• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan tingkat kebermaknaan hidup guru yang mengajar di sekolah umum dan yang mengajar di sekolah luar biasa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan tingkat kebermaknaan hidup guru yang mengajar di sekolah umum dan yang mengajar di sekolah luar biasa - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Theresia Febriana

059114074

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Impossible To Be I’m Possible

Perjalanan seribu mil dimulai dari selangkah

demi selangkah

(5)

v

Ibundaku di Surga (aku selalu merindukanmu)

Keluargaku...Bapak, Bulek Nuk Mbak Enggar, Mas Rene,

Mas Dani, Indra,

Keluarga besarku di Solo...

Sahabatku...Ellen, Christ, Mumun, Maya, Bethy, Gambul, Iie

(6)
(7)

vii

Penelitian komparatif ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebermaknaan hidup guru yang mengajar di sekolah umum dan guru yang mengajar di sekolah luar biasa. Hipotesis penelitian menyatakan terdapat perbedaan tingkat kebermaknaan hidup yang signifikan antara guru yang mengajar di sekolah umum dan guru yang mengajar di sekolah luar biasa. Subjek penelitian ini adalah 45 guru di sekolah umum dan 45 guru di sekolah luar biasa di daerah Yogyakarta, Solo (Karanganyar), dan Semarang (Bandungan). Pengumpulan data menggunakan kuesioner Crumbaugh dan Maholick (1968) yaituThe Purpose in Life Test.Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat kebermaknaan hidup yang signifikan antara guru yang mengajar di sekolah umum atau guru yang mengajar di sekolah luar biasa dengan t hitung = 0,578 yang lebih kecil daripada nilai t tabel = 1,99 (0,578 < 1,99 ; p = 0,05 df = 88). Hipotesis penelitian ditolak.

(8)

viii

This comparative research aims at knowing the difference of life meaningfulness between common teachers and difable school teachers. Hypothesis says that there is a significant difference in life meaningfullnes between common school teachers and difable school teachers. Subjects of the study were 45 teachers who thought in common school and 45 difable school teachers in areas of Yogyakarta, Solo (Karanganyar), and Semarang (Bandungan). Data collecting was conducted using questionnaire created by Crumbaugh and Maholick (1968), which was The Purpose in Life Test. Result of the study shows that there is no significant difference of life meaningfulness between common school teachers and difable school teachers with t-count = 0.578 is less than t-tabel =1.990 (0.578 < 1.990 ; p = 0.05, df = 88). Hypothesis is rejected.

(9)
(10)

x

tanpa kasih dan cintaNya, penulis tidak akan mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) di Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, motivasi, dan doa dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Paulus Edy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan izin dalam penelitian ini.

2. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M selaku kepala Program Studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Daharma.

3. Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, perhatian, dan juga kesempatan satu bulan, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

(11)

xi

6. Segenap dosen-dosen yang ada di Fakulats Psikologi Sanata Dharma untuk setiap ilmu dan pengalaman yang diberikan.

7. Karyawan dan Staf di sekretariat Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak Nanik, dan mas Doni yang banyak membantu kelancaran belajar. Mas Muji, buat cerita-cerita yang bisa nge-charge semangat buat kuliah di psikologi.

8. Bruder Gatot, untuk banyak dukungan, ilmu, dan saran yang sangat banyak membantu dalam penelitian ini.

9. Mbak Sakienatur Rosyidah untuk mau berbagi tentang makna hidup. Terima Kasih juga buat Lieza yang sudah mengantarkanku ke perpustakaan UMS sampai bantuin melototin skripsi satu-satu (kirain di rak psikologi ternyata ada di rak jurusan agama)

10. Ibundaku di surga untuk doa yang aku tahu masih terus mendampingiku.

11. Keluargaku, bapak, bulek nuk, mbak enggar, rene, mas dani, dan indra untuk setiap doa, dukungan, dan motivasinya untuk menyelesaikan skripsi ini.

(12)

xii

membagi skala, terima kasih atas kesediannya menemani kesana kemari, berpanas-panasan, saran, semangat, dan banyak hal sampai akhirnya aku bisa menyelesaikan skripsi ini. Mbak maya yang udah kasih pinjeman buku dan jurnal yang sangaaaaaat banyak membantu. I’ie dan gambul semangat dan dukungan yang banyak membantu. 14. Teman-teman di Gloria, maya, mbak sari, mbak asti, yanes, mbak lusi,

laura, mbak apri, mbak esthi, mbak datik, mas sigma, mbak dina, kak dian untuk pengalaman-pengalaman berharga yang diberikan.

15. Team Road Show PTPN XII Jatim, kezia, mbak sari, rina, tiwi, mbak dina, oliph, kak rosi buat yang sudah mengajarkan aku untuk lebih percaya diri atas kemampuan yang aku miliki, dan untuk menjadi lebih Ekstrover dan Thingking.

16. Teman-teman seperjuangan (anak bimbingan Pak Heri) untuk saran-saran ketika nunggu antrian bimbingan.

(13)

xiii

19. Dan yang terakhir, untuk Mikael Fredi Indra yang telah membuat hidupku penuh warna dan untuk rasa sayang dan cintanya yang membuat aku merasa berbeda, yang sudah banyak membantu juga dalam selesainya skripsi ini terima kasih untuk semangatnya. (Tuhan Kirim Kau Untukku...)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Agustus 2009 Penulis,

(14)

xiv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

(15)

xv

C. Perbedaan Tingkat Kebermaknaan Hidup Guru yang Mengajar di

Sekolah Umum dan yang Mengajar di Sekolah Luar Biasa ... 18

D. Hipotesis ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... . . 22

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 22

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 22

D. Subjek Penelitian ... 24

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 25

F. Prosedur Pengambilan Data ... 29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 32

B. Hasil Penelitian ... 33

C. Pembahasan ... 40

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ...44

(16)

xvi

Tabel II Subjek Penelitian Berdasarkan Karakteristik Mengajar ... 34

Tabel III Data Rentang Usia Guru dan Rentang Lama Mengajar ... 35

Tabel IV Hasil PerhitunganOne-Sample Kolmogrov-Smirnov Test...36

Tabel V Hasil Perhitungan Homogenitas Levene’s Test... 36

Tabel VI Hasil Perhitungan Independent Samples Test ... 38

(17)

xvii

(versi bahasa Inggris) ...49

Lampiran II SkalaThe Purpose in Life Test (versi bahasa Indonesia) ...52

Lampiran III Rincian Nilai yang Diperoleh Guru Yang Mengajar di Sekolah Umum...59

Lampiran IV Rincian Nilai yang Diperoleh Guru Yang Mengajar di Sekolah Luar Biasa ...62

Lampiran V Koefisien Reliabilitas KuesionerThe Purpose in Life Test... 65

Lampiran VI Hasil Uji Normalitas dan Data Hasil Penelitian ...67

Lampiran VII Hasil Uji Homogenitas ... 67

Lampiran VIII Hasil Uji Hipotesis Data Hasil Penelitian ...68

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia di dunia ini pasti menginginkan hidupnya sehat, baik secara fisik ataupun secara mental. Banyak cara mendapatkan kesehatan dalam hidup, kesehatan secara fisik dapat diperoleh dengan menjalani hidup dengan teratur, seperti halnya olah raga teratur, makan dan minum cukup dan istirahat yang cukup. Untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik, banyak para ahli berpendapat mengenai apa yang harus dilakukan, salah satunya adalah Frankl (1977) yang menyatakan kehidupan yang sehat adalah kehidupan yang memiliki pemaknaan dalam hidupnya. Hanya dengan makna yang baik orang akan menjadi insan yang berguna tidak hanya untuk diri sendiri juga untuk orang lain.

Menurut Frankl (1984), jika seseorang tidak berjuang untuk kebermaknaan hidup maka akan mengalami kehampaan dalam hidup. Kondisi kehampaan tersebut apabila berkepanjangan dapat menyebabkan suatu kondisi yang ditandai dengan gejala kebosanan atau apatisme. Sebaliknya apabila kebermaknaan hidup terus diperjuangkan maka yang bersangkutan akan mengalami transendensi-diri dan memperoleh pengalaman emosi positif oleh adanya kecocokan dalam pemenuhan.

Setiap orang dalam menjalankan aktifitas pekerjaannya juga dituntut untuk memperoleh makna dari setiap aktivitasnya dalam bekerja,

(19)

sehingga untuk itulah pendalaman nilai-nilai berkarya akan sangat menentukan kualitas mereka dalam bekerja. Makna dari kegiatan berkerja atau kegiatan berkarya terletak pada sikap, cara dan hasil bekerjanya, serta kecintaan dan dedikasi terhadap pekerjaan serta kesungguhan dalam mengerjakannya (Bastaman, 2007). Guru sebagai salah satu pelaksana aktifitas aktifitas bekerja dituntut pula untuk mencari pemaknaan dari setiap aktivitasnya dalam mengajar.

Sebagaian besar masyarakat menganggap bahwa guru adalah orang yang membantu orang lain belajar. Menurut Winkel (1987) pendidikan di sekolah mengarahkan belajar anak supaya dia memperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai yang semuanya menunjang perkembangannya, dimana yang memfasilitasi hal tersebut adalah seorang guru.

(20)

Tugas dan peranan guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan sangat tinggi, sehingga tuntutan pada tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin naik dan dirasa berat. Sayangnya, tuntutan yang tinggi tidak disertai dengan pemaknaan hidup sehingga terjadinya beberapa fenomena-fenomena yang memprihatinkan yang dilakukan oleh guru. Salah satu fenomena tersebut adalah kekerasan yang dilakukan guru pada anak didiknya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan pada paruh pertama tahun 2008, kekerasan guru terhadap anak mengalami peningkatan tajam yakni 39,6 persen dari 95 kasus kekerasan terhadap anak (Sunarwati, 2008). Fakta adanya kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru pada murid-muridnya yang telah melampaui batas bahkan sudah beberapa kali menjadi tontonan masyarakat yang tersebar lewat tayangan video di handphone. Banyak reaksi yang timbul atas kejadian tersebut, reaksi yang mengecam, dan menyayangkan sang guru yang kelewat batas untuk memukul murid-muridnya. Banyaknya kasus kekerasan guru terhadap murid tadi membuat kondisi pendidikan di Indonesia menjadi ironi. Hal tersebut menjadi keprihatianan kita bersama sebagai masyarakat, karena seorang guru yang seharusnya bisa membimbing muridnya dengan kesabaran dan dengan dedikasi yang tinggi akan tugasnya sebagai seorang pembimbing.

(21)

makna yang dialami oleh para guru. Banyak guru mengumandangkan nada kecewa dan frustasi terhadap pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Memang semula kebanyakan guru yang memulai tugas profesinya dipenuhi oleh angan-angan bahwa mereka akan memperoleh pengalaman yang menyenangkan dan hasil yang akan mereka peroleh adalah hasil yang menggembirakan. Namun angan-angan tersebut seringkali bertolak belakang dengan kenyataan yang mereka hadapi, angan-angan untuk mendapatkan murid yang penurut namun yang didapat adalah murid-murid yang menentang dan sulit diatur sehingga kehidupan di sekolah seakan-akan menjadi siksaan (Gordon, 1984).

Menjadi seorang guru dibutuhkan kemauan, kerja keras, dan kesabaran dalam menghadapi karakteristik murid yang beraneka ragam (Winkel, 1987). Seorang guru yang mendidik anak-anak yang normal sudah membutuhkan kesabaran yang luar biasa, begitu pula dengan guru yang mendampingi anak-anak yang memiliki keadaan luar biasa seperti kecacatan, mereka lebih membutuhkan ekstra kesabaran yang luar biasa.

(22)

biasa yakni sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki keadaan spesial seperti halnya memiliki kecacatan fisik ataupun kecacatan mental. Adanya perbedaan tersebut, tentunya, kesulitan yang dihadapi seorang guru akan menjadi berbeda ketika menghadapi anak dalam keadaan normal atau anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Mengajar anak-anak di sekolah umum memiliki suatu tantangan tersendiri, salah satu diantaranya adalah mengajar murid yang secara umum memiliki kesehatan baik tetapi tetap memiliki berbagai karakteristik yang berbeda satu sama lain, seperti halnya tingkat kecerdasan, sifat dan tujuan mereka dalam belajar. Perbedaan karakteristik ini tentunya akan membawa guru dalam situasi yang tidak mudah untuk dihadapi.

Mengajar anak-anak luar biasa akan menyenangkan bagi sebagian orang yang berminat untuk mendalami permasalahan anak-anak luar biasa. Bagi yang tidak berminat dan hanya terpaksa melibatkan diri dalam bidang ini pastinya pengalaman mengajar yang dilakukannya adalah hal yang memusingkan dan bahkan sangat menekan. Mengajar murid dengan kebutuhan khusus memerlukan metode penilaian yang berbeda dari yang diadakan di sekolah umum untuk menentukan keefektifan pengajaran (Barber & Goldbart, 1998).

(23)

maka guru akan bereaksi, berinteraksi, berperilaku yang dapat berbeda-beda dari suatu waktu ke waktu yang lainnya.

Keadaan dan fenomena di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai hidup guru, khususnya guru yang mengajar di sekolah umum dan sekolah luar biasa, bila dibandingkan tingkat kesulitan yang dihadapi guru yang mengajar di sekolah umum pasti berbeda dengan guru yang mengajar di sekolah luar biasa karena perbedaan subjek yang mereka hadapi. Berkenaan dengan adanya perbedaan tersebut apakah guru yang bekerja di sekolah luar biasa atau apakah guru-guru yang mengajar di sekolah luar biasa pada umumnya juga memiliki pemaknaan hidup yang serupa atau berbeda.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan tingkat kebermaknaan hidup yang signifikan antara guru yang bekerja di sekolah luar biasa dan guru yang bekerja di sekolah umum?

C. Tujuan Penelitian

(24)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan tambahan informasi dan pengetahuan bagi ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan mengenai kebermaknaan hidup guru.

2. Manfaat Praktis

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kebermaknaan Hidup.

a. Pengertian Kebermaknaan hidup

Kebermaknaan hidup adalah salah satu prinsip dari tiga prinsip logoterapi yaitu kebebasan berkeinginan, kebebasan akan kebermaknaan dan kebermaknaan hidup (Koesworo, 1992).

Menurut Frankl (1977) makna hidup adalah hal-hal yang penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan.

Kebermaknaan hidup adalah kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar ia dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi serta kapasitas yang dimilikinya, dan terhadap seberapa jauh ia telah berhasil mencapai tujuan-tujuan hidupnya, dalam rangka memberi makna dan arti dalam hidupnya (Sumanto, 2006).

b. Sejarah Pengertian Kebermaknaan Hidup

Victor Frankl (1977) adalah tokoh yang mula-mula mendalami kebermaknaan hidup. Secara khusus dalam karir profesinya, Frankl (1977) memfokuskan minatnya pada peran kebermaknaan hidup dalam psikopatologi dan terapi. Frankl (1977), psikiater asal Wina, pertama kali menggunakan istilah logoterapi pada tahun 1920an. Kemudian menggunakan analisis eksitensial sebagai sinonimnya. Frankl (1977)

(26)

menyebut pendekatannya, baik dalam konteks teoritis maupun terapiutis, dengan logoterapi (logos dalam bahasa Yunani artinya makna). Logoterapi berbicara tentang arti eksistensi manusia dan kebutuhan manusia akan makna dan juga teknik-teknik terapiutis khusus untuk menemukan makna dalam kehidupan.

Kebermaknaan hidup merupakan tema sentral teori kepribadian-eksistensial dari Frankl (1984). Pendapatnya adalah setiap orang memiliki idealisme untuk menemukan inti dari kebermaknaan hidup meskipun dalam berbagai penderitaan dan bahkan kematian. Dari sumber tersebut dikatakan bahwa Frankl (2003) melaporkan pengalaman pribadinya sebagai tawanan, yang mengalami penyiksaan luar biasa oleh tentara Nazi pada perang dunia II. Dalam penyiksaan dan penderitaaan tersebut Frankl (2003) merasakan betapa pentingnya kebermaknaan hidup. Kebermaknaan hidup diduga memiliki keterkakitan yang erat dengan kesejahteraan, namun menurut Frankl (2003) kebermaknaan hidup juga dapat muncul tanpa kesejahteraan. Seperti yang digambar Frankl (2003) bahwa menderita; hidup dalam penyiksaan sebagai tawanan bukan halangan untuk memiliki kebermaknaan hidup.

(27)

Menurut Frankl (1954) manusia tak bebas dari kondisi-kondisi biologis, psikologis, dan sosiologis, ketiga kondisi tersebut dapat mengubah manusia, namun manusia memiliki reaksi sehingga dapat memilih sikap dalam menangani ketiga kondisi tersebut.

Manusia menurut Frankl (1954) adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar, serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial budaya, serta mampu mengolah lingkungan fisik sekitarnya. Keterbukaan manusia ini secara khusus terungkap dalam beragam bentuk interaksi dengan sesama manusia dan pemanfaatan benda-benda dan lingkungan fisik. Keterbukaan ini pula yang menyebabkan manusia senantiasa melibatkan dirinya dengan berbagai nilai sosial budaya dan menentukan hal-hal yang bermakna dalam hidupnya.

c. Nilai-nilai Sumber Kebermaknaan Hidup

Makna hidup dapat daitemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapa pun buruknya kehidupan tersebut. Dalam kehidupan ini terdapat tiga nilai yang secara potensial memungkinkan seseorang menemukan makna hidup didalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Ketiga nilai (values) ini adalah creative values, experimental values, dan

(28)

1) Creative Values(Nilai-nilai kreatif) :

Kegiatan berkarya, bekerja, menciptakan serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna.

Sehubungan dengan itu perlu dijelaskan pula bahwa pekerjaan hanyalah merupakan sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan, tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaannya

2) Experiental Values(Nilai-nilai penghayatan)

(29)

dan ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar usianya untuk menekuni suatu cabang seni tertentu juga dapat merasakan menemukan kebermaknaan hidupnya. Cinta kasih dapat dijadikan pula oleh seseorang untuk menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.

3) Attitudinal Values(Nilai-nilai bersikap)

Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti rasa sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Perlu ditekankan disini dalam hal ini yang diubah bukan keadaannya, melainkan sikap yang diambil dalam menghadapi keadaan itu.

d. Ciri-ciri Orang yang Mengalami Kebermaknaan Hidup

Frankl (1977) tidak menyajikan suatu daftar ciri-ciri dari orang yang mengalami kebermaknaan hidup, namun memberikan gambaran secara umum sebagai berikut :

1. Mereka bebas memilih langkah tindakan mereka sendiri.

2. Mereka secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup mereka dan sikap yang mereka anut.

(30)

4. Mereka telah menemukan arti dalam kehidupan yang cocok dengan mereka

5. Mereka secara sedar mengontrol kehidupan mereka

6. Mereka mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman, atau nilai- nilai sikap.

7. Mereka telah mengatasi perhatian terhadap diri.

e. Ketidakbermaknaan Hidup dan Dampaknya

Ketidakbermaknaan hidup adalah suatu perasaan yang disebabkan karena kegagalan menangkap makna dari suatu pengalaman, dengan kata lain perasaan ketiadaan makna (Koeswara, 1992). Frankl (1984) menemukan adanya dua tahapan dalam sindroma ketidakbermaknaan (syndrome of meaninglessness) yaitu frustasi eksistensial (existential frustration) dan neurosis noogenik (noogenic neuroses).

(31)

maupun konflik eksternal; namun bisa juga penderitaan batin muncul karena pribadi tidak mengalami suatu ketegangan dalam dirinya, merasa bahwa dirinya sudah beres (Koeswara, 1992).

Pengertian neurosis noogenik adalah suatu manifestasi khusus dari frustrasi eksistensial yang ditandai dengan simtom-simtom neurotik klinis tertentu yang terbuka atau tampak (Koeswara, 1992). Dengan kata lain, neurosis noogenesis merupakan frustrasi eksistensial yang sudah akut dan tidak mendapat penanganan yang serius, sehingga tidak lagi merupakan penderitaan batin tetapi merupakan suatu “penyakit”.

Seseorang yang mengalami gangguan kepribadian (antisosial) yang ditandai dengan perasaan tidak puas, cemas, bahkan depresi seperti yang ditunjukkan dalam faktor predisposisi merupakan gejala atau simtom bahwa seseorang tersebut mengalami sindroma ketidakbermaknaan. Dalam faktor kontribusi, konflik eksternal yang dialami oleh individu bisa menyebabkan individu tersebut mengalami suatu penderitaan batin. Penderitaan batin itu merupakan awal dari sindroma ketidakbermaknaan yang oleh Frankl (1984) disebut frustasi eksistensial.

(32)

hampa. Namun bagi yang gagal menghayatinya akan merasakan penderitaan batin yang panjang dan gelap. Apabila tidak segera ditangani akan membawa dirinya pada kehancuran dengan melakukan penyalahgunaan obat-obat terlarang, atau lebih buruk lagi tindakan bunuh diri.

Adanya konflik internal maupun konflik eksternal dapat menyebabkan seseorang gagal menghayati makna hidupnya atau dengan kata lain mengalami ketidakbermaknaan, merasakan hidupnya kosong, tak bermasa depan, tak berharga, dan lain sebagainya. Hal tersebut muncul disebabkan adanya konflik internal maupun konflik eksternal.

B. Guru

a. Pengertian Guru

Norman (1983) mengemukakan pengertian guru sebagai seorang manusia, baik pria maupun wanita yang memikul tanggung jawab profesi penuh atas pendidikan anak-anak dan kaum remaja yang sedang menuntut ilmu di bangku sekolah.

b. Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Umum

(33)

adanya kecacatan fisik atau permasalahan lainnya (Mangungsong, 1998).

a) Sekolah Luar Biasa

Sekolah ini ditujukan untuk kategori ketunaan khusus dengan materi dan peralatan yang sesuai untuk pengasuhan dan pendidikan manusia (Mangungsong, 1998).

Kelas Khusus dengan siswa-siswa yang memiliki karakteristik khusus atau kebutuhan khusus diajar khusus oleh guru yang terlatih di bidangnya. Area pendidikan Guru Sekolah Luar Biasa adalah TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang sederajat. Sesuai dengan batasan dari Pendidikan Luar Biasa (Mangungsong, 1998), yang merupakan program yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan khusus dari siswa luar biasa; diperlukan materi-materi, tehnik-tehnik pengajaran, atau peralatan, dan fasilitas khusus. Standar yang harus dimiliki oleh guru tersebut adalah (Daryanto, 2005):

1) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1)

2) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan

(34)

b) Sekolah Umum

Sekolah Umum Terdiri atas pendidikan (Daryanto, 2005) : 1. Pendidik pada pendidikan anak usia dini. Dimana standar

pendidikan yang harus dimiliki seorang guru adalah :

1) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1)

2) Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi

3) Sertifikasi profesi guru untuk PAUD.

2. Pendidik pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat memiliki:

1) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1)

2) Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi

3) Sertifikasi profesi guru untuk SD/MI

3. Pendidik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat memiliki

(35)

2) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan

3) Sertifikasi profesi guru untuk SMP/MTs

4. Pendidik pada SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat memiliki :

1) Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1)

2) Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan

3) Sertifikasi profesi guru untuk SMA/MA

C. Perbedaan Tingkat Kebermaknaan Hidup Guru yang Mengajar di Sekolah Umum dan Guru yang Mengajar di Sekolah Luar Biasa

(36)

Pentingnya peranan guru membuat masalah guru senantiasa mendapat perhatian karena mutu guru turut menentukan mutu pendidikan. Dari berbagai permasalahan yang dihadapi guru masalah keberagaman karakteristik adalah salah satu masalah yang tidak bisa dihindari guru. Keberagaman karakteristik tersebut menyangkut adanya permasalahan fisik, yaitu adanya siswa yang cacat dan siswa yang normal. Dengan adanya perbedaaan karakteristik fisik tersebut maka didirikanlah sekolah umum dan sekolah luar biasa. Sekolah luar biasa untuk memberikan pendidikan bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus karena adanya kecacatan fisik atau permasalahan lainnya.

Untuk menjadi seorang guru ada persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu fleksibilitas kognitif dan karakteristik kepribadian (Surya, 2004). Fleksibilitas kognitif seorang guru dipenuhi dengan proses pendidikan keguruan yang harus dipenuhi. Sedangkan karakteristik kepribadian ini didasari oleh kesehatan guru secara psikologis. Frankl (1977) percaya bahwa kesehatan seseorang terutama didukung oleh semangat untuk menemukan kebermaknaan hidup dan tujuan eksistensi pribadinya.

(37)

kehidupannya. Maka begitu pula dengan para guru, dengan pekerjaannya sebagai pendidik.

Untuk mencapai makna, individu harus menunjukkan tindakan komitmen yang muncul dari kedalaman dan pusat kepribadiannya. Dengan berkomitmen individu menjawab tantangan yang muncul dalam hidupnya, yaitu memberikan sesuatu pada hidupnya. Ini tepatnya dilakukan oleh individu ketika ia merealisasikan nilai-nilai kreatif dalam wujud konkretnya berupa pelaksanaan aktivitas pekerjaan (Koeswara, 1992).

(38)

D. Hipotesis

(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan tingkat kebermaknaan hidup pada guru yang mengajar di sekolah umum dan guru yang mengajar di sekolah luar biasa.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Penelitian adalah objek yang diteliti dalam suatu penelitian (Audifax, 2008). Variabel penelitian ini, terdiri atas :

1. Variabel 1 : kebermaknaan hidup

2. Variabel 2 : perbedaan karakteristik kerja

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kebermaknaan Hidup

Kebermaknaan hidup adalah seberapa tinggi kualitas individu untuk memaknai kehidupannya secara berarti dan berharga melalui nilai kerja, nilai penghayatan, dan nilai sikap.

(40)

Kebermaknaan hidup ini diungkap melalui The Purpose in Life Test yang ditunjukkan oleh skor total dari alat tes tersebut. Semakin tinggi skor total kebermaknaan hidup yang diperoleh subjek, maka akan menunjukkan semakin besar atau tingginya tingkat kebermaknaan hidup yang dimiliki oleh subjek, sebaliknya rendahnya skor total kebermaknaan hidup yang diperoleh subjek maka menunjukkan bahwa tingkat kebermaknaan hidup yang dimiliki subjek rendah.

Variabel kebermaknaan hidup ini diukur dengan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Frankl (1977), yaitu :

a. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang.

b. Kepuasan hidup adalah dampak yang dicapai ketika kebermaknaan hidup telah tercapai oleh individu.

c. Kebebasan berarti tidak dibatasi oleh faktor-faktor non spiritual, insting, biologis, atau kondisi lingkungan. Penunjukkan kebebasan dalam pandangan Frankl (1977) berpuncak pada kebebasan berkeinginan.

(41)

e. Pikiran tentang bunuh diri adalah pikiran untuk mengakhiri kehidupannya sendiri dengan caranya tertentu

f. Kepantasan hidup adalah pemaknaan individu akan apa yang telah dilakukannya dalam hidup

2. Karakteristik Kerja

Karakteristik kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karakteristik lingkungan yang dihadapi pada kedua sekolah tersebut (sekolah umum dan sekolah luar biasa). Karakteristik kerja tersebut meliputi, siswa yang dihadapi (siswa yang memiliki keadaan fisik secara normal, dan siswa yang memiliki kecacatan khusus), materi-materi pelajaran, tehnik-tehnik pengajaran, media-media mengajar serta fasilitas-fasilitas sekolah (Mangungsong, 1998).

D. Populasi dan Pengambilan Sampel

(42)

1. Guru pria atau wanita yang mengajar di sekolah umum atau sekolah luar biasa.

2. Memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun.

3. Mengajar di daerah Jawa Tengah, khususnya Yogyakarta, Solo, dan Ambarawa.

Subjek sample pada penelitian ini berjumlah 90 orang guru yang terdiri dari 45 guru yang mengajar di SLB dan 45 guru yang mengajar di sekolah umum atau biasa.

E. Metode dan Alat Pengambilan Data

1. Alat Pengumpul Data atau Instrumen yang Digunakan

Alat Pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah The Purposing of Life Test yang diciptakan oleh Crumbaugh dan Maholick (1964). Crumbaugh dan Maholick (1964) merancang

The Purpose in Life Test (PIL) dari pendekatan teoretis Frankl yang

disebut logotherapy, yaitu penyembuhan pasien dengan mengaktifkan melaluilogomereka, yakni kemampuan mereka untuk mencari makna dalam kehidupan.

(43)

mengukur tingkat penghayatan subjek tentang kebermaknaan hidupnya (Crumbaugh, 1964).

Dalam PIL (Purposing of Life) terdiri dari 20 aitem dengan berisi 7 point Keduapuluh aitem tersebut merepresentasikan beberapa tema atau konsep yang berbeda-beda, yaitu delapan aitem secara eksplisit berurusan dengan kehidupan makna (tujuan dan misi) pada aitem-aitem 3, 4, 7, 8, 12, 17, 20; enam aitem yang berhubungan dengan kepuasan hidup (rutinitas hidup yang membosankan, menyenangkan, atau sakit) pada aitem-aitem 1, 2, 5, 6, 9, 19 ; tiga aitem berhubungan dengan kebebasan pada aitem-aitem 13, 14, 18; sikap satu aitem berkaitan dengan kematian pada aitem 15; satu aitem berkaitan dengan kontemplasi bunuh diri atau pikiran tentang bunuh diri pada aitem 16, dan kepantasan hidup pada aitem 10 (Koeswara, 1992).

Molasso (2006) melakukan studi penyelidikan dengan 354 mahasiswa tingkat dua perguruan tinggi untuk melihat apakah ada hubungan antar banyaknya kegiatan kampus yang diikuti oleh mahasiswa dan kebermaknaan hidupnya dengan menggunakan

(44)

Purpose In Life Test juga telah digunakan oleh Trace Pirtle (2005) untuk mengetahui persepsi tentang kebermaknaan hidup dari 156 mahasiswa Latin semester pertama dengan mahasiswa tingkat pertama kulit putih yang daitempatkan pada Institusi Pelayanan Hispanic yang terletak di perbatasan Texas dan Mexico. Hasil yang ada menunjukkan bahwa persepsi kebermaknaan hidup pada mahasiswa tingkat pertama Latin lebih tinggi daripada mahasiswa tingkat pertama kulit putih. Perbedaan penting tersebut kurang lebih disebabkan oleh status ketenaga-kerjaan dan tingkat religious sebagai variabel disposisi. tinggi.

Purpose In Life Test ini terdiri dari 20 aitem yang masing-masing dijawab pada skala 1 – 7. Skala 1 identik dengan kualitas terendah dari sikap atau perasaan subjek tentang hal yang ditanyakan. Skala atau pilihan ke 4 adalah pilihan yang berarti netral berada ditengah-tengah kedua ekstrim pilihan jawaban yang disediakan. Skor

Purpose In Life Test yang tinggi menunjukkan tingginya penghayatan dan perasaan bermakna dalam hidup. Skor Purpose In Life Test yang rendah menunjukkan adanya frustrasi eksistensial atau kurangnya rasa bermakna dalam hidup.

2. Penskoran

Purpose In Life Test disusun dengan memiliki kutub-kutub atau ujung kuantitatif pada masing-masing aitemPurpose In Life Test

(45)

dengan ujung-ujung kuantitatif pada skala Likert (sangat tidak setuju – sangat setuju). Artinya nilai terkecil yang identik dengan kuantitas terendah dari sikap yang diberikan kepada kalimat kualitatif yang terletak di ujung kiri (jawaban ekstrim yang negatif ; sangat merasa bosan), dan nilai terbesar yang identik dengan kuantitas tertinggi dari sikap diberikan kepada kalimat kualitatif yang terletak di ujung kanan (jawaban ekstrem positif : sangat bersemangat). Dan skor tiap-tiap individu dihitung dengan menjumlahkan nilai diperolehnya dari setiap aitem.

Tabel I

BLUE PRINTThe Purpose in Life Test

Komponen Jawaban

Kebebasan 14, 18 13 3 15%

Sikap terhadap

Kepantasan hidup 10 1 5 %

(46)

F. Prosedur Pengambilan Data

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Persiapan Alat

Penelitian ini mengadaptasikan alat tes “The Purpose in Life Test” yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kebermaknaan hidup yang dimiliki oleh guru dengan melihat adanya perbedaan karakteristik. Penerjemahan alat tes tersebut harus melewati beberapa tahap tes yakni, alih bahasa alat tes yang digunakan, The Purpose in Life Test, dari teks asli yang berbahasa Inggris untuk diterjemahkan ke dalam teks yang berbahasa Indonesia.

2) Pelaksanaan Uji Coba

Pelaksanaan uji coba dilakukan dengan menggunakan menggunakan uji coba terpakai. Uji coba tersebut dimaksudkan untuk melihat apakah aaitem-aaitem yang ada pada The Purpose in Life Test

ini memiliki kualitas yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Tes untuk mengukur kebermaknaan hidup ini menggunakan subjek terpakai, sehingga subjek ujicoba ini digunakan pula untuk subjek penelitian.

3) Pertanggungjawaban Alat a. Uji Validitas

(47)

benar-benar mengukur apa yang ingin diukur (Audifax, 2008). Dalam penelitian ini, tes validitas dilakukan dengan menggunakan validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dimana akurasi data tergantung pada sejauh mana isi skala mencakup data yang komprehensif dan relevan dengan tujuan penelitian yang dilakukan (Azwar, 2003). Analisis rasional untuk melihat kualitas aitem terhadap isi aitem dilakukan oleh seorang profesional judgement, dalam hal ini dosen pembimbing yang bertindak sebagai seorang profesional judgement.

b. Uji Reliabilitas

Pada uji reliabilitas ini dimaksudkan untuk mengetahui taraf kepercayaan hasil pengukuran. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan koefisioen alpha (α).

Hasil koefisien reliabilitas alpha (α) untuk skala The Purpose in Lifeadalah 0,884 yang dapat menunjukkan bahwa skala

The Purpose in Llifememiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. 4) Tahap Pengumpulan Data

(48)

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). Kemudian, para guru tersebut diminta untuk mengisi skalaThe Purpose in Life. Pengisian skala ini akan dilakukan secara klasikal pada tiap-tiap sekolah ataupuns ecatra individual pada masing-masing guru. 5) Tahap Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka peneliti akan menggunakan SPSS 16.0 sebagai alat bantu dalam pengolahan data tersebut.

6) Tahap Analisis Data

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di daerah Yogyakarta, Solo (Karanganyar), dan Semarang (Bandungan). Pengambilan data penelitian ini berlangsung dari tanggal 6 Mei 2009 sampai dengan tanggal 10 Juni 2009.

Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 90 orang guru, yang terdiri atas 45 guru yang mengajar di sekolah umum dan 45 guru yang mengajar di sekolah luar biasa. Keseluruhan subjek dalam penelitian ini memiliki karakteristik telah memiliki pengalaman mengajar minimal 5 tahun.

Penyebaran alat tes ini dilakukan dengan mendatangi sekolah-sekolah umum dan sekolah-sekolah-sekolah-sekolah luar biasa. Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian dari kepala sekolah di masing-masing sekolah tersebut maka peneliti akan menemui guru tersebut satu persatu atau secara klasikal lalu menjelaskan cara pengisian identitas dan cara pengisian. Ada beberapa guru pada masing-masing sekolah yang meminta untuk diberi waktu beberapa hari untuk pengisian alat tes ini, sehingga alat tes yang diberikan tidak dapat diterima peneliti kembali saat peneliti memberikannya kepada subjek.

(50)

Dari 120 alat tes yang disebarkan oleh peneliti, terdapat 3 buah tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi kriteria subjek, 6 buah tidak memenuhi syarat karena ada beberapa aitem yang tidak terdapat jawabannya, 21 buah digugurkan karena jawaban yang diberikan terlalu menampakkan adanya bias, sehingga hanya terdapat 90 buah alat tes yang dapat dianalisis dengan rincian 45 orang guru yang merupakan guru yang mengajar di sekolah umum dan 45 orang guru yang mengajar di sekolah luar biasa.

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Penelitian a. Data Partisipan

Berikut ini merupakan data-data demografis subjek penelitian yang daitemukan oleh peneliti:

1) Data Subjek Penelitian

(51)

Tabel II Subjek Penelitian

Subjek Nama Sekolah Jumlah Partisipan

Guru yang mengajar anak-anak normal (tidak memiliki kebutuhan khusus)

SMA Katolik Barata Karanganyar TK Negeri Pembina Karanganyar SMP Katolik Theresiana

Bandungan

TK Demangan Baru Yogyakarta SDN Timbulharjo Yogyakarta

SLB B YPALB Karanganyar SLB C YPALB Karanganyar SLB Yapenas Yogyakarta

(52)

Tabel III

Data Rentang Usia Guru dan Rentang Lama Mengajar Rentang Usia Guru Rentang Lama Mengajar

28 – 60 tahun 5 – 42 tahun

2. Uji Asumsi Penelitian a. Uji Normalitas Sebaran

(53)

Berikut ini disertakan tabel ringkasan hasilOne-Sample Kolmogrov-Smirnov Test

Tabel IV

Hasil Perhitungan One-Sample Kolmogrov-Smirnov Test.

N Rata-rata Std. Deviasi Asymp.Sig K-S Test

90 112,58 13,797 0,798 0,646

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah kelompok sample memiliki varians yang sama atau homogen (Santoso, 2001). Uji homogenitas ini dilakukan dengan menggunakan Levene Test.

Dari perhitungan dengan menggunakan Levene Test nampak bahwa hasilnya adalah F sebesar 0,764 dengan nilai probabilitas sebesar 0,384. Oleh karena nilai probabilitasnya yang lebih besar dari 0,05 (0,384 > 0,05) maka dapat diketahui bahwa kedua kelompok dalam penelitian ini memiliki varian yang sama.

Tabel V

HomogenitasLevene’s Test

Levene Statistic df1 df2 Sig.

(54)

3. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada perbedaan tingkat pemaknaan hidup yang signifikan antara para guru yang mengajar di sekolah luar biasa (SLB) dan guru yang mengajar di sekolah umum dilihat dari karakteristik murid yang dihadapi.

Uji hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai t yang diperoleh dengan nilai t tabel. Hipotesis dalam penelitian ini akan diterima apabila nilai t hitung > t tabel atau nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel, dan ditolak apabila nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel.

(55)

Berikut ini disertakan tabel ringkasan perhitungan analisis dengan independent samples test.

Tabel VI

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

95%

.578 88 .564 1.689 2.920 -4.113 7.491 Total

Equal variances not assumed

.578 86.684 .564 1.689 2.920 -4.114 7.492

4. Perbedaan Mean Teoritis dan Mean Empiris

Untuk mengetahui kecenderungan tingkat kebermaknaan hidup dari subjek penelitian yang ada, maka dilakukanlah perbandingan antara rata-rata empiris dan rata-rata teoritis (Winarsunu, 2004).

(56)

lagi dengan uji statistik one-sample t-test dengan tujuan untuk membuktikan bahwa mean empiris secara signifikan lebih besar dari mean teoritik. Dari perhitungan One Sample Test didapatkan nilai t 22,400. Dari t tabel dengan df 89 dan nilai signifikasi two tail 0,05 diperoleh nilai t tabel sebesar 2,364. Dengan p 0,05 didapatkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel (22,400 > 1,990) yang berarti secara signifikan ada perbedaan antara mean empiris dan mean teoritik. Hal ini membuktikan bahwa subjek penelitian secara umum memiliki tingkat kebermaknaan hidup yang tinggi secara signifikan.

Tabel VII

Total 22.400 89 .000 32.578 29.69 35.47

One-Sample Statistics

(57)

C. Pembahasan

Analisis data menghasilkan nilai t hitung sebesar 0,578 yang lebih kecil daripada nilai t tabel sebesar 1,990 (0,578 < 1,990 ; p 0,05 dan df 88). Maka, hipotesis penelitian ini ditolak. Penolakan hipotesis penelitian dapat disebabkan oleh beberapa hal, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, penelitian ini hanya mempertimbangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kebermaknaan hidup, tanpa mempertimbangkan faktor biologis, psikologis, spiritual, dan sosiokultural yang juga mempengaruhi kebermaknaan hidup. (Bastaman, 2007).

Kedua, penelitian ini memiliki kelemahan dalam cara pengisian data yang kurang terstandarisasi. Pengisian tes alat penelitian seharusnya mendapatkan pendampingan langsung terstandardisasi ketika subjek mengerjakannya. Aktifitas mengajar yang tidak bisa ditunda menyebabkan subjek di beberapa sekolah meminta agar alat tes bisa diisi di rumah masing-masing. Pengisian yang dilakukan tanpa pendampingan dan pengawasan tersebut dapat memungkinkan terjadinya social desirability

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat kebermaknaan hidup yang signifikan antara guru yang mengajar di sekolah umum atau guru yang mengajar di sekolah luar biasa dengan nilai t hitung sebesar 0,578 yang lebih kecil daripada nilai t tabel sebesar 1,990 (0,578 < 1,990 ; p 0,05, df 88).

B. Saran

1. Bagi peneliti yang akan datang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka saran-saran yang dapat diberikan bagi peneliti yang akan datang adalah sebagai berikut:

a. Pada penelitian berikutnya, peneliti disarankan untuk tidak melihat faktor eksternal sebagai faktor tunggal yang mempengaruhi kebermaknaan hidup. Faktor-faktor lain seperti faktor biologis, spiritualitas, dan psikologis lebih baik juga diperhatikan sehingga tidak mengurangi kaitan pengertian kebermaknaan hidup dengan penyebab-penyebabnya.

(59)
(60)

Daftar Pustaka

Aida, Noor. (2005). Mengungkapkan Pengalaman Spiritual dan Kebermaknaan Hidup pada Pengamal Thariqah. Indigenous, Jurnal Berkala Ilmiah Berkala Psikologi. Volume 7, No 2, November : 108- 129.

Audifax. (2008). Research: Sebuah Pengantar untuk “Mencari-Ulang” Metode Penelitian dalam Psikologi.Yoyakarta & Bandung: Jalasutra.

Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. Barber, M. & Goldbart, J. (1998). Accounting for learning and failure to learn in

people with profound and multiple learning disabilities’ in P. Lacey & C. Ouvrey (eds),People with Profound and Multiple Learning Disabilities (A collaborative approach to meeting complex needs). London : David Fulton.

Bastaman, H.D. (1998). Adakah Harapan di Tanah Tipis Harapan Mengenang Viktor Frankl Pendiri Logoterapi (1904-1997). Psikologika, Nomor 5 Tahun III.

Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi : Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup Dan Meraih Hidup Bermakna.Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Chaplin,J.I. (2000).Kamus Lengkap Psikologi.Jakarta: Rajawali Pers.

Crumbaugh, J. C., & Maholick, L. T. (1964). An experimental study in existentialism: The psychometric approach to Frankl’s concept of noogenic neurosis.Journal of Clinical Psychology, 20,200-207.

(61)

Earnshaw, E.L. (2004). Religiuous Orientation and Meaning in Life: An Exploratory Study. MWSC Dept of Psychology Central Methodist College.

Esti, Sri W.D. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Frankl, V.E. (1954). The Concept of Man in Psychoterapy. Proceeding of The Royal Society of Medicine, Vol. 47, Juni 15.

Frankl, V.E. (1977). Man’s Search for Meaning : An Introduction to Logotherapy.London: Hodder and Stoughton. (Cetakan Ketujuh).

Frankl, V.E. (1984). Man’s Search for Meaning. New York: Washington Squere Press/Pocket Books.

Frankl, V.E. (2003). LOGOTERAPI : Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi.(Terj : M. Murtadio). Yogyakarta : Kreasi Wacana.

Goble, Norman M. (1983).Perubahan Peranan Guru.Jakarta : Gunung Agung Gordon, Thomas. (1984). Guru Yang Efektif ; Cara Untuk Mengatasi Kesulitan

dalam Kelas(Ed. Ke-2). Jakarta : CV. Rajawali.

Gracia, Lusia Gita. (2007). Tingkat Kebermaknaan Hidup Dewasa Madya yang Bekerja. Yogyakarta. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma

Hadi, Sutrisno. (2004).Statistik (Jilid2). Yogyakarta : ANDI

Kaler, Matthew. (2006). The Meaning in Life Questionnare: Assesing the Presence of and Search For Meaning in Life.APA.Journal of Counseling Psychology,53, 80-93.

(62)

Mangungsong, Frieda. (1998). Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa.

Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI.

Molasso, William R. (2006). Measuring a Student’s Sense of Purpose in Life.

Michigan Journal of College Student Development Fall/Winter,12, 15-24. Moleong, L.J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Remadja

Karya

Mulyasa, H.E. (2008). Implementasi Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah.Jakarta : PT. Bumi Aksara

Nasution, S. (2005). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.

Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Norman, D.A. (1983). Some Observation on Mental Models. In. D. Gentner & A. Stevens (Eds.), Mental Models. Hillsdale, NJ : Lawrence Erlbaum Associates.

Pedoman Penulisan Skripsi (2004).Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Pirtle, Trace. (2005). Meaning in Life Among Latino University Students. Texas:

Texas A&M International University.

Rosyidah, Sakienatur. (2006). Hubungan Religiusitas dengan Kebermaknaan Hidup Pada Anak Yatim Panti Asuhan Mardhotillah. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Santrock, John W. (2002). Life-span Development. Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. Edisi keenam. Jakarta : Erlangga.

(63)

Steger, M. F. (2009). Meaning in Life. In Snyder C.R. & S. J. Lopez (Eds.),

Handbook of positive psychology (2nd Ed.). Oxford, UK: Oxford University Press.

Sumanto. (2006). Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup. Buletin Psikologi, Volume 14, no 2, Desember.

Sunarwati, Kiki. D. (2008, Agustus 06). Mengubah Pradigma Pengajaran Guru. Dipungut 12 Februari 2009, dari http: //www.harianjoglosemar.com

Surya, Mohamad. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : Pustaka Bani Quaraisy.

Trihendradi, C. (2009).Step by step SPSS 16 Analisis Data Statistik.Yogyakarta: ANDI OFFSET

Winarsunu, Tulus. (2004).Statistik Dalam Penelitian Psikologis dan Pendidikan. Malang: UMM Press.

Winkel, W.S. (1987).Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT. Gramedia

Wong, P. T. P. (1998). Implicit theories of meaningful life and the development of the Personal Meaning Profile. In P. T. P. Wong and P. S. Fry (Eds.), The human quest for meaning: A handbook of psychological research and clinical application (pp. 111-140). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publishers.

(64)

Lampiran 1

Skala The purpose in life

(65)
(66)
(67)
(68)

Lampiran II

Skala The purpose in life

(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)

Lampiran III

(76)
(77)
(78)

Lampiran IV

(79)
(80)

32 SLB Yapenas 50 P 24 5 5 4 4 4 6 6 5 5 7 5 6 6 5 4 6 6 5 5 6 105

33 SLB Yapenas 46 P 22 4 4 6 6 5 5 5 4 5 5 5 6 6 6 4 7 5 4 5 5 102

34 SLB Yapenas 47 P 24 5 5 4 5 5 4 5 4 5 3 5 4 4 6 4 7 4 5 4 4 92

35 SLB Yapenas 48 L 24 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 7 5 5 5 7 98

36 SLB Yapenas 47 L 23 6 5 6 7 6 6 6 7 6 6 6 7 6 6 6 6 7 6 7 6 124

37 SLB Yapenas 33 P 12 6 6 7 6 6 5 7 6 6 5 6 6 6 2 3 4 6 6 6 6 111

(81)

Lampiran V

(82)

Case Processing Summary

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Aitem Statistics

Mean Std. Deviation N

Aaitem1 5.58 1.141 90

Aaitem2 4.86 1.732 90

Aaitem3 6.20 .962 90

Aaitem4 6.00 .948 90

Aaitem5 4.47 1.684 90

Aaitem6 5.68 1.225 90

Aaitem7 6.01 1.311 90

Aaitem8 5.36 1.031 90

Aaitem9 5.73 1.015 90

Aaitem10 5.50 1.360 90

AAitem11 5.67 1.049 90

Aaitem12 6.07 1.003 90

Aaitem13 5.90 .862 90

Aaitem14 5.06 1.731 90

Aaitem15 4.74 1.732 90

Aaitem16 6.26 1.337 90

Aaitem17 5.76 1.020 90

Aaitem18 5.83 .986 90

Aaitem19 5.90 .912 90

Aaitem20 6.02 .912 90

(83)

Aitem-Total Statistics

Aaitem1 107.00 171.281 .595 .876

Aaitem2 107.72 169.843 .388 .885

Aaitem3 106.38 173.653 .622 .876

Aaitem4 106.58 174.786 .585 .877

Aaitem5 108.11 171.336 .367 .885

Aaitem6 106.90 177.956 .333 .884

Aaitem7 106.57 172.338 .474 .880

Aaitem8 107.22 173.186 .594 .877

Aaitem9 106.84 171.953 .653 .875

Aaitem10 107.08 171.713 .471 .880

AAitem11 106.91 173.745 .561 .877

Aaitem12 106.51 169.826 .747 .873

Aaitem13 106.68 177.637 .521 .879

Aaitem14 107.52 173.735 .299 .889

Aaitem15 107.83 170.455 .374 .886

Aaitem16 106.32 173.974 .414 .882

Aaitem17 106.82 171.698 .659 .875

Aaitem18 106.74 173.563 .609 .876

Aaitem19 106.68 172.198 .724 .874

(84)

Lampiran VI

(85)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

N

Mean Normal Parametersa

Std. Deviation Absolute Positive Most Extreme Differences

Negative Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

(86)

Lampiran VII

(87)

Hasil Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances Total

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

(88)

Lampiran VIII

(89)

Uji Hipotesis Data Hail Penelitian

Group Statistics

Subjek N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Guru Umum 45 113.42 12.968 1.933

Total

Guru SLB 45 111.73 14.677 2.188

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95%

.764 .384 .578 88 .564 1.689 2.920 -4.113 7.491 Total

(90)

Lampiran IX

(91)

Uji Perbandingan Mean Teoritis dan Mean Empiris

One-Sample Test

Test Value = 80

95% Confidence Interval of the Difference

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference Lower Upper

Total 22.400 89 .000 32.578 29.69 35.47

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Gambar

Tabel II
Tabel V
Tabel VI
Tabel VIIPerbandingan Mean

Referensi

Dokumen terkait

Informasi yang diperoleh diharapkan dapat berguna untuk memberikan pengetahuan yang lebih mendasar mengenai peranan hutan dalam mempengaruhi keberadaan populasi

[r]

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan argumennya yang berkaitan dengan penyelesaian dan penyajian himpuanan dari  sistem  pertidaksamaan nilai mutlak

ternyata bermuatan penolakan terhadap eksekusi bukannya perlawanan terhadap eksekusi, menolak eksekusi adalah bentuk incidence crime , yang dapat disetarakan dengan

Simulasi ini akan menganalisis mean square error (MSE) terhadap signal to noise ratio (SNR) menggunakan parameter uji berupa jumlah user yang diinginkan, jumlah interferensi,

Maka dari itu, sari kedelai digunakan dalam pembuatan es krim agar produk yang dihasilkan memilki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan es

Jika dilihat hasil belajar siswa yang berkaitan dengan mata pelajaran agama islam terbukti bahwa ada perbedaan hasil belajar agama islam antara siswa yang sebelum

Perintah pada baris pertama adalah untuk mendapatkan standard deviasi dari nilai estimasi, perintah pada baris kedua adalah untuk mendapatkan nilai.. Penggambaran plot residu