1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Melawi merupakan salah satu kabupaten pemekaran dari Kabupaten Sintang sesuai dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 135/1213/SJ tanggal 21 Mei 2004 perihal Pedoman Teknis Pelaksanaan 13 (tiga belas) Undang-undang tentang pembentukan 24 (dua puluh empat) kabupaten, dimana Kabupaten Melawi merupakan salah satu dari 24 kabupaten baru yang dibentuk oleh pemerintah. Dasar pembentukan Kabupaten Melawi adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat.
Secara astronomis, Kabupaten Melawi terletak di 0°07' - 1°21' Lintang Selatan dan 111°07' - 112°27' Bujur Timur dan secara administratif, batas wilayah sebelah utara dan timur adalah Kabupaten Sintang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah. Sementara sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Ketapang. Kabupaten Melawi memiliki wilayah administrasi seluas 10.640,80 km2 yang didominasi wilayah perbukitan dengan luas 8.818,70 km2 atau 82,85 persen dari luas keseluruhan.
Pada tahun 2010, penduduk Kabupaten Melawi berjumlah 180.912 jiwa. Jumlah penduduk ini relatif sedikit jika dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Barat. Namun demikian, bukan berarti secara otomatis Kabupaten Melawi terbebas dari permasalahan kependudukan kedepannya. Jika hal tersebut dibiarkan, tentunya akan mengganggu pelaksanaan program pembangunan yang tengah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Melawi, mengingat perkembangan jumlah penduduk tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas), namun akibat perpindahan penduduk (migrasi).
Sebagai wilayah pemekaran, faktor migrasi turut menyumbang perubahan jumlah penduduk di Kabupaten Melawi. Tidak sedikit pendatang yang bermigrasi ke wilayah ini yang berasal dari provinsi lain, ataupun dari kecamatan dalam satu kabupaten. Umumnya mereka datang dan tinggal di Melawi karena alasan mencari pekerjaan. Namun demikian, seringkali mereka datang tanpa berbekal kemampuan
2
yang memadai, sehingga banyak yang tidak terserap ke pasar kerja. Akibatnya tidak sedikit yang menjadi pengangguran dan tidak memiliki penghasilan, sehingga menambah angka kemiskinan di Kabupaten Melawi. BPS Kabupaten Melawi mencatat jumlah penduduk miskin pada tahun 2013 sebesar 13,7 persen dari total penduduk.
Selain itu, data Melawi dalam Angka 2014 menyebutkan bahwa kepadatan penduduk di kabupaten ini masih berkisar 18 jiwa/km2, atau dibawah kepadatan
penduduk provinsi yang mencapai 32 jiwa/km2. Kecamatan Nanga Pinoh merupakan
kecamatan dengan tingkat kepadatan tertinggi dimana tiap km2-nya dihuni oleh 73
jiwa, sementara Kecamatan Sokan merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah yang hanya dihuni 10 jiwa/km2. BPS Melawi juga mencatat adanya peningkatan
angkatan kerja yang menganggur pada tahun 2012 sampai dengan 2013, yakni dari 2.835 menjadi 3.860. Dengan demikian, meski jumlah penduduknya masih rendah, namun jika ditambah dengan angka pengangguran yang cukup tinggi, hal tersebut dapat mendorong kepada munculnya permasalahan yang tidak diinginkan, mengingat pengangguran merupakan masalah pokok yang banyak ditemui dalam masyarakat modern. Tingkat pengangguran tinggi tentunya akan berakibat pada terbuangnya sumber daya secara percuma dan menjadikan tingkat pendapatan masyarakat merosot. Tingginya angka pengangguran menunjukkan bahwa pembangunan ketenagakerjaan belum berjalan secara maksimal. Selain itu, hal lain juga terlihat dari rendahnya kualitas tenaga kerja serta belum luasnya lapangan dan kesempatan kerja yang tersedia, khususnya diluar sektor pertanian. Disamping itu, belum terpadunya sistem informasi dan bursa tenaga kerja, dan program pengembangan tenaga kerja pemuda mandiri serta peningkatan kualitas tenaga kerja belum sepenuhnya berkembang dan membuahkan hasil secara optimal.
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Melawi termasuk tinggi jika dibandingkan pertumbuhan rata-rata Provinsi Kalimantan Barat. Pertumbuhan ekonomi di Melawi mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, meskipun struktur perekonomian tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Secara kasat mata, pertumbuhan ekonomi yang baik ini ditandai oleh banyaknya kendaraan pribadi di Kabupaten Melawi. Data Samsat Kabupaten Melawi menyebutkan bahwa pada tahun 2013 terdapat penambahan 6.871 unit sepeda motor dan 114 mobil penumpang. Angka ini menurun sekitar satu persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 7.602 unit sepeda motor
3
dan 90 mobil penumpang. Sementara itu, pada 2011 tercatat penambahan sepeda motor sebanyak 7.574 unit dan mobil penumpang sebanyak 100 kendaraan.
Jika diperhatikan dari panjang jalan yang dibangun oleh pemerintah Kabupaten Melawi melalui Dinas Pekerjaan Umum, peningkatannya tidak terlalu signifikan. Sampai tahun 2013, panjang jalan di Wilayah Kabupaten Melawi tercatat 1.509,95 km, yang didominasi oleh jalan rusak berat dan hanya 102,48 km saja jalan berkondisi baik. Status jalan yang ada di Kabupaten Melawi berkelas III dengan pengelolaan terbesar oleh kabupaten dengan mayoritas kondisi jalan masih berupa jalan tanah. Jumlah penambahan kendaraan bermotor pada tahun 2013 mengalami penurunan hampir satu persen dari 2012, penurunan jumlah paling banyak adalah sepeda motor dan bis. Sementara kenaikan jumlah kendaraan terjadi pada mobil penumpang dan mobil barang. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa meskipun Pemerintah Kabupaten Melawi terus berusaha memperbaiki dan memperlebar jalan-jalan yang ada, jalan-jalanan dengan kondisi baik di wilayah ini tidak akan dapat menampung jumlah kendaraan yang semakin banyak akibat semakin banyaknya jumlah penduduk.
Berbagai alasan inilah yang melatarbelakangi perlunya dibuat suatu perencanaan program pembangunan yang sensitif terhadap penduduk, dinamika dan indikator-indikator kependudukan. Merencanakan pembangunan sebuah wilayah yang ideal tentunya tidak mudah, sebab dalam sebuah perencanaan tidak hanya memikirkan satu aspek saja, namun mempertimbangkan berbagai aspek. Dengan begitu banyaknya aspek yang saling terkait, maka perlu dilakukan kajian pengembangan sebuah wilayah yang mempertimbangkan berbagai aspek yang senantiasa muncul dan berkembang secara dinamis dalam kehidupan masyarakat yang bermuara pada persoalan kependudukan. Aspek yang perlu dipertimbangkan adalah aspek kuantitas penduduk, kualitas penduduk, pembangunan keluarga, mobilitas penduduk, dan terakhir adalah aspek kebutuhan sarana dan prasarana penduduk serta data basis kependudukan.
Inti dari perencanaan adalah bagaimana mengantisipasi masa depan berdasarkan tujuan yang ditetapkan dengan melakukan persiapan yang didasarkan data dan informasi yang tersedia saat ini. Sebuah perencanaan pembangunan yang baik tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berkaitan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dalam penyusunan sebuah perencanaan pembangunan suatu daerah, data berperan penting karena menjadi titik sentral dan titik awal (starting point) sebagai pedoman atau petunjuk untuk penyusunan berbagai strategi pembangunan yang akan dijalankan, sekaligus merupakan titik
4
akhir (ending point) dari pencapaian sebuah target pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, akurasi sebuah perencanaan pembangunan memerlukan dukungan data sebagai sumber informasi untuk menyusun sebuah Perencanaan Pembangunan Daerah yang baik. Penyusunan rencana pembangunan Kabupaten Melawi memerlukan data-data terkait, agar perencanaan pembangunan dapat disusun dengan tepat, dapat dilaksanakan dengan baik dan mampu mencapai apa yang telah ditetapkan sebelumnya dengan efisien, efektif dan optimal.
Terkait dengan penataan dan pengelolaan pembangunan bidang kependudukan dan pencatatan sipil, keluarga berencana (KB) serta keluarga sejahtera telah menjadi salah satu urusan pemerintahan yang wajib dilakukan oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Pelayanan dasar meliputi kesehatan, pendidikan dasar, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar.
Menata dan mengelola penduduk secara integratif dengan seluruh unsur yang terkait dengannya merupakan proses pengubahan (transformasi) penduduk dari beban pembangunan menjadi asset pembangunan yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkualitas demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya menata dan mengelola penduduk adalah melalui pengendalian kuantitas penduduk. Sasaran pengendalian kuantitas penduduk ini tertuju pada variabel-variabel yang terkait erat dengan perubahan kuantitas penduduk. Agenda pengendalian kuantitas penduduk jangka panjang (2010-2035) disusun dalam suatu Rancangan Induk (Grand Design) Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten Sekadau.
Penyusunan rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk ini disesuaikan dengan kondisi eksisting Kabupaten Melawi, seperti:
1. Kabupaten Melawi dihuni penduduk yang jumlahnya relatif sedikit (kurang) dibanding luas wilayah, dengan persebaran yang tidak merata.
2. Penduduk Kabupaten Melawi tergolong umur muda dan potensial untuk meningkatkan tingkat fertilitas dengan angka sex ratio melebihi 100.
1.2. Dasar Hukum
Berbagai landasan hukum yang mendasari pelaksanaan Rancangan Induk Pengendalian Kuantitas Penduduk dapat disebutkan antara lain sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945, terutama pasal 26 ayat (3);
5
b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; e. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;
f. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga;
g. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional;
h. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan yang Berkeadilan; i. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019;
j. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kalimantan Barat 2005-2025, sebagai revisi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kalimantan Barat 2007-2027;
k. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan Barat 2013-2018;
l. Peraturan Daerah Kabupaten Melawi Nomor 8 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Melawi Tahun 2005-2025.
1.3. Kondisi Saat Ini
Ditinjau dari sisi kependudukan, Kabupaten Melawi memiliki karakteristik yang berbeda dibanding kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Barat. Jumlah penduduk Melawi relatif sedikit dibanding kabupaten/kota lain di Kalimantan Barat, dengan kepadatan penduduk yang masih rendah dan didukung persebarannya yang tidak merata. Sementara itu, kepadatan penduduk Kabupaten Melawi tercatat terus beranjak naik dari tahun ke tahun. Hasil Sensus Penduduk 2010 menyebutkan bahwa kepadatan penduduk Kabupaten Melawi sebesar 17 jiwa/km2 dan dalam waktu tiga tahun terakhir (tahun 2013), kepadatan
penduduk Kabupaten Melawi mengalami penambahan satu jiwa per km2 menjadi 18 jiwa/km2. Namun demikian, kondisi kepadatan ini masih jauh dibawah
6
kepadatan rata-rata Provinsi Kalimantan Barat yang mencapai 30 jiwa/km2 (BPS Kabupaten Melawi, 2014).
Gambar 1.1. Kepadatan Penduduk Kabupaten Melawi Tahun 2011-2013 (Jiwa/km2)
Sumber: Dibuat berdasar data BPS Kabupaten Melawi, 2014
Selain itu, BPS Melawi mencatat tren peningkatan laju pertumbuhan penduduk (LPP) selama tahun 2000-2013. Hal yang wajib menjadi perhatian adalah kenyataan meningkatnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Melawi dari 1,53% per tahun pada periode 2009, menjadi 1,8% per tahun pada periode 2000-2010, dan meningkat pada periode 2000-2013 menjadi 1,82% (tertinggi di Kecamatan Nanga Pinoh yakni 4,37% per tahun). Banyaknya jumlah penduduk usia produktif di Melawi, ditambah dengan meningkatnya LPP dapat menyebabkan penduduk Kabupaten Melawi semakin padat. Apabila hal tersebut tidak diwaspadai dan diantisipasi, dikhawatirkan lingkungan Kabupaten Melawi tidak mampu lagi menampung dan mendukung kebutuhan penduduk. Namun demikian, ada hal menarik yang terjadi di Melawi dimana LPP negatif dialami oleh Kecamatan Belimbing Hulu yakni sebesar (-0,81) persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk tersebut menandakan bahwa telah terjadi pengurangan jumlah penduduk dari tahun sebelumnya.
Kekhasan lain terlihat dari komposisi penduduk Kabupaten Melawi yang didominasi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun) yakni 67,2 persen, sementara kelompok usia 14 tahun ke bawah tercatat mencapai 29,8 persen, sisanya kelompok 65 tahun keatas. Hal tersebut terjadi karena banyaknya pendatang dari kabupaten/kota lain, bahkan dari provinsi lain yang masuk ke Kabupaten Melawi dengan alasan untuk melanjutkan sekolah ataupun bekerja. Perpindahan karena alasan sekolah dan bekerja ini sekaligus merupakan penyebab tingginya kepadatan
7
penduduk di Kabupaten Melawi terutama di kecamatan yang menjadi pusat pemerintahan (BPS Kab. Melawi, 2014).
Gambar 1.2. Piramida Penduduk Kabupaten Melawi Tahun 2013
Sumber: Dibuat berdasar data BPS Kabupaten Melawi, 2014
Gambar 1.2. menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia 20-24 tahun jauh lebih banyak dibanding jumlah penduduk pada kelompok umur dibawah maupun diatas 20-24 tahun. Piramida penduduk tersebut juga menggambarkan terjadinya peningkatan jumlah kelahiran pada rentang waktu 5 sampai 9 tahun yang lalu, sehingga jumlah penduduk usia 5-9 tahun melebihi jumlah penduduk usia 10-14 tahun. Artinya pada rentang tahun 2004-2008 terjadi peningkatan jumlah kelahiran. Namun demikian, pada kelompok usia 0-4 tahun, jumlahnya lebih banyak dibandingkan kelompok umur diatasnya. Hal tersebut menggambarkan bahwa telah terjadi peningkatan kelahiran di Kabupaten Melawi selama periode 2008-2013. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk merencanakan dan membatasi jumlah anak agak menurun, sehingga cenderung menggunakan alat atau obat kontrasepsi (alokon) jangka pendek yang rawan mengalami kegagalan. Buku Melawi dalam Angka 2014 mencatat jumlah akseptor baru pemakai alat kontrasepsi khususnya alat kontrasepsi jangka panjang (IUD, IMP) terus mengalami penurunan, sementara untuk Pil jumlahnya terus meningkat. Namun demikian, secara keseluruhan untuk peserta KB aktif jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011, peserta aktif IUD tercatat sebanyak 1.769 aksepstor, meningkat
8
menjadi 1.871 pada tahun 2012, dan meningkat menjadi 1.962 peserta tahun 2013. Demikian juga pada metode kontrasepsi lainnya, kecuali pada Metode Operasi Pria (MOP) dimana angka cenderung stagnan.
Tingkat pemakaian kontrasepsi tahun 2013 tercatat sebesar 88,775, meningkat sekitar 8% dari tahun 2012. Sementara itu, tingkat pemakaian kontrasepsi pada tahun 2011 masih berkisar 74,77%. Kondisi tersebut juga mengisyaratkan meningkatnya kinerja pemerintah, khususnya Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencanan (BPPPAKB) Kabupaten Melawi dalam menggalakkan Program Keluarga Berencana yang bertujuan untuk mengendalikan jumlah penduduk Kabupaten Melawi dari segi kelahiran (fertilitas).
Angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) Kabupaten Melawi berdasar Susenas 2013 adalah yang terendah di Provinsi Kalimantan Barat yakni sebesar 1,91, artinya setiap perempuan di Kabupaten Melawi pada tahun 2013 rata-rata melahirkan 2 orang anak selama masa reproduksinya apabila perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung. Sementara itu, berkaitan dengan banyaknya kelahiran per kelompok umur ibu (Age Specific Fertility Rate atau ASFR) di Kabupaten Melawi, Susenas 2013 mencatat bahwa puncak jumlah kelahiran terjadi pada ibu-ibu dalam kelompok umur 20-24 tahun (153 kelahiran), disusul kelompok umur 25-29 (78 kelahiran). Sedangkan jumlah kelahiran pada kelompok umur 15-19 tahun terbilang rendah, yakni 13 kelahiran pada setiap 1000 orang perempuan usia 15-19 tahun di Kabupaten Melawi.
Keberhasilan pemerintah dalam mengatur dan mengendalikan kelahiran di kota ini berakibat pada menurunnya jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun). Hal ini secara langsung berimbas pada menurunnya rasio ketergantungan penduduk muda yang pada akhirnya mendukung terjadinya bonus demografi di suatu wilayah. Bonus demografi terjadi pada saat rasio ketergantungan di suatu wilayah sangat rendah yakni kurang dari 50 dan mencapai puncaknya pada saat rasio ketergantungan sebesar 45. Pada saat itu, setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung 45 penduduk usia nonproduktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas).
Data BPS Kabupaten Melawi menunjukkan bahwa prosentase penduduk usia produktif di Kabupaten Melawi jauh lebih besar dibanding prosentase penduduk usia
9
nonproduktifnya, baik yang usia muda maupun lansia. BPS Kabupaten Melawi mencatat prosentase penduduk usia produktif di Kabupaten Melawi pada tahun 2013 adalah sebesar 67,2%, penduduk muda sebanyak 29,8%, dan penduduk lansia sebanyak 3%. Data tersebut mengindikasikan bahwa rasio ketergantungan penduduk Kabupaten Melawi pada tahun 2013 masih sebesar 48,8. Artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif di Kabupaten Melawi pada tahun 2013 menanggung 49 penduduk usia nonproduktif, dimana 44 orang berusia 0-14 tahun dan 5 orang lansia (65 tahun keatas). Dengan kata lain, Kabupaten Melawi saat ini tengah memasuki bonus demografi.
Kenyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Wahyudi dan Luthfi (2013) yang memproyeksikan bahwa Kabupaten Melawi akan mengalami bonus demografi sekitar tahun 2020 hingga tahun 2035 mendatang (Proyeksi penduduk yang dibuat berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2010). Kenyataan ini merupakan kekhasan yang dimiliki Kabupaten Melawi dibanding kabupaten/kota lainnya, dimana Kabupaten Melawi merupakan kabupaten yang relatif lama mengenyam bonus demografi (selama 15 tahun).
Seiring dengan kegiatan pembangunan di Kabupaten Melawi terjadi perubahan fungsi lahan, dengan beralihfungsinya hutan menjadi perkebunan, dan kawasan pemukiman. Pengelolaan secara lestari hutan dan sumber daya alam lainnya merupakan salah satu tantangan besar bagi kabupaten ini. Seperti diketahui bahwa Kabupaten Melawi merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat dengan daerah berhutan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi serta memberikan jasa lingkungan bagi masyarakatnya. Selain itu, ancaman utama untuk sistem sungai yang melalui Kabupaten Melawi adalah pencemaran seperti erosi tanah, sedimentasi, pupuk kimiawi, limbah ternak, limbah pabrik dan rumah tangga, penggerusan yang diakibatkan oleh pengambilan batu dan kerikil dari sungai dan penurunan debit air akibat kerusakan daerah tangkapan air.
Banyak sungai dan anak-anak sungai kecil di Kabupaten Melawi, yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan debitnya airnya pun cukup bagus walau musim kemarau. Meskipun pada musim kemarau penduduk Kabupaten Melawi relatif tidak mengalami kekurangan dalam hal air bersih, namun seiring dengan makin bertambahnya jumlah penduduk maka
10
kebutuhan akan air bersih pun tentunya akan semakin meningkat. Pameo bahwa Kabupaten Melawi tidak memerlukan program pengendalian jumlah penduduk sangat mudah dipatahkan dengan kenyataan ini. Pemerintah Kabupaten Melawi harus dan wajib mengendalikan kuantitas penduduk atau harus siap menyandang beban berat dikarenakan besarnya jumlah penduduk di masa mendatang.
Fakta bahwa Kabupaten Melawi tengah menghadapi bonus demografi membawa tantangan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Melawi (diperkirakan tahun 2020). Pemerintah Kabupaten Melawi diwajibkan menyediakan lapangan kerja dan memberikan pendidikan dan pelatihan bagi kelompok usia produktif agar dapat terserap dalam pasar kerja atau mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Banyaknya penduduk usia produktif yang tidak terserap ke dalam pasar kerja atau tidak mampu menciptakan lapangan kerja akan menjadi beban bagi Pemerintah Kabupaten Melawi. Banyaknya pengangguran secara tidak langsung akan meningkatkan angka kriminalitas di Kabupaten Melawi.
Pada tahun 2013, BPS Kabupaten Melawi mencatat jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) sebanyak 126.028 orang. Dari jumlah tersebut bagian yang aktif dalam kegiatan ekonomi atau yang disebut sebagai Angkatan Kerja berjumlah 96.779 orang, yang berarti TPAK Melawi sebesar 76,79 persen. Sementara itu, dilihat menurut tingkat pendidikan, jumlah penduduk yang masih menganggur dengan jenjang berpendidikan SD ke bawah tercatat sebanyak 1.794 orang, disusul mereka yang berpendidikan SLTA keatas sebanyak 1.304 orang. Artinya 33,8 persen diantara jumlah pengangguran di Melawi merupakan pengangguran terdidik. Kondisi tersebutlah yang perlu diantisipasi khususnya oleh pemerintah Kabupaten Melawi. Penting untuk memberikan pembekalan dan keahlian kepada para lulusan SMA sederajat agar tatkala mereka tidak ingin melanjutkan sekolah karena berbagai alasan, mereka tetap mempunyai kompetensi kerja, sehingga dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan.
Kenyataan lain yang perlu mendapat perhatian adalah posisi Kabupaten Melawi dalam hal Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Meskipun IPM Kabupaten Melawi menempati urutan ke-6 diantara 14 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat (69,86 pada tahun 2013 dan 69,39 pada tahun 2012), bukan berarti tidak diperlukan adanya pengendalian kuantitas penduduk di Kabupaten Melawi. Pengendalian
11
penduduk digunakan untuk membantu Pemerintah Kabupaten Melawi dalam meningkatkan kualitas penduduk Kabupaten Melawi secara optimal dengan sumber daya yang ada. Pengendalian kuantitas penduduk merupakan suatu upaya menata dan mengelola penduduk untuk mengubah penduduk dari beban pembangunan menjadi aset pembangunan yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, sehingga kesejahteraan masyarakat Kabupaten Melawi dapat terwujud.
Selain komponen fertilitas, pengendalian kuantitas penduduk tidak lepas dari komponen mortalitas (kematian) dan migrasi atau mobilitas penduduk (perpindahan dan persebaran penduduk). Ahli demografi menyatakan bahwa pada saat angka kematian bayi tinggi, maka orang tua cenderung untuk memiliki lebih banyak anak. Sedangkan disaat kondisi kesehatan makin membaik dan anak memiliki peluang yang lebih besar untuk hidup, dengan kata lain angka kematian bayi rendah, orangtua mulai membatasi jumlah anak yang dilahirkan. Para demografer juga menyatakan bahwa penduduk pendatang cenderung memiliki anak yang lebih sedikit dibanding penduduk asli.
Melawi Dalam Angka 2014 mencatat Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Melawi sebanyak 27 kasus kematian bayi dimana Kecamatan Tanah Pinoh Barat menduduki kasus kematian bayi terbanyak yakni 7 kasus. Angka Kematian Bayi (AKB) berbanding terbalik dengan Usia Harapan Hidup (UHH). Semakin rendah AKB, maka UHH semakin tinggi; dan sebaliknya, semakin tinggi AKB, maka UHH semakin rendah. UHH Kabupaten Melawi berdasar perhitungan BPS Kabupaten Melawi pada tahun 2013 adalah 67,40 tahun.
Selain mencatat Angka Kematian Bayi, Melawi Dalam Angka juga mencatat Angka Kematian Ibu, baik kematian ibu hamil maupun kematian ibu bersalin. Tercatat 4 kasus kematian ibu dengan proporsi terbesar pada kematian ibu hamil yakni 3 kasus, disusul kematian ibu bersalin satu kasus. Sementara itu, kasus kematian ibu nifas tercatat nihil.
Persebaran penduduk di Kabupaten Melawi boleh dibilang tidak merata. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya ketimpangan kepadatan penduduk di tiap kecamatan. Persebaran penduduk yang tidak merata disertai tingginya kepadatan penduduk di Kabupaten Melawi dapat menjadi kendala dalam proses pembangunan Kabupaten Melawi. Penyebaran penduduk yang tidak merata dan terpencar-pencar
12
dalam kelompok yang kecil terutama di daerah pedalaman, akan menyulitkan kegiatan pembinaan dan penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan yang optimal sehingga menyebabkan kesenjangan pembangunan antar daerah di kabupaten tersebut. Ketidakmerataan persebaran penduduk dikhawatirkan akan menjadi salah satu penyebab kesenjangan pembangunan kualitas manusia. Sebagai konsekuensinya, pembangunan daerah Kabupaten Melawi saat ini menuju pembangunan yang akan datang (2035) diperhadapkan pada masalah kuantitas dan kualitas penduduk yang masih rendah, serta persebaran penduduknya yang tidak merata.
Hal ini tentunya membawa implikasi serius terhadap proses pembangunan sosial, ekonomi dan juga perencanaan wilayah/tata ruang. Berdasarkan fakta inilah yang juga mendasari Kabupaten Melawi terus melakukan terobosan dan berbagai upaya demi tercapainya visi dan misi pembangunan daerah terutama terkait dengan pembangunan kependudukan.
1.4. Kondisi Yang Diinginkan
Ketimpangan persebaran penduduk di Kabupaten Melawi sangat menghambat proses pembangunan, karena itu sangat penting melaksanakan redistribusi penduduk bagi seluruh wilayah Kabupaten Melawi. Dari sudut manapun, program redistribusi penduduk ini mempunyai nilai yang sangat penting. Dari segi ekonomi, program redistribusi penduduk berarti menyediakan tenaga kerjaa derta ketrampilan baik untuk perluasan produksi di daerah-daerah maupun pembukaan lapangan kerja baru. Di samping itu, akan timbul integrasi ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, baik lingkup kabupaten maupun kecamatan. Ditinjau dari aspek ideology, redistribusi penduduk berfungsi untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Dari aspek politik, hal ini merupakan alat penunjang pembauran etnik, mempersempit kesenjangan kelas dan wilayah, serta dapat meningkatkan hubungan antar kelompok. Dilihat dari segi pertahanan keamanan, redistribusi penduduk juga dinilai dapat mewujudkan terciptanya sistem pertahanan keamana rakyat semesta. Terhadap sumber daya alam, redistribusi penduduk dianggap dapat meningkatkan pengamanan dan sekaligus pemanfaatannya. Perkembangan penduduk di suatu daerah bisa menjadi potensi sekaligus permasalahan bagi daerah tersebut. Permasalahan yang paling esensial adalah berkaitan dengan penyebaran penduduk
13
yang tidak merata, kualitas penduduk yang masih rendah, penyediaan lapangan usaha serta penyediaan bahan pangan.
Kondisi kependudukan yang ingin diwujudkan di Kabupaten Melawi adalah terjadinya distribusi penduduk antar kecamatan. Namun demikian, hal tersebut tetap diiringi dengan semakin berkurangnya angka kelahiran dan kematian, sehingga tercapai penduduk stabil dan antisipasi pertambahan penduduk melalui migrasi masuk. Hal tersebut dikarenakan kondisi ibu kota Kabupaten Melawi sebagai daerah dengan angka migrasi masuk yang cukup tinggi dari wilayah kecamatan.
Sebagai bagian dari wilayah provinsi yang sedang berkembang, Kabupaten Melawi mencapai penurunan angka mortalitas yang sangat cepat tanpa didahului atau ditandai oleh pembangunan dan perbaikan bidang ekonomi. Diharapkan dengan adanya penurunan fertilitas dan mortalitas yang terjadi di Kabupaten Melawi, dapat diimbangi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Faktor yang sangat umum yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk di suatu daerah antara lain adalah angka kematian, angka kelahiran, dan angka migrasi (migrasi datang dan migrasi masuk). Kejadian ini biasa disebut dengan kejadian vital penduduk. Meningkatnya secara absolut jumlah dan persentase penduduk yang tinggal di perkotaan secara matematis juga berarti bahwa penurunan peluang terjadinya migrasi perdesaan ke perkotaan. Munculnya perkotaan baru, karena reklasifikasi yang diakibatkan modernisasi perdesaan juga menjadi pendorong terjadinya mobilitas ulang alik. Penduduk tidak perlu lagi pergi ke tempat yang jauh dan menetap di wilayah lain. Transportasi yang baik sangat berperan dalam meningkatkan arus ulang alik dan mengurangi migrasi (mobilitas permanen).
Dalam jangka panjang, kondisi kependudukan yang diinginkan adalah tercapainya penduduk stabil dalam jumlah besar yang ditandai dengan bertambahnya penduduk melalui migrasi masuk dan berkurangnya angka kelahiran dan angka kematian. Dari kondisi tersebut, diharapkan TFR Kabupaten Melawi menurun menjadi 2,17 per wanita pada tahun 2020 dan selanjutnya diharapkan upaya peningkatan kualitas penduduk menjadi salah satu program prioritas pemerintah Kabupaten Melawi.
14
Menurut hasil proyeksi yang dilakukan, TFR Kabupaten Melawi tahun 2025 diperkirakan mencapai 2,05 dan selanjutnya turun menjadi 1,93 pada tahun 2030. Angka ini diharapkan akan tetap bertahan dalam mewujudkan penduduk tumbuh seimbang. Selain itu, jumlah bayi yang lahir diharapkan sama (seimbang) dengan jumlah kematian, sehingga penduduk menjadi stasioner (tetap). Pencapaian TFR menjadi 2,05 pada tahun 2025 ini diperlukan guna mencapai Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS), dengan Net Reproduction Rate (NRR) sebesar 1 per perempuan di Kabupaten Melawi pada tahun yang sama. Net Reproduction Rate (NRR) sama dengan satu berarti bahwa setiap perempuan di Kabupaten Melawi akan memiliki satu orang anak perempuan yang dapat bertahan hidup hingga usia yang sama dengan ibunya pada saat melahirkan anak tersebut, sehingga anak perempuan itu nantinya dapat menggantikan ibunya untuk melahirkan keturunan. TFR Kabupaten Melawi diharapkan terus menurun sampai sebesar 1,83 pada tahun 2035 dengan NRR dipertahankan pada posisi 1 anak perempuan per wanita.
Perlu dicermati agar TFR dan NRR tidak terus menurun hingga di bawah 1,91 dan 1 supaya Kabupaten Melawi tidak mengalami fenomena yang terjadi di negara-negara maju. Negara-negara-negara maju pada umumnya mengalami apa yang disebut population ageing (penduduk menua). Penduduk menua adalah suatu kondisi dimana proporsi penduduk lanjut usia (lansia) berkembang pesat sebagai akibat penurunan tingkat fertilitas. Kondisi penduduk menua mendatangkan masalah tersendiri bagi suatu negara sebagaimana yang dialami oleh Jepang dan negara-negara di Eropa seperti Italia, Finlandia, Swedia, dan Jerman.
Kemudian diharapkan agar banyaknya kelahiran per kelompok umur ibu (Age Specific Fertility Rate atau ASFR) mengalami puncaknya pada kelompok umur yang telah matang, 25-29 tahun dan 30-34 tahun. Diharapkan agar remaja perempuan di Kabupaten Melawi dapat menunda pernikahan dan persalinan pada usia dini, sehingga jumlah kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun rendah. Hal tersebut penting mengingat banyak kajian yang menunjukkan akibat negatif dari persalinan di usia dini kurang dari 20 tahun terhadap ibu yang melahirkan, anak yang dilahirkan, dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Ichwanny & Gunawati, 2014; Wicaksono & Mardjan, 2014).
15
Selain itu, angka kematian di Kabupaten Melawi diharapkan terus menurun dan angka harapan hidup meningkat secara konsisten. Angka Kematian Bayi (AKB) di daerah ini diharapkan menurun menjadi 25,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2020, kemudian secara berlanjut menurun hingga menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2035. Seiring dengan menurunnya AKB, Usia Harapan Hidup (UHH) meningkat menjadi 70,2 tahun pada tahun 2020 dan mencapai 71,3 tahun pada tahun 2035.
1.5. Permasalahan
Untuk mengendalikan kuantitas dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Melawi adalah melalui Program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Berdasarkan tiga faktor utama yang mempengaruhi kuantitas dan LPP (fertilitas, mortalitas dan migrasi), maka pelaksana utama program kependudukan dan KB (seharusnya) adalah Perwakilan BKKBN, Dinas Kesehatan dan Disnaker. Realitas yang dihadapi dalam pelaksanaan program ini adalah terdapat perbedaan persepsi dan pemahaman tentang pentingnya program kependudukan dan KB bagi pembangunan berkelanjutan di daerah. Pemahaman yang beranggapan bahwa program kependudukan dan KB belum penting saat ini mengakibatkan kurangnya prioritas yang diberikan pemerintah kabupaten/kota terhadap masalah kependudukan dan keluarga berencana. Masih kurangnya perhatian dan prioritas dari pemerintah daerah ini tercermin dari lemahnya lembaga yang menangani masalah kependudukan dan KB, belum disediakannya tenaga yang memadai (terutama penyuluh KB di lapangan), serta kurang tersedianya sarana, prasarana dan anggaran yang cukup untuk pengelolaan program KB di daerah. Masalah utama dari upaya peningkatan kesehatan atau penurunan angka mortalitas antara lain berkaitan dengan masalah akses dan kualitas pelayanan kesehatan, termasuk akibat dari kondisi geografis Kabupaten Melawi yang sangat luas dengan topografi yang terdiri dari daerah pegunungan dan bukit, sungai serta rawa. Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana transportasi dan telomunikasi juga turut menyulitkan petugas kesehatan untuk menjangkau daerah- daerah tersebut.
Kendala utama dari persebaran penduduk di Kabupaten Melawi adalah ketidakseimbangan persebaran penduduk dan kepadatan antar kecamatan. Berdasarkan uraian terdahulu tentang persebaran penduduk bahwa penduduk lebih
16
banyak terkonsentrasi di Kecamatan Nanga Pinoh, sementara di kecamatan lain jumlah penduduknya masih relatif rendah. Jadi, inti penyebab terjadinya kesenjangan persebaran penduduk dan kepadatan penduduk antar kecamatan adalah adanya kesenjangan pembangunan antar daerah.
Data menunjukan bahwa jumlah migrasi keluar dari Kabupaten Melawi pada tahun 2014 sebesar …………..orang, sedangkan jumlah migrasi masuk ke Kabupaten Melawi pada tahun yang sama hanya sebanyak ……….. orang. Hal tersebut disinyalir karena terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia di Kabupaten Melawi, sehingga menyebabkan penduduknya terdorong untuk mencari penghidupan dan pekerjaan ke daerah lain.
1.6. Tujuan Rancangan Induk Pengendalian Kuantitas Penduduk
Rancangan Induk Pengendalian Kuantitas Penduduk ini dimaksudkan untuk: (a) Memberikan arah kebijakan bagi pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk
Kabupaten Melawi 2015-2035;
(b) Menjadi pedoman bagi penyusunan road map pengendalian kuantitas penduduk Kabupaten Melawi pada periode 2015-2020, 2020-2025, 2025-2030 dan 2030-2035;
(c) Menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dan lintas sektor terkait dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan di Kabupaten Melawi.
17
BAB II
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
2.1. Visi
Visi Kabupaten Melawi yaitu “Terwujudnya Masyarakat Melawi yang Cerdas, Dinamis, Aman, Adil, Sejahtera, dan Berkepribadian”. Penjelasan isi visi adalah ingin mensinergikan dari berbagai kalangan (stakeholders), dan berbagai pihak yang berkepentingan. Secara lengkap Visi Kabupaten Melawi diuraikan sebagai berikut. a. Cerdas
Cerdas merupakan kondisi dimana masyarakat memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Dengan demikian masyarakat dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk perkembangan ekonomi. Tingkat kecerdasan tersebut ditandai oleh semakin membaiknya angka indikator pendidikan dan kesehatan, seperti meningkatnya APK, APM, meningkatnya rata-rata lama sekolah, menurunnya angka buta huruf, meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, menurunnya angka kematian ibu melahirkan, dan lain-lain.
b. Dinamis
Dinamis merupakan upaya daerah ini untuk berinisiatif, inovatif, dan kreatif dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada mengatasi permasalahan daerah, sehingga mampu mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan kabupaten lain yang telah maju, serta senantiasa mampu mengantisipasi setiap perkembangan dan tantangan yang ada. Dalam konteks ini, maka pembangunan infrastrukturnya harus semakin dipercepat, revitalisasi pertanian harus semakin baik, pengelolaan SDA dan Lingkungan hidup lebih optimal dan berkelanjutan, serta kualitas SDM aparatur semakin baik dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
c. Aman
Aman merupakan kondisi daerah yang kondusif dan damai sehingga memberi kenyamanan bagi siapa saja yang tinggal, baik bagi mereka yang ada di Kabupaten Melawi maupun bagi mereka yang datang dari luar Kabupaten Melawi. Keamanan ini ditandai oleh tegaknya hukum, rendahnya angka kriminalitas, harmonisnya kehidupan antar etnis dan antar agama, dan terpeliharanya adat istiadat dan budaya.
18
d. Adil
Adil merupakan kondisi daerah yang mampu memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh kecamatan dan seluruh masyarakat untuk menikmati hasil-hasil pembangunan dan untuk meningkatkan kompetensi dan keterlibatan dalam pelaksanaan pembangunan. Keadilan antara lain ditandai dengan rendahnya tingkat ketimpangan pendapatan dan semakin meratanya ketersediaan infrastruktur di semua kecamatan serta terbukanya kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya.
e. Sejahtera
Sejahtera atau Kesejahteraan merupakan tujuan dari sebuah pembangunan. Peningkatan kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya perekonomian melalui pemanfaatan sumberdaya alam, pemberdayaan usaha-usaha produktif, dan penguatan ekonomi kerakyatan dengan memperhatikan potensi dan kemampuan masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan kesejahteraan ditandai dengan semakin membaiknya tingkat perekonomian masyarakat serta terpenuhinya standar pelayanan dasar dibidang kesehatan dan pendidikan.
f. Berkepribadian
Berkepribadian merupakan kodisi dimana masyarakat memiliki sikap dan kebanggaan terhadap daerah sehingga tidak mudah terpengaruh pada ajakan dan peluang untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma, moral, dan etika serta tindakan yang dapat menodai kebanggaan atau bahkan mempermalukan daerah. Kondisi ini ditandai oleh terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan dukungan pemantapan desentralisasi dan semangat otonomi daerah yang berasaskan tertib hukum dan demokrasi, meningkatnya kegiatan dan pemahaman agama dan kebudayaan, serta semakin mantapnya nasionalisme dan wawasan kebangsaan masyarakat.
2.2. Misi
19
1. Meningkatkan Kepribadian, Pekerti dan Kesalehan Masyarakat dengan memasukkan pendidikan budi pekerti pada jenjang pendidikan Dasar dan Menengah.
2. Meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan dan kesehatan serta adanya jaminan pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar dan menengah terutama bagi masyarakat kurang mampu.
3. Mengembangkan tata kelola Pemerintahan dan Pembangunan dengan melakukan reformasi birokrasi, transparansi serta Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah yang merata dinikmati oleh seluruh wilayah dan seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Melawi.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik secara cepat, tepat dan murah.
5. Memperlancar mobilitas barang dan jasa serta memperkecil kesenjangan antara kecamatan dengan cara mendorong percepatan pembangun infra-struktur strategis baik fisik maupun non fisik.
6. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis pertanian dan pertambangan yang menjamin perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat.
7. Menekan angka kemiskinan dan pengangguran melalui skema pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat dan mempermudah akses dana bagi masyarakat miskin.
2.3. Kebijakan
Terdapat tiga arah kebijakan yang dirumuskan dalam rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk, yaitu:
(a) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan melalui penetapan perkiraan angka fertilitas, mortalitas, dan migrasi penduduk;
(b) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dimaksudkan agar kuantitas penduduk sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan;
(c) Bahwa pengendalian kuantitas penduduk dilakukan tidak hanya pada tingkat kabupaten namun juga pada tingkat kecamatan secara berkelanjutan.
20
Tujuan utama dari rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan melalui rekayasa kondisi penduduk optimal yang berkaitan dengan jumlah, struktur/komposisi, pertumbuhan, serta persebaran penduduk;
b) Mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, baik pada tingkat kabupaten maupun tingkat kecamatan, melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian dan pengarahan mobilitas.
2.5. Sasaran Umum
Pada hakekatnya, rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk mempunyai tiga sasaran pokok kuantitatif, yang mencakup fertilitas, mortalitas, dan persebaran penduduk. Sasaran fertilitas diarahkan pada pencapaian kondisi penduduk tumbuh seimbang (PTS) pada tahun 2020 yang ditandai dengan TFR sebesar 2,17 anak per wanita dan NRR sebesar 1,02 per wanita. Kondisi ini perlu secara konsisten diturunkan, sehingga diharapkan sejak tahun 2035, TFR mencapai 1,83 anak per wanita usia subur sedangkan NRR menjadi 0,87 per wanita. Apabila kondisi ini terus dipertahankan untuk waktu yang lama maka diharapkan akan tercapai kondisi penduduk stabil (stationer).
Dari sisi mortalitas, angka kematian bayi diharapkan terus menurun sehingga pada periode tahun 2010-2015 menjadi sekitar 22,5 kematian per 1000 kelahiran hidup kemudian terus menurun menjadi sekitar 16,9 per 1000 kelahiran hidup pada kurun waktu 2030-2035.
Dari aspek persebaran penduduk diharapkan akan terjadi persebaran yang lebih merata sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan pada masing-masing kecamatan. Persebaran penduduk yang merata diharapkan akan mempercepat penurunan TFR seiring dengan pemerataan pembangunan.
2.5. Ukuran Keberhasilan
Keberhasilan dari rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk akan dilihat dari sejauh mana sasaran-sasaran kependudukan tersebut dapat dicapai pada setiap periode waktu. Misalnya pada indikator pemakaian kontrasepsi, angka
21
kelahiran total, Net Reproduction Rate, angka kelahiran kasar, laju pertumbuhan penduduk, serta jumlah penduduk. Termasuk juga didalamnya adalah sasaran-sasaran mortalitas seperti angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
2.6. Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan dari rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk di tingkat kabupaten mencakup dua hal pokok, yaitu: (1) Menyangkut penyempurnaan regulasi yang terkait dengan upaya pengendalian kuantitas penduduk; dan (2) Melalui penyelesaian Peraturan Daerah dan regulasi ikutan sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009.
Sementara, strategi pelaksanaan rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk pada tingkat kecamatan berkaitan dengan: (1) Implementasi kebijakan atau program yang berkaitan dengan komponen-komponen pengendalian kuantitas penduduk; dan (2) Pelaksanaan upaya pengendalian fertilitas, penurunan mortalitas, dan pengarahan mobilitas penduduk.
2.8. Alur Pikir
Alur pikir pengendalian kuantitas penduduk dirumuskan dalam bagan berikut.
Bagan 2.1. Alur Pikir Pengendalian Kuantitas Penduduk
*) PKP: Pengendalian Kuantitas Penduduk.
Net Migrasi negatif berarti menambah jumlah penduduk (migrasi masuk lebih banyak dari migrasi keluar). KONDISI
SAAT INI
INTERVENSI KONDISI YANG DIINGINKAN VISI & MISI PKP* FERTILITAS TINGGI MORTALITAS RENDAH NET MIGRASI NEGATIF KEBIJAKAN STRATEGI PROGRAM FERTILITAS RENDAH MORTALITAS RENDAH NET MIGRASI POSITIF
22
BAB III
POKOK-POKOK PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK
Pengendalian kuantitas penduduk Kabupaten Melawi dilakukan melalui pengaturan tiga komponen utama kependudukan: (1) Pengaturan fertilitas; (2) Pengaturan mortalitas; dan (3) Pengarahan mobilitas penduduk di Kabupaten Melawi. Pengendalian angka kelahiran sangat penting untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang dan memanfaatkan window of opportunity atau yang sering disebut bonus demografi. Pengendalian angka kelahiran ini sekaligus merupakan langkah antisipatif dalam menghadapi penduduk menua (ageing population) yang lazim terjadi pasca bonus demografi.3.1. Pengaturan Fertilitas
Pengaturan fertilitas (kelahiran) dilakukan melalui Program Keluarga Berencana yang mengatur tentang: (1) Usia ideal perkawinan; (2) Usia ideal melahirkan; (3) Jarak ideal melahirkan; dan (4) Jumlah anak ideal yang diinginkan (BKKBN 2011).
Kebijakan pengaturan fertilitas melalui Program Keluarga Berencana pada hakekatnya dilaksanakan untuk membantu pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan memenuhi hak-hak reproduksi yang berkaitan dengan: (1) Pengaturan kehamilan yang diinginkan; (2) Penurunan angka kematian bayi dan angka kematian ibu; (3) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan; (4) Peningkatan kesertaan KB pria; dan (5) Promosi pemanfaatan air susu ibu.
Pengaturan fertilitas melalui Program Keluarga Berencana juga dilakukan dengan: (1) Peningkatan akses dan kualitas KIE dan pelayanan kontrasepsi di Kabupaten Melawi; (2) Larangan pemaksaan pelayanan KB karena bertentangan dengan HAM; (3) Pelayanan kontrasepsi dilakukan sesuai dengan norma agama, budaya, etika, dan kesehatan; dan (4) Jaminan bagi ketersediaan kontrasepsi bagi penduduk miskin (BKKBN 2011).
3.2. Penurunan Mortalitas
Penurunan angka kematian bertujuan untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan berkualitas pada seluruh dimensinya. Penurunan angka kematian ini
23
diprioritaskan kepada upaya: (1) Penurunan angka kematian ibu hamil; (2) Penurunan angka kematian ibu melahirkan; (3) Penurunan angka kematian pasca melahirkan; dan (4) Penurunan angka kematian bayi dan anak (BKKBN 2011 & Kemenkokesra 2012). Upaya penurunan angka kematian diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Melawi dan masyarakat melalui upaya-upaya proaktif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai peraturan perundang-undangan dan norma agama.
Disamping itu, upaya penurunan angka kematian difokuskan pada: (1) Kesamaan hak reproduksi pasangan suami istri (pasutri); (2) Keseimbangan akses dan kualitas KIE dan pelayanan; (3) Pencegahan dan pengurangan resiko kesakitan dan kematian; dan (4) Partisipasi aktif keluarga dan masyarakat (BKKBN 2011).
3.3. Pengarahan Mobilitas Penduduk Kabupaten Melawi
Pengarahan mobilitas penduduk bertujuan untuk mewujudkan persebaran penduduk optimal yang didasarkan pada keseimbangan jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. Dalam aspek migrasi, migrasi masuk ke wilayah ibu kota kabupaten saat ini sudah cukup tinggi. Dikhawatirkan kedepannya, wilayah pusat pemerintahan Kabupaten Melawi akan memiliki jumlah penduduk yang jauh melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Oleh karena itu, diharapkan Pemerintah Kabupaten Melawi bekerja sama dengan stakeholder terkait agar menciptakan apa yang disebut sebagai “gula pembangunan” di kecamatan lain di Melawi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan pembangunan sarana dan prasarana di kecamatan lainnya, sehingga dapat mengundang para investor untuk melakukan investasi di wilayah kecamatam tersebut, sehingga dapat mengundang banyak “semut” berdatangan dan melakukan migrasi masuk ke wilayah bersangkutan. Hal tersebut perlu dilakukan agar persebaran penduduk di Kabupaten Melawi dapat merata di seluruh kecamatan dengan didukung persebaran pembangunan.
3.4. Penyerasian Kebijakan Pengendalian Kuantitas Penduduk
Dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif masih rendah dan kualitas pembangunan manusia yang masih lebih rendah dari rata-rata provinsi, pastinya akan sulit mencapai sasaran-sasaran pembangunan seperti antara lain yang tertuang di dalam sasaran Millenium Development Goals (MDG’s). Oleh karena itu, upaya untuk
24
mengendalikan kuantitas penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk adalah menjadi tanggung jawab semua sektor.
Pengendalian kuantitas penduduk tidak mungkin dilakukan oleh satu atau beberapa lembaga saja, namun membutuhkan dukungan dan komitmen yang besar dari semua sektor dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, setiap regulasi, kebijakan, program maupun kegiatan sektor, harus selaras dengan upaya pengendalian penduduk. Melalui penyelarasan kebijakan ini diharapkan sasaran-sasaran pengendalian kuantitas penduduk seperti tertuang dalam road map akan lebih mudah dicapai (BKKBN 2011).
3.5. Strategi Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten Melawi
Strategi pengendalian kuantitas penduduk di Kabupaten Melawi adalah dengan cara:
1. Revitalisasi Program KB dengan mengubah orientasinya dari supply ke demand side approach.
2. Memperkuat SDM di Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana Kabupaten Melawi sebagai pelaksana Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Kabupaten Melawi.
3. Memperkuat kualitas Penyuluh Keluarga Berencana (PKB/PLKB) yang ada.
4. Meningkatkan pembinaan terhadap PPKBD dan sub-PPKBD di setiap kelurahan.
5. Memperkuat komitmen para Camat, Lurah, Ketua RW dan RT terhadap pelaksanaan Program KKBPK di wilayahnya masing-masing.
6. Meningkatkan kemitraan dengan LSM yang fokus pada masalah kependudukan seperti: Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan Provinsi Kalimantan Barat (disingkat Koalisi Kependudukan Kalimantan Barat), Koalisi Muda Kependudukan Kalimantan Barat, Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) Cabang Kalimantan Barat, Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) Universitas Tanjungpura, dan Forum Mahasiswa Peduli Kependudukan (Formalinduk) Kalimantan Barat.
25
7. Melibatkan mitra kerja kependudukan dalam Musrenbang Kabupaten Melawi dalam berbagai tingkatannya guna mendapat masukan bagi pengendalian kuantitas penduduk Kabupaten Melawi.
8. Membangun kerjasama dengan tokoh agama (TOGA) dan tokoh masyarakat (TOMA) setempat dalam memberikan penyuluhan pentingnya merencanakan dan mengatur kelahiran.
9. Pelaksanaan Program Keluarga Berencana difokuskan pada masyarakat miskin dengan cara memberikan subsidi pelayanan kesehatan reproduksi dan Keluarga Berencana.
26
BAB IV
ROADMAP PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK
4.1. Tujuan Road MapRancangan induk pengendalian kuantitas penduduk mencakup besaran-besaran yang harus diperhatikan dalam upaya untuk mengatasi atau mengendalikan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk. Secara operasional, untuk setiap periode atau tahapan lima tahunan, perlu disusun semacam peta jalan (road map) yang mencakup tentang tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang perlu dilakukan dalam upaya pengendalian kuantitas penduduk. Road map diharapkan berfungsi sebagai acuan setiap sektor serta pemerintah daerah dalam penyusunan langkah-langkah kegiatan dalam mendukung upaya pengendalian kuantitas penduduk. Secara garis besar, tujuan road map, sasaran lima tahunan serta keterkaitan rancangan induk dengan road map dapat dilihat dalam uraian berikut. 4.2. Sasaran Lima Tahunan
Roadmap pengendalian kuantitas penduduk Kabupaten Melawi dibuat pada setiap periode lima tahun dari tahun 2010-2035 untuk mengetahui sejauh mana sasaran-sasaran pengendalian kuantitas penduduk telah dapat dicapai, baik yang mencakup fertilitas, mortalitas maupun persebaran penduduk. Dengan demikian tujuan roadmap ini dapat berjalan secara sistematis dan terencana, sehingga dapat diketahui sasaran-sasaran yang harus dicapai pada setiap periode, serta kebijakan, strategi, dan program yang perlu dilakukan.
Tahun dasar yang dipergunakan dalam menyusun roadmap adalah tahun 2010 yang bertepatan dengan dilaksanakannya Sensus Penduduk. Oleh karena itu, data yang digunakan adalah data Badan Pusat Statistik (BPS) dengan indikator yang digunakan adalah sebagai berikut:
Total Fertility Rate (TFR) yaitu angka kelahiran total, banyaknya anak yang dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduksinya apabila perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung.
Net Reproduction Rate (NRR) adalah banyaknya anak perempuan yang dilahirkan oleh setiap perempuan. NRR sama dengan satu berarti bahwa setiap perempuan
27
akan memiliki satu orang anak perempuan yang dapat bertahan hidup hingga usia yang sama dengan ibunya pada saat melahirkan anak tersebut.
Crude Birth Rate (CBR) adalah angka kelahiran kasar.
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) yaitu persentase Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan alat atau obat kontrasepsi (alokon) untuk mengatur kelahiran. Crude Death Rate (CDR) adalah angka kematian kasar.
Pada tahun 2010, berbagai indikator kependudukan di Kabupaten Melawi adalah sebagai berikut:
a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 180.912 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,82% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 2,46 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 1,15
Crude Birth Rate (CBR) = 22,3 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Median Umur Persalinan Pertama = 27,6 tahun
c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 4,0 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 22,5 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 71,8 tahun
Sasaran yang hendak dicapai pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 197.223 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,63% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 2,37 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 1,11
Crude Birth Rate (CBR) = 20,5 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 27,3 tahun c. Mortalitas:
28
Angka Kematian Bayi (AKB) = 21,4 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 72,0 tahun
Pada tahun 2020, sasaran yang hendak dicapai: a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 212.230 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,34% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 2,17 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 1,02
Crude Birth Rate (CBR) = 18,2 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 26,7 tahun c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 4,8 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 20,5 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 72,4 tahun
Tahun 2025 ingin mencapai sasaran sebagai berikut: a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 225.470 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 1,11% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 2,05 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 0,97
Crude Birth Rate (CBR) = 16,5 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 26,3 tahun c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 5,4 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 19,2 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 72,8 tahun
29
Pada tahun 2030, sasaran yang hendak dicapai untuk berbagai indikator kependudukan adalah:
a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 236.671 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 0,87% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 1,93 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 0,91
Crude Birth Rate (CBR) = 15,0 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 25,8 tahun c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 6,3 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 18,5 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 73,0 tahun
Sasaran yang ingin diwujudkan pada tahun 2035 adalah: a. Penduduk:
Jumlah penduduk total = 245.764 jiwa
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) = 0,67% per tahun (secara rata-rata) b. Fertilitas:
Total Fertility Rate (TFR) = 1,83 anak per wanita usia subur Net Reproduction Rate (NRR) = 0,87
Crude Birth Rate (CBR) = 13,8 kelahiran per 1000 penduduk tengah tahun Contraceptive Prevalence Rate (CPR) = 74,81%
Median Umur Persalinan Pertama = 25,5 tahun c. Mortalitas:
Crude Death Rate (CDR) = 7,1 kematian per 1000 penduduk tengah tahun Angka Kematian Bayi (AKB) = 16,9 kematian per 1000 kelahiran hidup Usia Harapan Hidup (UHH) = 73,6 tahun
30
Tabel 4.1. Roadmap Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten Melawi 2010-2035* Indikator 2010 2015 2020 2025 2030 2035 Penduduk Jumlah penduduk 180.912 197.223 212.230 225.470 236.671 245.764 LPP 1,82 1,63 1,34 1,11 0,87 0,67 Fertilitas TFR 2,46 2,37 2,17 2,05 1,93 1,83 NRR 1,15 1,11 1,02 0,97 0,91 0,87 CBR per 1000 22,3 20,5 18,2 16,5 15,0 13,8 CPR
Mean Usia Persalinan I 27,6 27,3 26,7 26,3 25,8 25,5
Mortalitas
CDR per 1000 4,0 4,2 4,8 5,4 6,3 7,1 AKB 22,5 21,4 20,5 19,2 18,5 16,9 UHH 71,8 72,0 72,4 72,8 73,0 73,6
*) Roadmap Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten Melawi ini diolah dari data Sensus Penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Barat dan Proyeksi Penduduk Tahun 2010-2035 (Bappenas).
4.3. Keterkaitan Rancangan Indukdengan Road Map
Road Map Pengendalian Kuantitas Penduduk periode 2010-2015, 2015-2020, 2020-2025, 2025-2030 dan 2030-2035 akan disusun sesuai dengan hasil pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode sebelumnya serta dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintah.
31
Pada periode tahun 2010 sampai dengan 2015, diharapkan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Melawi mulai terkendali, sehingga pada tahun 2020 akan dicapai kondisi penduduk tumbuh seimbang (PTS). Kondisi PTS ini diindikasikan dengan pencapaian sasaran TFR sebesar 2,1 atau NRR sebesar 1 per wanita. Pada tahap berikutnya, kondisi PTS ini dapat tetap dipertahankan sampai dengan tahun 2035, sehingga struktur penduduk menjadi stabil. Angka fertilitas (TFR) tidak dimaksudkan untuk terus menurun menjadi dibawah 2 per wanita karena hal ini akan menyulitkan dikemudian hari seperti dialami di negara-negara maju dengan pertumbuhan penduduk yang minus.
4.4. Bonus Demografi
Bonus Demografi adalah suatu kondisi dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda (dibawah 15 tahun) semakin kecil dan usia lanjut (diatas 65 tahun) belum banyak. Bonus demografi sering dikaitkan dengan suatu kesempatan yang hanya akan terjadi satu kali saja untuk semua penduduk negara, yakni apa yang dikenal dengan the windows of opportunity. Kesempatan yang diberikan oleh bonus demografi ini berupa tersedianya kondisi atau ukuran yang sangat ideal pada perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif dengan non produktif. Rasio ketergantungan yang biasa dikenal dengan Dependency Ratio (DR) mencapai angka terendah, dibawah 50 persen, artinya, penduduk usia kerja sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan dengan penduduk non usia kerja.
Inilah fase yang disebut sebagai the windows of opportunity (jendela kesempatan), yaitu jika jumlah penduduk produktif yang lebih besar dapat dioptimalkan untuk mengakumulasi pertumbuhan dan perkembangan kesejahteraan secara ekonomi, maka hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk kemajuan daerah di masa depan melalui saving yang dilakukan.
Untuk meraih keuntungan bonus demografi, ada empat prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, penduduk usia muda yang melimpah jumlahnya itu harus mempunyai pekerjaan produktif dan bisa menabung.Kedua, tabungan rumah tangga dapat diinvestasikan untuk menciptakan lapangan kerja produktif. Ketiga, ada investasi untuk meningkatkan modal manusia agar dapat memanfaatkan momentum jendela peluang yang akan datang. Keempat, menciptakan lingkungan yang
32
memungkinkan perempuan masuk pasar kerja (Endang Srihadi, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute).
Bonus demografi adalah sebuah fenomena dimana jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak. Syaratnya untuk meraih bonus demografi adalah program Keluarga Berencana (KB) yang telah dicanangkan pemerintah tetap berjalan dan berhasil. Keberhasilan program tersebut dalam dua puluh lima tahun diperkirakan akan menggeser anak-anak dan remaja berusia dibawah 15 tahun, yang biasanya besar dan berat dibagian bawah piramida penduduk ke penduduk usia produktif.
Menurut Prof. Dr. Sri Moertiningsih Setyo Adioetomo dari UI, struktur penduduk seperti ini akan menyebabkan beban ketergantungan atau dukungan ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif kepada anak-anak dan lansia menjadi lebih ringan. Selain itu, Kabupaten Melawi juga akan memiliki banyak tenaga kerja produktif yang dapat bersaing dengan daerah lain.
Bonus demografi pada suatu sisi akan menjadi beban besar buat bangsa dan negara jika penduduk usia produktifnya tidak berkualitas. Jika kualitas penduduk berusia produktif ini rendah, maka negara akan dihadapkan pada berbagai masalah yang semakin rumit, dengan rendahnya produktivitas, kualitas tenaga kerja juga ikut rendah dan pertumbuhan ekonomi lamban dan daya persaingan di pasar global juga ikut rendah. Sebaliknya, bonus ini bisa menjadi keuntungan jika penduduk usia produktif berkualitas dan mendapat pendidikan yang layak, (Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, MEng).
Bonus Demografi ini tidak terjadi selamanya, melainkan tersedia hanya dalam waktu yang relatif singkat, satu atau dua dekade saja. Hal tersebut disebabkan karena dalam jangka panjang akan terjadi transisi demografi, dimana akan terjadi perubahan tingkat harapan hidup (life expectation) yang akan meningkat dan hal ini akan meningkatkan jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun. Transisi demografi tersebut juga akan mendorong meningkatnya angka kelahiran (fertility rate) dan tentunya secara bersama akan mendorong meningkatnya rasio ketergantungan. Oleh karena itu, kondisi ideal yang sangat terbatas ini harus dimanfaatkan sepenuhnya untuk pencapaian kesejahteraan rakyat, dan itu membutuhkan pola kebijakan yang tidak biasa.
33
Bonus demografi ini sudah dinikmati oleh negara-negara di Asia Timur seperti China, Jepang, dan Korea Selatan selama periode 1960-1990, yang ditandai dengan tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita di negara-negara tersebut. Sementara itu, di negara Asia Tenggara, seperti Thailand, Singapura, dan Indonesia, yang mulai mengalami kenaikan proporsi penduduk usia kerja sejak tahun 1980-an, kontribusinya lebih besar lagi. Sekitar 40% pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 1980-2005 bersumber dari naiknya proporsi penduduk usia kerja. Jumlah angka tanggungan penduduk produktif di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 36 yang artinya setiap usia produktif menanggung 36 penduduk tidak produktif dan belum produktif. Angka ini jauh lebih kecil daripada tahun jumlah tanggungan pada tahun 1990, dimana 100 penduduk produktif harus menanggung 78 penduduk tidak produktif.
Kabupaten Melawi diproyeksi mendapatkan bonus demografi mulai tahun 2020 dengan angka ketergantungan 45, yang artinya dari 100 penduduk usia produktif akan menanggung 45 penduduk usia belum atau sudah tidak produktif lagi. Seperti kabupaten lainnya, kehadiran bonus demografi harus bisa dimanfaatkan guna meningkatkan kualitas penduduk di daerahnya. Bonus demografi menjadi dasar meningkatkan produktivitas dan memicu pertumbuhan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia. Saat tingkat fertilitas (jumlah kelahiran sepanjang hidup perempuan) turun, pertumbuhan pendapatan per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk usia anak-anak dapat dialihkan untuk peningkatan mutu manusia sebagai modal pembangunan. Pada saat yang sama, jumlah anak yang sedikit memberi perempuan peluang masuk pasar kerja, sehingga meningkatkan tabungan keluarga.
34
BAB V
PENUTUP
Kebijakan pembangunan pada hakekatnya dimaksudkan untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) yaitu kebijakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk saat ini, dan sekaligus mempertimbangkan kesejahteraan penduduk dimasa mendatang. Penduduk adalah titik sentral pembangunan, karena disamping sebagai subyek (pelaku) pembangunan, penduduk sekaligus adalah obyek (penikmat) hasil pembangunan. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk saat ini tidak boleh mengorbankan kesejahteraan penduduk generasi mendatang.
Menyadari pentingnya masalah kependudukan dalam pembangunan, maka pada tahun 2009 telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 52 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Sebagai tindak lanjut dari terbitnya undang-undang ini, pemerintah memandang perlu membuat Grand Design Pembangunan Kependudukan, yang mencakup lima aspek, yaitu kuantitas, kualitas, mobilitas, data-base, serta keluarga.
Dari sisi kuantitas, jumlah penduduk Kabupaten Melawi memang masih relatif sedikit jika dikaji dari luas wilayahnya. Kondisi tersebut diikuti dengan persebaran antar kecamatan yang masih timpang. Total Fertility Rate (TFR) hasil Susenas 2013 tergolong yang terendah se Kalimantan Barat, yang berarti cukup menggembirakan karena nilainya sudah dibawah target TFR yang diharapkan yaitu sebesar 2,1.
Untuk mengatasi masalah kependudukan yang ada di Kabupaten Melawi, dan dalam rangka memberikan arah pelaksanaan pengendalian kuantitas penduduk sampai dengan dua puluh lima tahun kedepan, maka disusun Rancangan Induk Pengendalian Kuantitas Penduduk tahun 2010-2035 dengan harapan dapat memberikan arah kebijakan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kependudukan dibidang pengendalian kuantitas. Selain itu, Rancangan ini hendaknya menjadi acuan bagi penyusunan “road map” pengendalian kuantitas penduduk dan sekaligus menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan.
35
Dengan demikian, apa yang tertuang dalam rancangan induk pengendalian kuantitas penduduk ini mempunyai keterkaitan yang erat dan menjadi salah satu acuan untuk bidang kependudukan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang dirumuskan setiap lima tahun sesuai tahapan rencana pembangunan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pusat Statistik (BPS), United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia, 2013, Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) Tahun 2010-2035, Bappenas, BPS, UNFPA Indonesia, Jakarta.
BKKBN, 2011, Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk 2010-2035, BKKBN, Jakarta.
BPS Kabupaten Melawi, 2014, Kabupaten Melawi dalam Angka 2014, BPS Kabupaten Melawi.
Ichwanny, Y. P., 2012, Profil kependudukan Kalimantan Barat tahun 2012, Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, ISBN 9786027001503.
Ichwanny, Y. P., & Gunawati, R., 2014, Studi Deskriptif Melahirkan di Usia Kurang dari 20 Tahun di BKB X dan Y Kecamatan Pontianak Tenggara, hasil penelitian kerjasama Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat dan IPADI Cabang Kalimantan Barat, Pontianak.
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2012, Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035, Kemenkokesra, Jakarta. Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, 2012, Grand Design Pengendalian
Kuantitas Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010-2035, Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak.
Syarief, S., 2010, Program Kependudukan dan KB Bagi Pembangunan Bangsa. Dalam Dinamika Kependudukan & Penguatan Governance, Muhadjir Darwin (ed.) Media Wacana, Yogyakarta.
Wicaksono, A & Mardjan, 2014, Hubungan antara Usia Ibu Saat Melahirkan dan Perkembangan Motorik Anak Berusia dibawah Tiga Tahun di Kabupaten Melawi, hasil penelitian kerjasama Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat dan IPADI Cabang Kalimantan Barat, Pontianak.
IFACS, 2014. Konservasi Bentang Alam Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat. Jakarta: Indonesia Forest And Climate Support (IFACS).