PERANAN ORANG TUA
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO
YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Agnes Efita Jayanti NIM: 061124005
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
S K R I P S I
PERANAN ORANG TUA
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO
YOGYAKARTA
Oleh:
Agnes Efita Jayanti
NIM: 061124005
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
iii
S K R I P S I
PERANAN ORANG TUA
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO
YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh:
Agnes Efita Jayanti
NIM: 061124005
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Pada tanggal, 24 Agustus 2011
dan dinyatakan memenuhi syarat
SUSUNAN PANITIA PENGUJI
Nama Tanda Tangan
Ketua : Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ. ...
Sekretaris : Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. ...
Anggota : 1. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. ………
2. Ernest Justin, SJ., S.Psi., M.Hum. ………
3. Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum. ………
Yogyakarta, 24 Agustus 2011
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan kepada
Bapak dan Ibuku,
Yang telah memberikan dukungan moral, spiritual dan finansial,
Adikku, Tunanganku, seluruh keluargaku dan seluruh sahabatku
yang selalu memberikan motivasi untukku
serta
v
MOTTO
“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakart, 24 Agustus 2011
Penulis,
vii
PERYANTAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Agnes Efita Jayanti
Nomor Mahasiswa : 061124005
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:
PERANANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO YOGYAKARTA
Beserta perangkat yang ada. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 24 Agustus 2011
Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO YOGYAKARTA”.
Penulis memilih judul ini berdasakan fakta bahwa sampai saat ini masih banyak ditemukan orang tua yang menyerahkan pendidikan anaknya kepada sekolah tanpa mau terlibat aktif dalam proses pendidikan anak-anaknya. Para orang tua terlalu sibuk dan tidak ada waktu untuk mendampingi anak-anaknya. Terlebih latar belakang pendidikan orang tua yang mengakibatkan kurangnya pemahaman orang tua tentang pendidikan agama Katolik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mengadakan pendekatan yang dapat mengembalikan peran orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga.
Dalam Gravissimum Educationis (GE) art 3 dijelaskan bahwa orang tua
sebagai penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak. Gereja memberi perhatian besar terhadap masalah pendidikan anak ini sebab pendidikan merupakan persoalan yang sangat serius. Orang tua tidak bisa lepas tangan atau lari dari tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama yang tak tergantikan dan tidak terwakilkan, apapun alasanya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua belum sepenuhnya menyadari akan perannya dalam mendampingi dan memotivasi belajar anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian anak masih merasa belum sepenuhnya didampingi orang tua pada saat belajar di rumah.
Maka dalam penulisan skripsi ini penulis menawarkan pendekatan yang lebih difokuskan kepada orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam pendidikan agama Katolik (PAK). Rekoleksi dipilih penulis untuk menolong orang tua agar semakin: 1) Memahami dan menyadari tugasnya sebagai pendidik yang pertama dan utama; 2) Menyadari akan peranannya dalam memotivasi belajar anak; 3) Mempersiapkan orang tua dalam menghadapi hambatan dan kesulitan dalam mendampingi belajar anak khususnya dalam pendidikan agama Katolik.
ix
ABSTRACT
This thesis is entitled "THE ROLE OF PARENTS IN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION ACHIEVEMENT THE FIGTH GRADE STUDENTS OF V SD KANISIUS Kenteng Kulon Progo Yogyakarta". The reseaches chose this title based on the fact that until today there are still many parents who hand over their children's education to the school without being actively involved in their children's education process. The parents are too busy and have no time to accompany their children. Moreover, the educational background of parents has also resulted a lack of understanding of the parents of Catholic religious education. This problem can be overcome by having an approach that can restore the role of parents as first and foremost educators in the family.
In Gravissimum Educationis (GE) art 3 it is explained that the parents as a drain for the life of God have an obligation to educate their children. The Church herself gives great attention to children's education because education is a very serious. The parents can not escape or run away from his responsibilities as master first and foremost educators that are unplacable, whatever the reason is. The results of the research showed that parents have been not fully aware of their role in assisting and motivating their children's learning. The results also showed that some children still do not feel fully accompanied by a parent at home study.
The papers offers a more focused approach to parents as educators first and foremost educators in Catholic religious education (PAK). Recollections is
one approach chosen to help the parents to: 1) Understand more and realize their duties as first and foremost educators; 2) Be aware of theirs role in motivating children's learning; 3) To prepare the perents to face of obstacles and difficulties in assisting children's learning, especially in education Catholic religion.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa atas berkat dan kasih-Nya yang
melimpah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO YOGYAKARTA”
Skripsi ini disusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis
dengan tulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Yoseph Kristianto SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing utama yang
telah meluangkan waktu, membimbing, memberikan perhatian dan
sumbangan pemikiran, serta memotivasi penulis dalam menuangkan
gagasan-gagasan dari awal hingga akhir skripsi ini.
2. Romo Dr. C.B Putranta, S.J sebagai dosen Pembimbing Akademik yang
membimbing dan mendampingi penulis dengan kesabaran selama menjalani
studi di kampus IPPAK Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum, selaku dosen penguji yang
bersedia membantu serta selalu memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi.
4. Fr. Ernest Justin, SJ., S.Psi., M.Hum, yang telah bersedia meluangkan waktu
untuk mendampingi penulis dalam ujian skripsi, sehingga ujian skripsi dapat
terlaksana.
5. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah membantu
xi
6. Bapak, Ibu dan Adikku yang selalu memberikan dukungan dan semangat
dalam penyusunan skripsi ini.
7. Tunanganku Antonius Yanuar Setyarso yang selalu memberikan dukungan
serta perhatian dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Ig. Kasiyo selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Kenteng yang
memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
9. Para siswa-siswi kelas V yang telah bersedia membantu penulis dengan
menjawab kuesioner. Serta orang tua siswa-siswi kelas V yang bersedia
memberikan informasi sebagai masukan dalam wawancara.
10. Teman-temanku mahasiswa IPPAK-USD, khususnya angkatan 2006 yang
telah memberikan motivasi, berbagai pengalaman hidup, dan perjuangan
bersama dalam semangat persaudaraan untuk menjadi katekis yang sejati,
bermutu dan bijaksana.
11. Semua orang yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, namun telah
terlibat dalam proses penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga
penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan keterbukaan hati
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Yogyakarta, 24 Agustus 2011
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penulisan ... 7
F. Manfaat Penulisan ... 8
G. Metode Penulisan ... 8
H. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK ... 10
A. Orang tua sebagai Pendidik Pertama dan Utama dalam Keluarga ... 10
1. Pengertian Orang tua ... 10
xiii
3. Tanggung jawab Orang tua Dalam Pendidikan Agama
Katolik ... 13
4. Peranan Orang tua ... 14
B. Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar ... 17
1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar ... 17
2. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar ... 22
3. Peranan Orang tua Terhadap Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar ... 25
C. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik ... 26
1. Pengertian Prestasi Pendidikan Agama Katolik ... 26
2. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Menghambat dan yang Mendukung Belajar Anak ... 29
BAB III. PENELITIAN TENTANG PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PAK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO ... 36
A. Metodologi Penelitian ... 37
1. Tujuan Penelitian ... 37
2. Jenis Penelitian ... 38
3. Responden Penelitian ... 38
4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
5. Teknik Pengumpulan Data ... 39
6. Teknik Analisis Data ... 40
7. Variabel dan Instrumen Penelitian ... 40
B. Laporan Hasil Penelitian ... 42
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 51
1. Pembahasan Hasil Penelitian dengan Kuesioner ... 51
2. Pembahasan Hasil Penelitian dengan Wawancara ... 62
xiv
BAB IV REKOLEKSI SEBAGAI USULAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PERANAN ORANG TUA DALAM
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK ... 66
A. Pengertian Rekoleksi dan Tujuannya... 67
1. Pengertian Rekoleksi ... 67
2. Tujuan Rekoleksi ... 68
3. Pentingnya Rekoleksi Bagi Orang tua ... 68
B. Usulan Program ... 69
1. Latar belakang Pemilihan Program ... 69
2. Tujuan Program ... 69
3. Materi Program ... 70
4. Contoh Program ... 72
C. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi ... 79
BAB V PENUTUP ... 87
A. Kesimpulan ... 87
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 92
LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ... (1)
Lampiran 2: Kuesioner Penelitian ... (2)
Lampiran 3: Nama siswa-siswi Kelas V SD Kanisius Kenteng Kulon Progo . (3) Lampiran 4: Wawancara ... (4)
Lampiran 5: Wawancara ... (5)
Lampiran 6: Wawancara ... (6)
Lampiran 7: Wawancara ... (7)
Lampiran 8: Wawancara ... (8)
xv
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab
Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia, 2008.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
FC :Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus
II tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern, 22 November
1981
GE :Gravissimum Educationis, pernyataan Konsili Vatikan II tentang
Pendidikan Kristen
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici)
C. Daftar Singkatan Lain:
KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia
PAK : Pendidikan Agama Katolik
SD : Sekolah Dasar
KS : Kitab Suci
KV II : Konsili Vatikan II
Th : Tahun
TV : Televisi
xvi Jml : Jumlah
Lamp : Lampiran
PR : Pekerjaan Rumah
P : Pewawancara
R : Respoden
PNS : Pegawai Negeri Sipil
USD : Universitas Sanata Dharma
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia pasti mempunyai
hubungan dengan peristiwa yang lain, dimana peristiwa tersebut satu sama lain
saling mempengaruhi, bahkan merupakan sebab-akibat. Manusia dalam
melakukan suatu perbuatan, langsung atau tak langsung dipengaruhi oleh faktor
suasana atau orang lain. Tanpa adanya minat manusia tidak akan melakukan suatu
perbuatan. Perbuatan manusia akan menimbulkan akibat yang berbeda-beda
sesuai dengan tingkat pengaruhnya.
Kita telah mengetahui betapa besar pengaruh lingkungan keluarga atau
orang tua pada pertumbuhan jasmani dan rohani anak. Pendidikan di sekolah
merupakan lanjutan dan bantuan terhadap pendidikan di rumah. Orang tua tetap
bertanggung jawab atas anak-anaknya. Guru hanyalah menerima sebagian dari
tanggung jawab orang tua yang telah diserahkan kepadanya. Dengan demikian
betapa pentingnya peranan orang tua terhadap minat belajar anak yang menjadi
tanggung jawabnya.
Penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan jaringan kerja sama antara
orang tua dan pemerintah serta masyarakat. Keluarga merupakan pusat pendidikan
yang pertama dan utama. Apabila pendidikan dalam keluarga ini baik maka
membimbing anak sangat dibutuhkan kesabaran yang tinggi dari orang tua. Selain
itu, orang tua juga mempunyai peran yang penting dalam membantu
perkembangan, sikap, nilai, kebiasaan, dan ketrampilan serta memotivasi anak
untuk belajar dengan baik. Orang tua secara perseorangan maupun bersama-sama
mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan anak, baik menyangkut
pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisiknya. Oleh karena itu tak
dapat disangkal bahwa peranan orang tua dalam kehidupan anak amat vital.
Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya. Orang tua adalah pelaku
pertama dan utama dalam pendidikan anak, baik pendidikan iman maupun
pendidikan intelektual anak. Tanggung jawab pendidikan anak, pertama-tama
utamanya dipegang oleh orang tua. Dalam agama Kristen, Kristuslah yang
menjadi teladan yang paling hakiki. Begitu juga hubungan antara orang tua dan
anak. Orang tua sebagai teladan anak dapat membangun relasi yang lebih dekat
dengan anak, maka hubungan anak dengan orang tua menjadi satu kesatuan.
Pendidikan anak adalah pertama-tama tanggung jawab keluarga, karena
anak dilahirkan dan hidup pertama-tama dalam keluarga. Dalam Gravissimum
Educationis (GE) art 3 dijelaskan bahwa orang tua sebagai penyalur kehidupan
dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak. Gereja memberi perhatian
besar terhadap masalah pendidikan anak ini sebab pendidikan merupakan
persoalan yang sangat serius. Orang tua tidak bisa lepas tangan atau lari dari
tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama yang tak tergantikan dan
tidak terwakilkan, apapun alasanya. Di dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK Kan.
primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan
kultural, maupun moral dan religius.
Dalam mendidik anak, orang tua mempunyai dua faktor kodrati yang
jelas yaitu bahwa orang tua mempunyai hak atas anaknya. Orang tua adalah
sumber kehidupan anak, orang tua bersama Tuhan menciptakan manusia baru.
Dewasa ini kenyataannya banyak orang tua yang kurang memberi dorongan atau
perhatian terhadap anak. Hal ini terjadi karena orang tua terlalu sibuk dengan
pekerjaannya. Sebagian besar orang tua lebih mementingkan pekerjaan dan
kurang memperhatikan kesadaran tentang arti pentingnya mendidik dan
mendampingi anak pada saat belajar di rumah. Hal tersebut kurang tepat karena
orang tua tidak bisa mengamati perkembangan anak. Keberhasilan anak di dalam
pendidikan khususnya prestasi belajar tidak tergantung pada sekolah saja tetapi
yang lebih utama adalah peranan orang tua karena waktu anak lebih banyak di
rumah dibandingkan di sekolah.
Nasution (1985:1) berpendapat betapa pentingnya pendidikan anak-anak
dalam keluarga yang dilaksanakan oleh para orang tua. Ia juga menegaskan bahwa
tujuan pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga adalah untuk membina,
membimbing dan mengarahkan anak kepada tujuan yang suci, maka secara tidak
langsung anak itu dapat dibentuk atau diarahkan sesuai dengan keinginan orang
tuanya sendiri.
Mudji Soetrisno (dalam Ismartono, 1998:104) menyatakan bahwa
pelajaran agama sebaiknya dikaitkan atau dihubungkan dengan kehidupan
pengetahuan tapi pada kehidupan sehari-hari di rumah dan di segala macam
tempat. Ia juga menegaskan bahwa pengetahuan agama yang diperoleh di sekolah
belum tentu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan agama itu bukan
hanya hafalan saja, mengetahui saja, atau kuantitas saja. Pelajaran agama pertama
itu diperoleh di tengah keluarga, tidak dalam kata-kata tetapi dalam bentuk
perbuatan. Oleh karena itu, pendidikan anak dalam keluarga sangatlah penting, di
mana setiap orang tua harus meluangkan waktunya dan harus menyiasati agar
setiap waktu yang diberikan untuk anak-anak mereka menjadi bermakna.
Setiadi (dalam Ismartono, 1998:131) menyatakan bahwa pendidikan
iman yang diterima anak sekedar pengetahuan di sekolah, kemudian orang tua
kurang memberi teladan dan kesempatan dialog, maka mereka akan
terombang-ambing karena tidak punya pegangan ketika menghadapi banyaknya kegiatan
yang bersifat negatif. Dengan kata lain, bila bimbingan yang diterima anak dalam
rumah tangga tidak baik maka kelak hal itu akan membekas pada kehidupan anak
tersebut. Di lingkungan keluarga anak terkadang kurang mendapatkan dukungan
bagi kemajuan pendidikan dan terdapat beberapa hal yang menjadi kesulitan
orang tua dalam membantu pelajaran Agama. Kesulitan yang dialami orang tua
umumnya adalah keterbatasan pendidikan orang tua yang mengakibatkan
kurangnya pemahaman dan pengetahuan orang tua tentang pendidikan Agama
Katolik. Keterbatasan orang tua juga dapat mempengaruhi pendidikan anak.
Selain itu pengasuhan orang tua sehari-hari juga berpengaruh terhadap
pendidikan anak, misalnya masalah pengaturan belajar, biasanya anak kurang
sambil nonton TV dan kebanyakan anak lebih banyak untuk nonton TV daripada
belajar, sulit untuk mengatur waktu belajar, tidak punya jadwal belajar dan
sebagainya. Nasution (1985:30) mengatakan sudah kewajiban orang tua untuk
memberikan bimbingan, pengarahan kepada anak-anaknya, sehingga anak dapat
mencapai prestasi belajar yang memuaskan di sekolah. Dengan memberikan
pendidikan, bimbingan dan pengarahan kepada anak, berarti orang tua melatih
anak untuk memperkembangkan dirinya sendiri ke arah yang lebih baik dan lebih
menguntungkan. Dengan kata lain pengarahan dan bimbingan, akan membuat
anak berpikir untuk giat belajar demi mencapai prestasi belajar yang baik di
sekolah. Dengan adanya pengarahan dari orang tua mengenai pendidikan agama,
itu berarti orang tua pun berperan serta dalam memperdalam dan memperluas
pengetahuan agama anak.
Hal yang khas yang dialami orang tua di SD Kanisius Kenteng, dari
pengamatan penulis para orang tua masih kurang terlibat dalam mendampingi
belajar anak. Orang tua di SD Kanisius Kenteng ditantang terhadap pendidikan
anak, yaitu untuk terlibat aktif dalam mendampingi anak pada saat belajar
sehingga anak dapat mencapai prestasi.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis mengambil judul “Peranan Orang tua Dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-Siswi Kelas V SD Kanisius Kenteng Kulon Progo Yogyakarta”. Orang tua berperan penting sebagai pendidik dalam keluarga khususnya untuk membantu keberhasilan pendidikan anak. Orang tua merupakan
memberikan pengaruh terhadap diri anak terutama dalam perkembangan
kepribadiannya. Setelah anak mulai duduk di bangku sekolah, peran orang tua
tidak dapat dilepaskan. Bagaimana perhatian, sikap dan hubungan yang terjadi
antara orang tua dan anak, semua ini akan berpengaruh terhadap prestasi yang
ditampilkan anak di sekolah. Jadi orang tua mempunyai peranan penting dan tak
tergantikan dalam pendidikan anak.
B. Identifikasi Masalah
1. Rendahnya kesadaran akan peranan Orang tua terhadap pendidikan
anak-anaknya.
2. Kesibukan orang tua dalam bekerja mengakibatkan kurangnya pendampingan
dan bimbingan kepada anak sehingga anak tidak bersemangat dan terdorong
untuk aktif belajar.
3. Keterbatasan pengetahuan orang tua terhadap agama katolik sehingga kurang
mengerti atau memahami pelajaran agama katolik.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya topik dan berbagai keterbatasan yang ada, penulis
membatasi permasalahan ini pada “pemahaman peranan orang tua terhadap
prestasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas V di SD Kanisius
D. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang diatas yang muncul maka permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Sejauh mana peranan orang tua siswa-siswi kelas V SD Kanisius Kenteng
Kulon Progo terhadap prestasi belajar pendidikan Agama Katolik.
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi orang tua kurang mendampingi dan
mendukung belajar anak terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Katolik.
3. Usaha apa yang dilakukan untuk meningkatkan peranan orang tua dalam
membantu meningkatkan prestasi belajar pendidikan Agama Katolik
E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Mengetahui sejauh mana orang tua menghayati peranannya dalam rangka
meningkatkan prestasi belajar anaknya.
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi orang tua kurang mendampingi
dan mendukung belajar anak khususnya dalam belajar Pendidikan Agama
Katolik.
3. Mengetahui sejauh mana usaha yang dilakukan orang tua dalam membantu
F. Manfaat Penulisan 1. Bagi Siswa
Anak akan memahami pentingnya meningkatkan prestasi belajar pendidikan
Agama Katolik.
2. Bagi Guru
Guru dapat menjalin hubungan atau kerja sama dengan orang tua siswa.
Dengan menjalin hubungan yang baik, guru dapat mengetahui perkembangan
belajar siswa di rumah. Guru dapat memotivasi orang tua untuk terlibat aktif.
3. Bagi Orang tua:
Orang tua adalah pendidik utama di dalam keluarga. Bimbingan orang tua
sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menyelesaikan proses belajar. Pendidikan.
adalah tugas dan tanggung jawab orang tua. Dengan adanya penulisan ini
diharapkan orang tua semakin menyadari akan perannya sebagai pendidik yang
pertama dan utama, sehingga dapat memfasilitasi semua yang dapat
mendukung proses belajar anak.
G. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode
deskriptif-interpretatif, yaitu menggambarkan dan menafsirkan permasalahan yang ada
berdasarkan data. Data diperoleh melalui studi lapangan khususnya dengan
H. Sistematika Penulisan
Judul skripsi yang dipilih penulis adalah “Peranan Orang tua Terhadap
Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi Kelas V SD Kanisius
Kenteng Kulon Progo Yogyakarta. Judul ini penulis bahas dalam lima bab:
Bab I: Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan identitas masalah, pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II: Membahas peranan orang tua dan pengaruhnya terhadap prestasi
belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK) siswa-siswi kelas V SD. Kajian teori
tentang peranan orang tua dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar Pendidikan
Agama Katolik (PAK), dibagi dalam peranan orang tua, prestasi belajar dan
faktor-faktor yang mempengaruhi, menghambat, serta yang mendukung belajar
anak, perkembangan anak usia Sekolah Dasar, serta peranan orang tua terhadap
Pendidikan Agama Katolik
Bab III: Menguraikan penelitian tentang peranan orang tua terhadap
prestasi belajar PAK siswa-siswi kelas V SD Kanisius Kenteng Kulon Progo yang
didalamnya tercakup: Jenis penelitian, responden penelitian, tempat dan waktu
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, laporan hasil penelitian,
kesimpulan penelitian
Bab IV: Penulis memberikan usulan rekoleksi untuk orang tua dengan
tujuan agar para orang tua siswa siswi SD Kanisius Kenteng semakin menyadari
panggilannya sebagai pendidik utama dan pertama, serta dapat memaknai peran
dan tanggung jawabnya khususnya dalam mendampingi anak.
BAB II
PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
A. Orang tua sebagai Pendidik Pertama dan Utama dalam Keluarga
1. Pengertian Orang tua
Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu
keluarga atau rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut ayah
dan ibu. Mereka memegang peranan utama dalam hidup keluarga. Sedangkan
anak-anak berada dalam pengawasan dan tanggung jawab dalam keluarga.
Menurut pengertian umum yang dimaksud orang tua adalah suami-isteri atau
orang yang sudah mempunyai anak atau bapak dan ibu dari anak-anaknya.
Mengidentifikasikan orang tua tidak lepas dari pengertian keluarga, karena antara
orang tua dan keluarga sangat erat kaitannya.
Kitab Hukum Kanonik menguraikan:
“Orang tua kristiani adalah pasangan yang memiliki sebuah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang dibaptis untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup yang mengarah pada kesejahteraan suami-istri, kelahiran dan pendidikan anak, di mana perjanjian diangkat oleh Kristus Tuhan menjadi sakramen. Kebersamaan hidup bersama yang terbuka pada kelahiran yang akan membawa laki-laki dan perempuan itu menjadi orang tua, yaitu orang tua kristiani. (Kan. 1055)”
Dalam uraian di atas orang tua kristiani juga merupakan orang tua yang
menampilkan sikap dan perilaku hidup bercirikan pola Kristiani, misalnya hidup
penuh kasih, mengampuni, mempunyai relasi yang dekat dengan Allah. Jika orang
tua telah memberikan cerminan hidup kristiani, maka juga dapat menciptakan
keluarga yang dapat menciptakan suasana keluarga yang diterangi oleh ajaran
Kristus. Allah menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat utama bagi lahir dan
tumbuh kembang setiap anak. Allah juga menghendaki bahwa keluarga menjadi
tempat pertama untuk pendidikan anak, sebelum ia mengalami pendidikan formal
di sekolah.
Nasution (1985:1) menjelaskan bahwa orang tua ialah setiap orang yang
bertanggung jawab dalam satu keluarga, yang dalam penghidupan sehari-hari
lazim disebut dengan bapak-ibu. Mereka inilah yang terutama dan utama
memegang peranan dalam kelangsungan hidup suatu rumah tangga atau keluarga.
Soerjono (1990:136) menjelaskan bahwa keluarga merupakan
paguyuban yang di dalamnya ada kehidupan bersama dan dasar hubungannya
adalah cinta. Selain itu keluarga juga mempunyai fungsi terkait dengan
pendidikan yaitu membawa anak pada kedewasaan, kemandirian, bertanggung
jawab, pengenalan nilai moral dan membentuk anak menjadi manusia terdidik.
Dari definisi keluarga di atas dapat diambil sebuah pengertian tentang
orang tua. Orang tua adalah bagian keluarga yang disebut ayah dan ibu, Mereka
bersatu didasarkan cinta kasih dan mencapai sesuatu tujuan bersama. Dan salah
satu tanggung jawab mereka adalah menjadikan anak-anaknya manusia yang
2. Pendidikan Anak Dalam Keluarga
Pendidikan Anak dalam keluarga adalah suatu proses pendewasaan iman
anak melalui berbagai usaha orang tua. Pendidikan anak dalam keluarga
merupakan usaha orang tua dalam mendewasakan anaknya agar berkembang
menjadi manusia yang utuh dan bertanggung jawab. Anak menjadi dewasa secara
manusiawi dan iman dalam kesatuan pribadi dengan Allah.
Pendidikan yang diberikan oleh orang tua membantu anak berkembang
menjadi orang dewasa yang mandiri dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.
Anak menjadi dewasa secara utuh baik dalam kepribadian maupun dalam iman.
Peran pendidikan orang tua dalam keluarga sangat berpengaruh bagi
perkembangan hidup anak-anak.
Pendidikan anak dalam keluarga merupakan panggilan utama orang tua.
Orang tua yang telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak maka terikat
kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Orang tualah yang
bertanggungjawab dalam perkembangan anak baik itu pengetahuan maupun iman
anak (FC art. 36).
Orang tua sebagai penyalur kehidupan bagi anak-anak, memiliki
tanggung jawab pertama dan utama dalam mendidik anak. Tanggung jawab ini
pertama-tama ditempuh dengan cara menciptakan suasana damai dan kasih dalam
3. Tanggung jawab Orang tua dalam Pendidikan Anak
Orang tua mempunyai kedudukan yang penting dan memiliki tanggung
jawab dalam hal mendidik anak. Gereja menempatkan orang tua sebagai pendidik
anak yang pertama dan utama dalam keluarga, “karena orang tua telah
menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat
untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orang tualah yang harus diakui sebagai
pendidik mereka yang pertama dan utama” (GE, art. 3). Orang tua mempunyai
peranan vital dan tak tergantikan dalam pendidikan anak. Peran orang tua ini
merupakan konsekuensi dari tanggung jawab mereka sebagai penyalur kehidupan
bagi anak-anak.
…Sebab merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat (GE, art. 3).
Ini berarti bahwa orang tua mempunyai tugas untuk mendidik anak,
berperan menciptakan situasi keluarga yang mendukung proses pendidikan anak.
Situasi keluarga yang didasari oleh semangat bakti pada Allah dan kasih sayang
pada sesama menjadi pendukung kepribadian dan pendidikan sosial bagi
anak-anak.
Dengan demikian hal yang perlu dituntut dari tanggung jawab orang tua
dalam mendidik anak adalah suatu sikap dimana orang tua memandang anak
sebagai manusia yang berkembang, dan perlu berkembang. Anak harus diberi
Anak diberi kebebasan dalam berpikir, bertindak, dan dalam memberikan
keputusan sesuai dengan perkembanganya. Orang tua bertugas mengarahkan
perkembangan anak pada hal-hal yang positif. Seperti yang ditegaskan Nasution
(1985:40), bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab besar terhadap
anak-anaknya, maka orang tua dituntut agar mampu untuk: (1) mengasuh dan
membimbing anak-anaknya; (2) mengawasi pendidikan anak-anaknya; (3)
mengemudikan pergaulan anak-anaknya.
Pendidikan dalam keluarga terdapat suatu hubungan pergaulan, yaitu
pihak yang mendidik (orang tua) dan yang dididik (anak). Dalam mendidik anak,
orang tua berperan sebagai pembimbing. Anak yang belum dewasa dibimbing dan
diarahkan oleh orang tua untuk mencapai kedewasaan sehingga anak dapat
berpikir, berbuat dan bertindak. Disamping itu orang tua harus berusaha
menanamkan pengaruh yang baik kepada anak-anak sejak dini, supaya anak
jangan sampai berkembang ke arah yang negatif yang dapat merugikan anak
sendiri.
4. Peranan Orang tua
a. Mewujudkan Cinta Kasih
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh
karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah
anak. Menjadi orang tua berarti harus siap menjadi pendidik, dan siap dengan
segala sesuatu sehubungan dengan pengetahuan untuk mendidik anak.
Peranan dasar yang perlu ditunjukkan oleh orang tua yaitu mewujudkan
cinta kasih. Gravissimum Educationis art. 3 mengatakan bahwa para orang tua
wajib menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah
dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang
keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Ini berarti bahwa
setiap orang termasuk anak memerlukan sesuatu yang mutlak untuk dasar
ketentraman; untuk menopang kelemahan kita, melindungi, dan mengasihi. Orang
tua yang penuh cinta dan hangat akan mudah ditiru. Anak akan merasa senang,
aman dan percaya diri, misalnya: bila bapak dan ibu selalu rukun, saling
membantu dan saling mengasihi, begitu juga dengan anaknya. Suasana seperti itu
tentu akan membuat anak nyaman dan bahagia. Anak tidak merasa khawatir jika
anak mengalami kesusahan atau pun kesulitan dalam menjalani aktivitasnya
sehari-hari. Seorang anak yang selalu mendapat cinta kasih secara cukup dari
orang tuanya, tentu anak tersebut akan tumbuh berkembang ke arah yang lebih
baik. Oleh sebab itu orang tua perlu menciptakan suasana rumah yang penuh
dengan cinta kasih yakni suasana rumah yang harmonis, rukun, saling melindungi
satu dengan yang lain, sehingga suasana keakraban serta kehangatan terasa antara
orang tua dengan anak. Dengan merasakan suasana rumah yang penuh cinta tentu
b. Memberikan Teladan
Soesilo (dalam Kartini, 1985-19), menyatakan bahwa bagi anak, orang
tua dianggap sebagai makhluk serba bisa, oleh karena itu patut diikuti tanpa harus
bertanya-tanya. Segala perbuatan dan tingkah laku orang tua pun dapat ditiru
anak, karena seorang anak tidak akan menanyakan terlebih dahulu kepada orang
tuanya, apakah ia diizinkan untuk meniru atau tidak sesuatu perbuatan atau
tingkah laku orang tuanya sendiri. Anak menganggap bahwa segala sesuatu yang
dilakukan oleh orang tuanya adalah baik untuk ditiru dan diterapkan dalam hidup.
Maka orang tua merupakan teladan untuk anak-anaknya.
c. Memotivasi Anak Belajar
Peranan orang tua dalam kegiatan belajar anak sangat berpengaruh
terlebih untuk meningkatkan kemajuan belajar. Nasution (1985:83) mengatakan
bahwa orang tua yang bijaksana berusaha membangkitkan kemauan belajar anak
dengan tujuan agar anak tetap mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar di
sekolah maupun di rumah. Maka ia memaparkan sebagai berikut: melengkapi
bahan atau alat-alat keperluan anak dalam penyelenggaraan pendidikannya,
misalnya: memberikan kelengkapan buku-buku yang diperlukan anaknya, serta
kelengkapan alat tulisnya (pulpen, pensil, penggaris dan sebagainya). untuk
mengontrol serta memberikan kesempatan belajar yang cukup, orang tua harus
mengontrol jam belajar anak dengan tujuan agar anak tahu kewajibannya sebagai
seorang pelajar. Dalam menciptakan suasana yang tenang pada saat anak belajar,
menciptakan suasana yang tenang, misalnya: tidak menyalakan televisi atau radio
pada saat anak belajar. Keterlibatan orang tua membantu anak membuat jadwal
belajar di rumah, dengan adanya jadwal belajar anak akan terbantu untuk
mengingat akan jam belajarnya. Anak akan lebih teratur dalam belajarnya
sehingga dalam mencapai prestasi akan semakin mudah. Dengan keterlibatan
orang tua mengingatkan belajar anak, anak akan merasa senang diperhatikan dan
didampingi pada saat belajar.
B. Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar
Dalam undang-undang Republik Indonesia No.2 tahun 1989 tentang
sistem pendidikan Nasional, Pendidikan Agama Katolik merupakan salah satu
usaha dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pendidikan
Agama Katolik merupakan tugas orang tua, keluarga dan masyarakat lingkungan
serta Gereja. Sekolah memiliki peran penting dalam pengembangan Pendidikan
Agama Katolik karena merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Komkat KWI, 2007:11)
1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Dalam mendidik anak, orang tua perlu menyesuaikan dengan taraf
menyamakan anak yang sudah dewasa dengan mendidik anak yang belum
dewasa, karena seorang anak kecil tidak mungkin bisa menangkap apa yang
diajarkan orang tua jika cara mengajar orang tua seperti mengajar orang yang
sudah dewasa. Oleh karena itu dalam mendidik anak kiranya perlu diperhatikan
juga masalah perkembangan anak.
Di dalam seluruh rentang kehidupan, manusia terbagi dalam beberapa
periode atau masa yaitu: masa bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa. Kartini
Kartono (1990:133) mengemukakan bahwa masa sekolah dasar anak yakni pada
usia 6 s.d 12 tahun. Masa perkembangan ini oleh para pendidik disebut masa
sekolah dasar, karena pada masa ini anak diharapkan memperoleh pengetahuan
dasar yang dipandang sangat penting untuk persiapan dan penyesuaian diri
terhadap kehidupan di masa dewasa.
Masa anak adalah saat di mana seorang individu tidak berdaya dan masih
tergantung dari bantuan orang di sekitarnya terutama orang tuanya. Masa tersebut
merupakan masa yang penting untuk mendapat perhatian khususnya dari orang
dewasa. Karena masa anak sangat menentukan sikap dan tingkah lakunya pada
perkembangan berikutnya.
Dalam konteks penulisan ini, penulis memberikan batasan mengenai
anak sebagai berikut: anak adalah para siswa yang sedang belajar di Sekolah
Dasar (beragama Katolik) dan dari segi usia terentang usia 6 s.d 12 tahun. Alasan
penulis memilih siswi Sekolah Dasar dalam kelompok anak, karena
siswa-siswi Sekolah Dasar jika di tinjau dari segi usia mereka belum dewasa. Mereka
Karena anak Sekolah Dasar masih perlu bantuan dari orang tua, maka
dalam mendidik anak perlulah orang tua untuk mengetahui taraf perkembangan
anak, sehingga memudahkan proses belajar antara yang mendidik dengan yang di
didik. Miller (dalam Heryatno, 2008:71) mengutip ayat Kitab Suci 1Kor 3:2a
“Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum
dapat menerimanya”. Ia juga menegaskan betapa pentingnya mendidik anak
sesuai dengan taraf perkembangan mereka. Taraf dalam perkembangan anak tidak
dapat disamakan dengan orang dewasa. Untuk itu, orang tua harus mengenali anak
secara utuh atau melihat kondisi konkrit anak. Maka dari itu penulis memaparkan
teori-teori perkembangan anak :
a. Perkembangan Kognitif
Piaget (dalam Heryatno, 2008:72), mengatakan bahwa anak sekolah
dasar memasuki tahap operasi konkret dalam berpikir. Pemikirannya tidak
sekabur seperti pada masa kanak-kanak, tetapi lebih konkret. Disamping itu, anak
memperoleh informasi baru melalui media massa, terutama film, radio, dan
televisi. Berdasarkan pengalaman-pengalaman ini, anak membentuk
konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, dan sebagainya. Piaget
(dalam Suparno, 2001:86) mengemukakan bahwa tahap operasi konkret terjadi
pada usia 7 s.d 12 tahun, anak sudah tidak lagi begitu egosentris dalam
pemikirannya. Anak sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain. Ini
b. Perkembangan Emosi
Miller (dalam Heryatno, 2008: 75) mengatakan bahwa pada usia sekolah
dasar anak belajar untuk mengendalikan dan mengontrol emosi yang diperoleh
anak melalui peniruan dan latihan. Kemampuan orang tua dalam mengendalikan
emosinya sangatlah berpengaruh. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada
tahap usia sekolah dasar ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang,
rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia). Emosi yang
positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan
mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas
belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, dan
disiplin dalam belajar. Sebaliknya emosi negatif, seperti perasaan tidak senang,
kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan. Oleh
sebab itu pendidik harus dapat menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi
terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.
c. Perkembangan Moral
Kolhberg (dalam Esti Sri, 2006:81-83) mengemukakan bahwa pada tahap
ini, anak menilai baik-buruk, benar salah dari sudut dampak (hukuman atau
ganjaran) yang diterimanya dari yang mempunyai otoritas (yang membuat aturan),
baik orang tua atau orang dewasa lainnya. Di sini anak mematuhi aturan orang
tua.
Pada tahap selanjutnya yakni anak mulai memasuki umur belasan, anak
orang lain. Masyarakat adalah sumber yang menentukan, apakah perbuatan
seseorang baik atau tidak. Baik, bilamana sesuai dengan apa yang diharapkan
masyarakat, dan buruk, kalau bertentangan atau berlawanan. Apabila ingin
diterima masyarakat maka harus memperlihatkan perbuatan yang baik.
d. Perkembangan Iman
Allen Shelly (1982:41-49) mengemukakan bahwa anak sudah dapat
membedakan antara Allah dan orang tua. Pola pikir anak masih konkret, namun
anak pada masa ini mulai menggunakan konsep abstrak untuk menggambarkan
Allah. Anak mempunyai keinginan yang besar untuk belajar tentang Allah dan
surga, mereka suka memanjatkan doa-doa umum pada waktu menjelang tidur dan
makan. Doa anak biasanya bersifat egosentris, berupa permohonan kepada Allah
untuk menolong dirinya, atau berterima kasih atas orang-orang dan hal-hal yang
mereka sukai.
Anak memiliki perkembangan secara cepat, dunianya semakin meluas
dari lingkup keluarga ke lingkup sekolah dan masyarakat. Pengertian tentang
Allah sebagai pencipta, pemberi hukum, dan sahabat yang mereka kenal dari
pengajaran, teladan orang tua, guru, dan orang lain mulai tumbuh.
Fowler (dalam Heryatno, 2008:78), mengemukakan bahwa pada usia 7
s.d 12 tahun anak mulai dapat menceritakan pengalamannya sendiri. Anak sangat
menyukai cerita , bahkan ia dapat menghapal seluruh cerita sampai detail. Cerita
sebagai sarana perpanjangan dan penemuan diri diartikan secara harafiah dan
antropomorphis, dimana Allah dibayangkan sebagai manusia istimewa yang
mempunyai rumah kediaman di surga, penuh perhatian, sabar, seperti tokoh dalam
cerita atau dongeng.
2. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar
Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk
pendidikan iman dan suatu usaha untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan
nasional. Mangunwijaya (dalam Heryatno, 2008:15) menyatakan hakikat dasar
PAK sebagai komunikasi iman, bukan pengajaran agama. Ia membedakan antara
beragama atau punya agama (having religion) dengan beriman (being religious).
Agama berkaitan dengan hukum, peraturan, ritus, kebiasaan, lambang-lambang
luar, segi-segi sosiologis. Agama merupakan jalan dan sarana menuju kepenuhan
dan kesejahteraan hidup, jalan manusia menuju kesatuannya dengan Tuhan.
Dalam Gravissimum Educationis (GE art. 7 dan art. 8) dikatakan bahwa
pendidikan agama diberikan di sekolah Katolik bertujuan menanamkan
pendidikan moral, menciptakan lingkungan hidup yang dijiwai oleh “semangat
Injil” kebebasan dan cinta kasih sehingga murid terbantu mengembangkan
kepribadiannya. Konsili Vatikan II juga menegaskan bahwa sekolah katolik
pertama-tama tidak dimaksudkan sebagai lembaga komersil yang diselenggarakan
guna mengejar keuntungan melainkan sebagai lembaga pendidikan demi
mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik agar mereka dapat
Heryatno (2008:47) mengatakan bahwa PAK di sekolah harus bersifat
kontekstual dan secara serius bertolak dari kenyataan hidup beriman naradidik dan
menanggapi kebutuhan mereka baik di masa sekarang maupun di masa yang akan
datang. Dengan demikian, PAK di sekolah dapat memberikan sumbangan positif
bagi pembangunan dan pendewasaan iman naradidik baik yang menyangkut segi
kognitif, sikap maupun tindakan.
Heryatno (2008:16) menegaskan bahwa PAK sebagai komunikasi iman
perlu menekankan sifatnya yang praktis, artinya bermula dari pengalaman
penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan
iman baru yang lebih baik. Bersifat praktis juga berarti PAK lebih menekankan
tindakan (kehidupan) daripada konsep atau teori. Dengan sifatnya yang praktis,
PAK menjadi mediasi transformasi iman yang berlangsung secara terus menerus.
Maka dari itu, PAK juga dipahami sebagai komunikasi penghayatan atau
pengalaman iman. Komunikasi semacam ini tentu akan saling memperkaya dan
meneguhkan iman para pesertannya. Iman sejati menggerakkan orang untuk
bersikap belas kasih, peka dan peduli kepada sesamanya yang miskin serta
menderita, merasa rindu dan ingin dekat Tuhan, dan berbuat baik kepada sesama.
Penekanan dalam PAK bukan pengajaran agama tetapi proses perkembangan
iman, peneguhan pengharapan dan perwujudan cinta kasih (religiusitas), karena
berfokus pada hal-hal mendasar. PAK menjadi bersifat inklusif, mendorong
kearah persaudaraan, persatuan dan perjumpaan serta mengusahakan terwujudnya
kesejahteraan hidup bersama. Dari sebab itu, suasana kesalingan, kebersamaan,
diusahakan di kelas dan di pelbagai pertemuan kegiatan pembinaan dan
pendidikan.
Dengan demikian, PAK merupakan upaya terencana untuk: mengarahkan
sikap yang lebih pada siswa, meneguhkan atau menguatkan sikap baik yang sudah
dipunyai anak, membantu siswa dalam mengembangkan lebih lanjut sikap yang
sudah baik itu, dan mengajak siswa membentuk sikap baru sebagai usaha
peningkatan sikap Kristiani di masa datang.
b. Tujuan Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar
Groome (dalam Heryatno, 2003) menyebutkan tiga tujuan pendidikan
Agama Katolik di sekolah yaitu: demi terwujudnya Kerajaan Allah, demi
kedewasaan iman, dan demi kebebasan manusia. Dari uraian di atas, peserta didik
pertama-tama dibantu untuk menghayati imannya akan Yesus Kristus yang
mempunyai keprihatinan tunggal untuk mewartakan Kerajaan Allah. Kerajaan
Allah tidak lain adalah karya penyelamatan Allah yang melalui Kristus
menawarkan dan menegaskan harapan, kedamaian, cinta, dan keadilan yang
dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan. Para murid
juga perlu dibantu untuk menghayati iman dalam hidup sehari-hari sehingga
mereka menjadi orang. Kristen yang makin beriman dewasa. Kedewasaan iman
mereka menyentuh seluruh aspek hidup peserta baik segi kognitif, afektif, dan
praktis. Dikatakan bahwa ketiga aspek ini merupakan unsur pokok dari kehidupan
manusia dan khususnya juga dari kehidupan iman. Kematangan iman para siswa
dibuktikan dalam sikap dan tindakan konkret akan membantu mereka untuk
menghayati iman kristiani secara bebas. Dari penghayatan ini, iman yang autentik
yang muncul dari kebebasan hati dapat tumbuh.
3. Peranan Orang tua terhadap Pendidikan Agama Katolik
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting,
Apabila pendidikan dalam keluarga ini baik maka pendidikan selanjutnya
kemungkinan besar juga akan berhasil. Membimbing anak sangat membutuhkan
kesabaran yang tinggi bagi orang tua untuk dapat melakukan peran orang tua
dalam pendampingan. Selain itu, orang tua juga mempunyai tanggung jawab
membantu perkembangan, sikap, nilai, kebiasaan, dan ketrampilan serta
memotivasi anak untuk belajar dengan baik. Sebagai orang tua khususnya, baik
dalam perseorangan ataupun bersama-sama mempunyai peranan yang baik tak
terhingga dalam kehidupan anak. Orang tua mempunyai tugas dan tanggung
jawab yang pertama dalam mendidik anak. Sebagai keluarga, orang tua
mempunyai tanggung jawab dalam mendidik anak-anak baik secara moral
maupun spiritual.
Pendidikan yang pertama berasal dari orang tua dimana anak harus
diutamakan. Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya dan orang tua adalah
pelaku pertama dan utama dalam pendidikan anak, baik pendidikan iman maupun
pendidikan intelektual anak. Dalam Gravissimum Educationis (GE) art 3
dijelaskan bahwa tanggung jawab atas pendidikan anak, utamanya dipegang oleh
hakiki. Begitu juga hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua sebagai
teladan anak dapat membangun relasi yang lebih dekat dengan anak, maka
hubungan anak dengan orang tua menjadi satu kesatuan. Maka disinilah orang tua
sebagai pengajarnya harus memahami pelajaran yang hendaknya menuntun anak
seumur hidup yakni; pelajaran tentang sikap penghargaan, penghormatan,
pengendalian diri, sikap kejujuran dan sikap kebenaran. Pendidikan dalam
keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama dialami oleh anak. Dengan
demikian orang tua harus menanamkan nilai-nilai yang baik dalam diri anak yakni
mendampingi belajar anak-anaknya di rumah agar mereka terlatih, terdidik dalam
belajar. Sehingga anak menjadi termotivasi dan semangat dalam belajar.
C. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK)
1. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK)
Prestasi belajar PAK pada dasarnya merupakan hasil yang telah dicapai
siswa dalam mata pelajaran PAK di sekolah yang pada umumnya dinyatakan
dalam bentuk angka dan huruf. Namun pencapaian itu belumlah cukup jika tidak
ada keseimbangan antara pengetahuan dan sikap serta tindakan hidup siswa dalam
mengaplikasikan imannya dalam hidup bermasyarakat. Hasil belajar siswa dari
proses belajar PAK secara umum idealnya meliputi tiga aspek yakni pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Disadari bahwa
sekolah selama ini hanya menekankan aspek kognitif semata dan
mengesampingkan dua aspek yang lainnya sehingga tidak membentuk
Tekanan yang berlebihan pada segi kognitif dan kurangnya perhatian
pada segi afeksi tampaknya menjadi masalah utama PAK di sekolah. Dapiyanta
(dalam widya Dharma, Oktober 1995:90) berpendapat lain. Tekanan berlebihan
pada segi kognitif lebih merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembagian jam
pelajaran. Tekanan PAK pada pengetahuan lebih terkait dengan jam pelajaran
yang sangat terbatas. Secara lebih rinci Dapiyanta menguraikan hal tersebut
sebagai berikut:
“Dalam keseluruhan kurikulum di sekolah PAK menempati dua jam pelajaran per minggu. Dalam porsi seperti itu sulit diharapkan para murid mempunyai motivasi tinggi dalam mengikuti PAK. Belum lagi kalau memperhitungkan kepentingan mata pelajaran yang umumnya dilihat dalam perspektif ujian nasional. Maka PAK mendapat bagian perhatian yang lebih kecil lagi, baik dari murid, orang tua maupun sekolah.”
Karena keterbatasan jam pelajaran PAK mudah dimengerti mengapa
internalisasi nilai-nilai keagamaan tidak terjadi secara seimbang. Dapat pula
dimengerti mengapa segi kognitif dalam PAK mendapat tekanan sama seperti
mata pelajaran yang lain. Selain kurangnya perhatian segi afeksi dan pembatinan
nilai, PAK di sekolah juga terkesan mengejar target kurikulum sehingga proses
pembelajaran kurang menarik. Pembelajaran yang dirasa kurang menarik
mengakibatkan prestasi belajar PAK menjadi berkurang.
Hasil belajar PAK ditujukan dalam kemampuan siswa yang nyata dan
terukur, dapat berupa pengetahuan, sikap dan nilai-nilai setelah mengikuti
kegiatan belajar mengajar. Indikator pencapaian hasil belajar ini adalah berupa
kemampuan spesifik dan rinci yang diharapkan dapat dikuasai siswa. Indikator
prestasi belajar PAK dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil
a. Pengertian Prestasi
Proses pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antar siswa,
sumber belajar maupun dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran dikatakan efektif
apabila hasil dari pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan yang akan dicapai
secara optimal. Ketercapaian tujuan pembelajaran tersebut dapat dilihat dari hasil
tes, yang merupakan prestasi dari siswa.
Winkel (1996:52) mengatakan bahwa prestasi adalah bukti usaha yang
dapat dicapai. Hasil dari usaha pembelajaran perlu diukur secara langsung dengan
menggunakan tes atau evaluasi, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.
b. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut Winkel (1996:162) “prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajarnya sesuai bobot yang dicapainya.” Sedangkan menurut S. Nasution
(1996:17) prestasi belajar diartikan sebagai kesempurnaan yang dicapai seorang
dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila
memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebaliknya
dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum memenuhi target
dalam ketiga kriteria tersebut.”
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses. Maka prestasi belajar dapat
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran
yang diterima atau kemampuan menguasai pelajaran yang diberikan oleh guru,
yang selalu dikaitkan dengan tes hasil belajar atau tes prestasi (Purwanto,
1986:28). Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan kognitif yang
dimiliki oleh siswa dan dipengaruhi oleh pengalaman belajarnya.
Dalam menentukan nilai hasil belajar siswa dilakukan melalui kegiatan
penilaian, dengan kata lain pengukuran hasil belajar dilakukan melalui proses
evaluasi. Jadi evaluasi hasil belajar bertujuan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Tingkat
keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai yang berupa huruf, kata, atau
angka.
2. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Menghambat dan Mendukung
a. Pengertian Belajar
Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita melakukan banyak kegiatan,
misalnya, membaca buku, mengenakan pakaian, makan dengan menggunakan
alat-alat makan, bertindak sopan dan lain sebagainya. Untuk bisa melakukan
semua kegiatan itu tentu dengan kegiatan belajar terlebih dahulu. Mustahilah kita
dapat melakukan kegiatan itu jika kita tidak berusaha untuk belajar terlebih
dahulu.
Sudah banyak ahli menguraikan definisi tentang belajar. Maka dari itu
dahulu beberapa rumusan tentang belajar dari beberapa tokoh pendidikan. Winkel
(1996:53) mendefinisikan tentang belajar sebagai berikut:
Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Dari definisi di atas nampak bahwa manusia dapat belajar melalui
interaksi dengan lingkungan, yaitu dalam bergaul dengan orang, dalam memegang
benda dan dalam menghadapi peristiwa. Berada di tengah-tengah lingkungan,
tidak menjamin adanya proses belajar. Orangnya harus aktif sendiri, melibatkan
diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya. Maka dari itu orang tua
sebagai pendidik dalam keluarga perlu memperhatikan perubahan pada diri anak
dalam hal kebiasaan, pengetahuan, sikap selama pengalaman belajar berlangsung.
Hildegard W (1993: 139) Belajar adalah proses yang berlangsung seumur
hidup. Semua perubahan tingkah laku yang terjadi akibat pengalaman. Dalam
pengertian secara luas belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju
ke perkembangan pribadi. Menurut Morgan (dalam Singgih D, 1984 : 23), belajar
dapat dirumuskan sebagai suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah
laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman masa lalu. Dapat dikatakan bahwa
setiap tingkah laku seseorang merupakan hasil dari orang itu mempelajari baik
mengenai pelajaran-pelajaran sekolah maupun tentang nilai-nilai sekolah.
Menurut Nana Sudjana (1989:5) belajar diartikan sebagai suatu proses
yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Menurut Mouly
(dalam Nana Sudjana, (1989:5), belajar pada hakikatnya adalah suatu proses
Kimble dan Garmezi (dalam Nana Sudjana, 1989:5) bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relative permanen, terjadi sebagai hasil dari
pengalaman. Sedangkan menurut Garry dan Kingsley (dalam Nana Sudjana,
1989:5) dikatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang
orisinil melalui pengalaman dan latihan-latihan. Dengan demikian belajar pada
dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
Definisi di atas mempunyai kesamaan di mana untuk belajar itu
dibutuhkan keterlibatan langsung dari si pelajar. Berkenaan dengan ini dapatlah
dikatakan bahwa belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi
sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan itu merupakan
suatu hasil belajar dan mengakibatkan manusia berubah dalam pengetahuan,
perasaan, perilaku, kebiasaan, nilai, dan sikap. Perubahan yang terjadi bersifat
menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak tetapi juga
pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang. Perubahan-perubahan
tersebut terjadi karena pengalaman. Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini
yang membedakan perubahan-perubahan lain yang disebabkan kerusakan fisik
(karena penyakit atau kecelakaan), atau sebab-sebab lain yang non permanen
(lelah, mengantuk dan sebagainya).
b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar:
Sumadi Suryabrata (1993:249) memaparkan faktor-faktor yang dapat
1) Faktor Eksternal
Ialah faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor yang termasuk di
dalamnya ialah: a) faktor-faktor non sosial dalam belajar misalnya: keadaan
udara, cuaca, waktu (pagi, siang, atau malam), tempat atau lokasi gedungnya,
alat yang dipakai untuk belajar, seperti alat tulis menulis, buku-buku,
alat-alat peraga dan masih banyak lagi; b) faktor-faktor sosial dalam belajar
misalnya: kehadiran orang lain pada waktu anak sedang belajar dapat
mengganggu aktivitas belajar. Kegaduhan dan kebisingan dapat mengakibatkan
konsentrasi belajar anak menjadi goyah.
2). Faktor Internal
Faktor-faktor yang termasuk di dalamnya yaitu: a) Faktor fisiologis. Hal ini
berhubungan dengan keadaan jasmani seseorang, misalnya tentang fungsi
organ-organ, susunan-susunan dan bagian-bagian yang berbeda dalam
organisme kehidupan. Faktor yang dapat mempengaruhi belajar seseorang
dapat dibedakan menjadi dua macam yakni: kondisi jasmani pada umumnya,
dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu, terutama fungsi-fungsi panca
indera. b) Faktor-faktor psikologis dalam belajar misalnya: adanya sifat keingin
tahuan, sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju,
keinginan untuk mendapatkan rasa aman apabila menguasai pelajaran.
faktor di atas dapat mempengaruhi seseorang yang sedang belajar.
Faktor-faktor tersebut bisa mendorong dan juga bisa menghambat seseorang yang
c. Faktor yang menghambat
Shalahudin (1990:57) memaparkan faktor-faktor yang dapat menghambat
kegiatan belajar anak. Pertama, ialah faktor yang timbul dari dalam diri anak
ialah:
1) Faktor Internal
a) faktor biologis, misalnya: anak tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar karena
anak sering sakit sehingga akan mengganggu jalannya proses belajar, selain itu
cacat tubuh seperti kaburnya penglihatan, berkurangnya pendengaran, gagap
juga dapat menyebabkan hambatan dalam belajar.
b) faktor psikologis, misalnya: inteligensi (kecerdasan) yang rendah pada anak;
kurangnya minat dan semangat pada anak dalam mengerjakan tugas sehingga
hasil yang diperolehnya tidak memuaskan atau hasilnya kurang baik; anak
yang merasa dirinya tidak diperhatikan oleh orang tuanya akan membuat anak
menjadi malas belajar.
2) Faktor Eksternal
Yang kedua ialah faktor yang timbul dari luar diri anak ialah:
a) Lingkungan keluarga, hubungan orang tua dengan anak yang kurang baik.
Orang tua yang terlalu keras mendidik anaknya, banyak menuntut, dan kurang
memberikan penghargaan atau pujian dalam mendidik anak akan membuat
anak merasa ketakutan jika bertemu dengan orang tua sehingga mengakibatkan
b) Lingkungan sekolah, misalnya: guru yang hanya bisa mengajar dengan metode
ceramah melulu akan mengakibatkan proses belajar kurang menarik bahkan
membuat anak bosan, ngantuk dan pasif. Guru kurang berinteraksi dengan
siswanya sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar tidak lancar.
c) Lingkungan masyarakat, misalnya: media masa yaitu televisi, bioskop, surat
kabar, radio, majalah komik, yang semuanya mempunyai nilai positif dan
negatif.
d. Faktor yang mendukung
Faktor-faktor yang mendukung belajar anak.
1) Suasana keluarga harus mendorong anak untuk belajar
Nasution (1985:60), mengatakan supaya anak lebih bersemangat dalam
belajar, maka diperlukan adanya usaha orang tua untuk menciptakan suasana
keluarga yang damai, nyaman dan penuh kasih sayang, sehingga pikiran dan
perhatian anak akan lebih terarah pada kegiatan belajarnya. Kedamaian atau
keakraban maupun kerja sama yang baik antara para anggota keluarga akan
memberikan semangat belajar bagi anak. Memberikan kesempatan belajar yang
cukup kepada anak. Pada saat anak sedang belajar orang tua jangan memberikan
tugas lain, misalnya: mencuci piring, menyapu dan lain-lain. Orang tua juga perlu
mengontrol jam belajar anaknya. Memberikan semangat belajar dan dukungan
kepada anak. Memberikan dukungan kepada anak bisa berbentuk pujian. Pujian
bersemangat dan meningkat minat belajarnya, supaya keberhasilan yang
dicapainya ini dapat terulang kembali.
2) Sarana Pendukung belajar anak
Nasution (1985:107-112) menyebutkan faktor-faktor yang dapat
membangkitkan minat belajar anak. Pertama, melengkapi bahan atau alat-alat
keperluan anak untuk belajar. Dalam hal ini orang tua perlu melengkapi alat-alat
yang dibutuhkan oleh anak dalam belajar. Dengan lengkapnya sarana-sarana
untuk belajar anak, misalnya: pensil, pulpen, penggaris, buku dan lain-lain akan
membuat anak bersemangat dalam belajar. Kedua, memberikan makanan yang
bergizi. Anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan sangat membutuhkan
makanan yang bergizi untuk memperlancar pertumbuhan jaringan-jaringan tubuh
dan otak mereka. Maka dari itu perlulah orang tua memberikan makanan yang
bergizi kepada anak yang mengandung vitamin yang dapat membantu