• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOBOT HIDUP KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA YANG DIBERIKAN KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cocoa L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BOBOT HIDUP KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA YANG DIBERIKAN KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cocoa L)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BOBOT HIDUP KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE)

BETINA YANG DIBERIKAN KULIT BUAH KAKAO

(Theobroma cocoa L)

(Live Weight of Etawah Grade Fed Cocoa (Theobroma cocoa L) Shell)

F.F.MUNIER

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Raya Lasoso 62 , Biromaru 94364

ABSTRACT

Limited forage availability for goat now is caused by constricted of pasture area. Development of farmer’s cocoa plantation has a potency for ruminant feed particularly from cocoa shell. This assessment aimed to study effect of cocoa shell supplementation toward goat live weight which raised in the semi intensive management. The cooperator participated in this assessment was six cooperators as member of Farmer Group of Mappasidapi, Jono-Oge village, Sirenja Sub Districk, Donggala Regency. Etawa Grade does observed were 18 heads of 8 – 12 months old. Every group (per pen) was 6 heads of goat. P0 = without cocoa

shell supplementation (farmer habitual), P1 = 1,000 g/head/day of cocoa shell and P2 = 1,500 g/head/day of

cocoa shell. The feed was given every morning before grazing. Native grass as basal feed and centro leguminous were consumed on pasture under coconut plantation. Weighing was done every two weeks in the morning before feeding. Statistical analysis was done based on Complete Randomized Design (CRD) and later tested by Least Signicantly Different (LSD) Test. Result of statistical analysis showed that cocoa shell supplementation was signicantly different (P < 0,01) among P0, P1, and P2 for live weight of goat. The highest

average of live weight was for P2 24.9 kg with daily live weight gain 69.2 g/head, followed by P1 22.8 kg

with daily live weight gain 52,5 g/head and the lowest was for P0 was 20.8 kg with daily live weight gain 13.3

g/head.

Key Words: Etawah Grade Doe, Cocoa Shell, Live Weight

ABSTRAK

Keterbatasan tersedianya hijauan pakan untuk kambing sekarang ini disebabkan oleh semakin menyempitnya padang penggembalaan. Pengembangan perkebunan kakao rakyat memiliki potensi untuk penyediaan pakan ternak ruminansia terutama dari kulit buah kakao (KBK) (cocoa shell). Tujuan pengkajian

ini untuk mengetahui pengaruh pemberian KBK sebagai pakan tambahan terhadap bobot hidup akhir kambing yang dipelihara secara semi intensif. Petani koperator yang dilibatkan dalam pengkajian ini sebanyak enam orang yang merupakan anggota Kelompok Tani Mappasidapi, Desa Jono-Oge, Kecamatan Sirenja, Kabuapten Donggala. Jumlah kambing PE betina yang digunakan sebanyak 18 ekor, berumur 8 – 12 bulan. Setiap kelompok perlakukan (per kandang) menggunakan 6 ekor kambing betina. P0 = tanpa

pemberian KBK, merupakan kontrol (kebiasaan petani), P1 = 1000 g/ekor/hari KBK, P2 = 1500 g/ekor/hari

KBK. KBK ini diberikan pada kambing setiap pagi hari sebelum digembalakan. Rumput alam sebagai pakan dasar dan leguminosa sentro dikonsumsi kambing saat digembalakan di padang penggembalaan perkebunan kelapa. Penimbangan dilakukan setiap dua minggu yakni pagi hari sebelum diberikan pakan tambahan. Analisis statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian KBK berbeda nyata (P < 0,01) bobot hidup akhir antara P0, P1, dan P2. Rataan bobot hidup akhir tertinggi pada P2 yaitu 24,9 kg dengan PBHH 69,2

g/ekor, diikuti P1 22,8 kg dengan PBHH 52,5 g/ekor dan P0 hanya 20,8 kg dengan PBHH 13,3 g/ekor.

(2)

PENDAHULUAN

Hijauan pakan merupakan kebutuhan utama bagi ternak ruminansia untuk pakan dasar maupun pakan tambahan. Hijauan pakan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan maupun reproduksi. Pada umumnya di Sulawesi Tengah sistem pemeliharaan kambing hanya digembalakan di padang penggembalaan sehingga mengalami kekurangan hijauan pakan untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini disebabkan oleh produksi biomassa hijauan dari rumput alam terbatas dan kandungan nutrisinya rendah. Apalagi saat musim kemarau, semakin rendah produksi biomassa hijauan rumput alam yang diikuti dengan rendahnya kandungan nutrisi akibat proses pengeringan dan pelayuan. Penurunan produksi biomassa rumput alam ini diikuti oleh penurunan bobot hidup kambing yang digembalakan di padang penggembalaan saat musim kemarau. Umumnya penurunan bobot hidup ternak ruminansia saat musim kemarau mencapai 20 – 30% (O’BRIEN, 1974

dalam GOLDING, 1985).

Keterbatasan tersedianya hijauan pakan untuk kambing saat sekarang ini juga disebabkan oleh semakin menyempitnya padang penggembalaan. Penyempitan padang penggembalaan ini karena adanya perluasan areal persawahan dan perkebunan rakyat. Salah satu komoditas perkebunan yang dikembangkan oleh petani adalah tanaman kakao. Khusus di Sulawesi Tengah, berdasarkan data statistik selama tiga tahun terakhir bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan perluasan areal perkebunan kakao rakyat yakni 137.888 ha (2003), 166.501 ha (2004) dan 186.670 ha (2005) atau 24.391 ha per tahun (BPS PROP. SULTENG, 2006). Terjadinya perluasan areal tanaman kakao ini karena harga buah kakao kering cukup stabil. Disamping itu secara teknis proses budidaya (tanam-produksi) memerlukan waktu relatif pendek yakni 3 – 5 tahun (WILLSON, 1999). Namun kenyataannya di lapangan pada umur dua tahun sudah mulai berbuah terutama kakao klon unggul.

Pengembangan perkebunan kakao rakyat ini memiliki potensi untuk penyediaan pakan ternak ruminansia terutama dari kulit buah kakao (KBK) (cocoa shell). Pemanfaatan KBK

sebagai pakan ini diharapkan dapat memenuhi

kebutuhan pakan ternak ruminansia sepanjang tahun. Hal ini cukup beralasan karena kakao berbuah sepanjang tahun dan saat panen raya produksi KBK berlimpah, namun pada bulan tertentu buahnya sedikit (buah antara) sehingga sedikit pula hasil ikutan KBKnya. Produksi KBK lebih tinggi dibandingkan produksi biji kakaonya. Buah kakao menghasilkan 74% KBK dan 26% isi buah (GINTING, 2004) yang terdiri dari biji dan musilase. MUNIER et al.,

(2005) melaporkan bahwa rataan produktivitas kakao kering mencapai 1.382 kg/ha/tahun, diperkirakan dapat menghasilkan KBK sebanyak 5.315,4 kg/ha/tahun. Melihat potensi produksi ikutan KBK ini maka cukup memberikan kontribusi untuk penyediaan pakan ternak ruminansia. Namun kenyataannya di lapangan, KBK ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh peternak (SALOKO, 2002).

Melalui kegiatan pengkajian ini diharapkan para peternak dapat memanfaatkan KBK sebagai pakan tambahan secara optimal pada kambing untuk meningkatkan produktivitasnya. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian KBK sebagai pakan tambahan terhadap bobot hidup akhir kambing yang dipelihara secara semi intensif.

MATERI DAN METODE

Kegiatan pengkajian ini dilaksanakan di Desa Jono-Oge Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah dari bulan Agustus – Desember 2006. Penentuan lokasi pengkajian ini berdasarkan arahan dari Pemerintah Kecamatan Sirenja karena desa ini merupakan salah satu wilayah petani miskin. Desa ini merupakan salah satu diantara desa di Kecamatan Sirenja yang memiliki perkebunan kakao rakyat yang cukup luas. Petani koperator yang dilibatkan dalam pengkajian ini sebanyak enam orang yang merupakan anggota Kelompok Tani Mappasidapi. Jumlah kambing yang digunakan dalam pengkajian ini sebanyak 18 ekor, jenis kambing Peranakan Etawah (PE) berkelamin betina yang berumur 8 – 12 bulan. Kambing ini yang dibagi menjadi satu kelompok kontrol (kebiasaan petani) dan dua kelompok untuk perlakuan pakan. Kambing ditempatkan di dalam kandang secara acak pada kandang sistem panggung. Setiap kelompok perlakukan (per kandang)

(3)

menggunakan 6 ekor kambing betina. P0 = tanpa pemberian KBK, merupakan kontrol (kebiasaan petani), P1 = 1000 g/ekor/hari KBK, P2 = 1500 g/ekor/hari KBK. KBK ini diberikan pada kambing setiap pagi hari sebelum digembalakan. Pemberian KBK ini dalam bentuk dilayukan (dikering-anginkan) dan dicacah dengan ukuran 1 x 5 cm. Tujuan pelayuan untuk mengurangi kandungan air dan theobromin (theobromine) pada KBK.

Pencacahan KBK dilakukan sore hari dan dikeringanginkan untuk pemberian pagi hari berikutnya.

Rumput alam (nativel grass) sebagai pakan

dasar dan leguminosa sentro (Centrosema pubescens) dikonsumsi kambing saat

digembalakan di padang penggembalaan pada perkebunan kelapa dalam milik masyarakat dengan sistem ikat pindah dari 12.00 – 17.00. Ikat pindah kambing dilakukan dua kali sehari yakni pertama pukul 12.00 – 14.00 dan kedua pukul 14.00 – 17.00. Kambing PE betina yang digunakan pada pengkajian ini sebelumnya diberikan obat parasit cacing berbentuk kaplet. Pemberian vitamin B-kompleks untuk memperbaiki kondisi fisik kambing dan meningkatkan nafsu makan. Kambing yang kebetulan terserang kudis (scabies) diobati

hingga sembuh dengan penyuntikan dibawah kulit (subcutaneous). Adaptasi pemberian KBK

selama dua minggu sebelum dilaksanakan pengkajian.

KBK yang tidak dimakan kambing diambil sebagian dan dikumpulkan, sedangkan rumput alam diambil dari padang penggembalaan perkebunan kelapa tempat kambing digembalakan untuk dianalisis kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar menggunakan Analisis Proksimat yang dikerjakan Analis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.

Pengaruh pemberian KBK terhadap bobot hidup akan diamati dengan melakukan penimbangan kambing setiap dua minggu sekali pada pagi hari sebelum diberikan pakan tambahan KBK. Penimbangan ini dilaksanakan selama empat bulan pada semua kambing betina yang dikaji. Untuk menghitung pertambahan bobot hidup harian (PBHH) selama pengkajian pada kambing PE betina dengan menggunakan rumus:

PBHH = B-A

L dimana:

B: bobot badan akhir A: bobot badan awal L: lama pemeliharaan

Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (SASTROSUPADI, 2000) dengan rumus:

Yij = µ + Ti + Eij; i = 1,2,3, ... t

J = 1,2,3, ... r dimana:

Yij : nilai pengamatan dari perlakuan ke i dan

ulangan ke j µ : nilai tengah umum Ti : pengaruh perlakuan ke-i

Eij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i

dan ulangan ke j

Apabila hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakukan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot hidup akhir kambing PE betina, maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dari prosedur SASTROSUPADI (2000) dengan rumus:

_______

BNT = t (db galat) x

dimana:

s2 : kuadrat tengah (KT) galat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan nutrisi rumput alam, KBK dan Sentro

Kandungan nutrisi rumput alam dan KBK yang dikonsumsi kambing selama pengkajian relatif dapat memenuhi kebutuhan unsur nutrisi untuk hidup pokok dan produksi terutamam protein kasar (Tabel 1).

Kandungan nutrisi KBK ini relatif sama dengan hasil kajian sebelumnya. Menurut PRABOWO dan BAHRI (2002) bahwa kandungan nutrisi KBK adalah protein kasar 9,15%, serat kasar 32,7% dan lemak 1,25%. Pakan dasar kambing berupa rumput alam dikonsumsi kambing saat digembalakan di padang penggembalaan kelapa rakyat. Sedangkan leguminosa yakni sentro (Centrosema pubescens) cukup banyak dikonsumsi kambing

2S2

(4)

karena leguminosa ini tumbuh pada tempat tertentu di padang tetapi produksi biomasanya relatif tinggi. Hal ini didukung oleh CHEN (1990) bahwa biomassa yang terdapat di lahan perkebunan sebanyak 60 – 70% dari vegetasi umumnya yang dapat dikonsumsi oleh ternak ruminansia. Rumput alam yang mendominasi perkebunan kelapa rakyat di Kabupaten Donggala adalah jenis rumput Axonopus compressus dan sebagian kecil Paspalum conyugatum, kedua jenis rumput ini memiliki

kandungan nutrisi yang rendah terutama protein kasar umumnya dibawah 10%, sedangkan jenis leguminosa yang mendominasi adalah sentro (Centrosema pubescens) dan kalopo (Calopogonium muconoides) (MUNIER dan POLNAJA, 1997). Leguminosa kalopo ini tidak sukai kambing karena memiliki permukaan daun yang kasar dan berbulu.

Tabel 1. Kandungan nutrisi hijauan pakan kambing

Kandungan nutrisi (%) Jenis pakan Bahan kering Protein kasar Serat kasar Lemak Rumput alam 32,9 7,5 29,5 2,2 KBK 18,7 9,9 32,7 9,2 Sentro* 27,0 19,9 - -

Sumber: THAHAR dan MAHYUDDIN (1993)

Pemanfaatan KBK sebagai pakan tambahan

KBK merupakan hasil ikutan dari panenan buah kakao yang tersedia sepanjang tahun dengan produksi yang berlimpah. Hasil penimbangan untuk mendapatkan KBK 1 kg basah tergantung dari ukuran buah, buah kecil memerlukan 5 – 6 buah, buah sedang memerlukan 4 – 4,5 buah dan buah besar hanya memerlukan tiga buah (MUNIERet al., 2005). Menurut PULUNGAN et al. (1989) bahwa

KBK dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan penguat untuk ternak ruminansia yang dalam pemanfaatannya dapat diberikan baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering.

Selama berlangsung kegiatan pengkajian sering ditemukan kambing yang dilepas masuk ke dalam kebun kakao untuk memakan buah

muda dari pohon kakao. Hal ini mengindikasikan bahwa kambing sangat menyukai buah kakao sehingga kambing apabila dibiarkan dapat mengganggu produksi buah kakao dan merupakan hama bagi tanaman kakao. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal ini dengan sistem pemeliharaan di kandangkan penuh (intensif) atau sistem ikat pindah (semi intensif) di padang penggembalaan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kambing yang diberikan perlakukan pemberian KBK baik dalam jumlah yang berbeda dapat dihabiskan. Proses pemberian KBK pada awalnya memerlukan adaptasi terhadap nilai kesukaan (palatability) kambing. Minggu pertama pemberian KBK selalu tersisa sehingga pada minggu kedua diupayakan dengan memercikkan air garam pada KBK tersebut sehingga KBK dapat dikonsumsi kambing setiap harinya hingga habis. Minggu ketiga kambing sudah normal mengkonsumsi KBK hingga habis.

Pemanfaatan KBK sebagai pakan kambing memiliki faktor pembatas yakni adanya kandungan theobromin. Menurut SUTARDI (1991) bahwa KBK disamping mengandung theobromin juga diduga mengandung asam fitat yang dapat mempengaruhi terhadap penyerapan zat-zat makanan. Porsi KBK pada pengkajian ini sebanyak 1000 g/ekor/hari dan 1500 g/ekor/hari atau ± 30% dan 40% dari total ransum tidak memberikan pengaruh terhadap produktivitas kambing PE. Hal ini didukung dengan hasil pengkajian sebelumnnya. PRABOWO dan BAHRI (2002) melaporkan bahwa pemberian KBK pada kambing PE di dua lokasi yakni Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Selatan dengan porsi masing-masing 50% (kisaran 30 – 70%) dan 17,5% (kisaran 10 – 25%) tidak mempengaruhi PBHH.

Pakan yang dikonsumsi

Pakan yang dikonsumsi oleh kambing terdiri dari pakan dasar (basal feed) berupa rumput alam dan diberikan pakan tambahan (feed additive) berupa KBK. Rumput alam dan

leguminosa sentro dikonsumsi kambing saat digembalakan di padang penggembalaan perkebunan kelapa rakyat. Pemberian pakan tambahan KBK saat kambing di kandang (pagi

(5)

hari). Porsi KBK yang diberikan pada kambing yakni P1 = 1000 g/ekor/hari KBK dan P2 = 1500 g/ekor/hari KBK. Secara detail jumlah KBK yang dikonsumsi kambing berdasarkan komposisi nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Total konsumsi per individu kambing

berdasarkan kandungan nutrisi KBK Total dikonsumsi (g) Perlakuan Bahan

kering Protein kasar Serat kasar Lemak P1 P2 187,0 280,5 99,0 148,5 327,0 490,5 92,0 138,0 Bobot hidup akhir (finisher)

Bobot hidup akhir (finisher) sangat

ditentukan oleh jumlah dan mutu pakan yang dikonsumsi kambing. Apabila kebutuhan pakan kambing untuk hidup pokok dan produksi tidak terpenuhi maka dapat mengakibatkan penurunan bobot hidup. Sebaliknya, apabila kebutuhan pakannya dapat terpenuhi hingga berlebih maka dapat meningkatkan bobot hidup akhir kambing. Hasil penimbangan bobot hidup yang dilakukan setiap dua minggu memperlihatkan bahwa pemberian pakan tambahan KBK memberikan peningkatan bobot hidup kambing. Pada akhir kegiatan pengkajian menunjukkan bahwa kedua perlakukan (P1 dan P2) mengalami kenaikan bobot hidup akhir. Sedangkan P0 (tanpa pemberian KBK) juga mengalami kenaikan bobot hidup akhir namun kenaikan cukup rendah (Tabel 3).

Tabel 3. Rataan bobot hidup awal, bobot hidup

akhir, kenaikan bobot hidup, PBHHselama empat bulan Perlakuan Bobot hidup awal (kg) PBHH (g) Bobot hidup akhir (kg) Kenaikan bobot hidup (kg) P0 P1 P2 19,2 16,5 16,6 13,3 52,5 69,2 20,8a 22,8a 24,9b 1,6 6,3 8,3 Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,01)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan KBK berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rataan bobot hidup akhir kambing PE betina (Tabel 3). Hasil uji statistik bahwa perlakuan pemberian pakan KBK memperlihatkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01) pada P2 terhadap P0 dan P1, sedangkan P1 dengan P0 berbeda nyata (P < 0,05). Terjadi perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan tingkat pemberian KBK yang cukup tinggi yaitu selisih 500 g/ekor/hari. Sedangkan perbedaan total konsumsi KBK antara P1 dan P2 yakni 93,5 g/ekor/hari untuk bahan kering, 49,5 g/ekor/hari untuk protein kasar dan 46,0 g/ekor/hari untuk lemak. Pada perlakuan (P1 dan P2) memperlihatan perbedaan PBHH tinggi yang diikuti dengan bobot hidup akhir tinggi pula. Hal ini terjadi, kemungkinan makin banyak KBK diberikan pada kambing maka diikuti oleh PBHH yang tinggi dengan bobot hidup akhir yang tinggi pula. Namun pemberian KBK tidak melebihi dari 40% dari total pakan yang diberikan, pemberian KBK diatas 30% dari total ransum tidak mempengaruhi produksi susu, kecepatan denyut jantung dan penurunan bobot hidup (BONADONNA, T., S. COLANGHIS dan G. CURTO dalam MAHYUDDIN dan BAKRIE, 1993). TILLMANet al. (1986) dan MCDONALD (1988) menyatakan bahwa pertumbuhan ternak akan lebih baik jika banyaknya ransum yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan ternak.

P2 yang diberikan pakan KBK lebih banyak dibandingkan P1 dengan komposisi nutrisi yaitu bahan kering 280,5 g/ekor/hari, protein kasar 148,5 g/ekor/hari dan lemak 138,0 g/ekor/hari. Protein kasar yang dikonsumsi kambing pada P2 ini melebihi standar kebutuhan hidup pokok dan produksi kambing betina yaitu 38 g/ekor/hari dan bahan kering 480 g/ekor/hari (NRC, 1981 dalam CHEEKE, 1999). Bahan kering yang dikonsumsi kambing masih di bawah standar kebutuhan hidup pokok dan produksi.

Tingginya PBHH kambing PE betina pada P2 yakni mencapai 69,2 g dengan bobot hidup akhir 24,9 kg karena diberikan pakan tambahan KBK sebanyak 1500 g/ekor/hari. Disamping itu, kambing saat digembalakan cukup banyak mengkonsumsi legonimosa sentro sehingga diduga memberikan kontribusi untuk meningkatkan bobot hidup akhir kambing.

(6)

PBHH pada pengkajian ini relatif lebih tinggi dengan hasil penelitian sebelumnya. Hasil pengkajian PRABOWO dan BAHRI (2002) di Kabupaten Lampung Timur menunjukkan bahwa kambing PE betina yang diberikan KBK 50% yang ditambahkan pakan lengkap dengan PBHH 58,6 g dengan bobot hidup akhir 23,6 kg. Adanya perbedaan PBHH ini diduga disebabkan oleh perbedaan tingkat konsumsi hijauan pakan dan cara pemberiannya. Pada pengkajian ini kambing digembalakan di perkebunan kelapa rakyat dengan sistem ikat pindah dengan ketersediaan rumput yang cukup dan tidak dibatasi merumputnya (ad libitum), tetapi pada pengkajian sebelumnya kambing dikandangkan penuh dengan diberikan 20% rumput alam enam jenis, 5% leguminosa herba, 25% daun gamal dan 50% KBK. Hal ini juga kemungkinan diduga karena persentasi KBK terlalu tinggi sehingga mempengaruhi terhadap penyerapan zat-zat makanan ditubuh kambing.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemberian pakan KBK (Theobroma cocoa

L) pada kambing PE betina memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,01) terhadap bobot hidup akhir (finisher). Rataan bobot hidup

akhir tertinggi pada P2 yaitu 24,9 kg dengan PBHH 69,2 g/ekor diikuti dan P1 22,8 kg dengan PBHH 52,5 g/ekor dan P0 (tanpa pemberian KBK) hanya 20,8 kg dengan PBHH 13,3 g/ekor.

Disarankan pemberian KBK pada kambing hingga 40% dari porsi ransum karena pada porsi ini diduga tidak mempengaruhi terhadap penyerapan zat-zat makanan dalam alat pencernaan kambing.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Koordinator Penyuluh Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala atas bantuan dan kerjasamanya terutama dalam pembinaan dan memotivasi anggota Kelompok Tani Mappasidapi, Desa Jono-Oge Kecamatan Sirenja Kabupaten Donggala. Saudara Zainal Arifin, AMd. (Penyuluh Desa Jono-Oge) dan Aslan Lasenggo AMd. (Teknisi BPTP Sulteng) atas bantuannya dalam pengamatan dan

pengumpulan data serta memotivasi petani pelaksana pengkajian ini sehingga berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

BADAN PUSAT STATISTIK (BPS)PROPINSI SULAWESI

TENGAH. 2006. Sulawesi Tengah Dalam

Angka 2005.

CHEEKE, P.R. 1999.Applied animal nutrition, feed

and feeding. Seconc Edition. Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River, New jersey, USA. CHEN, C.P. 1990. Management of Forages for

Animal Production under Tree Crops. Proceeding of Workshop on Research Methodologies, Medan 19 – 14 September. North Sumatera.

GINTING, S.P. 2004. Tantangan dan Peluang

Pemanfaatan Pakan Lokal untuk Pengembangan Peternakan Kambing Di Indonesia. Pros. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Kebutuhan Inovasi Teknologi Mendukung Agribisnis yang Berdayasaing. Bogor, 6 Agustus 2004. hlm. 61 – 78.

GOLDING, E.J. 1985. Providing Energy-Protein

Supplementation during The Dry Season. Academic Press Inc. (London) LTD, London. pp. 130 – 163.

LABORATORIUM ANALITIK FAK. PERTANIAN

UNIVERSITAS TADULAKO,PALU. 2005. Laporan

Analisa Proksimat Sampel Hijauan Pakan. MAHYUDDIN, P. and B. BAKRIE. 1993. Different

Levels of Cocoa Shell in Diets Of Growing Cattle. Ilmu dan Peternakan 6(2): 1 – 4. MCDONALD, P., R.A. EDWARD and J.F.D.

GREENHALGH. 1988. Animal nutrition. 4th Ed.

Longman Scientific and Technical, New York. MUNIER, F.F., A. ARDJANHAR, U. FADJAR, DWI

PRIYANTO,SYAFRUDDIN,FEMMI N.F.,YAKOB

LANGSA dan S.WIRYADIPUTRA. 2005. Laporan

Hasil Pengkajian Pengembangan Sistem Usahatani Integrasi Kambing dan Kakao Di Sulawesi Tengah. TA 2005. Kerjasama BPTP Sulteng dengan LRPI, Puslitbang Peternakan. MUNIER,F.F. dan C.M.POLNAJA. 1997. Ketersediaan

hijauan pakan ternak di bawah pohon kelapa di Kabupaten Donggala. Pros. Seminar Hasil-Hasil Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru. BPTP Biromaru, Palu. hlm. 54 – 63. PRABOWO, A. dan S.BAHRI. 2002. Kajian Sistem

Usahatani Ternak Kambing pada Perkebunan Kakao Rakyat di Lampung. Laporan Hasil Pengkajian TA. 2002. BPTP Lampung, Bandar Lampung. 16 hlm.

(7)

PULUNGAN,H.,M.RANGKUTI,T.H.G.ERLINAWATI

dan T. RUSTANDI. 1989. Pengaruh Berbagai Tingkat Pemberian Tepung Kulit Buah Cokelat dalam Ransum Ternak Domba. Ilmu dan Peternakan 3: 161 – 164.

SALOKO,F. 2002. Kualitas Kulit Buah Kakao setelah Mendapatkan Larutan N-Urea 1,5% dengan Lama Pemeraman yang Berbeda. J. Agroland.

9(1): 69 – 73.

SASTROSUPADI, A. 2000. Rancangan percobaan praktis bidang pertanian. Edisi Revisi. Kanisius, Yogyakarta.

SUTARDI, T. 1991. Pemanfaatan Limbah Tanaman

Perkebunan sebagai Pakan Ternak Riminansia. Seminar Sehari dan Pameran Produksi Peternakan dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

THAHAR, A. and P. MAHYUDDIN. 1993. Feed

resources. In: Draught animal systems and management: An Indonesian Study. ACIAR, Canberra, Australia. pp. 41 – 54.

TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADPROJO

dan S.LEBDOSOEKOJO. 1986. Ilmu makanan ternak. Cetakan ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

WILLSON, K.C. 1999. Crop Production Science in

Horticulture: Coffee, Cocoa and Tea. CABI Publishing, United Kingdom by The University Press, Cambridge, London. pp. 100 – 165.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Cara pembelian buah kakao-nya bagaimana?

2. Bobot badan ternak yang digunakan pada umur 1 tahun berapa? 3. Cara pemeliharaannya bagaimana?

Jawaban:

1. Cara pemberian buah kakao adalah yang sudah dilayukan. 2. Bobot badan ternak umur 1 tahun adalah 15 – 20 kg. 3. Cara pemeliharaannya dengan digembalakan.

Gambar

Tabel 1. Kandungan nutrisi hijauan pakan kambing
Tabel 2.  Total konsumsi per individu kambing

Referensi

Dokumen terkait

Namun kemudian, sebagai- mana dikemukakan oleh Muhammad Hami- dullah, secara bertahap, berdasarkan wahyu (al-Qur’an) dan sunnah Nabi Muhammad, sistem sosial yang

Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota adalah arahan untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kota sesuai dengan RTRW kota melalui penyusunan dan

Metode yang dipakai dalam penyusunan kertas karya ini adalah dengan menggunakan metode pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data

pilih menu kelola fasilitas tampil halaman kelola fasilitas masukkan data fasilitas simpan data fasilitas ubah data fasilitas cari data fasilitas hapus data fasilitas Y T

Nafar merupakan kegiatan rutin tahunan Majlis Tafsir Al-Qur'an yang diadakan pada setiap bulan Ramadhan yang bertujuan untuk mempererat ukhuwah atau hubungan kekeluargaan

ASTC (Ariyanti Skills and Training Center) hadir sebagai bukti kepedulian terhadap permasalahan negeri yang memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi

penulis akan menciptakan sebuah karya seni yang bersifat fungsional berupa Softcase Drumset dengan berbahan dasar kulit nabati yang nantinya akan diproses

Penelitian yang menemukan profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan adalah penelitian yang dilakukan Apsari et al (2015) untuk