• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGOLAKAN POLITIK IRAN: PERJALANAN NATION-STATE DARI MONARKI KE REPUBLIK ISLAM. Akhmad Satori. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERGOLAKAN POLITIK IRAN: PERJALANAN NATION-STATE DARI MONARKI KE REPUBLIK ISLAM. Akhmad Satori. Abstract"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERGOLAKAN POLITIK IRAN:

PERJALANAN NATION-STATE DARI MONARKI KE REPUBLIK ISLAM Akhmad Satori

1. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya 2. Alumni Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2007

Abstract

Political constellation in Iran has experienced ebb which so after stripper, history of proving Iran is one of state experiencing orthogonal transformation of politics that is very influential in world. Revolution of Iran Islam generates awful effect for vicinity nations, journey of concept nation state in Republic Islam Iran is colored with change of monarchic politics system become a republic state which still leaving over Iran identity crisis mirror in constitutional debate about state leadership reality. Debates happened not only between party, sides which more wishing is secular government than Islam government, but also among party, side wishing the Government of Islam with doctrine Wilayatul Faqih Khomeini. Key Word : Wilayatul Faqih, Nation State, Monarchy

Abstrak

Konstalasi politik di Iran telah mengalami pasang surut yang begitu lama, sejarah membuktikan Iran merupakan salah satu negara yang mengalami transformasi politik yang paling berpengaruh di dunia. Revolusi Islam Iran menimbulkan efek yang dahsyat bagi negara-negara sekitarnya, perjalanan konsep nation state di Republik Islam Iran diwarnai dengan perubahan sistem politik monarki menjadi sebuah negara republik yang masih menyisakan krisis identitas Iran yang tercermin dalam perdebatan konstitusional mengenai hakikat kepemimpinan negara. Perdebatan-perdebatan terjadi tidak hanya antara pihak yang lebih menginginkan pemerintahan sekuler daripada pemerintahan islami, tetapi juga diantara pihak yang menginginkan Pemerintah Islam dengan doktrin Wilayatul Faqih Khomeini.

Kata Kunci : Wilayatul Faqih, Negara-Bangsa, Monarki.

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Serangan besar kolonialisme dan Imperialisme Barat ke dunia Islam dari segala arah pada abad ke-19 dan abad ke-20 melalui dimensi pemikiran, politik ekonomi militer, dan juga melalui dimensi sosial kebudayaan dengan memperlihatkan dasar-dasar ketidakmampuan dan ketertinggalan pemikiran,

(2)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

peradaban, politik dan ekonomi kaum muslimin, menyebabkan munculnya ide pembenahan, perubahan dan modernisasi serta perlawanan terhadap pengaruh Barat pada masyarakat Islam1

Angin revolusi yang dihembuskan Barat nampaknya menimbulkan adanya upaya pembenahan di dunia Islam, serta upaya perjuangan yang membebaskan diri dari kekuasaan kolonial, membentuk dan mengembangkan negara bangsa yang merdeka dengan segala tekanan dan permasalahan modernisasi. Menurut Jhon L. Esposito, pengaruh modernisasi tersebut banyak memberikan tekanan terhadap perubahan sistem politik negara-negara muslim terutama pada awal abad ke-20 2.

Masalah utama dari perubahan ini adalah bagaimana menerapkan konsep dan struktur Islam ke dalam realitas sosial politik modern yang notabene merupakan pengaruh Barat3. Upaya semacam ini mengambil berbagai bentuk.

Upaya-upaya intelektual untuk membangun suatu moderenisme Islam, berakar dalam karya-karya tokoh semacam Muhammad Abduh di Mesir dan Ahmad Khan di India, Ali Syari’ati dan Imam Khomeini di Iran, dan beberapa pemikir lainnya. Selain itu, terjadi pula penyesuaian–penyesuaian penting dalam struktur-struktur kelembagaan Islam di beberapa negara muslim di kawasan-kawasan Islam yang telah ada.

Iran merupakan salah satu negara muslim di kawasan Timur Tengah yang tidak luput dari pengaruh revolusi Barat tersebut, hal ini nampak dari konstelasi politik di Iran yang telah mengalami pergolakan yang berlangsung lama, semakin menegang terutama ketika konsep negara bangsa (nation state) mulai diterapkan di Iran. Pertarungan antara ulama dan negara yang berlangsung selama 200 tahun terakhir, menjadi potret utama masyarakat Iran yang memberikan warna tersendiri dalam perpolitikan di Iran.

Dalam sejarah Iran modern, perjuangan melawan kolonialisme dan pembentukan negara bangsa dimulai pada masa dinasti Pahlevi, namun benih-benih gagasan negara bangsa tersebut sudah ada sejak Dinasti Qajar. DR.

1 Lihat dalam makalah Duta Besar Republik Islam Iran, Pikiran dan Pandangan Politik Imam Khomeini, makalah Seminar Nasional akhir tahun, Iran, Islam, dan Barat, tanggal 23 Desember 2006, Yogyakarta.

2 Jhon L. Esposito dan Jhon O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim: Problem dan Prospek, terj. Rahmani Astuti, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999). dalam Bab Pendahuluan, h. 2-3

(3)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

Zayar dalam bukunya Iranian Revolution; Past, Present and Future,4 Secara garis besar Iran modern bisa dibagi menjadi tiga periode. Pada periode pertama yang dimulai pada abad ke-18, di bawah kekuasaan Dinasti Qajar. Periode ini mencapai titik kulminasi pada revolusi konstitusional pada tahun 1906 (di bawah pengaruh revolusi Rusia tahun 1905).

Periode kedua (1908-1953) ditandai dengan banyaknya konflik, dan mencapai klimaksnya pada masa pemberontakan sosial (1941-1953) yang diikuti dengan pengunduran diri Shah Reza (1926-1941). Periode ketiga (1953-1979) ditandai dengan tumbuhnya partisipasi Iran sebagai negara yang berdaulat, dengan kontrol yang kuat atas sumber daya minyak bumi, peningkatan pendapatan yang tinggi dari minyak dan pertumbuhan ekonomi yang sangat mengesankan.

2. Perumusan Masalah

Penelitian ini berusaha memberikan gambaran mengenai pergolakan politik di Iran, terutama perjalanan pembentukan negara Iran modern sejak masa Dinasti Qajar hingga terjadinya revolusi Islam Iran tahun 1979. Di akhir tulisan ini, mencoba melihat pengaruh revolusi Islam Iran terhadap negara-negara muslim di kawasan lain.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pustaka (library research), yaitu bahan perpustakaan dijadikan sumber utama. adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normative dan sosio-historis, pendekatan normatif melihat yang dimaksud dengan pendekatan normatif disini adalah suatu usaha untuk menjelaskan pendapat-pendapat, doktrin-doktrin, pemikiran aplikasi konsep nation state dalam sistem pemerintahan Republik Islam Iran Sedangkan pendekatan sosio-histioris yaitu dengan melihat perjalanan sejarah sosial politik yang terjadi di Iran.

4 Perikasa dalam DR. Zayar, Iranian Revolution; Past, Present and Future, di

(4)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

B. SEJARAH IRAN MODERN

Sejarah Iran Modern bermula dengan tampilnya rezim Dinasti Qajar. Qajar meraih kekuasaannya setelah melewati periode anarkis dan pergolakan kesukuan untuk memperebutkan kekuasaan atas Iran. Rezim mereka tidak pernah terkonsolidasikan. Dinasti Qajar menguasai Iran dari tahun 1779 sampai tahun 1925 menyerupai beberapa dinasti pendahulunya. Yakni rezim yang memusat namun lemah karena berhadapan dengan faktor-faktor kesukuan yang kuat, juga rezim yang memberikan kebebasan beragama yang sangat tinggi.5

Pemerintahan pusat Dinasti Qajar merupakan pemerintah istana yang terlalu lemah untuk mengembangkan secara efektif sistem perpajakan di negeri ini6. Sementara itu, kekuasaan tokoh-tokoh agama semakin meluas, pada abad

ke-18 sampai abad ke-19, ulama Iran mencapai tingkat otonomi yang tidak tertandingi oleh masa-masa sebelumnya, yaitu kepemimpinan yang kuat, otoritas keagamaan ulama dikenal sebagai mujtahid atau penerjemah hukum-hukum agama (syari’at), dikembangkan secara luas bahwasannya mereka memiliki hak mengambil keputusan secara independen dan hak menafsirkan permasalahan agama berdasarkan pencapaian spiritual dan intelektual mereka.7

Intervensi Eropa yang sangat penting adalah memodifikasi posisi rezim Qajar, dan meningkatkan ketegangan yang tidak kentara antara penguasa dan ulama. Campur tangan bangsa Eropa terhadap Iran pertama kali datang dalam penaklukan dan pengukuhan pengaruh mereka melalui persaingan antara kekuatan-kekuatan Eropa8. Hal ini membangkitkan Qajar untuk memoderenisasi

5 Ira. M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian 3, terj. Ghufron A. Masadi.

(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), h. 31-33

6 Kekuasaan dinasti-dinasti Iran terdahulu di bangun atas struktur kekuasaan

yang absolut, dimana para raja (Shah) memiliki otoritas politik yang sangat besar. tetapi struktur negara yang absolut mulai memudar (disintegrate) pada masa kekuasaan dinasti Qajar.

7 Hubungan antara ulama dengan rezim tidak jelas, namun dibalik kelemahan

dinasti Qajar, terdapat preseden sejarah yaitu kolaborasi antara elit penguasa dan elit ulama, Ibid, h. 33. selain itu ada kontrovensi bahwa apakah ulama dengan mengintervensi kebijakan raja, merupakan pembelaan terhadap kedaulatan rakyat, gagasan demokratis, kepentingan kelembagaan ataukah hanya untuk kepentingan pribadi. Namun konsensusnya adalah bahwa apapun alasan pribadinya banyak ulama yang mendukung tantangan terhadap campur tangan asing dan pemerintahan Shah yang salah. Penjelasan ini dapat diihat dalam, entri “ Iran ”, dalam Jhon L. Esposito (ed)

Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 1, terj. Eva YN., dkk, ( Bandung: Penerbit Mizan), h.330

8 Wilayah-wilayah Iran jatuh ke tangan Rusia pada 1804-1813 dan 1825-1828.

(5)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

dan memperkokoh perangkat kenegaraan, dan mereformasi pendidikan dengan membangun Dar al-Fanun sebuah perguruan tinggi teknik, serta mengorganisir kembali pasukan kavaleri dengan membentuk Brigade Cossack9

Reformasi tersebut menimbulkan terbentuknya strata baru pemikir modernis Islam dan intelektual didikan Barat, yang menganggap modernisasi Iran sebagai satu-satunya cara yang efektif untuk melawan kekuatan asing, dan untuk memperbaiki kondisi kehidupan sebagian besar masyarakatnya. Hal ini memicu timbulnya sejumlah perlawanan dari kaum intelektual dan para ulama terhadap pengaruh asing dalam pemerintahan. Setidaknya ada beberapa peristiwa perlawanan penting yang terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Qajar ini, yaitu;

Pertama, munculnya gerakan tembakau10 pada tahun 1891-1892, di

bawah pimpinan Marja besar Ayatullah Al-Uzma Mirza Hasan Shirazi. Gerakan ini bertujuan menghilangkan akses dunia Barat yang melibatkan diri terhadap urusan internal negara Iran.

Kedua, Revolusi Konstitusi Iran, yakni peristiwa yang terjadi pada tahun 1905-1906 ini berhasil mengakhiri kekuasaan absolut raja, hal ini disebabkan oleh timbulnya protes dari para pedagang dan kaum ulama terhadap menguatnya pengaruh Barat11, munculnya tuntutan atas dirombaknya tradisional

1856-1857. Shah-Shah Dinasti Qajar memberikan konsensi dan hak kapitulasi kepada pihak asing, yang memungkinkan Inggris, Rusia, Perancis, Belanda, Swedia, Belgia dan Hunggaria mendominasi berbagai bidang. Dari angkutan dan perbankan hingga keamanan dalam negeri. Konsensi yang terpenting adalah konsensi Reuters 1871 (Pertambangan, perbankan dan Jalan Kereta Api), Regie Tembakau 1891 dan konsensi D’Arcy 1901 (minyak).. Shahrugh Akhavi, h. 330

9 Brigade Cossack adalah pasukan militer yang di latih dan diorganisir secara

khusus oleh penasihat Rusia dan Austria dan dibentuk antara tahun 1887-1880. Lapidus, h.36

10 Gerakan Tembakau terjadi pada tahun 1891-1892, ketika ulama dipimpin oleh

Ayatullah Shirazi, menggunakan khumus kaum Syi’ah, khususnya saudagar bazar, untuk mendanai protes kolektif dalam menentang regie Tembakau (monopoli tembakau oleh Inggris), gerakan ini disebut gerakan pertama bangkitnya bangsa Iran untuk mendapatkan hak-hak mereka dari negara-negara asing dan penindasan kerajaan Iran. Gerakan ini menjadi awal gerakan konstitusi, yang menyebabkan perkembangan berarti bagi politik dan sosial dalam sejarah Iran, dalam makalah Duta Besar Republik Islam Iran, Pikiran dan Pandangan Politik Imam Khomeini, makalah Seminar Nasional akhir tahun, Iran, Islam, dan Barat, tanggal 23 Desember 2006, Yogyakarta.

11 Selama gerakan sosial yang dikenal sebagai gerakan Konstitusi 1905, banyak

ulama masa ini memperingatkan Dinasti Qajar dengan istilah zulm (menindas keadilan Imam Ghaib). Para pedagang umumnya cemas dengan arus barang-barang asing dan kemudahan yang diberikan kepada pihak asing untuk menjual barang-barang mereka di Iran akibatnya banyak yang mengalami kemunduran dan kebangkrutan akibat

(6)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

dan terjadinya fragmentasi di kalangan penguasa Qajar sendiri.12 Revolusi Konstitusional ini merupakan hasil suatu persekutuan antara kaum pedagang bazaar, ulama, cendekiawan, bangsawan pemilik tanah dan sejumlah kepala suku. Mereka kemudian terwakili di dalam Majelis (parlemen), sebuah badan yang dibentuk setelah terjadinya revolusi ini, dan ikut menjalankan roda pemerintahan bersama raja.13

Pemberlakuan konstitusi baru tersebut justru merupakan awal dari sebuah pergolakan yang berkepanjangan. Kubu konstitusionalis didukung oleh ulama, pedagang, tokoh-tokoh suku mempunyai pengaruh besar di Iran, di tentang oleh kubu Shah dan ulama konservatif serta para tuan tanah yang kaya raya yang kemudian menyebabkan terjadinya beberapa kali pertempuran.

Krisis konstitusional tahun 1905-1911 menimbulkan penyatuan aspek-aspek fundamental masyarakat Islam Iran dan membangkitkan kekuatan gerakan nasionalisme awal dan perlawanan terhadap intervensi asing, namun Iran, seperti kebanyakan negara muslim lainnya masih tetap mengalami pengaruh imperialisme Barat. Warisan dan dampak kehadiran dan pengaruh asing di Iran menciptakan krisis kekuasaan, krisis keabsahan dan krisis partisipasi yang saling berkaitan, yang semakin parah sepanjang pemerintahan Dinasti Pahlevi.

Ketiga, terjadinya sejumlah pemberontakan-pemberontakan lokal yang di sebabkan oleh tekanan yang terus menerus dari para gubernur lokal, para intelektual moderen dan ulama, dinasti ini diambang keruntuhan, Iran nyaris terbelah oleh Rusia dan Inggris, dalam keadaan ini pada tahun 1921 pemimpin Brigade Cossack Reza Shah Pahlevi berhasil melakukan kudeta menggulingkan kekuasaan raja terakhir Dinasti Qajar14.

wiraswastawan Eropa. dalam Shahrugh Akhavi, entri “ Iran ”, dalam Jhon L. Esposito (ed)

Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 1, terj. Eva YN., dkk, ( Bandung: Penerbit Mizan), h.330

12 Lihat Riza Sihbudi, “ Revolusi Iran: Sebuah Pandangan Sosiologi Politik “,

Timbangan Buku “ The State and Revolution in Iran ” karya Hossein Bashiriyah (London & Canberra : Croom Helm, 1984),h.203 dalam Jurnal Ilmu Politik 2, 1986, h. 112-115. lihat Juga Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 5

13 Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama, 1996), h. 6

14 Lihat dalam Shahrugh Akhavi, entri “ Iran ”, dalam Jhon L. Esposito (ed) Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 1, terj. Eva YN., dkk, ( Bandung: Penerbit Mizan), h.329-337

(7)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

Selain ketiga peristiwa tersebut merupakan faktor intern yang menyebabkan berakhirnya kekuasaan Dinasti Qajar. Terdapat sejumlah faktor eksternal seperti pecahnya perang dunia pertama, menguatnya pengaruh Inggris di Iran setelah revolusi Oktober di Rusia, juga menyebabkan runtuhnya Dinasti Qajar pada tahun 1925, dan digantikan dengan Dinasti Pahlevi yang di pimpin oleh Reza Shah Pahlevi.

C. IRAN DAN PEMBENTUKAN NEGARA BANGSA

Pada akhir 1920-an Reza Shah Pahlevi, seorang perwira militer, merebut kekuasaan dan mendirikan Dinasti Pahlevi. Terinspirasi oleh langkah rekan sezamannya di Turki, Mustafa Kemal (Ataturk)15, dia memusatkan perhatiannya

pada modernisasi dan pembentukan pemerintahan terpusat yang mengandalkan angkatan bersenjata dan birokrasi modern16. Berbeda dengan Ataturk, Shah

tidak menghapuskan lembaga-lembaga keagamaan, tetapi hanya membatasi dan mengontrol mereka.17

Sejak itu Iran mengalami proses pembentukan negara bangsa yang serupa dengan proses yang berlangsung di Turki dan sejumlah negara lain. Negara menjadi motor perkembangan ekonomi serta perkembangan kebudayaan menurut model Barat. Namun berbeda dengan Turki golongan menengah menjadi kelas penopang utama bagi rezim Pahlevi. Selain itu, Shah juga mengembangkan angkatan bersenjata baru yang lebih kuat. Banyak ulama yang mendukung pengambil alihan kekuasaan oleh Reza Shah guna memulihkan monarki yang kuat untuk meredam pengaruh asing.18

Meskipun Reza Shah meraih kekuasaan dengan dukungan sebagian ulama yang menginginkan perbaikan, namun, Shah justru membuat kebijakan

15 Mustafa Kemal Ataturk, merupakan penggagas modernisme di Turki disebut

juga bapak pendiri Republik Turki, melakukan serangkaian pembaharuan politik dan modernisasi politik dengan berupaya mendirikan sebuah negara bangsa yang modern yang cenderung ke demokrasi sosial yaitu gagasan yang berasal dari Eropa reformasi yang diadopsi Turki merdeka melalui dua konsep komplementer: semangat kontemporer dan nasionalisme. Lihat M. Naim Turfan, entri “ Mustafa Kemal Ataturk ”, dalam Jhon L. Esposito (ed) Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 1,terj. Eva YN. dkk, (Bandung: Penerbit Mizan), h.217-219

16 Jhon L. Esposito dan Jhon O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim, Terj.

Rahmani Astuti, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), h.68-69

17Ibid., h. 69

18 Meuleman, Johan Hendrik, Dinamika Abad Ke-20, dalam Ensiklopedi Tematis

(8)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

yang menyebabkan hubungannya dengan ulama memburuk terutama ketika Shah berusaha membatasi kekuasaan kaum ulama. Shah berusaha untuk mewujudkan tujuan tersebut melalui pengembangan pendidikan sekuler, pengawasan pendidikan keagamaan, pembatasan wewenang syariat dan pengadilan agama dengan mengeluarkan sejumlah undang-undang baru dan memperkuat pengadilan negeri.19

Menurut Lapidus,20 sekularisasi sistem administrasi hukum dan

pendidikan hanyalah bagian terkecil dari program yang lebih besar yaitu kontrol negara terhadap modernisasi ekonomi, infrastruktur dibangun pada dekade 1930-an, tata perkantoran yang baru, Bank Nasional Iran dan jaringan perkeretaapian dibangun, semuanya atas bantuan pihak asing. Hal ini terus berlangsung sampai menjelang berakhirnya perang dunia ke-II21.

Berakhirnya perang dunia II, Inggris dan Rusia sekali lagi mencampuri urusan pemerintah Iran demi kepentingan sendiri. Mereka memaksakan pergantian Shah dan mengangkat putranya yang belum dewasa Muhammad Reza Pahlevi tahun 1941 sebagai boneka penguasa di Iran. Antara tahun 1941 dan 1953, Iran menjalani periode pergolakan yang terbuka antara sejumlah protektor asing dan sejumlah partai politik internal. Amerika Serikat (AS) lambat laun menggeser pengaruh Inggris dan Rusia dan akhirnya menjadi pelindung utama Iran pasca perang. Salah satu alasan utama dari campur tangan AS adalah kekhawatirannya terhadap Iran yang akan terpengaruh oleh idiologi komunisme Uni Soviet. Campur tangan AS yakni mengembalikan rezim yang otoriter dan terpusat

Menurut Hossien Bashiriyeh22, ada lima landasan kekuasaan yang

dibangun oleh Shah yang kemudian memicu timbulnya revolusi dan menyebabkan jatuhnya Shah. Pertama, kontrol negara yang sangat besar atas sumber-sumber keuangan, khususnya minyak; kedua, program stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi serta intervensi ekonomi rezim ke dalam sistem ekonomi; ketiga, mobilisasi massa dan penciptaan suatu keseimbangan antara kelas-kelas

19Ibid, h.30

20 Ira. M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian 3, h. 48-49 21Ibid, h. 49

22 Hossein Bashiriyah, “The State and Revolution in Iran 1968-1982 ” karya

(London & Canberra : Croom Helm, 1984),h.203 dalam Jurnal Ilmu Politik 2, 1986, h. 112-115.

(9)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

melalui kontrol dan intervensi rezim; keempat, pembentukan hubungan-hubungan patron-client dengan kaum borjuis kelas atas, dan kelima di perluasnya peranan kekuatan penekan (khususnya SAVAK), dan ketergantungan pada Barat terutama dukungan politik militer AS.23

D. BERAKHIRNYA SISTEM MONARKI

Sejak tahun 1960-an, terlihat tanda-tanda awal keruntuhan Rezim Shah. Program Shah yakni land reform24 yang dimulai pada awal 1960-an, mendapat tantangan dari para pembaharu dan ulama, sebagian dari mereka yakin bahwa reformasi land reform yang di sponsori Shah hanyalah taktik belaka, karena Shah memastikan pembaharuan disubversi untuk mempertahakan kekuasaan. Kebijakan modernisasi dan sekularisasi Shah gagal menciptakan sistem politik yang demokratis.

Akibatnya muncul ketidaksetujuan dan ketidakpuasan yang semakin memuncak di kalangan ulama, kelompok tradisional, kaum cendikiawan relegius, kaum marxis, golongan kiri dan golongan liberal, namun, struktur kontrol dan tekanan pemerintah tidak banyak membuka peluang untuk menyatakan secara sah sikap oposisi yang semakin kuat. Tidak adanya partisipasi politik, melemahnya otonomi nasional karena ketergantungan yang besar kepada pihak Barat, dan hilangnya identitas religio-budaya dalam masyarakat yang berkiblat ke Barat menumbuhkan kekecewaan bersama yang melintasi pebedaan politik agama dan negara.

Tahun 1963, terjadi pemberontakan besar antara mahasiswa dan tentara di Universitas Teheran dan lembaga pendidikan calon ulama di Qum, dan Ayatullah Khomeini saat itu menjadi salah satu dari marja taqlid25, secara publik

23 Lihat Riza Sihbudi, Revolusi Iran: Sebuah Pandangan Sosiologi Politik,…,h.113-144

24 Land Reform adalah salah satu program yang di kembangkan pada saat

berkuasanya Shah, sebagian sarjana percaya bahwa pembaharuan hanya berfungsi mengganti aristokrasi tradisional di pedesaan dengan negara dan tidak pernah dimaksudkan untuk menguntungkan petani, imbasnya hanya keluarga kaya yang mempunyai lahan pertanian menjadi pemilik mutlak, sedangkan mayoritas besar buruh petani tetap tak memiliki lahan

25 Pada tahun 1962, Ayatullah Ruhullah Khomeini diangkat menjadi marji’ taqlid.

Sebelumnya, kegiatan beliau di bidang politik dilakukan dengan cara belajar, mengajar, dan menulis buku (diantara buku karya beliau adalah Kashf al-Ashrar yang berisi ajaran Islam tentang perjuangan melawan kezaliman dan Wilayah Al-Faqih). Setelah diangkat

(10)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

mengecam Shah karena tentara menyerang ulama. Kemudian Shah sangat bergantung kepada dukungan AS dan membangun kerjasama dengan Israel.

Dua tahun kemudian, tahun 1964, beberapa kali Shah menahan Khomeini yang sampai akhirnya membuangnya ke Irak (sampai tahun 1978, lalu pindah ke Paris). Namun, perjuangan Khomeini tidak berhenti. Lewat surat maupun rekaman suara, beliau terus membangkitkan semangat rakyat Iran untuk menegakkan Islam dan menentang kezaliman Shah. Pada pertengahan 1970-an, Beberapa kerusuhan masih terus terjadi, demonstrasi besar-besaran menentang kekuasaan Shah diadakan di beberapa wilayah di Iran, meski rezim berhasil menghadapi kerusuhan tersebut, tetapi hal ini menandai awal kejatuhan Dinati Pahlevi.26

Sebelum runtuh, monarki Pahlevi ini tampak kuat. Pertumbuhan ekonomi pada awal 1970-an tinggi. Iran menempati posisi penting di kalangan negara-negara penghasil dan pengekspor minyak27. Namun hal inilah yang menjadi sebab kerapuhan sistem pemerintahan Shah, yaitu terlalu bergantung pada pendapatan minyak, pengeluaran besar pemerintah mendorong tingginya angka inflasi, yang memicu pergolakan yang meruntuhkan seluruh sendi kekuasaan Shah. Puncaknya pada Februari 1979, merupakan saat paling bersejarah bagi Iran, revolusi Islam Iran di bawah kepemimpinan kharismatik Ayatullah Khomeini berhasil menggulingkan kekuasaan Dinasti Pahlevi, dan bersamaan dengan itu berakhir pula sistem kerajaan (monarki) di Iran.

D. REVOLUSI ISLAM IRAN 1979

Pada akhir dekade 70-an, Dunia dikejutkan dengan peristiwa revolusi Islam yang terjadi di Iran. Revolusi yang oleh beberapa pengamat Barat seperti Jhon L Esposito disebut sebagai “salah satu pemberontakan rakyat terbesar

menjadi marji’ taklid, beliau memulai perjuangan politiknya secara terbuka dan gaungnya menggema ke seluruh pelosok Iran.

26 William O. Beeman, entri “ Revolusi Iran 1979” dalam Jhon L. Esposito (ed) Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 1, terj. Eva YN., dkk, ( Bandung: Penerbit Mizan), h.337

27 Setelah kenaikan minyak pada tahun 1973, ekonomi Iran mulai tumbuh pesat

GNP terus tumbuh, tetapi keuntungan hanya dinikmati oleh kalangan elit masyarakat. Akhirnya Shah mencapai sasaran yang sulit dipahami. Karena mereka yang berkuasa tidak dipilih, dana-dana ini memberi mereka lisensi yang hamper tak terbatas dalam berkuasa. Akibatnya masyarakat Iran khususnya kalangan bawah mulai menderita., Ibid, h. 339

(11)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

dalam sejarah umat manusia” tersebut berhasil menggulingkan rezim otoriter pimpinan Reza Syah Pahlevi.28 Revolusi ini merupakan hasil suatu protes

akumulasi ketidakpuasan rakyat Iran terhadap kebijaksanaan Syah, baik di bidang ekonomi, politik, agama, maupun sosial budaya. Keberhasilan revolusi itu banyak ditentukan oleh dua faktor yang saling berkaitan satu sama lain.

Di satu pihak terciptanya persatuan di antara kelompok-kelompok penentang Syah, baik yang berfaham nasionalisme (Front Nasional), Islamisme (organisasi- organisasi yang dibentuk kaum mullah maupun yang berfaham marxisme (Mujahiddin dan Fayden Khalq). Di pihak lain muncul kelompok Ulama seperti Ayatullah Murthadha Munthahari, Ayatullah Khomeini sebagai lambang “pemersatu”, serta tokoh intelektual awam seperti Ali Syari'ati sebagai konseptor akar Ideologi revolusi, Mehdi Bargazan, Bani Sadr, dan tokoh-tokoh lainnya. Hal ini dimungkinkan oleh tradisi dan ideologi Syi'ah yang sangat berakar kuat di kalangan rakyat Iran.29 Ideologi Syi’ah tersebut yang kemudian menjadi salah satu pemantik terjadinya revolusi Iran.

Mohsen M. Milani, mencatat adanya empat faktor yang menyebabkan terjadinya Revolusi Islam Iran: (1) keberhasilan kelompok-kelompok anti-Shah dalam menggalang persatuan, dimana sebelumnya mereka terpecah belah; (2) tampilnya Syiisme sebagai ideologi revolusioner yang memberikan landasan pembenaran bagi perjuangan melawan Shah, mempersatukan kelompok-kelompok oposisi yang berbeda, serta menjanjikan “masa depan cemerlang” bagi rakyat Iran; (3) keberhasilan kaum revolusioner dalam menarik dukungan internasional, diantaranya dengan menunjukan sikap tabah dan berpandangan jauh ke depan; dan (4) kegagalan rezim Shah dalam memanfaatkan sarana-sarana represifnya secara efektif. Shah yang menyandarkan kekuasaanya pada loyalitas pihak militer tidak berdaya, ketika militer bersikap netral dalam konflik antara pendukung Ayatullah Khomeini dan pendukung Shah.30

28 Esposito, Demokrasi, hlm. 66,

29 Sihbudi, Revolusi, hlm.114. Perlu dicatat bahwa Ideologi Syi’ah yang berakar

kuat dalam keyakinan masyarakat Iran sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan revolusi Islam Iran. Aktor Intelektual revolusi Islam Iran selain Imam Khomaeni adalah Ali Syari’ati, ia berhasil menerjemahkan secara mudah ideologi Syi’ah menjadi revolusioner dengan paradigma sosiologis Marxis.

30 Riza Sihbudi, dalam Pengantar buku Biografi Politik Imam Khomeini…,h.

(12)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

Pada bulan Februari 1979, beberapa minggu setelah Shah Pahlevi melarikan diri ke Mesir, Ayatullah Khomeini kembali ke Iran dan membentuk pemerintah tandingan dengan mengangkat Mehdi Bezargan sebagai perdana menteri pertama Republik Islam Iran, beberapa hari kemudian revolusi Iran mencapai kemenangan gemilang dan Khomeini merestui pembentukan partai Republik Islam dan dalam sebuah referendum pada bulan Maret–April secara resmi menyetujui berdirinya Republik Islam Iran.

Bagi masyarakat dunia Islam, Revolusi Islam Iran merupakan kejadian yang secara simbolis penting. Revolusi Iran memperlihatkan bahwa rezim sekuler yang dipengaruhi oleh Barat dapat ditumbangkan dengan kekuatan oposisi yang di organisasi oleh para pembaru Islam. Karena kaum revivalis mendengungkan perubahan itu sejak akhir abad ke-19, namun dengan sukses, revolusi Islam ini mampu memberikan daya dorong baru bagi perjuangan mereka dan memicu munculnya aktivitas fundamentalis di dunia Islam lain.

Dapat dikatakan bahwa meskipun ketegangan dinamis bagi oposisi terhadap monarki telah lama ada di Iran, tidak seorangpun Muslim meramalkan dengan pasti bahwa hasil akhir revolusi berupa pemerintahan teokratis. Bagi kaum Muslim yang menginginkan pembaruan dan ingin lepas dari dominasi Barat, revolusi Islam Iran merupakan kejadian yang sangat memberikan ilham. Bagi kaum nasionalistik sekuler dan sebagian dunia Barat, revolusi ini terus mengusik. Akan tetapi, sepanjang periode ini peran dari sosok Ayatullah Ruhullah Khomeini sangat menonjol. Tidak salah apabila Jhon L. Esposito menyebut Imam Khomeini sebagai “living symbol and architect” revolusi Iran.31

E. STRUKTUR POLITIK IRAN PASCA REVOLUSI : REPUBLIK ISLAM IRAN Revolusi Islam Iran melahirkan konfigurasi yang khas antara negara Iran dan Institusi Islam, bahkan revolusi ini merupakan sebuah peristiwa terbesar dalam sejarah masyarakat Iran. Revolusi tersebut menandai puncak pergolakan politik antara penguasa Iran dan kelompok ulama yang telah berlangsung lama, akibatnya terjadi perubahan yang fundamental dalam sistem ketatanegaraan Iran yang berpengaruh terhadap sistem pemerintahan Iran sekarang.

31 John. L. Esposito, Islam dan Politik, terj. Jusup Soe’yb (Jakarta: Bulan Bintang,

(13)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

Struktur politik Iran mengalami perubahan secara besar-besaran sejak berakhirnya kekuasaan Shah. Bentuk negara berubah dari monarki-absolut dimana Shah berkuasa, menjadi sebuah republik yang berdasarkan pada ajaran agama Islam mazhab Syi’ah. Perubahan konstitusional dan institusional yang secara substantif dilakukan melalui pemilihan. Bentuk Republik Islam dan Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran secara resmi disetujui mayoritas rakyat Iran melalui referendum yang diadakan pada tahun 1979.

Majelis Ahli yang didominasi para ulama dipilih untuk membuat rancangan konstitusi, masih menyisakan krisis identitas Iran yang tercermin dalam perdebatan konstitusional mengenai hakikat kepemimpinan negara. Perdebatan-perdebatan terjadi tidak hanya antara pihak yang lebih menginginkan pemerintahan sekuler daripada pemerintahan islami, tetapi juga diantara pihak yang menginginkan Pemerintah Islam namun menolak doktrin Wilayatul Faqih 32

Khomeini (ahli otoritas tertinggi)33

Akhirnya pada tanggal 29 dan 30 Maret 1979 dilakukanlah referendum. Dunia menyaksikan bahwa referendum itu dilakukan dengan bebas tanpa paksaan atau intimidasi (pengamat asing pun hadir dalam referendum tersebut). Hasil referendum adalah 98,2% rakyat Iran mendukung dibentuknya negara dengan sistem pemerintahan wilayatul faqih34

Kekuasaan tertinggi dalam struktur politik Republik Islam Iran, berada ditangan Imam (pemimpin dalam arti pemimpin spiritual bukan imam sebagaimana keyakinan umat syiah) atau dewan kepemimpinan (Syura-ye rahbari). Hal ini memang sesuai dengan mazhab ajaran Syiah yang menerapkan prinsip imamah (keimaman) sebagai salah-satu ajaran utamanya.35 Prinsip

pemerintahan oleh faqih (wilayatul faqih) dan keutamaan hukum Islam di abadikan dalam konstitusi Iran. Pada saat yang sama Konstitusi Republik Islam mempunyai pranata-pranata demokrasi konstitusi melengkapi sistem pemerintahan parlementer dengan badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

32 Istilah Wilayatul Faqih ini berarti pemerintahan berdasarkan faqih, yang di

dasarkan pada prinsip imamah dalam ajaran Syi’ah. konsep ini merupakan konsep yang ditawarkan oleh Imam Khomeini, sebenarnya gagasan ini sudah lama ada namun kembali dipopulerkan oleh Khomeini.

33 Jhon L. Esposito dan Jhon O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim: Problem dan Prospek (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), h. 79-80

34 Lihat Riza Sihbudi, Politik Parlemen dan Oposisi di Iran Paca Revolusi dalam

Jurnal Ilmu Politik Vol. 2, ( Jakarta : 1991),,h. 31

(14)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

F. PENUTUP

Keberhasilan Revolusi Islam Iran yang menumbangkan Dinasti Pahlevi telah mengubah sistem politik dan bentuk negara Iran dari monarki absolut menjadi Republik Islam36. Sebuah revolusi rakyat yang pertama dalam perempat

terakhir abad ke-20 melawan sebuah sistem politik otoriter modern. Namun pengalaman Iran ini tidak memberikan jawaban pasti bagi persoalan-persoalan antara Islam dan demokrasi. Namun setidaknya Iran telah menunjukan kepada dunia bahwa partisipasi politik rakyat dan konsensus merupakan bagian dari cakrawala politik di Republik Islam Iran. Peristiwa ini kemudian dianggap sebagai salah satu momentum yang menentukan masa depan politik Islam serta hubungan antara kekuatan kebangkitan Islam dan perkembangan sistem politik yang demokratis.[]

36 Perbedaan mencolok antara keduanya adalah, jika sebelum revolusi Iran

merupakan negara sekuler maka Iran pasca revolusi merupakan negara semi teokratis yang didominasi kaum mullah atau ulama syiah. Lihat Riza Sihbudi, Politik Parlemen dan Oposisi di Iran Paca Revolusi dalam Jurnal Ilmu Politik Vol. 2, (Jakarta : 1991),,h. 31

(15)

Pergolakan Politik Iran: Perjalanan Nation-State Dari Monarki Ke Republik Islam (Akhmad Satori)

DAFTAR PUSTAKA

Bayat, Mangol. . 1986. “Islam di Iran Pada Masa Pahlavi dan Setelahnya : Sebuah Revolusi Kebudayaan” dalam Jhon L. Esposito (ed). Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang. h.139-167

Duta Besar Republik Islam Iran. “Pikiran dan Pandangan Politik Imam Khomeini”, makalah Seminar Nasional akhir tahun, Iran, Islam, dan Barat, tanggal 23 Desember 2006. Yogyakarta.

Esposito Jhon L. dan Jhon O. Voll. 1999. Demokrasi di Negara-negara Muslim: Problem dan Prospek. terj. Rahmani Astuti. Bandung: Penerbit Mizan. ________ (ed). 1986. Identitas Islam Pada Perubahan Sosial Politik, terj.A.

Rahman Zainudin. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

________ (ed). 2001. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 1. terj. Eva YN. Bandung: Penerbit Mizan.

Lapidus, Ira. M. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam. Bagian 3. terj. Ghufron A. Mas’adi Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Meuleman, Johan Hendrik. 2005. “ Dinamika Abad Ke-20 ”. dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid 6, Dawam Rahardjo (ed). (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve). h.7-43

Sihbudi, Riza. 1991. “ Politik Parlemen dan Oposisi di Iran Paca Revolusi “ dalam Jurnal Ilmu Politik Vol. 11. Jakarta. h. 31-44

________ . 1996. Biografi Politik Imam Khomeini, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

________ . 1986. “ Revolusi Iran: Sebuah Pandangan Sosiologi Politik “. Timbangan Buku “ The State and Revolution in Iran 1968-1982 “ karya Hossein Bashiriyah (London & Canberra: Croom Helm, 1984). dalam Jurnal Ilmu Politik 2. h. 112-115

________ , “ Tinjauan Teoritis dan Praktis atas Konsep Vilayat-I Faqih ”: Sebuah Pengantar. dalam Jurnal Ulumul Quran Jilid 5. h. 72-84

Tamara, Natsir. 1988. Revolusi Iran. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Zayar, DR. Iranian Revolution; Past, Present and Future. di akses di www.google.com/search/revolusi.

Referensi

Dokumen terkait

Mereka juga menganggap tiada perubahan besar dalam politik Kerajaan Negeri sejak tamatnya pilihan raya umum pada Mac 2008 yang lalu, lantas fenomena tersebut menyebabkan mereka

Hasil pertimbangan Pengadilan Negeri Kisaran menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana bersalah melakukan tindak pidana “secara bersama-sama

Metode yang digunakan peneliti yaitu metode pendekatan yuridis sosiologis yaitu mengkaji secara cermat mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk

Hasil wawancara dengan bapak Oman Surbakti juru kunci Gunung Sinabung dan juga warga Desa Tiga Derket penganutt Agama Pemena, pada tanggal 22 Desember 2016 pukul 17.00 WIB.. cerita

Sedangkan ketika terdapat lebih dari dua variabel bebas yang terlibat dalam ketergantungan linear yang erat, maka tidak ada jaminan akan terdapat korelasi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. © Tiara Ayudia Virgiawati 2014 Universitas

lembaga (badan) yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang keuangan yang secara.. langsung maupun tidak langsung menghimpun dana dengan cara

Penyusunan RKPD berpedoman pada RPJMD yang selanjutnya sebagai acuan dalam penyusunan KUA­PPAS dan   penyusunan