottram
2. Kerusakan rambut
Rambut yang mengalami kerusakan menjadi kering, rapuh, tidak elastis,
tidak berkilau, warna rambut akan berubah menjadi kemerahan, bercabang, dan
akhirnya rambut akan patah. Kerusakan rambut dapat disebabkan oleh:
1. kimia: obat keriting rambut, pewarna rambut
2. lingkungan: sinar UV, panas hairdryer
3. fisika: pencucian rambut berlebihan, perendaman rambut, dan blow drying (Mitsui, 1997).
Kerontokan rambut merupakan salah satu kerusakan rambut yang sering
dialami oleh pria dan wanita. Rambut yang rontok terus menerus, tanpa diimbangi
dengan pertumbuhan rambut baru dapat menyebabkan kebotakan. Androgenetic alopecia merupakan tipe kerontokan rambut yang paling umum pada manusia, terjadi pada 50% pria di atas 40 tahun dan juga wanita. Androgenetic alopecia terjadi pada pria dan wanita sebagai hasil dari faktor genetik dan hormon.
Ekspresi penuh dari androgenetic alopecia memerlukan androgen dengan pengurangan ukuran folikel rambut dan diameter batang rambut. Androgen
dimetabolisme dengan 5α-reduktase menjadi dihidrotestosteron yang memicu
terjadinya kebotakan (Elsner, 2000).
B. Teh Hijau 1. Morfologi
daun pendek, panjang 0,2 cm sampai 0,4 cm, panjang daun 6,5 cm sampai 15 cm,
lebar daun 1,5 cm sampai 5 cm (Anonim, 1989).
Gambar 3. Tanaman teh hijau (Anonim, 2009) 2. Kandungan
Teh hijau mengandung epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG),
epigalokatekin (EGC), epigalokatekin-3-galat (EGCG), galokatekin, katekin,
kafeina, teofilina, dan teobromina. Senyawa epigalokatekin-3-galat merupakan
kandungan terbesar di dalam teh hijau (Syah, 2006).
3. Kegunaan
Teh hijau dan ekstrak teh hijau digunakan dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit kanker meliputi kanker payudara, kanker perut, dan kanker
kulit. Teh hijau dan ekstrak teh hijau juga telah digunakan untuk
meningkatkan kewaspadaan, menurunkan berat badan, menurunkan kadar
kolesterol, dan melindungi kulit dari paparan sinar matahari (Anonim, 2010).
Epigalokatekin-3-galat (EGCG) dapat merangsang proliferasi dan
androgenetic alopecia melalui penghambatan selektif aktivitas 5α-reduktase (Hiipakka, Zhang, Dai, Dai, and Liao, 2002). 5α-reduktase merupakan steroid tipe
II, sebuah enzim intraseluler yang mengkonversi tertosteron menjadi
dihidrotestosteron (DHT). Penghambatan 5α-reduktase menghasilkan penurunan
konsentrasi DHT yang dapat mengurangi terjadinya kebotakan (Elsner, 2000).
Gambar 4. Struktur epigalokatekin-3-galat (Su-no-G, 2007)
C. Ekstrak Kering
Ekstrak kering memiliki konsistensi kering dan mudah dioleskan. Ekstrak
kering dibentuk melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya
menghasilkan ekstrak yang mengandung air tidak lebih dari 5% (Voigt, 1994).
Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter, atau campuran
etanol-air. Simplisia yang disari dengan air dapat dilakukan dengan infundasi,
dekok, atau destilasi, sedangkan penyarian simplisia dengan pelarut organik dapat
dilakukan dengan maserasi, perkolasi, dan soxlet (Direktorat Jenderal Pengawas
Obat dan Makanan, 1995).
D. Shampoo
kondisi khusus akan menghilangkan permukaan minyak, debu, dan sel-sel kulit
mati dari batang rambut dan kulit kepala atau menyehatkan rambut (Sagarin,
1957).
Shampoo perlu menggunakan substansi yang memiliki afinitas terhadap minyak, yaitu detergent. Detergent mengurangi tegangan permukaan dari air sehingga air dapat membasahi serabut rambut. Dalam memilih detergent perlu memperhatikan beberapa hal meliputi: efek detergent terhadap permukaan yang akan dibersihkan, stabilitas detergent, danefisiensi detergent (Young, 1972).
Shampoo tersedia dalam berbagai tipe dan bentuk yang diklasifikasikan berdasarkan penampakan fisik. Bentuk-bentuk shampoo meliputi shampoo cair jernih, shampoo dalam bentuk krim atau shampoo dalam bentuk gel dan shampoo kering (Sagarin, 1957).
Shampoo ditujukan untuk membersihkan rambut dan kulit kepala dari segala macam kotoran dan aman digunakan. Maka dari itu, shampoo harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
(1) dapat menghilangkan lemak dan polutan atmosfer dari rambut dan kulit
kepala,
(2) dapat menghilangkan sisa aplikasi perawatan rambut sebelumnya,
(3) menghasilkan busa yang optimum, memuaskan pengguna,
(4) menghasilkan rambut yang mudah disisir,
(5) tidak toksik dan tidak mengiritasi, dan
E. Surfaktan 1. Definisi
Surfaktan merupakan senyawa yang jika pada konsentrasi rendah
memiliki sifat untuk teradsorbsi pada permukaan maupun antarmuka dari suatu
sistem dan mampu menurunkan energi bebas permukaan maupun energi bebas
antarmuka (Rosen, 1978).
Surfaktan merupakan komponen penting dalam shampoo, karena berhubungan dengan kualitas busa yang dihasilkan. Surfaktan berfungsi untuk
membersihkan kotoran yang ada di rambut, baik kotoran yang larut, tidak larut
maupun sebum (Rieger, 1997).
2. Jenis-jenis surfaktan
Surfaktan terdiri dari empat jenis, yaitu :
a. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik yang sering dipakai adalah sodium lauryl sulfate dan triethanol lauryl sulfate karena memiliki daya pembersih yang kuat bahkan dalam air sadah sekalipun (Tranggono dan Latifa, 2007). Surfaktan anionik merupakan surfaktan
yang paling sering digunakan (70-75% dari total penggunaan surfaktan).
Surfaktan anionik bervariasi, berdasarkan modifikasi gugus hidrofobik. Muatan
negatif surfaktan berasal dari gugus karboksil. Adanya gugus karboksil
menjadikan surfaktan ini sensitif terhadap kehadiran kation, konsentrasi garam
b. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik memiliki daya pembasah yang kuat namun daya pembersihnya
kurang baik. Surfaktan ini tidak pernah dicampur dengan surfaktan anionik karena
dapat menonaktifkannya (Tranggono dan Latifa, 2007). Surfaktan kationik
memiliki kemampuan pembersihan dan pembusaan yang lebih rendah
dibandingkan surfaktan anionik, tidak kompatibel dengan surfaktan anionik, dan
dapat mengiritasi mata (Wilkinson, 1982).
c. Surfaktan amfoterik
Surfaktan amfoterik memiliki kedua muatan, yaitu anionik dan kationik pada
kepala hidrofiliknya. Bagian negatif biasanya karboksilik dan bagian positif
biasanya amino. Pada suasana basa, fungsi anionik lebih dominan sedangkan pada
suasana asam fungsi kationik lebih dominan (Mottram and Lees, 2000).
d. Surfaktan non ionik
Surfaktan ini bukan komposisi utama dalam shampoo karena hanya menghasilkan sedikit busa tetapi keberadaaannya penting sebagai co-surfactant, modifikasi rheologi dan solubilisasi komponen yang insoluble. Contoh surfaktan non ionik, yaitu fatty acid alkanolamide, fatty amine oxide, dan alkylpolyglucosides (Tranggono dan Latifa, 2007).
3. Sodium lauryl sulfate
Sodium lauryl sulfate berasal dari sulfatasi campuran yang secara sintetik disiapkan C-12 atau C-14 asam lemak alkohol. Sodium lauryl sulfate digunakan secara intensif sebagai pembersih karena kestabilannya yang unggul (Rieger,
Gambar 5. Struktur sodium lauryl sulfate (Rowe, 2009)
Sodium lauryl sulfate tidak larut dalam air dingin, kelarutannya akan meningkat dengan adanya kenaikan temperatur dan tidak kompatibel dengan
garam dari ion logam polivalen. Sodium lauryl sulfate bila bereaksi dengan surfaktan kationik, akan kehilangan aktivitasnya dan menimbulkan pengendapan
(Rowe, 2009).
4. Cocamidopropyl betaine
Cocamidopropyl betaine efektif memodifikasi busa, mampu membentuk komplek dengan molekul surfaktan yang memaksimalkan gaya tarik
intermolekuler dengan surfaktan dan meningkatkan viskositas film (Rieger, 1997).
Gambar 6. Struktur cocamidopropyl betaine (Hunter and Flowler, 1998) Cocamidopropyl betaine berupa kationik pada suasana asam dan berupa anionik pada suasana basa. Surfaktan ini lembut dan membersihkan dengan efektif
serta menghasilkan busa yang optimum. Kelebihan cocamidopropyl betaine, yaitu kompatibel dengan surfaktan anionik, kationik, dan non ionik serta memodifikasi
viskositas. Penggunaan bersama anionik surfaktan akan menurunkan sifat iritatif
F. Thickening Agent
Thickening agent meliputi carbomer, polimer selulosa, komponen gum, dan polietilen glikol. Kekentalan shampoo dapat diperoleh dengan penggunaan bahan pengental alam dan sintetik. Bahan sintetik lebih sering digunakan karena
mencegah terbentuknya lapisan film dan tidak tertinggal di rambut. Polivinil
alkohol atau polivinil pirolidon termasuk bahan pengental yang sering digunakan
(Sagarin, 1957).
Gel merupakan salah satu thickening agent melalui mekanisme pengikatan molekul solven ke dalam jaringan polimer, sehingga mengurangi
pergerakan dan menghasilkan viskositas sistem yang lebih tinggi. Gel sering
digunakan dalam produk kosmetik karena memiliki penampilan transparan yang
menarik (Paye, Barel, and Maibach, 2006).
G. Carbopol
Carbopol berasal dari polimer sintesis dengan berat molekul tinggi dari
ikatan silang asam akrilat dengan allyl eter dari sukrosa lain atau allyl eter dari pentaprythriol. Carbopol homopolimer mengandung tidak kurang dari 56,0% dan tidak lebih dari 68,0% gugus asam karboksilat, perhitungan berdasarkan zat yang
sudah dikeringkan (Ravissot and Drake, 2000).
Carbopol akan lebih kental pada pH 6-11 dan viskositasnya berkurang bila pH
kurang dari 3 atau lebih dari 12. Carbopol bersifat higroskopis (Barry, 1983).
Gambar 7. Monomer asam akrilat polimer Carbopol (Rowe, 2009)
Carbopol digunakan sebagai agen pengemulsi untuk emulsi minyak
dalam air (pada konsentrasi 0,1-0,5%), suspending agent (pada konsentrasi 0,5-1%), gelling agent (pada konsentrasi 0,5-2%), agen peningkat viskositas dan sebagai pengikat tablet. Carbopol telah digunakan dalam krim, gel dan salep yang
diaplikasikan pada mata, dubur secara topikal. Selain penggunaannya dalam
obat-obatan, Carbopol juga banyak digunakan dalam kosmetik. Dalam penggunaannya
serbuk basis Carbopol ditaburkan ke air kemudian dilakukan pengadukan.
Pengadukan dilakukan dengan kuat untuk menghindari terbentuknya gumpalan
yang sulit dihilangkan. Setelah dispersi seragam diperoleh, Carbopol dinetralkan
dengan penambahan basa, seperti asam amino, boraks, kalium hidroksida, natrium
bikarbonat, natrium hidroksida dan trietanolamin dalam sistem polar dan
stearylamine dan laurylamine dalam sistem non polar. Sebagai panduan umum, sekitar 0,4 g natrium hidroksida diperlukan untuk menetralkan 1 g basis Carbopol
H. Humectant
Humectant merupakan senyawa organik larut dalam air. Humectant dapat bekerja pada barier lipid. Lipid stratum corneum merupakan hambatan hilangnya
air dari kulit. Lipid stratum corneum berupa kristal padat dan cair, yang
memungkinkan air melalui lipid bilayer. Kristal padat lebih mudah retak sehingga
kulit menjadi kering. Kristal cair lipid bertahan pada kelembaban tinggi, apabila
kelembaban rendah akan terjadi dehidrasi (Leyden and Rawlings, 2002).
Gliserol, polietilenglikol, dan propilenglikol merupakan contoh
humectant, dapat bercampur pada konsentrasi 5% menjadi air suspensi untuk aplikasi eksternal. Humectant digunakan untuk mencegah produk menjadi kering setelah diaplikasikan pada kulit. Selain itu, humectant dapat ditambahkan dalam formulasi emulsi untuk mengurangi penguapan air saat kemasan terbuka maupun
penguapan air setelah digunakan pada kulit (Aulton, 1988).
I. Propilenglikol
Propilenglikol merupakan bahan yang berfungsi sebagai humectant, pelarut, dan plasticizer. Fungsi lain propilenglikol adalah sebagai pengawet pada konsentrasi 15-30%, hygroscopic agent, desinfectant, stabilizer, dan pelarut pengganti yang dapat campur dengan air (Anonim, 1983; Anger, Claude, Rupp
and Lo, 1996).
Propilenglikol berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,
praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab, dapat bercampur dengan
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Direktorat Jenderal Pengawas Obat
dan Makanan, 1995). Propilenglikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila
diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan, atau injeksi intramuskular, dan
telah dilaporkan tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada 38% pemakaian
propilenglikol secara topikal (Anonim, 1983).
Gambar 8. Struktur propilenglikol (Rowe, 2009)
J. Formulasi 1. Natrium klorida
Natrium klorida berupa bubuk kristal putih atau kristal tak berwarna,
rasanya asin. Kisi kristal adalah struktur berpusat muka kubik. Natrium klorida
padat tidak mengandung kristalisasi air, namun di bawah 00C, garam
memungkinkan untuk mengkristal sebagai suatu dihidrat. Natrium klorida
digunakan untuk memodifikasi obat dalam bentuk sediaan gel dan emulsi.
Natrium klorida dapat digunakan untuk mengontrol ukuran misel dan untuk
menyesuaikan viskositas dispersi polimer dengan mengubah karakter ionik dari
formulasi (Rowe, 2009).
2. Asam askorbat
Asam askorbat berupa serbuk putih untuk cahaya berwarna kuning,
bersifat non higroskopik, tidak berbau, rasa asam tajam dan secara bertahap
antioksidan dalam larutan farmasi formulasi pada konsentrasi 0,01-0,1% w/v.
Asam askorbat telah digunakan untuk mengatur pH larutan untuk injeksi dan
terbukti bermanfaat sebagai bahan stabilisasi pada misel yang mengandung
campuran tetrazepam (Rowe, 2009).
Gambar 9. Strukur asam askorbat (Rowe, 2009) 3. Metil paraben
Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik,
produk makanan, dan formulasi farmasi. Pada kosmetik, metil paraben adalah
pengawet yang paling sering digunakan. Paraben efektif atas kisaran pH yang luas
dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Paraben paling efektif
terhadap ragi dan kapang. Aktivitas antimikrobial paraben meningkat seiring
dengan rantai panjang gugus alkil meningkat, namun kelarutan dalam air
berkurang (Rowe, 2009).
Keberhasilan pengawet dapat ditingkatkan dengan penambahan
propilenglikol (2-5%), atau dengan menggunakan paraben dalam kombinasi
dengan agen antimikroba lainnya seperti imidurea. Selain itu, aktivitas
antimikroba dapat ditingkatkan dengan menggunakan kombinasi paraben sebagai
efek sinergis. Oleh karena itu, kombinasi metil-, etil-, propil-, dan butil paraben
Gambar 10. Struktur metil paraben (Rowe, 2009)
K. Uji Sifat Fisis 1. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, makin tinggi viskositas akan makin besar tahanannya. Penggolongan
bahan menurut tipe aliran dan deformasinya dibagi menjadi dua, yaitu sistem
Newtonian dan sistem non Newtonian (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993). Senyawa yang mengikuti sistem Newtonian, contohnya: gliserin, alkohol, air, kloroform, minyak jarak, dan minyak zaitun. Sistem Newtonian memiliki rate of shear yang berbanding lurus dengan shearing stress. Semakin besar viskositas suatu cairan maka semakin besar shearing stress yang diberikan. Persamaannya sebagai berikut:
Keterangan :
F’ = gaya
A = luas permukaan
dv = perbedaan kecepatan
dr = perbedaan jarak (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993).
Gambar 11. Aliran Newtonian (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993) Dispersi heterogen cairan dan padatan seperti larutan koloid, emulsi,
suspensi cair tidak mengikuti persamaan aliran Newtonian namun mengikuti sistem non Newtonian. Sistem non Newtonian meliputi tiga aliran, yaitu plastis, pseudoplastis, dan dilatan. Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang terflokulasi dalam suspensi pekat. Aliran plastis mempunyai ciri adanya yield value. Yield value disebabkan oleh adanya kontak partikel-partikel berdekatan (disebabkan oleh gaya Van der Walls) yang harus dipecah sebelum aliran terjadi (Aulton, 1988).
Aliran pseudoplastis diperlihatkan oleh polimer-polimer dalam larutan, kurva dimulai dari titik (0,0). Viskositas pada pseudoplastis berkurang dengan meningkatnya rate of shear. Rheogram lengkung disebabkan karena kerja shearing . Dengan adanya peningkatan shearing stress, molekul yang tidak beraturan mulai menyusun sumbu yang panjang dalam arah aliran. Pengarahan
akan mengurangi tahanan dan mengakibatkan rate of shear yang lebih besar pada shearing stress berikutnya (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993).
Gambar 13. Aliran pseudoplastis (Martin, Swarbick, and Cammarata, 1993) Zat-zat yang memiliki aliran dilatan adalah suspensi-suspensi dengan presentase zat terdispers tinggi dan partikel-partikel kecil yang mengalami
deflokulasi. Peningkatan rate of shear akan menghambat cairan untuk mengalir (Aulton, 1988).
Viskositas merupakan parameter rheologi yang penting dalam sediaan
semisolid. Peningkatan viskositas dapat meningkatkan waktu kontak sediaan pada kulit (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002). Viskositas sediaan menentukan
lama tinggal sediaan pada kulit, sehingga obat dapat dihantarkan dengan baik.
Semakin tinggi viskositas, maka kontak sediaan pada kulit akan semakin lama.
Viskositas sediaan dapat ditingkatkan dengan penggunaan bahan baku yang
digunakan secara umum, misalnya polimer yang memiliki tingkat viskositas
tertentu (Donovan and Flanagan, 1996).
2. Busa
a. Definisi. Busa adalah suatu sistem dispers yang terdiri atas gelembung gas yang dibungkus oleh lapisan cairan. Adanya perbedaaan densitas yang signifikan
antara gelembung gas dan medium, maka sistem akan memisah menjadi dua
lapisan dengan cepat di mana gelembung gas akan naik ke atas. Ketika gelembung
gas dimasukkan di bawah permukaan cairan, maka gelembung itu akan langsung
pecah saat cairan mengalir (drainage) sehingga suatu cairan murni tanpa surfaktan tidak akan berbusa (Tadros, 2005).
b. Proses terbentuknya busa. Busa dihasilkan ketika udara atau beberapa gas berada pada permukaan cairan yang membungkus gas tersebut dengan lapisan
film cairan. Busa mempunyai struktur gas menyerupai sarang lebah yang
dindingnya tersusun dari lapisan film cairan dengan sisi-sisi sejajar bidang.
Sisi-sisi film disebut lamela. Busa akan rusak ketika cairan mengalir keluar dari antara
dua permukaan sejajar lamela, yang menyebabkan busa secara progresif menipis
. Gambar 15. Mekanisme elastisitas film (Rosen, 1978)
Busa umumnya meningkat dengan peningkatan konsentrasi surfaktan di
bawah CMC sampai mendekati CMC, pada daerah tersebut akan menghasilkan
busa yang maksimum. Keefektifan surfaktan bergantung pada kemampuannya
dalam mengurangi tegangan permukaan dari larutan berbusa dan besarnya gaya
kohesi intermolekular (Rosen, 1978).
c. Evaluasi busa. Evaluasi busa dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut:
1) Sabun sejumlah 2,95 g ditimbang, dihaluskan, dan dilarutkan dalam 800
mL aquadest. Larutan tersebut diambil 500 mL, dituang ke dalam labu, dan diaduk kuat selama 2 menit dengan pengaduk mekanik elektrik. Pengamatan
tinggi busa dilakukan setelah 5 menit (Edoga, 2009).
2) RossMilles
Pada evaluasi ini, 200 mL larutan shampoo dituangkan melalui kolom gelas yang terdiri dari 50 cc larutan yang sama. Setelah beberapa waktu, umumnya lima
menit tinggi busa diukur. Metode ini tidak memberikan hasil tinggi busa dan
volume busa yang akurat (Klein, 2004).
3) Cylindershake
beberapa waktu. Hasil pengukuran ini sangat subyektif, sehingga kurang
reprodusibel (Klein, 2004).
4) Perforateddisk
Metode evaluasi ini ditemukan sejak tahun 1958. Evaluasi menggunakan
perforated disk dilakukan dengan meletakkan 200 g larutan shampoo dalam silinder gelas (diameter 6,3 cm dan panjang 30 cm). Perforated disk digerakkan naik turun dalam tube dengan laju 30 kali per menit. Hasil dari metode ini konsisten, namun busa dapat hilang saat evaluasi (Klein, 2004).
5) Moldovanyi-Hungerbubler
Larutan shampoo 500 mL dituangkan dalam labu. Labu dapat dilalui gas nitrogen dengan laju 17 liter/menit. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan 2 liter
busa diukur. Cairan dikeringkan dan labu ditimbang. Maka, densitas busa dapat
terukur (Klein, 2004).
6) Blender foam volume
Pada metode ini 10% larutan shampoo dipersiapkan. Sebanyak 4 g larutan shampoo tersebut ditambahkan pada 146 g air pada 29oC. Larutan diagitasi selama 10 detik pada blender dengan kecepatan medium. Busa dituang pada silinder 100 mL dan volumenya diukur setelah 3,5 menit (Klein, 2004).
7) Shampoo sejumlah 0,5 g dalam 50 mL aquadest (40oC) diaduk dengan magneticstirrer. Larutan dituang ke dalam gelas ukur dan dilakukan penggojogan 20 kali dengan kecepatan konstan. Pengamatan volume busa dilakukan pada menit
L. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah aplikasi persamaan regresi, suatu teknik untuk
memberikan model hubungan antara satu atau lebih variabel bebas dengan
variabel respon. Analisis tersebut menghasilkan persamaan matematika. Desain
faktorial dua faktor dua level menunjukkan ada dua faktor (misal faktor a dan
faktor b) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level
rendah dan level tinggi. Desain faktorial dapat untuk mengetahui faktor yang
dominan berpengaruh secara signifikan terhadap respon tertentu (Bolton, 1990).
Jumlah percobaan pada desain faktorial ditentukan menggunakan rumus
level pangkat faktor. Desain faktorial dua level dan dua faktor memerlukan empat
percobaan (22 = 4, dengan 2 menunjukkan level dan 2 menunjukkan jumlah
faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan 4 adalah formula untuk
percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan
formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1990).
Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan. Rancangan
percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level :
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Formula Faktor A Faktor B Interaksi
Formula (1) = faktor A level rendah, faktor B level rendah
Formula a = faktor A level tinggi, faktor B level rendah
Formula b = faktor A level rendah, faktor B level tinggi
Formula ab = faktor A level tinggi, faktor B level tinggi
Persamaan matematika yang diperoleh dari desain faktorial sebagai
berikut:
Y = B0 + B1x1 + B2x2 + B12x1x2
Keterangan:
Y = respon hasil atau sifat yang diamati
x1, x2 = level faktor A , level faktor B
B0 = rata-rata hasil semua percobaan
B1, B2, B12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata- rata respon
pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah dibagi dengan jumlah
level (Bolton, 1990).
Desain faktorial memiliki keuntungan, yaitu metode ini memungkinkan
untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar
faktor (Bolton, 1990).
M. Landasan Teori
Rambut merupakan mahkota setiap insan. Rambut dapat mengalami
kerusakan seperti rontok, kasar, kering, berketombe, dan bercabang. Teh hijau dan
dan menurunkan berat badan. Ekstrak teh hijau mengandung
epigalokatekin-3-galat yang diketahui dapat mencegah apotosis dan meningkatkan proliferasi
human dermal papilla cell.
Salah satu produk perawatan rambut yang paling sering digunakan adalah
shampoo. Shampoo merupakan sistem surfaktan yang dalam keadaan tertentu dapat membersihkan kotoran berupa solid maupun liquid serta menyehatkan kulit kepala dan rambut. Surfaktan anionik menjadi pilihan karena sifat detergensinya
tinggi sedangkan surfaktan non ionik dapat memodifikasi busa.
Dalam memformulasi suatu shampoo, parameter yang dilihat adalah viskositas dan busa. Shampoo yang mudah dituang tetapi tidak mudah jatuh bila diaplikasikan dan menghasilkan busa yang optimum, akan menghasilkan tingkat
penerimaan konsumen yang tinggi. Sifat fisis dan kestabilan shampoo yang baik dapat dihasilkan melalui variasi kombinasi bahan pengental dan humectant. Selain itu, humectant diharapkan dapat menjaga kelembaban rambut.
Carbopol 940 adalah bahan pengental yang memiliki viskositas dan
kejernihan yang baik. Propilenglikol merupakan senyawa yang dapat menarik air
sehingga dapat berfungsi sebagai humectant dan tidak iritatif. Carbopol 940 dapat meningkatkan viskositas sediaan shampoo sedangkan propilenglikol dapat menurunkan viskositas sediaan shampoo. Kombinasi Carbopol 940 dan propilenglikol dapat menghasilkan viskositas tertentu yang dapat dituang.
Viskositas medium berpengaruh terhadap ketahanan busa shampoo, semakin tinggi viskositas medium dapat mencegah busa bergabung sehingga tidak mudah
Variasi kombinasi Carbopol 940 dan propilenglikol memungkinkan
berpengaruh terhadap viskositas dan ketahanan busa shampoo yang dapat dievaluasi menggunakan desain faktorial 2 faktor dan 2 level.
N. Hipotesis
Variasi jumlah Carbopol 940, propilenglikol, serta interaksi antara
Carbopol 940 dan propilenglikol memberikan efek yang signifikan tehadap sifat
29 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian eksperimental dengan
desain penelitian secara desain faktorial. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Teknologi Sediaan Steril Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi Carbopol 940
sebagai thickening agent dan propilenglikol sebagai humectant dalam formula shampoo ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.), dalam level rendah dan level tinggi.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas dan
ketahanan busa) dan stabilitas shampoo (profil viskositas dan ketahanan busa secara periodik selama 1 bulan; nilai pergeseran viskositas dan nilai perubahan
ketahanan busa setelah 1 bulan penyimpanan).
3. Variabel pengacau terkendali
Dalam penelitian ini adalah alat dan bahan yang digunakan, suhu
4. Variabel pengacau tak terkendali
Dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruang untuk
pembuatan dan penyimpanan.
C. Definisi Operasional
1. Shampoo adalah sediaan dalam bentuk setengah cair yang tersusun atas surfaktan, pengental, air, humectant dan bahan aditif lain yang meliputi pengatur pH, pengawet, serta pembuatannya sesuai prosedur pembuatan
shampoo pada penelitian ini.
2. Ekstrak kering teh hijau adalah serbuk halus hasil ekstraksi daun teh hijau
yang mengandung epigalokatekin-3-galat (EGCG), yang diperoleh dari PT.
Sido Muncul.
3. Faktor adalah besaran yang berpengaruh terhadap respon, dalam penelitian ini
menggunakan 2 faktor, yaitu Carbopol 940 dan propilenglikol.
4. Level adalah tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2 level, yaitu
level tinggi dan level rendah. Level rendah Carbopol 940 adalah 3 g dan level
tinggi 5 g. Level rendah propilenglikol adalah 20 g dan level tinggi 40 g.
5. Thickening agent adalah agen yang berfungsi meningkatkan viskositas dalam penelitian ini digunakan Carbopol 940.
6. Humectant adalah bahan yang dapat mempertahankan kandungan air pada sediaan dengan mengikat lembab dari lingkungan. Dalam penelitian
7. Respon adalah besaran yang dapat diamati dan dikuantifikasikan, dalam
penelitian ini respon adalah sifat fisis dan stabilitas shampoo.
8. Viskositas adalah tahanan shampoo untuk mengalir saat diisikan ke dalam wadah dan dikeluarkan saat diaplikasikan pada rambut, yang diukur dengan
menggunakan viscotester seri VT 04 RION-Japan dan dinyatakan dalam satuan d.Pa.s.
9. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk bertahan atau tidak hilang
selama 5 menit setelah divortex. Nilainya didapat dari selisih tinggi busa pada menit ke-0 setelah divortex dengan tinggi busa pada menit ke-5 setelah divortex dan dinyatakan dalam satuan cm.
10. Efek adalah perubahan yang disebabkan variasi faktor dan level.
11. Desain faktorial adalah metode penelitian yang memungkinkan untuk
evaluasi efek dari dua faktor, yaitu Carbopol 940 dan propilenglikol dan dua
level, yaitu level rendah dan level tinggi.
D. Bahan Penelitian
Brataco Chemica Yogyakarta, nipagin (Pharmaceutical Grade) distributor PT. Brataco Chemica Yogyakarta, natrium klorida (Pharmaceutical Grade) distributor PT. Brataco Chemica Yogyakarta, propilenglikol (Pharmaceutical Grade) distributor PT. Brataco Chemica Yogyakarta, dan aqua demineralisata.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan meliputi seperangkat alat gelas Pyrex-Germany, neraca Mettler-Toledo PL 300, neraca analitik Mettler-Toledo AB204, hot plate Cenco, termometer, mixer Sharp EMH-15L(W), pH meter Merck, vortex Cenco, tabung berskala, viscotester seriVT 04 RION-Japan.
F. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi dan verifikasi ekstrak kering teh hijau
Identifikasi ekstrak dilakukan dengan menggunakan reaksi warna sesuai
prosedur yang terdapat dalam Materia Medika Indonesia V. Perlakuan terhadap
ekstrak kering teh hijau dari PT. Sido Muncul dan hasil positifnya adalah sebagai
berikut:
Tabel II. Identifikasi ekstrak teh hijau (Camelliasinensis L.)
Perlakuan Hasil Positif
2 mg serbuk daun+ 5 tetes asam sulfat P Berwarna kuning
Hasil perlakuan dibandingkan dengan hasil positif ekstrak teh hijau (Camellia sinensis L.) yang terdapat dalam tabel II.
Verifikasi dilakukan dengan membandingkan warna bercak dan nilai Rf
ekstrak kering teh hijau dengan standar epigalokatekin-3-galat (EGCG) yang
terdapat pada hasil uji Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu
Universitas Gadjah Mada.
2. Pembuatan shampoo
a. Formula. Formula shampoo ekstrak kering teh hijau sebagai berikut: A Carbopol 940 x %
Natrium hidroksida 20%b/v q.s pH 7,0
B Sodium lauryl sulfate 10,0 g Nipagin 0,1 g
C Cocamidopropyl betaine 10,0 g Natrium klorida 25%b/v 8,0 g
D Ekstrak kering teh hijau 2,2 g
Asam askorbat 0,1 %b/v q.s pH 6,0
Propilenglikol y %
Rancangan percobaan
Tabel III. Rancangan formula percobaan
F1 F a F b F ab
b. Pembuatan natrium hidroksida 20% b/v. Natrium hidroksida ditimbang
kurang lebih seksama 20 g kemudian dilarutkan sampai 100 mL aqua demineralisata
c. Pembuatan natrium klorida 25% b/v. Natrium klorida ditimbang kurang
lebih seksama 50 g kemudian dilarutkan sampai 200 mL aqua demineralisata. d. Pembuatan asam askorbat 0,1 % b/v. Asam askorbat ditimbang kurang
lebih seksama 0,1 g kemudian dilarutkan sampai 100 mL aqua demineralisata. e. Cara kerja pembuatan formula. Pembuatan formula dilakukan sebagai
berikut:
1) Pengembangan Carbopol 940
2) Bagian B: Setengah bagian aqua demineralisata dalam beaker gelas dipanaskan kemudian sodium lauryl sulfate dimasukkan dan diaduk hingga larut. Nipagin ditambahkan dan diaduk hingga larut.
3) Bagian C: Ekstrak teh hijau dilarutkan dalam asam askorbat dan diaduk
hingga larut (campuran 1). Campuran 1 dimasukkan ke dalam propilenglikol
(campuran 2).
4) Bagian D: Larutan sodium lauryl sulfate dimasukkan ke dalam mucilago dan diaduk dengan kecepatan putar mixer 1 selama 5 menit. Natrium klorida 25%
b/v ditambahkan dan dilanjutkan pengadukan selama 5 menit. Cocamidopropyl betaine ditambahkan dan diaduk selama 5 menit lalu ditambahkan campuran 2 kemudian dilanjutkan lagi pengadukan selama 3 menit. Essence green tea ditambahkan dan dilanjutkan pengadukan selama 2 menit.
3. Uji sifat fisis shampoo
a. Uji viskositas. Sebanyak 150 g shampoo dimasukkan ke dalam wadah dan dipasang pada viscotester. Sistem didiamkan 5 menit agar sediaan punya kesempatan untuk menstabilkan diri terlebih dahulu. Alat dinyalakan dan
mengamati gerakan jarum penunjuk pada viscotester serta mencatat viskositas yang terukur.
b. Uji ketahanan busa. Shampoo ditimbang sebanyak 0,5 g dan dilarutkan dalam 50 mL air. 10 mL larutan shampoo diambil dan dimasukkan ke tabung reaksi berskala ukuran 25 mL. Bagian atas tabung reaksi ditutup dan divortex selama 2 menit. Tinggi busa pada menit ke-0 dan menit ke-5 dicatat. Selisih tinggi
G. Analisis Hasil
Data hasil standarisasi dan kandungan senyawa aktif mengacu pada
Certificate of Analysis (CoA). Data identifikasi ekstrak berupa warna yang terbentuk setelah ekstrak direaksikan dengan larutan tertentu. Warna yang
terbentuk dibandingkan dengan hasil positif ekstrak teh hijau dalam Materia
Medika Indonesia V. Data verifikasi ekstrak berupa warna bercak dan nilai Rf
berdasarkan hasil uji dari Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas
Gadjah Mada.
Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah data viskositas dan
ketahanan busa; viskositas, dan ketahanan busa secara periodik; % pergeseran viskositas dan % perubahan ketahanan busa selama 1 bulan penyimpanan. Dengan
metode desain faktorial dapat dihitung besarnya efek Carbopol 940, propilenglikol
dan interaksinya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas shampoo ekstrak kering teh hijau.
Analisis data viskositas dan ketahanan busa secarta periodik
menggunakan uji Repeated Measure ANOVA apabila data normal dan uji Friedman-Uji Wilcoxon apabila data tidak normal. Dari hasil analisis akan diperoleh nilai probabilityvalue (p). Apabila nilai p kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa paling tidak terdapat perbedaan antara pengukuran dan jika p
lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
diantara pengukuran.
Analisis data viskositas 48 jam, ketahanan busa 48 jam, pergeseran
dengan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis akan
menghasilkan nilai p. Apabila nilai p kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan
38 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi dan Verifikasi Ekstrak Kering Teh Hijau
Ekstrak kering teh hijau dalam penelitian ini berasal dari PT. Sido
Muncul. Hasil standarisasi dan kadar senyawa aktif mengacu pada Certificate of Analysis (CoA). Identifikasi ekstrak menggunakan reaksi warna berdasarkan Materia Medika Indonesia (MMI) dan verifikasi menggunakan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT).
Identifikasi ekstrak bertujuan untuk mengetahui bahwa ekstrak yang akan
digunakan dalam penelitian merupakan ekstrak kering teh hijau. Ekstrak
direaksikan dengan larutan tertentu dan mengamati warna yang terjadi. Apabila
warna yang terjadi sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam MMI, dapat
disimpulkan bahwa ekstrak merupakan ekstrak teh hijau. Hasil identifikasi ekstrak
Tabel IV. Hasil identifikasi ekstrak yang berasal dari PT. Sido Muncul
asam sulfat P Berwarna kuning Berwarna kuning + 2 mg serbuk daun + 5 tetes
asam sulfat 10 N Bewarna kuning Berwarna kuning + 2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan besi (III) klorida P 5 % b/v
Berwarna coklat Berwarna coklat +
2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan asam klorida P Berwarna kuning Berwarna kuning + 2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan amonia (25%) P Berwarna coklat Berwarna coklat + 2 mg serbuk daun + 5 tetes
larutan asam asetat encer P
Berwarna kuning penggunaan reagen tertentu memberikan hasil warna yang sama dengan ketentuan
identifikasi teh hijau dalam MMI.
Verifikasi ekstrak menggunakan uji kualitatif secara KLT. Uji kualitatif
ekstrak kering teh hijau bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak kering teh
hijau mengandung senyawa epigalokatekin-3-galat (EGCG) yang diinginkan
dalam penelitian ini. Uji kualitatif dengan KLT menggunakan fase diam silika gel
GF 254 dan fase gerak kloroform-asam asetat-asam formiat-isopropanol. Reagen
penyemprot yang digunakan, yaitu vanilin asam klorida. Uji kualitatif dengan
KLT dilakukan dengan membandingkan warna bercak dan nilai Rf antara baku
identik menunjukkan bahwa ekstrak kering teh hijau mengandung EGCG. Warna
bercak diamati pada UV 254 nm, UV 365 nm, dan visibel untuk mengetahui dan
membandingkan warna bercak sampel dan baku pada masing-masing
pengamatan.
Gambar 16. Hasil uji kualitatif dengan KLT
Pada gambar 16, totolan paling kiri pada plat KLT adalah totolan baku
EGCG dan totolan sebelah kanan pada plat KLT merupakan totolan sampel
ekstrak teh hijau. Berdasarkan bukti hasil uji tersebut, ekstrak kering teh hijau
positif mengandung EGCG karena warna bercak nilai Rf antara baku dan sampel
identik.
Certificate of Analysis (CoA) menunjukkan bahwa ekstrak kering teh hijau mengandung EGCG sebesar 8,4% b/b. Kadar EGCG adalah 8,4 g dalam
Human dermal papilla cells memegang peranan penting dalam pembentukan rambut dan siklus pertumbuhan rambut. Pada penelitian ini, jumlah ekstrak kering
teh hijau yang digunakan yaitu 2,2 g.
B. Pembuatan Shampoo Ekstrak Kering Teh Hijau
Sediaan yang dibuat dalam penelitian ini adalah sediaan shampoo yang bertujuan untuk membersihkan rambut dari kotoran yang berupa minyak, partikel
yang larut maupun tidak larut. Pada pembuatan shampoo ini ditambahkan ekstrak kering teh hijau. Ekstrak kering teh hijau menjadi pilihan karena berdasarkan
penelitian, ekstrak kering teh hijau memiliki banyak manfaat antara lain
antioksidan, antibakteri, menginduksi perpanjangan folikel rambut, dan
mengurangi iritasi dari bahan kimia, namun ekstrak kering teh hijau memiliki sifat
mudah teroksidasi sehingga warnanya menjadi lebih gelap. Oleh karena itu, perlu
dilakukan studi untuk menghasilkan shampoo ekstrak kering teh hijau yang acceptable.
Dalam membuat sediaan shampoo, kontrol viskositas merupakan hal yang penting, karena semakin tinggi viskositas maka busa yang dihasilkan akan
bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama (Tadros, 2005), namun apabila
viskositas terlalu tinggi maka sediaan akan sulit dikeluarkan dari wadah sehingga
mengurangi acceptabilitas pengguna. Carbopol 940 merupakan bahan pengental
bersamaan untuk menurunkan viskositas sediaan. Oleh karena itu, peneliti ingin
melihat efek kedua faktor terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan shampoo. Rancangan percobaan yang digunakan adalah desain faktorial dua faktor
dua level. Desain formula yang dibuat berjumlah empat yaitu formula 1 (level
rendah Carbopol 940 dan level rendah propilenglikol), formula a (level tinggi
Carbopol 940 level rendah propilenglikol), formula b (level rendah Carbopol 940
dan level tinggi propilenglikol), dan formula ab (level tinggi Carbopol 940 dan
level tinggi propilenglikol).
Penelitian ini menggunakan bahan-bahan dengan fungsi yang
berbeda-beda sesuai rentang jumlah yang digunakan. Carbopol 940 berfungsi sebagai
bahan pengental karena memiliki bobot molekul dan viskositas yang tinggi.
Carbopol 940 merupakan polimer sintetik yang mudah mengembang dalam air.
Dengan adanya air, struktur Carbopol yang semula berbentuk coil akan berubah menjadi lurus (Gambar 17).
Gambar 17. Perubahan struktur Carbopol dari coiled menjadi lurus (Anonim, 2001)
Carbopol dikembangkan selama 24 jam dengan tujuan memberikan
waktu yang optimum untuk Carbopol mengembang. Carbopol yang telah
Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menggunakan basa tertentu.
Penetralan akan menghasilkan tolak menolak pada gugus COO- Carbopol
sehingga strukturnya menjadi lebih rigid dan viskositasnya meningkat (Osborne,
1990). Carbopol memiliki viskositas optimum saat pH 6,5-7.
Natrium hidroksida dipilih sebagai penetral karena penggunaan natrium
hidroksida memberikan penampilan yang lebih jernih (Kartika, 2010).
Penggunaaan basa seperti natrium hidroksida pada kasus tertentu berpengaruh
pada kejernihan Carbopol (Anonim, 1997).
Sediaan shampoo berfungsi untuk membersihkan, maka surfaktan merupakan komponen terpenting untuk memenuhi efek detergensi yang
diharapkan. Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sodium lauryl sulfate (SLS) dan cocamidopropyl betaine. Penggunaan kombinasi dua surfaktan ini bertujuan untuk efektifitas mekanisme detergensi dan optimalisasi busa yang
dihasilkan. SLS merupakan surfaktan anionik yang memiliki sifat detergensi
tinggi namun dapat mengiritasi maka penggunaannya terbatas. SLS memiliki nilai
detergensi tinggi karena nilai HLB SLS tinggi. Nilai HLB yang tinggi
menunjukkan bahwa surfaktan bersifat hidrofil sehingga mudah dibilas dengan air
(Liebermann, 1996). Cocamidopropyl betaine merupakan surfaktan amfoterik yang sering digunakan secara bersamaan dengan surfaktan anionik. Kelebihan
cocamidopropyl betaine yaitu tidak mengiritasi, dapat mempertahankan busa yang terbentuk, dan memberikan efek lembut (Mottram and Lees, 2000). Oleh karena
itu, untuk memperoleh efek detergensi dan busa yang optimal digunakan
Sediaan shampoo berfungsi untuk membersihkan kotoran yang terdapat pada substrat (kulit kepala dan rambut). Kotoran tersebut dalam bentuk solid dan liquid yang larut air (bersifat hidrofil) maupun yang tidak larut air (bersifat hidrofob). Kotoran yang bersifat hidrofob lebih sulit dibersihkan, dibandingkan
kotoran yang bersifat hidrofil.
Shampoo mengandung surfaktan anionik, yang mempengaruhi electrical double layer. Surfaktan akan meningkatkan potensial elektrik pada Stern layer (zeta potensial). Peningkatan zeta potensial akan menurunkan adhesi antara
kotoran dan substrat, sehingga kotoran dapat dihilangkan dari substrat (Rosen,
1978).
Gambar 18. Mekanisme pembersihan dengan surfaktan anionik (Rieger, 1997)
Pada gambar di atas, substrat bermuatan positif dan kotoran bermuatan
negatif sehingga bekerja gaya adhesi. Adanya surfaktan anionik akan kontak
dengan substrat dan memindahkan kotoran. Kontak area surfaktan dan substrat
yang optimal akan melepaskan kotoran dari substrat.
Kotoran dalam bentuk liquid membentuk lapisan tipis pada permukaan substrat. Air membasahi kotoran dan membentuknya menjadi droplet. Surfaktan
antara droplet dan substrat, sehingga akhirnya droplet dapat terlepas. Bila sudut
kontak lebih dari 90o maka kotoran liquid dapat terlepas secara spontan dari
substrat (Rosen, 1978).
Gambar 19. Penghilangan droplet minyak dari substrat (Rosen, 1978)
Selain itu, surfaktan dapat membentuk misel yang kemudian mengalami
solubilisasi, sehingga kotoran akan hilang.
Gambar 20 . Spherical micells (Lange, 1999)