• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhusu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhusu"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ORANG TUA

TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO

YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Agnes Efita Jayanti NIM: 061124005

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

S K R I P S I

PERANAN ORANG TUA

TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO

YOGYAKARTA

Oleh:

Agnes Efita Jayanti

NIM: 061124005

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

(3)

iii

S K R I P S I

PERANAN ORANG TUA

TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO

YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Agnes Efita Jayanti

NIM: 061124005

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

Pada tanggal, 24 Agustus 2011

dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda Tangan

Ketua : Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ. ...

Sekretaris : Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. ...

Anggota : 1. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. ………

2. Ernest Justin, SJ., S.Psi., M.Hum. ………

3. Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum. ………

Yogyakarta, 24 Agustus 2011

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan kepada

Bapak dan Ibuku,

Yang telah memberikan dukungan moral, spiritual dan finansial,

Adikku, Tunanganku, seluruh keluargaku dan seluruh sahabatku

yang selalu memberikan motivasi untukku

serta

(5)

v

MOTTO

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar

pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakart, 24 Agustus 2011

Penulis,

(7)

vii

PERYANTAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Agnes Efita Jayanti

Nomor Mahasiswa : 061124005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:

PERANANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang ada. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 24 Agustus 2011

Yang menyatakan

(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO YOGYAKARTA”.

Penulis memilih judul ini berdasakan fakta bahwa sampai saat ini masih banyak ditemukan orang tua yang menyerahkan pendidikan anaknya kepada sekolah tanpa mau terlibat aktif dalam proses pendidikan anak-anaknya. Para orang tua terlalu sibuk dan tidak ada waktu untuk mendampingi anak-anaknya. Terlebih latar belakang pendidikan orang tua yang mengakibatkan kurangnya pemahaman orang tua tentang pendidikan agama Katolik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mengadakan pendekatan yang dapat mengembalikan peran orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga.

Dalam Gravissimum Educationis (GE) art 3 dijelaskan bahwa orang tua

sebagai penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak. Gereja memberi perhatian besar terhadap masalah pendidikan anak ini sebab pendidikan merupakan persoalan yang sangat serius. Orang tua tidak bisa lepas tangan atau lari dari tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama yang tak tergantikan dan tidak terwakilkan, apapun alasanya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua belum sepenuhnya menyadari akan perannya dalam mendampingi dan memotivasi belajar anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian anak masih merasa belum sepenuhnya didampingi orang tua pada saat belajar di rumah.

Maka dalam penulisan skripsi ini penulis menawarkan pendekatan yang lebih difokuskan kepada orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam pendidikan agama Katolik (PAK). Rekoleksi dipilih penulis untuk menolong orang tua agar semakin: 1) Memahami dan menyadari tugasnya sebagai pendidik yang pertama dan utama; 2) Menyadari akan peranannya dalam memotivasi belajar anak; 3) Mempersiapkan orang tua dalam menghadapi hambatan dan kesulitan dalam mendampingi belajar anak khususnya dalam pendidikan agama Katolik.

(9)

ix

ABSTRACT

This thesis is entitled "THE ROLE OF PARENTS IN CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION ACHIEVEMENT THE FIGTH GRADE STUDENTS OF V SD KANISIUS Kenteng Kulon Progo Yogyakarta". The reseaches chose this title based on the fact that until today there are still many parents who hand over their children's education to the school without being actively involved in their children's education process. The parents are too busy and have no time to accompany their children. Moreover, the educational background of parents has also resulted a lack of understanding of the parents of Catholic religious education. This problem can be overcome by having an approach that can restore the role of parents as first and foremost educators in the family.

In Gravissimum Educationis (GE) art 3 it is explained that the parents as a drain for the life of God have an obligation to educate their children. The Church herself gives great attention to children's education because education is a very serious. The parents can not escape or run away from his responsibilities as master first and foremost educators that are unplacable, whatever the reason is. The results of the research showed that parents have been not fully aware of their role in assisting and motivating their children's learning. The results also showed that some children still do not feel fully accompanied by a parent at home study.

The papers offers a more focused approach to parents as educators first and foremost educators in Catholic religious education (PAK). Recollections is

one approach chosen to help the parents to: 1) Understand more and realize their duties as first and foremost educators; 2) Be aware of theirs role in motivating children's learning; 3) To prepare the perents to face of obstacles and difficulties in assisting children's learning, especially in education Catholic religion.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa atas berkat dan kasih-Nya yang

melimpah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO YOGYAKARTA”

Skripsi ini disusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak

baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis

dengan tulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Yoseph Kristianto SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing utama yang

telah meluangkan waktu, membimbing, memberikan perhatian dan

sumbangan pemikiran, serta memotivasi penulis dalam menuangkan

gagasan-gagasan dari awal hingga akhir skripsi ini.

2. Romo Dr. C.B Putranta, S.J sebagai dosen Pembimbing Akademik yang

membimbing dan mendampingi penulis dengan kesabaran selama menjalani

studi di kampus IPPAK Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Y. H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum, selaku dosen penguji yang

bersedia membantu serta selalu memotivasi penulis untuk segera

menyelesaikan skripsi.

4. Fr. Ernest Justin, SJ., S.Psi., M.Hum, yang telah bersedia meluangkan waktu

untuk mendampingi penulis dalam ujian skripsi, sehingga ujian skripsi dapat

terlaksana.

5. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah membantu

(11)

xi

6. Bapak, Ibu dan Adikku yang selalu memberikan dukungan dan semangat

dalam penyusunan skripsi ini.

7. Tunanganku Antonius Yanuar Setyarso yang selalu memberikan dukungan

serta perhatian dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Ig. Kasiyo selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Kenteng yang

memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

9. Para siswa-siswi kelas V yang telah bersedia membantu penulis dengan

menjawab kuesioner. Serta orang tua siswa-siswi kelas V yang bersedia

memberikan informasi sebagai masukan dalam wawancara.

10. Teman-temanku mahasiswa IPPAK-USD, khususnya angkatan 2006 yang

telah memberikan motivasi, berbagai pengalaman hidup, dan perjuangan

bersama dalam semangat persaudaraan untuk menjadi katekis yang sejati,

bermutu dan bijaksana.

11. Semua orang yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, namun telah

terlibat dalam proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan keterbukaan hati

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Yogyakarta, 24 Agustus 2011

Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penulisan ... 7

F. Manfaat Penulisan ... 8

G. Metode Penulisan ... 8

H. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK ... 10

A. Orang tua sebagai Pendidik Pertama dan Utama dalam Keluarga ... 10

1. Pengertian Orang tua ... 10

(13)

xiii

3. Tanggung jawab Orang tua Dalam Pendidikan Agama

Katolik ... 13

4. Peranan Orang tua ... 14

B. Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar ... 17

1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar ... 17

2. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar ... 22

3. Peranan Orang tua Terhadap Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar ... 25

C. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik ... 26

1. Pengertian Prestasi Pendidikan Agama Katolik ... 26

2. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Menghambat dan yang Mendukung Belajar Anak ... 29

BAB III. PENELITIAN TENTANG PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PAK SISWA-SISWI KELAS V SD KANISIUS KENTENG KULON PROGO ... 36

A. Metodologi Penelitian ... 37

1. Tujuan Penelitian ... 37

2. Jenis Penelitian ... 38

3. Responden Penelitian ... 38

4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

5. Teknik Pengumpulan Data ... 39

6. Teknik Analisis Data ... 40

7. Variabel dan Instrumen Penelitian ... 40

B. Laporan Hasil Penelitian ... 42

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 51

1. Pembahasan Hasil Penelitian dengan Kuesioner ... 51

2. Pembahasan Hasil Penelitian dengan Wawancara ... 62

(14)

xiv

BAB IV REKOLEKSI SEBAGAI USULAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PERANAN ORANG TUA DALAM

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK ... 66

A. Pengertian Rekoleksi dan Tujuannya... 67

1. Pengertian Rekoleksi ... 67

2. Tujuan Rekoleksi ... 68

3. Pentingnya Rekoleksi Bagi Orang tua ... 68

B. Usulan Program ... 69

1. Latar belakang Pemilihan Program ... 69

2. Tujuan Program ... 69

3. Materi Program ... 70

4. Contoh Program ... 72

C. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi ... 79

BAB V PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Ijin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Kuesioner Penelitian ... (2)

Lampiran 3: Nama siswa-siswi Kelas V SD Kanisius Kenteng Kulon Progo . (3) Lampiran 4: Wawancara ... (4)

Lampiran 5: Wawancara ... (5)

Lampiran 6: Wawancara ... (6)

Lampiran 7: Wawancara ... (7)

Lampiran 8: Wawancara ... (8)

(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab

Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia, 2008.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

FC :Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus

II tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern, 22 November

1981

GE :Gravissimum Educationis, pernyataan Konsili Vatikan II tentang

Pendidikan Kristen

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici)

C. Daftar Singkatan Lain:

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia

PAK : Pendidikan Agama Katolik

SD : Sekolah Dasar

KS : Kitab Suci

KV II : Konsili Vatikan II

Th : Tahun

TV : Televisi

(16)

xvi Jml : Jumlah

Lamp : Lampiran

PR : Pekerjaan Rumah

P : Pewawancara

R : Respoden

PNS : Pegawai Negeri Sipil

USD : Universitas Sanata Dharma

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia pasti mempunyai

hubungan dengan peristiwa yang lain, dimana peristiwa tersebut satu sama lain

saling mempengaruhi, bahkan merupakan sebab-akibat. Manusia dalam

melakukan suatu perbuatan, langsung atau tak langsung dipengaruhi oleh faktor

suasana atau orang lain. Tanpa adanya minat manusia tidak akan melakukan suatu

perbuatan. Perbuatan manusia akan menimbulkan akibat yang berbeda-beda

sesuai dengan tingkat pengaruhnya.

Kita telah mengetahui betapa besar pengaruh lingkungan keluarga atau

orang tua pada pertumbuhan jasmani dan rohani anak. Pendidikan di sekolah

merupakan lanjutan dan bantuan terhadap pendidikan di rumah. Orang tua tetap

bertanggung jawab atas anak-anaknya. Guru hanyalah menerima sebagian dari

tanggung jawab orang tua yang telah diserahkan kepadanya. Dengan demikian

betapa pentingnya peranan orang tua terhadap minat belajar anak yang menjadi

tanggung jawabnya.

Penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan di lingkungan keluarga,

sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan jaringan kerja sama antara

orang tua dan pemerintah serta masyarakat. Keluarga merupakan pusat pendidikan

yang pertama dan utama. Apabila pendidikan dalam keluarga ini baik maka

(18)

membimbing anak sangat dibutuhkan kesabaran yang tinggi dari orang tua. Selain

itu, orang tua juga mempunyai peran yang penting dalam membantu

perkembangan, sikap, nilai, kebiasaan, dan ketrampilan serta memotivasi anak

untuk belajar dengan baik. Orang tua secara perseorangan maupun bersama-sama

mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan anak, baik menyangkut

pertumbuhan dan perkembangan mental maupun fisiknya. Oleh karena itu tak

dapat disangkal bahwa peranan orang tua dalam kehidupan anak amat vital.

Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya. Orang tua adalah pelaku

pertama dan utama dalam pendidikan anak, baik pendidikan iman maupun

pendidikan intelektual anak. Tanggung jawab pendidikan anak, pertama-tama

utamanya dipegang oleh orang tua. Dalam agama Kristen, Kristuslah yang

menjadi teladan yang paling hakiki. Begitu juga hubungan antara orang tua dan

anak. Orang tua sebagai teladan anak dapat membangun relasi yang lebih dekat

dengan anak, maka hubungan anak dengan orang tua menjadi satu kesatuan.

Pendidikan anak adalah pertama-tama tanggung jawab keluarga, karena

anak dilahirkan dan hidup pertama-tama dalam keluarga. Dalam Gravissimum

Educationis (GE) art 3 dijelaskan bahwa orang tua sebagai penyalur kehidupan

dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak. Gereja memberi perhatian

besar terhadap masalah pendidikan anak ini sebab pendidikan merupakan

persoalan yang sangat serius. Orang tua tidak bisa lepas tangan atau lari dari

tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama yang tak tergantikan dan

tidak terwakilkan, apapun alasanya. Di dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK Kan.

(19)

primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan

kultural, maupun moral dan religius.

Dalam mendidik anak, orang tua mempunyai dua faktor kodrati yang

jelas yaitu bahwa orang tua mempunyai hak atas anaknya. Orang tua adalah

sumber kehidupan anak, orang tua bersama Tuhan menciptakan manusia baru.

Dewasa ini kenyataannya banyak orang tua yang kurang memberi dorongan atau

perhatian terhadap anak. Hal ini terjadi karena orang tua terlalu sibuk dengan

pekerjaannya. Sebagian besar orang tua lebih mementingkan pekerjaan dan

kurang memperhatikan kesadaran tentang arti pentingnya mendidik dan

mendampingi anak pada saat belajar di rumah. Hal tersebut kurang tepat karena

orang tua tidak bisa mengamati perkembangan anak. Keberhasilan anak di dalam

pendidikan khususnya prestasi belajar tidak tergantung pada sekolah saja tetapi

yang lebih utama adalah peranan orang tua karena waktu anak lebih banyak di

rumah dibandingkan di sekolah.

Nasution (1985:1) berpendapat betapa pentingnya pendidikan anak-anak

dalam keluarga yang dilaksanakan oleh para orang tua. Ia juga menegaskan bahwa

tujuan pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga adalah untuk membina,

membimbing dan mengarahkan anak kepada tujuan yang suci, maka secara tidak

langsung anak itu dapat dibentuk atau diarahkan sesuai dengan keinginan orang

tuanya sendiri.

Mudji Soetrisno (dalam Ismartono, 1998:104) menyatakan bahwa

pelajaran agama sebaiknya dikaitkan atau dihubungkan dengan kehidupan

(20)

pengetahuan tapi pada kehidupan sehari-hari di rumah dan di segala macam

tempat. Ia juga menegaskan bahwa pengetahuan agama yang diperoleh di sekolah

belum tentu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan agama itu bukan

hanya hafalan saja, mengetahui saja, atau kuantitas saja. Pelajaran agama pertama

itu diperoleh di tengah keluarga, tidak dalam kata-kata tetapi dalam bentuk

perbuatan. Oleh karena itu, pendidikan anak dalam keluarga sangatlah penting, di

mana setiap orang tua harus meluangkan waktunya dan harus menyiasati agar

setiap waktu yang diberikan untuk anak-anak mereka menjadi bermakna.

Setiadi (dalam Ismartono, 1998:131) menyatakan bahwa pendidikan

iman yang diterima anak sekedar pengetahuan di sekolah, kemudian orang tua

kurang memberi teladan dan kesempatan dialog, maka mereka akan

terombang-ambing karena tidak punya pegangan ketika menghadapi banyaknya kegiatan

yang bersifat negatif. Dengan kata lain, bila bimbingan yang diterima anak dalam

rumah tangga tidak baik maka kelak hal itu akan membekas pada kehidupan anak

tersebut. Di lingkungan keluarga anak terkadang kurang mendapatkan dukungan

bagi kemajuan pendidikan dan terdapat beberapa hal yang menjadi kesulitan

orang tua dalam membantu pelajaran Agama. Kesulitan yang dialami orang tua

umumnya adalah keterbatasan pendidikan orang tua yang mengakibatkan

kurangnya pemahaman dan pengetahuan orang tua tentang pendidikan Agama

Katolik. Keterbatasan orang tua juga dapat mempengaruhi pendidikan anak.

Selain itu pengasuhan orang tua sehari-hari juga berpengaruh terhadap

pendidikan anak, misalnya masalah pengaturan belajar, biasanya anak kurang

(21)

sambil nonton TV dan kebanyakan anak lebih banyak untuk nonton TV daripada

belajar, sulit untuk mengatur waktu belajar, tidak punya jadwal belajar dan

sebagainya. Nasution (1985:30) mengatakan sudah kewajiban orang tua untuk

memberikan bimbingan, pengarahan kepada anak-anaknya, sehingga anak dapat

mencapai prestasi belajar yang memuaskan di sekolah. Dengan memberikan

pendidikan, bimbingan dan pengarahan kepada anak, berarti orang tua melatih

anak untuk memperkembangkan dirinya sendiri ke arah yang lebih baik dan lebih

menguntungkan. Dengan kata lain pengarahan dan bimbingan, akan membuat

anak berpikir untuk giat belajar demi mencapai prestasi belajar yang baik di

sekolah. Dengan adanya pengarahan dari orang tua mengenai pendidikan agama,

itu berarti orang tua pun berperan serta dalam memperdalam dan memperluas

pengetahuan agama anak.

Hal yang khas yang dialami orang tua di SD Kanisius Kenteng, dari

pengamatan penulis para orang tua masih kurang terlibat dalam mendampingi

belajar anak. Orang tua di SD Kanisius Kenteng ditantang terhadap pendidikan

anak, yaitu untuk terlibat aktif dalam mendampingi anak pada saat belajar

sehingga anak dapat mencapai prestasi.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis mengambil judul “Peranan Orang tua Dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-Siswi Kelas V SD Kanisius Kenteng Kulon Progo Yogyakarta”. Orang tua berperan penting sebagai pendidik dalam keluarga khususnya untuk membantu keberhasilan pendidikan anak. Orang tua merupakan

(22)

memberikan pengaruh terhadap diri anak terutama dalam perkembangan

kepribadiannya. Setelah anak mulai duduk di bangku sekolah, peran orang tua

tidak dapat dilepaskan. Bagaimana perhatian, sikap dan hubungan yang terjadi

antara orang tua dan anak, semua ini akan berpengaruh terhadap prestasi yang

ditampilkan anak di sekolah. Jadi orang tua mempunyai peranan penting dan tak

tergantikan dalam pendidikan anak.

B. Identifikasi Masalah

1. Rendahnya kesadaran akan peranan Orang tua terhadap pendidikan

anak-anaknya.

2. Kesibukan orang tua dalam bekerja mengakibatkan kurangnya pendampingan

dan bimbingan kepada anak sehingga anak tidak bersemangat dan terdorong

untuk aktif belajar.

3. Keterbatasan pengetahuan orang tua terhadap agama katolik sehingga kurang

mengerti atau memahami pelajaran agama katolik.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya topik dan berbagai keterbatasan yang ada, penulis

membatasi permasalahan ini pada “pemahaman peranan orang tua terhadap

prestasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas V di SD Kanisius

(23)

D. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang diatas yang muncul maka permasalahan dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejauh mana peranan orang tua siswa-siswi kelas V SD Kanisius Kenteng

Kulon Progo terhadap prestasi belajar pendidikan Agama Katolik.

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi orang tua kurang mendampingi dan

mendukung belajar anak terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Katolik.

3. Usaha apa yang dilakukan untuk meningkatkan peranan orang tua dalam

membantu meningkatkan prestasi belajar pendidikan Agama Katolik

E. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Mengetahui sejauh mana orang tua menghayati peranannya dalam rangka

meningkatkan prestasi belajar anaknya.

2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi orang tua kurang mendampingi

dan mendukung belajar anak khususnya dalam belajar Pendidikan Agama

Katolik.

3. Mengetahui sejauh mana usaha yang dilakukan orang tua dalam membantu

(24)

F. Manfaat Penulisan 1. Bagi Siswa

Anak akan memahami pentingnya meningkatkan prestasi belajar pendidikan

Agama Katolik.

2. Bagi Guru

Guru dapat menjalin hubungan atau kerja sama dengan orang tua siswa.

Dengan menjalin hubungan yang baik, guru dapat mengetahui perkembangan

belajar siswa di rumah. Guru dapat memotivasi orang tua untuk terlibat aktif.

3. Bagi Orang tua:

Orang tua adalah pendidik utama di dalam keluarga. Bimbingan orang tua

sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menyelesaikan proses belajar. Pendidikan.

adalah tugas dan tanggung jawab orang tua. Dengan adanya penulisan ini

diharapkan orang tua semakin menyadari akan perannya sebagai pendidik yang

pertama dan utama, sehingga dapat memfasilitasi semua yang dapat

mendukung proses belajar anak.

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode

deskriptif-interpretatif, yaitu menggambarkan dan menafsirkan permasalahan yang ada

berdasarkan data. Data diperoleh melalui studi lapangan khususnya dengan

(25)

H. Sistematika Penulisan

Judul skripsi yang dipilih penulis adalah “Peranan Orang tua Terhadap

Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi Kelas V SD Kanisius

Kenteng Kulon Progo Yogyakarta. Judul ini penulis bahas dalam lima bab:

Bab I: Pendahuluan

Pada bab ini akan diuraikan identitas masalah, pembatasan masalah, rumusan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II: Membahas peranan orang tua dan pengaruhnya terhadap prestasi

belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK) siswa-siswi kelas V SD. Kajian teori

tentang peranan orang tua dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar Pendidikan

Agama Katolik (PAK), dibagi dalam peranan orang tua, prestasi belajar dan

faktor-faktor yang mempengaruhi, menghambat, serta yang mendukung belajar

anak, perkembangan anak usia Sekolah Dasar, serta peranan orang tua terhadap

Pendidikan Agama Katolik

Bab III: Menguraikan penelitian tentang peranan orang tua terhadap

prestasi belajar PAK siswa-siswi kelas V SD Kanisius Kenteng Kulon Progo yang

didalamnya tercakup: Jenis penelitian, responden penelitian, tempat dan waktu

penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, laporan hasil penelitian,

kesimpulan penelitian

Bab IV: Penulis memberikan usulan rekoleksi untuk orang tua dengan

tujuan agar para orang tua siswa siswi SD Kanisius Kenteng semakin menyadari

panggilannya sebagai pendidik utama dan pertama, serta dapat memaknai peran

dan tanggung jawabnya khususnya dalam mendampingi anak.

(26)

BAB II

PERANAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

A. Orang tua sebagai Pendidik Pertama dan Utama dalam Keluarga

1. Pengertian Orang tua

Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu

keluarga atau rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut ayah

dan ibu. Mereka memegang peranan utama dalam hidup keluarga. Sedangkan

anak-anak berada dalam pengawasan dan tanggung jawab dalam keluarga.

Menurut pengertian umum yang dimaksud orang tua adalah suami-isteri atau

orang yang sudah mempunyai anak atau bapak dan ibu dari anak-anaknya.

Mengidentifikasikan orang tua tidak lepas dari pengertian keluarga, karena antara

orang tua dan keluarga sangat erat kaitannya.

Kitab Hukum Kanonik menguraikan:

“Orang tua kristiani adalah pasangan yang memiliki sebuah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang dibaptis untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup yang mengarah pada kesejahteraan suami-istri, kelahiran dan pendidikan anak, di mana perjanjian diangkat oleh Kristus Tuhan menjadi sakramen. Kebersamaan hidup bersama yang terbuka pada kelahiran yang akan membawa laki-laki dan perempuan itu menjadi orang tua, yaitu orang tua kristiani. (Kan. 1055)”

Dalam uraian di atas orang tua kristiani juga merupakan orang tua yang

menampilkan sikap dan perilaku hidup bercirikan pola Kristiani, misalnya hidup

(27)

penuh kasih, mengampuni, mempunyai relasi yang dekat dengan Allah. Jika orang

tua telah memberikan cerminan hidup kristiani, maka juga dapat menciptakan

keluarga yang dapat menciptakan suasana keluarga yang diterangi oleh ajaran

Kristus. Allah menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat utama bagi lahir dan

tumbuh kembang setiap anak. Allah juga menghendaki bahwa keluarga menjadi

tempat pertama untuk pendidikan anak, sebelum ia mengalami pendidikan formal

di sekolah.

Nasution (1985:1) menjelaskan bahwa orang tua ialah setiap orang yang

bertanggung jawab dalam satu keluarga, yang dalam penghidupan sehari-hari

lazim disebut dengan bapak-ibu. Mereka inilah yang terutama dan utama

memegang peranan dalam kelangsungan hidup suatu rumah tangga atau keluarga.

Soerjono (1990:136) menjelaskan bahwa keluarga merupakan

paguyuban yang di dalamnya ada kehidupan bersama dan dasar hubungannya

adalah cinta. Selain itu keluarga juga mempunyai fungsi terkait dengan

pendidikan yaitu membawa anak pada kedewasaan, kemandirian, bertanggung

jawab, pengenalan nilai moral dan membentuk anak menjadi manusia terdidik.

Dari definisi keluarga di atas dapat diambil sebuah pengertian tentang

orang tua. Orang tua adalah bagian keluarga yang disebut ayah dan ibu, Mereka

bersatu didasarkan cinta kasih dan mencapai sesuatu tujuan bersama. Dan salah

satu tanggung jawab mereka adalah menjadikan anak-anaknya manusia yang

(28)

2. Pendidikan Anak Dalam Keluarga

Pendidikan Anak dalam keluarga adalah suatu proses pendewasaan iman

anak melalui berbagai usaha orang tua. Pendidikan anak dalam keluarga

merupakan usaha orang tua dalam mendewasakan anaknya agar berkembang

menjadi manusia yang utuh dan bertanggung jawab. Anak menjadi dewasa secara

manusiawi dan iman dalam kesatuan pribadi dengan Allah.

Pendidikan yang diberikan oleh orang tua membantu anak berkembang

menjadi orang dewasa yang mandiri dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.

Anak menjadi dewasa secara utuh baik dalam kepribadian maupun dalam iman.

Peran pendidikan orang tua dalam keluarga sangat berpengaruh bagi

perkembangan hidup anak-anak.

Pendidikan anak dalam keluarga merupakan panggilan utama orang tua.

Orang tua yang telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak maka terikat

kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Orang tualah yang

bertanggungjawab dalam perkembangan anak baik itu pengetahuan maupun iman

anak (FC art. 36).

Orang tua sebagai penyalur kehidupan bagi anak-anak, memiliki

tanggung jawab pertama dan utama dalam mendidik anak. Tanggung jawab ini

pertama-tama ditempuh dengan cara menciptakan suasana damai dan kasih dalam

(29)

3. Tanggung jawab Orang tua dalam Pendidikan Anak

Orang tua mempunyai kedudukan yang penting dan memiliki tanggung

jawab dalam hal mendidik anak. Gereja menempatkan orang tua sebagai pendidik

anak yang pertama dan utama dalam keluarga, “karena orang tua telah

menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat

untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orang tualah yang harus diakui sebagai

pendidik mereka yang pertama dan utama” (GE, art. 3). Orang tua mempunyai

peranan vital dan tak tergantikan dalam pendidikan anak. Peran orang tua ini

merupakan konsekuensi dari tanggung jawab mereka sebagai penyalur kehidupan

bagi anak-anak.

…Sebab merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat (GE, art. 3).

Ini berarti bahwa orang tua mempunyai tugas untuk mendidik anak,

berperan menciptakan situasi keluarga yang mendukung proses pendidikan anak.

Situasi keluarga yang didasari oleh semangat bakti pada Allah dan kasih sayang

pada sesama menjadi pendukung kepribadian dan pendidikan sosial bagi

anak-anak.

Dengan demikian hal yang perlu dituntut dari tanggung jawab orang tua

dalam mendidik anak adalah suatu sikap dimana orang tua memandang anak

sebagai manusia yang berkembang, dan perlu berkembang. Anak harus diberi

(30)

Anak diberi kebebasan dalam berpikir, bertindak, dan dalam memberikan

keputusan sesuai dengan perkembanganya. Orang tua bertugas mengarahkan

perkembangan anak pada hal-hal yang positif. Seperti yang ditegaskan Nasution

(1985:40), bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab besar terhadap

anak-anaknya, maka orang tua dituntut agar mampu untuk: (1) mengasuh dan

membimbing anak-anaknya; (2) mengawasi pendidikan anak-anaknya; (3)

mengemudikan pergaulan anak-anaknya.

Pendidikan dalam keluarga terdapat suatu hubungan pergaulan, yaitu

pihak yang mendidik (orang tua) dan yang dididik (anak). Dalam mendidik anak,

orang tua berperan sebagai pembimbing. Anak yang belum dewasa dibimbing dan

diarahkan oleh orang tua untuk mencapai kedewasaan sehingga anak dapat

berpikir, berbuat dan bertindak. Disamping itu orang tua harus berusaha

menanamkan pengaruh yang baik kepada anak-anak sejak dini, supaya anak

jangan sampai berkembang ke arah yang negatif yang dapat merugikan anak

sendiri.

4. Peranan Orang tua

a. Mewujudkan Cinta Kasih

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh

karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah

(31)

anak. Menjadi orang tua berarti harus siap menjadi pendidik, dan siap dengan

segala sesuatu sehubungan dengan pengetahuan untuk mendidik anak.

Peranan dasar yang perlu ditunjukkan oleh orang tua yaitu mewujudkan

cinta kasih. Gravissimum Educationis art. 3 mengatakan bahwa para orang tua

wajib menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah

dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang

keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Ini berarti bahwa

setiap orang termasuk anak memerlukan sesuatu yang mutlak untuk dasar

ketentraman; untuk menopang kelemahan kita, melindungi, dan mengasihi. Orang

tua yang penuh cinta dan hangat akan mudah ditiru. Anak akan merasa senang,

aman dan percaya diri, misalnya: bila bapak dan ibu selalu rukun, saling

membantu dan saling mengasihi, begitu juga dengan anaknya. Suasana seperti itu

tentu akan membuat anak nyaman dan bahagia. Anak tidak merasa khawatir jika

anak mengalami kesusahan atau pun kesulitan dalam menjalani aktivitasnya

sehari-hari. Seorang anak yang selalu mendapat cinta kasih secara cukup dari

orang tuanya, tentu anak tersebut akan tumbuh berkembang ke arah yang lebih

baik. Oleh sebab itu orang tua perlu menciptakan suasana rumah yang penuh

dengan cinta kasih yakni suasana rumah yang harmonis, rukun, saling melindungi

satu dengan yang lain, sehingga suasana keakraban serta kehangatan terasa antara

orang tua dengan anak. Dengan merasakan suasana rumah yang penuh cinta tentu

(32)

b. Memberikan Teladan

Soesilo (dalam Kartini, 1985-19), menyatakan bahwa bagi anak, orang

tua dianggap sebagai makhluk serba bisa, oleh karena itu patut diikuti tanpa harus

bertanya-tanya. Segala perbuatan dan tingkah laku orang tua pun dapat ditiru

anak, karena seorang anak tidak akan menanyakan terlebih dahulu kepada orang

tuanya, apakah ia diizinkan untuk meniru atau tidak sesuatu perbuatan atau

tingkah laku orang tuanya sendiri. Anak menganggap bahwa segala sesuatu yang

dilakukan oleh orang tuanya adalah baik untuk ditiru dan diterapkan dalam hidup.

Maka orang tua merupakan teladan untuk anak-anaknya.

c. Memotivasi Anak Belajar

Peranan orang tua dalam kegiatan belajar anak sangat berpengaruh

terlebih untuk meningkatkan kemajuan belajar. Nasution (1985:83) mengatakan

bahwa orang tua yang bijaksana berusaha membangkitkan kemauan belajar anak

dengan tujuan agar anak tetap mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar di

sekolah maupun di rumah. Maka ia memaparkan sebagai berikut: melengkapi

bahan atau alat-alat keperluan anak dalam penyelenggaraan pendidikannya,

misalnya: memberikan kelengkapan buku-buku yang diperlukan anaknya, serta

kelengkapan alat tulisnya (pulpen, pensil, penggaris dan sebagainya). untuk

mengontrol serta memberikan kesempatan belajar yang cukup, orang tua harus

mengontrol jam belajar anak dengan tujuan agar anak tahu kewajibannya sebagai

seorang pelajar. Dalam menciptakan suasana yang tenang pada saat anak belajar,

(33)

menciptakan suasana yang tenang, misalnya: tidak menyalakan televisi atau radio

pada saat anak belajar. Keterlibatan orang tua membantu anak membuat jadwal

belajar di rumah, dengan adanya jadwal belajar anak akan terbantu untuk

mengingat akan jam belajarnya. Anak akan lebih teratur dalam belajarnya

sehingga dalam mencapai prestasi akan semakin mudah. Dengan keterlibatan

orang tua mengingatkan belajar anak, anak akan merasa senang diperhatikan dan

didampingi pada saat belajar.

B. Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar

Dalam undang-undang Republik Indonesia No.2 tahun 1989 tentang

sistem pendidikan Nasional, Pendidikan Agama Katolik merupakan salah satu

usaha dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Pendidikan

Agama Katolik merupakan tugas orang tua, keluarga dan masyarakat lingkungan

serta Gereja. Sekolah memiliki peran penting dalam pengembangan Pendidikan

Agama Katolik karena merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan tuntutan untuk

menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam

masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional (Komkat KWI, 2007:11)

1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar

Dalam mendidik anak, orang tua perlu menyesuaikan dengan taraf

(34)

menyamakan anak yang sudah dewasa dengan mendidik anak yang belum

dewasa, karena seorang anak kecil tidak mungkin bisa menangkap apa yang

diajarkan orang tua jika cara mengajar orang tua seperti mengajar orang yang

sudah dewasa. Oleh karena itu dalam mendidik anak kiranya perlu diperhatikan

juga masalah perkembangan anak.

Di dalam seluruh rentang kehidupan, manusia terbagi dalam beberapa

periode atau masa yaitu: masa bayi, kanak-kanak, remaja dan dewasa. Kartini

Kartono (1990:133) mengemukakan bahwa masa sekolah dasar anak yakni pada

usia 6 s.d 12 tahun. Masa perkembangan ini oleh para pendidik disebut masa

sekolah dasar, karena pada masa ini anak diharapkan memperoleh pengetahuan

dasar yang dipandang sangat penting untuk persiapan dan penyesuaian diri

terhadap kehidupan di masa dewasa.

Masa anak adalah saat di mana seorang individu tidak berdaya dan masih

tergantung dari bantuan orang di sekitarnya terutama orang tuanya. Masa tersebut

merupakan masa yang penting untuk mendapat perhatian khususnya dari orang

dewasa. Karena masa anak sangat menentukan sikap dan tingkah lakunya pada

perkembangan berikutnya.

Dalam konteks penulisan ini, penulis memberikan batasan mengenai

anak sebagai berikut: anak adalah para siswa yang sedang belajar di Sekolah

Dasar (beragama Katolik) dan dari segi usia terentang usia 6 s.d 12 tahun. Alasan

penulis memilih siswi Sekolah Dasar dalam kelompok anak, karena

siswa-siswi Sekolah Dasar jika di tinjau dari segi usia mereka belum dewasa. Mereka

(35)

Karena anak Sekolah Dasar masih perlu bantuan dari orang tua, maka

dalam mendidik anak perlulah orang tua untuk mengetahui taraf perkembangan

anak, sehingga memudahkan proses belajar antara yang mendidik dengan yang di

didik. Miller (dalam Heryatno, 2008:71) mengutip ayat Kitab Suci 1Kor 3:2a

“Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum

dapat menerimanya”. Ia juga menegaskan betapa pentingnya mendidik anak

sesuai dengan taraf perkembangan mereka. Taraf dalam perkembangan anak tidak

dapat disamakan dengan orang dewasa. Untuk itu, orang tua harus mengenali anak

secara utuh atau melihat kondisi konkrit anak. Maka dari itu penulis memaparkan

teori-teori perkembangan anak :

a. Perkembangan Kognitif

Piaget (dalam Heryatno, 2008:72), mengatakan bahwa anak sekolah

dasar memasuki tahap operasi konkret dalam berpikir. Pemikirannya tidak

sekabur seperti pada masa kanak-kanak, tetapi lebih konkret. Disamping itu, anak

memperoleh informasi baru melalui media massa, terutama film, radio, dan

televisi. Berdasarkan pengalaman-pengalaman ini, anak membentuk

konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, dan sebagainya. Piaget

(dalam Suparno, 2001:86) mengemukakan bahwa tahap operasi konkret terjadi

pada usia 7 s.d 12 tahun, anak sudah tidak lagi begitu egosentris dalam

pemikirannya. Anak sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain. Ini

(36)

b. Perkembangan Emosi

Miller (dalam Heryatno, 2008: 75) mengatakan bahwa pada usia sekolah

dasar anak belajar untuk mengendalikan dan mengontrol emosi yang diperoleh

anak melalui peniruan dan latihan. Kemampuan orang tua dalam mengendalikan

emosinya sangatlah berpengaruh. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada

tahap usia sekolah dasar ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang,

rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senang, nikmat, atau bahagia). Emosi yang

positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan

mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas

belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, dan

disiplin dalam belajar. Sebaliknya emosi negatif, seperti perasaan tidak senang,

kecewa, tidak bergairah, maka proses belajar akan mengalami hambatan. Oleh

sebab itu pendidik harus dapat menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi

terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.

c. Perkembangan Moral

Kolhberg (dalam Esti Sri, 2006:81-83) mengemukakan bahwa pada tahap

ini, anak menilai baik-buruk, benar salah dari sudut dampak (hukuman atau

ganjaran) yang diterimanya dari yang mempunyai otoritas (yang membuat aturan),

baik orang tua atau orang dewasa lainnya. Di sini anak mematuhi aturan orang

tua.

Pada tahap selanjutnya yakni anak mulai memasuki umur belasan, anak

(37)

orang lain. Masyarakat adalah sumber yang menentukan, apakah perbuatan

seseorang baik atau tidak. Baik, bilamana sesuai dengan apa yang diharapkan

masyarakat, dan buruk, kalau bertentangan atau berlawanan. Apabila ingin

diterima masyarakat maka harus memperlihatkan perbuatan yang baik.

d. Perkembangan Iman

Allen Shelly (1982:41-49) mengemukakan bahwa anak sudah dapat

membedakan antara Allah dan orang tua. Pola pikir anak masih konkret, namun

anak pada masa ini mulai menggunakan konsep abstrak untuk menggambarkan

Allah. Anak mempunyai keinginan yang besar untuk belajar tentang Allah dan

surga, mereka suka memanjatkan doa-doa umum pada waktu menjelang tidur dan

makan. Doa anak biasanya bersifat egosentris, berupa permohonan kepada Allah

untuk menolong dirinya, atau berterima kasih atas orang-orang dan hal-hal yang

mereka sukai.

Anak memiliki perkembangan secara cepat, dunianya semakin meluas

dari lingkup keluarga ke lingkup sekolah dan masyarakat. Pengertian tentang

Allah sebagai pencipta, pemberi hukum, dan sahabat yang mereka kenal dari

pengajaran, teladan orang tua, guru, dan orang lain mulai tumbuh.

Fowler (dalam Heryatno, 2008:78), mengemukakan bahwa pada usia 7

s.d 12 tahun anak mulai dapat menceritakan pengalamannya sendiri. Anak sangat

menyukai cerita , bahkan ia dapat menghapal seluruh cerita sampai detail. Cerita

sebagai sarana perpanjangan dan penemuan diri diartikan secara harafiah dan

(38)

antropomorphis, dimana Allah dibayangkan sebagai manusia istimewa yang

mempunyai rumah kediaman di surga, penuh perhatian, sabar, seperti tokoh dalam

cerita atau dongeng.

2. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar

Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk

pendidikan iman dan suatu usaha untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan

nasional. Mangunwijaya (dalam Heryatno, 2008:15) menyatakan hakikat dasar

PAK sebagai komunikasi iman, bukan pengajaran agama. Ia membedakan antara

beragama atau punya agama (having religion) dengan beriman (being religious).

Agama berkaitan dengan hukum, peraturan, ritus, kebiasaan, lambang-lambang

luar, segi-segi sosiologis. Agama merupakan jalan dan sarana menuju kepenuhan

dan kesejahteraan hidup, jalan manusia menuju kesatuannya dengan Tuhan.

Dalam Gravissimum Educationis (GE art. 7 dan art. 8) dikatakan bahwa

pendidikan agama diberikan di sekolah Katolik bertujuan menanamkan

pendidikan moral, menciptakan lingkungan hidup yang dijiwai oleh “semangat

Injil” kebebasan dan cinta kasih sehingga murid terbantu mengembangkan

kepribadiannya. Konsili Vatikan II juga menegaskan bahwa sekolah katolik

pertama-tama tidak dimaksudkan sebagai lembaga komersil yang diselenggarakan

guna mengejar keuntungan melainkan sebagai lembaga pendidikan demi

mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik agar mereka dapat

(39)

Heryatno (2008:47) mengatakan bahwa PAK di sekolah harus bersifat

kontekstual dan secara serius bertolak dari kenyataan hidup beriman naradidik dan

menanggapi kebutuhan mereka baik di masa sekarang maupun di masa yang akan

datang. Dengan demikian, PAK di sekolah dapat memberikan sumbangan positif

bagi pembangunan dan pendewasaan iman naradidik baik yang menyangkut segi

kognitif, sikap maupun tindakan.

Heryatno (2008:16) menegaskan bahwa PAK sebagai komunikasi iman

perlu menekankan sifatnya yang praktis, artinya bermula dari pengalaman

penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan

iman baru yang lebih baik. Bersifat praktis juga berarti PAK lebih menekankan

tindakan (kehidupan) daripada konsep atau teori. Dengan sifatnya yang praktis,

PAK menjadi mediasi transformasi iman yang berlangsung secara terus menerus.

Maka dari itu, PAK juga dipahami sebagai komunikasi penghayatan atau

pengalaman iman. Komunikasi semacam ini tentu akan saling memperkaya dan

meneguhkan iman para pesertannya. Iman sejati menggerakkan orang untuk

bersikap belas kasih, peka dan peduli kepada sesamanya yang miskin serta

menderita, merasa rindu dan ingin dekat Tuhan, dan berbuat baik kepada sesama.

Penekanan dalam PAK bukan pengajaran agama tetapi proses perkembangan

iman, peneguhan pengharapan dan perwujudan cinta kasih (religiusitas), karena

berfokus pada hal-hal mendasar. PAK menjadi bersifat inklusif, mendorong

kearah persaudaraan, persatuan dan perjumpaan serta mengusahakan terwujudnya

kesejahteraan hidup bersama. Dari sebab itu, suasana kesalingan, kebersamaan,

(40)

diusahakan di kelas dan di pelbagai pertemuan kegiatan pembinaan dan

pendidikan.

Dengan demikian, PAK merupakan upaya terencana untuk: mengarahkan

sikap yang lebih pada siswa, meneguhkan atau menguatkan sikap baik yang sudah

dipunyai anak, membantu siswa dalam mengembangkan lebih lanjut sikap yang

sudah baik itu, dan mengajak siswa membentuk sikap baru sebagai usaha

peningkatan sikap Kristiani di masa datang.

b. Tujuan Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar

Groome (dalam Heryatno, 2003) menyebutkan tiga tujuan pendidikan

Agama Katolik di sekolah yaitu: demi terwujudnya Kerajaan Allah, demi

kedewasaan iman, dan demi kebebasan manusia. Dari uraian di atas, peserta didik

pertama-tama dibantu untuk menghayati imannya akan Yesus Kristus yang

mempunyai keprihatinan tunggal untuk mewartakan Kerajaan Allah. Kerajaan

Allah tidak lain adalah karya penyelamatan Allah yang melalui Kristus

menawarkan dan menegaskan harapan, kedamaian, cinta, dan keadilan yang

dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan. Para murid

juga perlu dibantu untuk menghayati iman dalam hidup sehari-hari sehingga

mereka menjadi orang. Kristen yang makin beriman dewasa. Kedewasaan iman

mereka menyentuh seluruh aspek hidup peserta baik segi kognitif, afektif, dan

praktis. Dikatakan bahwa ketiga aspek ini merupakan unsur pokok dari kehidupan

manusia dan khususnya juga dari kehidupan iman. Kematangan iman para siswa

(41)

dibuktikan dalam sikap dan tindakan konkret akan membantu mereka untuk

menghayati iman kristiani secara bebas. Dari penghayatan ini, iman yang autentik

yang muncul dari kebebasan hati dapat tumbuh.

3. Peranan Orang tua terhadap Pendidikan Agama Katolik

Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting,

Apabila pendidikan dalam keluarga ini baik maka pendidikan selanjutnya

kemungkinan besar juga akan berhasil. Membimbing anak sangat membutuhkan

kesabaran yang tinggi bagi orang tua untuk dapat melakukan peran orang tua

dalam pendampingan. Selain itu, orang tua juga mempunyai tanggung jawab

membantu perkembangan, sikap, nilai, kebiasaan, dan ketrampilan serta

memotivasi anak untuk belajar dengan baik. Sebagai orang tua khususnya, baik

dalam perseorangan ataupun bersama-sama mempunyai peranan yang baik tak

terhingga dalam kehidupan anak. Orang tua mempunyai tugas dan tanggung

jawab yang pertama dalam mendidik anak. Sebagai keluarga, orang tua

mempunyai tanggung jawab dalam mendidik anak-anak baik secara moral

maupun spiritual.

Pendidikan yang pertama berasal dari orang tua dimana anak harus

diutamakan. Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya dan orang tua adalah

pelaku pertama dan utama dalam pendidikan anak, baik pendidikan iman maupun

pendidikan intelektual anak. Dalam Gravissimum Educationis (GE) art 3

dijelaskan bahwa tanggung jawab atas pendidikan anak, utamanya dipegang oleh

(42)

hakiki. Begitu juga hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua sebagai

teladan anak dapat membangun relasi yang lebih dekat dengan anak, maka

hubungan anak dengan orang tua menjadi satu kesatuan. Maka disinilah orang tua

sebagai pengajarnya harus memahami pelajaran yang hendaknya menuntun anak

seumur hidup yakni; pelajaran tentang sikap penghargaan, penghormatan,

pengendalian diri, sikap kejujuran dan sikap kebenaran. Pendidikan dalam

keluarga merupakan tempat yang pertama dan utama dialami oleh anak. Dengan

demikian orang tua harus menanamkan nilai-nilai yang baik dalam diri anak yakni

mendampingi belajar anak-anaknya di rumah agar mereka terlatih, terdidik dalam

belajar. Sehingga anak menjadi termotivasi dan semangat dalam belajar.

C. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK)

1. Pengertian Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK)

Prestasi belajar PAK pada dasarnya merupakan hasil yang telah dicapai

siswa dalam mata pelajaran PAK di sekolah yang pada umumnya dinyatakan

dalam bentuk angka dan huruf. Namun pencapaian itu belumlah cukup jika tidak

ada keseimbangan antara pengetahuan dan sikap serta tindakan hidup siswa dalam

mengaplikasikan imannya dalam hidup bermasyarakat. Hasil belajar siswa dari

proses belajar PAK secara umum idealnya meliputi tiga aspek yakni pengetahuan

(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Disadari bahwa

sekolah selama ini hanya menekankan aspek kognitif semata dan

mengesampingkan dua aspek yang lainnya sehingga tidak membentuk

(43)

Tekanan yang berlebihan pada segi kognitif dan kurangnya perhatian

pada segi afeksi tampaknya menjadi masalah utama PAK di sekolah. Dapiyanta

(dalam widya Dharma, Oktober 1995:90) berpendapat lain. Tekanan berlebihan

pada segi kognitif lebih merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembagian jam

pelajaran. Tekanan PAK pada pengetahuan lebih terkait dengan jam pelajaran

yang sangat terbatas. Secara lebih rinci Dapiyanta menguraikan hal tersebut

sebagai berikut:

“Dalam keseluruhan kurikulum di sekolah PAK menempati dua jam pelajaran per minggu. Dalam porsi seperti itu sulit diharapkan para murid mempunyai motivasi tinggi dalam mengikuti PAK. Belum lagi kalau memperhitungkan kepentingan mata pelajaran yang umumnya dilihat dalam perspektif ujian nasional. Maka PAK mendapat bagian perhatian yang lebih kecil lagi, baik dari murid, orang tua maupun sekolah.”

Karena keterbatasan jam pelajaran PAK mudah dimengerti mengapa

internalisasi nilai-nilai keagamaan tidak terjadi secara seimbang. Dapat pula

dimengerti mengapa segi kognitif dalam PAK mendapat tekanan sama seperti

mata pelajaran yang lain. Selain kurangnya perhatian segi afeksi dan pembatinan

nilai, PAK di sekolah juga terkesan mengejar target kurikulum sehingga proses

pembelajaran kurang menarik. Pembelajaran yang dirasa kurang menarik

mengakibatkan prestasi belajar PAK menjadi berkurang.

Hasil belajar PAK ditujukan dalam kemampuan siswa yang nyata dan

terukur, dapat berupa pengetahuan, sikap dan nilai-nilai setelah mengikuti

kegiatan belajar mengajar. Indikator pencapaian hasil belajar ini adalah berupa

kemampuan spesifik dan rinci yang diharapkan dapat dikuasai siswa. Indikator

prestasi belajar PAK dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil

(44)

a. Pengertian Prestasi

Proses pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antar siswa,

sumber belajar maupun dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran dikatakan efektif

apabila hasil dari pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan yang akan dicapai

secara optimal. Ketercapaian tujuan pembelajaran tersebut dapat dilihat dari hasil

tes, yang merupakan prestasi dari siswa.

Winkel (1996:52) mengatakan bahwa prestasi adalah bukti usaha yang

dapat dicapai. Hasil dari usaha pembelajaran perlu diukur secara langsung dengan

menggunakan tes atau evaluasi, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.

b. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Winkel (1996:162) “prestasi belajar adalah suatu bukti

keberhasilan atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan

belajarnya sesuai bobot yang dicapainya.” Sedangkan menurut S. Nasution

(1996:17) prestasi belajar diartikan sebagai kesempurnaan yang dicapai seorang

dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila

memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebaliknya

dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum memenuhi target

dalam ketiga kriteria tersebut.”

Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses. Maka prestasi belajar dapat

(45)

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan dari pelajaran-pelajaran

yang diterima atau kemampuan menguasai pelajaran yang diberikan oleh guru,

yang selalu dikaitkan dengan tes hasil belajar atau tes prestasi (Purwanto,

1986:28). Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan kognitif yang

dimiliki oleh siswa dan dipengaruhi oleh pengalaman belajarnya.

Dalam menentukan nilai hasil belajar siswa dilakukan melalui kegiatan

penilaian, dengan kata lain pengukuran hasil belajar dilakukan melalui proses

evaluasi. Jadi evaluasi hasil belajar bertujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Tingkat

keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai yang berupa huruf, kata, atau

angka.

2. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Menghambat dan Mendukung

a. Pengertian Belajar

Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita melakukan banyak kegiatan,

misalnya, membaca buku, mengenakan pakaian, makan dengan menggunakan

alat-alat makan, bertindak sopan dan lain sebagainya. Untuk bisa melakukan

semua kegiatan itu tentu dengan kegiatan belajar terlebih dahulu. Mustahilah kita

dapat melakukan kegiatan itu jika kita tidak berusaha untuk belajar terlebih

dahulu.

Sudah banyak ahli menguraikan definisi tentang belajar. Maka dari itu

(46)

dahulu beberapa rumusan tentang belajar dari beberapa tokoh pendidikan. Winkel

(1996:53) mendefinisikan tentang belajar sebagai berikut:

Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Dari definisi di atas nampak bahwa manusia dapat belajar melalui

interaksi dengan lingkungan, yaitu dalam bergaul dengan orang, dalam memegang

benda dan dalam menghadapi peristiwa. Berada di tengah-tengah lingkungan,

tidak menjamin adanya proses belajar. Orangnya harus aktif sendiri, melibatkan

diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya. Maka dari itu orang tua

sebagai pendidik dalam keluarga perlu memperhatikan perubahan pada diri anak

dalam hal kebiasaan, pengetahuan, sikap selama pengalaman belajar berlangsung.

Hildegard W (1993: 139) Belajar adalah proses yang berlangsung seumur

hidup. Semua perubahan tingkah laku yang terjadi akibat pengalaman. Dalam

pengertian secara luas belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju

ke perkembangan pribadi. Menurut Morgan (dalam Singgih D, 1984 : 23), belajar

dapat dirumuskan sebagai suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah

laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman masa lalu. Dapat dikatakan bahwa

setiap tingkah laku seseorang merupakan hasil dari orang itu mempelajari baik

mengenai pelajaran-pelajaran sekolah maupun tentang nilai-nilai sekolah.

Menurut Nana Sudjana (1989:5) belajar diartikan sebagai suatu proses

yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Menurut Mouly

(dalam Nana Sudjana, (1989:5), belajar pada hakikatnya adalah suatu proses

(47)

Kimble dan Garmezi (dalam Nana Sudjana, 1989:5) bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku yang relative permanen, terjadi sebagai hasil dari

pengalaman. Sedangkan menurut Garry dan Kingsley (dalam Nana Sudjana,

1989:5) dikatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang

orisinil melalui pengalaman dan latihan-latihan. Dengan demikian belajar pada

dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

Definisi di atas mempunyai kesamaan di mana untuk belajar itu

dibutuhkan keterlibatan langsung dari si pelajar. Berkenaan dengan ini dapatlah

dikatakan bahwa belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi

sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan itu merupakan

suatu hasil belajar dan mengakibatkan manusia berubah dalam pengetahuan,

perasaan, perilaku, kebiasaan, nilai, dan sikap. Perubahan yang terjadi bersifat

menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak tetapi juga

pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang. Perubahan-perubahan

tersebut terjadi karena pengalaman. Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini

yang membedakan perubahan-perubahan lain yang disebabkan kerusakan fisik

(karena penyakit atau kecelakaan), atau sebab-sebab lain yang non permanen

(lelah, mengantuk dan sebagainya).

b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar:

Sumadi Suryabrata (1993:249) memaparkan faktor-faktor yang dapat

(48)

1) Faktor Eksternal

Ialah faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor yang termasuk di

dalamnya ialah: a) faktor-faktor non sosial dalam belajar misalnya: keadaan

udara, cuaca, waktu (pagi, siang, atau malam), tempat atau lokasi gedungnya,

alat yang dipakai untuk belajar, seperti alat tulis menulis, buku-buku,

alat-alat peraga dan masih banyak lagi; b) faktor-faktor sosial dalam belajar

misalnya: kehadiran orang lain pada waktu anak sedang belajar dapat

mengganggu aktivitas belajar. Kegaduhan dan kebisingan dapat mengakibatkan

konsentrasi belajar anak menjadi goyah.

2). Faktor Internal

Faktor-faktor yang termasuk di dalamnya yaitu: a) Faktor fisiologis. Hal ini

berhubungan dengan keadaan jasmani seseorang, misalnya tentang fungsi

organ-organ, susunan-susunan dan bagian-bagian yang berbeda dalam

organisme kehidupan. Faktor yang dapat mempengaruhi belajar seseorang

dapat dibedakan menjadi dua macam yakni: kondisi jasmani pada umumnya,

dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu, terutama fungsi-fungsi panca

indera. b) Faktor-faktor psikologis dalam belajar misalnya: adanya sifat keingin

tahuan, sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju,

keinginan untuk mendapatkan rasa aman apabila menguasai pelajaran.

faktor di atas dapat mempengaruhi seseorang yang sedang belajar.

Faktor-faktor tersebut bisa mendorong dan juga bisa menghambat seseorang yang

(49)

c. Faktor yang menghambat

Shalahudin (1990:57) memaparkan faktor-faktor yang dapat menghambat

kegiatan belajar anak. Pertama, ialah faktor yang timbul dari dalam diri anak

ialah:

1) Faktor Internal

a) faktor biologis, misalnya: anak tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar karena

anak sering sakit sehingga akan mengganggu jalannya proses belajar, selain itu

cacat tubuh seperti kaburnya penglihatan, berkurangnya pendengaran, gagap

juga dapat menyebabkan hambatan dalam belajar.

b) faktor psikologis, misalnya: inteligensi (kecerdasan) yang rendah pada anak;

kurangnya minat dan semangat pada anak dalam mengerjakan tugas sehingga

hasil yang diperolehnya tidak memuaskan atau hasilnya kurang baik; anak

yang merasa dirinya tidak diperhatikan oleh orang tuanya akan membuat anak

menjadi malas belajar.

2) Faktor Eksternal

Yang kedua ialah faktor yang timbul dari luar diri anak ialah:

a) Lingkungan keluarga, hubungan orang tua dengan anak yang kurang baik.

Orang tua yang terlalu keras mendidik anaknya, banyak menuntut, dan kurang

memberikan penghargaan atau pujian dalam mendidik anak akan membuat

anak merasa ketakutan jika bertemu dengan orang tua sehingga mengakibatkan

(50)

b) Lingkungan sekolah, misalnya: guru yang hanya bisa mengajar dengan metode

ceramah melulu akan mengakibatkan proses belajar kurang menarik bahkan

membuat anak bosan, ngantuk dan pasif. Guru kurang berinteraksi dengan

siswanya sehingga mengakibatkan proses belajar mengajar tidak lancar.

c) Lingkungan masyarakat, misalnya: media masa yaitu televisi, bioskop, surat

kabar, radio, majalah komik, yang semuanya mempunyai nilai positif dan

negatif.

d. Faktor yang mendukung

Faktor-faktor yang mendukung belajar anak.

1) Suasana keluarga harus mendorong anak untuk belajar

Nasution (1985:60), mengatakan supaya anak lebih bersemangat dalam

belajar, maka diperlukan adanya usaha orang tua untuk menciptakan suasana

keluarga yang damai, nyaman dan penuh kasih sayang, sehingga pikiran dan

perhatian anak akan lebih terarah pada kegiatan belajarnya. Kedamaian atau

keakraban maupun kerja sama yang baik antara para anggota keluarga akan

memberikan semangat belajar bagi anak. Memberikan kesempatan belajar yang

cukup kepada anak. Pada saat anak sedang belajar orang tua jangan memberikan

tugas lain, misalnya: mencuci piring, menyapu dan lain-lain. Orang tua juga perlu

mengontrol jam belajar anaknya. Memberikan semangat belajar dan dukungan

kepada anak. Memberikan dukungan kepada anak bisa berbentuk pujian. Pujian

(51)

bersemangat dan meningkat minat belajarnya, supaya keberhasilan yang

dicapainya ini dapat terulang kembali.

2) Sarana Pendukung belajar anak

Nasution (1985:107-112) menyebutkan faktor-faktor yang dapat

membangkitkan minat belajar anak. Pertama, melengkapi bahan atau alat-alat

keperluan anak untuk belajar. Dalam hal ini orang tua perlu melengkapi alat-alat

yang dibutuhkan oleh anak dalam belajar. Dengan lengkapnya sarana-sarana

untuk belajar anak, misalnya: pensil, pulpen, penggaris, buku dan lain-lain akan

membuat anak bersemangat dalam belajar. Kedua, memberikan makanan yang

bergizi. Anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan sangat membutuhkan

makanan yang bergizi untuk memperlancar pertumbuhan jaringan-jaringan tubuh

dan otak mereka. Maka dari itu perlulah orang tua memberikan makanan yang

bergizi kepada anak yang mengandung vitamin yang dapat membantu

Gambar

Tabel 1Peranan orang tua dalam menyediakan fasilitas belajar (N-20)
Tabel 2Peranan orang tua dengan menanyakan, mendengarkan serta membantu
Tabel 3Peranan orang tua dalam mendampingi dan memberikan saran untuk lebih
Tabel 4Peranan orang tua mengawasi kegiatan  belajar agama katolik,
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan amanat Rapat Komite Konsultatif pada pertengahan tahun 2015 dan High Level Meeting pada bulan April 2016, pada tahun 2016 ini KSAP memfokuskan penyusunan

Pada hari ini, Senin tanggal Delapan Belas bulan Juni tahun Dua Ribu Dua Belas, sesuai dengan jadwal yang termuat pada website http://lpse.kemendag.go.id, Pokja

Lembah Sukaresmi II No.7 Telp.. Lembah Sukaresmi II

The tendency of big cities in South East Asia, who experienced population growth so fast, make the citizen mobility increases, and if the public transportation

Apabila teman-teman bertanya kepada saya : “Mengapa kita harus berbakti kepada orang tua ?”.. Kata pak ustadz, kita harus berbakti kepada orang tua karena Allah

[r]

Tabel 3.3 Pedoman Wawancara dengan Guru setelah diterapkan Metode Token. dalam Meningkatkan Kedisiplinan anak

mengungkapkan / operasi pasar yang dilakukan disesuaikan dengan hari pasaran / sehingga masyarakat dapat langsung membeli beras dari bulog tersebut // Dari data bulog menurut Murino