BAB 4 i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...i
DAFTAR TABEL ... ii
BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN ... 1
4.1 Analisis Sosial ... 1
4.1.1 Prinsip Dasar ... 1
4.1.2 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya... 5
4.1.2.2 Pengarusutamaan Gender ... 5
4.1.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta ... 5
Karya ... 5
4.2 Analisis Lingkungan ... 5
4.2.1 Prinsip Dasar ... 5
4.2.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) ... 14
4.3 Analisis Ekonomi ... 16
BAB 4 ii
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis ... 7
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup untuk Dinas Pekerjaan Umum Bidang ... 7
BAB 4 1
BAB 4
ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN
4.1 Analisis Sosial
4.1.1 Prinsip Dasar
Analisis dampak sosial proyek adalah suatu kegiatan pengkajian mengenai
dampak-dampak lingkungan dan sosial negatif maupun positif yang diprediksikan
akan terjadi di saat dan setelah proyek dilaksanakan. Kegiatan ini penting
dilaksanakan sebagai bagian dari upaya safeguard lingkungan dan sosial.
Melalui analisa dampak sosial inipun dapat mengedentifikasi kebutuhan
penanganan sosial pasca pelaksanaan pembangunan infrastrutur bidang Cipta
Karya. Dan analisa dampak sosial perlu dilakukan juga terkait dengan isu- isu
strategis yang melingkupi proses rekonstruksi dan rehabilitasi antara lain sebagai
berikut:
1. Lapangan Pekerjaan (Temporer)
Tahapan kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap
terbukanya kesempatan kerja dan usaha produktif bagi masyarakat adalah
tahap pembangunan. Pada tahap ini terdapat kegiatan mobilisasi tenaga kerja
yang membutuhkan sejumlah tenaga kerja baik tenaga kerja yang memiliki
ketrampilan khusus maupun unskilled. Peluang kerja ini dapat diisi oleh penduduk
yang tinggal di sekitar kegiatan pembangunan. Selain peluang kerja,
kegiatan-kegiatan tersebut juga dapat menumbuhkan aktifitas usaha masyarakat baik
formal maupun informal.
2. Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM
Kegiatan proyek yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola pemikiran
dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan
pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap
persiapan, perencanaan maupun tahap pembangunan.
3. Penguatan Organisasi Masyarakat
Kegiatan proyek melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi melahirkan
dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi sosial yang ada di
masyarakat.
4. Kearifan Lokal
Kegiatan proyek yang dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas yang
berpotensi melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal
BAB 4 2
Penguatan kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang secara
konsisten dilakukan melalui pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga,
hal ini dapat mendorong menguatnya nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas
sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan penghormatan atas perbedaan
pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan lokal.
5. Keterbukaan dan Demokrasi
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas
berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses
demokratisasi dan keterbukaan masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini
dapat di lihat dari proses dan dinamika warga masyarakat dalam setiap
pengambilan keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat perencanaan
hingga ke proses pelaksanaan pembangunan.
6. Transparansi dan Akuntabilitas
Kegiatan proyek yang dilaksanakan melalui pendekatan berbasis komunitas
yang berpotensi melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi
dan akuntabilitas, hal ini dapat dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan (khususnya dalam konteks pengelolaan dana
pembangunan).
7. Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan
Kegiatan proyek berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola hidup/kebiasaan
masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan,
perencanaan sampai tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak
terlepas dari keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu
melakukan interaksi baik terhadap sesamanya maupun terhadap lingkungan di
sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian masyarakat dan penguatan kapasitas
kelompok diperkirakan menimbulkan dampak terhadap pola kebiasaan
masyarakat yang berhubungan dengan konstruksi relasi social dan cara-cara
masyarakat mengambil keputusan.
8. Konflik Sosial
Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan,
pengelolaan keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang
sangat potensial menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal.
Konflik vertikal terjadi akibat ketidaksepahaman antara apa yang menjadi
tujuan dari masyarakat dengan kebijakan proyek yang telah ditetapkan, termasuk
BAB 4 3
Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di
masyarakat terhadap rencana pembangunan, selain itu karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok
kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri.
9. Marginalisasi Kelompok Perempuan dan Kelompok Rentan Lainnya
Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan
dan kelompok rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anakanak) untuk
berpartisipasi aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi. Sering kali, para perencana
bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili komunitas
keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan
upaya-upaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan-
kegiatan tersebut.
10. Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat
Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang
sepenuhnya tidak ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal,
akan menimbulkan sikap dan persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah
kehilangan kepercayaan terhadap segala kegiatan yang dilaksanakan. Potensi
munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila kegiatan proyek
Re-Kompak menimbulkan dampak negatif terhadap aspek ekonomi, budaya,
kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang berakumulasi dalam
jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan berpotensi
menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal.
11. Pembebasan Lahan/Tanah
Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau
seluruhnya lahan/tanah milik perorangan atau kelompok (pemerintah/swasta)
yang akan digunakan sebagai tapak pembangunan infrastruktur sehingga dalam
implementasinya akan dilaksanakan pembebasan terhadap lahan/tanah
tersebut. Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut dimungkinkan akan
menimbulkan dampak terjadinya perselisihan yang membutuhkan penanganan
secara komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu
pendekatan dan cara yang manusiawi dan berkeadilan.
Tujuan Kegiatan
Tujuan umum dilakukan kegiatan ini adalah dalam rangka membuat analisis
BAB 4 4
bahan pertimbangan bagi masyarakat sasaran proyek, Pemerintah, Lembaga
Donor dan Pelaksana Proyek dalam melakukan evaluasi kebijakan selama
proyek berjalan.
Secara khusus tujuan dari kegiatan ini adalah :
a. Mengidentifikasi dampak penting dari rencana kegiatan pembangunan yang
berpotensi menjadi sumber dampak terhadap lingkungan sosial masyarakat.
Dampak penting yang timbul dapat berupa dampak positif maupun negatif baik
langsung maupun tidak langsung.
b. Mengidentifikasi rona lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak
pada saat pembangunan dilaksanakan. Komponen lingkungan sosial yang
akan diidentifikasi mencakup demografi, sosial ekonomi, dan budaya
masyarakat.
c. Mendeskripsikan dan mengukur dampak penting dari kegiatan yang
berpotensi terhadap lingkungan sosial ekonomi dan sosial budaya
masyarakat, baik positif maupun negatif.
d. Menganalisis kemungkinan pencegahan dan atau pengendalian terhadap
dampak yang tidak dikehendaki dan meningkatkan dampak yang dikehendaki
agar masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan yang terjadi.
e. Memantau pelaksanaan pembangunan (untuk memantau dampak yang nyata
dan terjadi) maupun strategi mitigasinya (untuk menentukan efektivitasnya).
Kegunaan Kegiatan Analisis Dampak Sosial
a. Membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif yang layak
bagi pelaksanaan pembangunan dari segi lingkungan sosial ekonomi dan
budaya.
b. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sosial dalam setiap tahapan
rencana kegiatan pembangunan.
c. Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
sosial.
Memberikan informasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan dampak
positif dan menghindari dampak negatif yang mungkin timbul dari kegiatan
BAB 4 5 4.1.2 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
4.1.2.2 Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Menindaklanjuti hal
tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk
responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan
yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang.
4.1.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta
Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat
mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi
pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga
pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan
akses pelayanan tersebut. Hasil identifikasi aspek social pasca pelaksanaan
pembangunan bidang Cipta Karya.
4.2 Aspek Lingkungan
4.2.1 Prinsip Dasar
Prinsip AMDAL secara garis besar digambarkan sebagai berikut, semua kegiatan
yang diajukan dan atau akan diusulkan harus sesuai dengan prinsip lingkungan
serta telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Pengkajian lingkungan dan rencana penanggulangannya dapat berbentuk :
(i) AMDAL (atau ANDAL dan RKL/RPL), atau (ii) UKL/UPL, tergantung
kategori dampak proyek dimaksud (lihat daftar kategori, di bawah).
Penentuan kategori lingkungan untuk masing-masing proyek mengacu pada
kriteria yang ditetapkan dalam kerangka safeguard ini.
b. AMDAL dan UKL/UPL harus dipandang sebagai alat untuk meningkatkan
kualitas proyek. Karena itu, AMDAL atau UKL/UPL harus menjadi bagian tak
terpisahkan dari analisis kelayakan teknis, ekonomi, sosial, institusional dan
keuangan setiap usulan proyek.
c. Sedapat mungkin proyek harus menghindari, atau meminimalkan, dampak
negatif pada lingkungan. Alternatif desain, termasuk alternatif tanpa proyek,
harus dikaji dengan seksama sebelum usulan proyek diajukan.
Sebaliknya, proyek harus dirancang sedemikian sehingga dampak positif dapat
BAB 4 6
d. Proyek yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, dan
dampaknya tidak dapat dikelola melalui rancangan atau praktek-praktek
konstruksi, harus disertai dengan AMDAL.
e. Proyek yang mengganggu habitat alam kritis, masyarakat terasing dan
rentan (IVP), kawasan lindung, atau merupakan kawasan sengketa.
Di samping itu, produksi, atau penggunaan :
Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk
tembakau.
Asbes, berbagai tindakan pencegahan berkaitan dengan penggunaan
asbes, seperti renovasi bangunan yang menggunakan asbes, akan diterapkan.
Bahan beracun berbahaya (B3). Proyek yang menggunakan,
memproduksi, menyimpan atau mengangkut bahan-beracun berbahaya
(toksik, korosif, atau eksplosif) atau bahan berkategori B3 dalam undang-
undang Indonesia, tidak dapat dibiayai.
Pestisida, herbisida, dan insektisida.
Konstruksi bendungan (dam).
Kekayaan budaya. Proyek yang merusak kekayaan budaya, termasuk
barang, struktur fisik dan lokasi yang dianggap sakral atau setidaknya
memiliki nilai spiritual, tidak dapat dibiayai.
f. Karena alasan praktis, disarankan agar proyek investasi tahun I tidak
termasuk proyek yang perlu dilengkapi dengan AMDAL. Proyek-proyek
dimaksud dapat diusulkan pada tahun II, atau setelahnya.
Kategori Proyek
Safeguard lingkungan ini berlaku pada semua tahap pengembangan proyek,
seperti: pengajuan usulan, perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian proyek
tiap proyek atau kegiatan yang diusulkan dapat dikelompokkan ke dalam salah
satu dari 3 kategori berikut. Kategorisasi serupa berdasarkan peraturan-
BAB 4 7
No. Jenis Rencana Usaha/Kegiatan Besaran 1. Persampahan
a.
Pembuangan dengan sistem controlled landfill, sanitary landfill dengan
luas landfill ≥ 40 Ha
b. TPA di daerah pasang surut dengan luas landfill ≥ 25 Ha c. Pembangunan transfer station dengan kapasitas ≥ 1.000 ton/hari 2. Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota sedang dan kecil dengan luas ≥ 200 Ha
b. Kota besar dengan luas ≥ 100 Ha
c. Kota Metropolitan dengan luas ≥ 50 Ha
3. a. IPLT dan/IPAL dengan luas kolam ≥ 3 Ha b. Pembangunan sistem perpipaan air limbah dengan luas layanan ≥ 500 Ha 4. Drainase Permukiman
a. Pembangunan saluran di kota besar/metropolitan
- lebar ≥ 5 m
- atau panjang ≥ 10 km
b. Pembangunan saluran di kota sedang
- lebar ≥ 10 m
- atau panjang ≥ 15 km
5. Air Bersih di kota besar/metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi dengan luas layanan ≥ 1.500 Ha b. Pembangunan jaringan transmisi, dengan panjang ≥ 25 Km
6.
Pengambilan air dari danau, sungai, mata air atau sumber air lainnya dengan
debit pengambilan ≥ 500 liter /detik Sumber : Permen LH No. 11 Tahun 2006
Tabel 4. 1 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis
BAB 4 8
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya
No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
1. Persampahan bau, asap pembakaran, emisi bio gas (H2S, Nox, Sox, Cox, dioxin), pencemaran air tanah maupun air permukaan
Luas <10 Ha
Kapasitas <10.000 ton
b.
TPA di daerah pasang surut
Ke dalam proses
(kapasitas operasional) <1.000 ton/hari
d. Pembangunan incenerator Semua Ukuran
e.
Bangunan Komposting dan daur ulang (kapasitas sampah baku)
> 4 ton/hari, >500 m2
2. Pembangunan Perumahan dan Permukiman
a. Kota Metropolitan (luas) 2 Ha s/d 25 Ha
Perubahan tata guna lahan skala kawasan, perubahan daya dukung dan tingkat pelayanan kota, bangkitan LHR, bangkitan sampah dan limbah, perubahan tingkat konsumsi air bersih, perubahan koefisien KDB & KLB, perubahan volume run - off, perubahan kawasan resapan air, kesenjangan sosial dengan masyarakat sekitar
b. Kota Besar (luas) 2 Ha s/d 50 Ha
c. Kota Sedang, Kecil (luas) 2 Ha s/d 100 Ha
3. Peremajaan Perumahan dan Permukiman
a. Kota Metropolitan & Besar ≥ 1 Ha
4. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
a. IPLT < 2 Ha Perubahan bentuk lahan, bau, pembahan kualitas air tanah maupun air permukaan sekitar PILT/IPAL, pembahan pola mata pencaharian masyarakat sekitar
b. IPAL < 3 Ha
BAB 4 9
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya
No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
5. Pembangunan Sistem Perpipaan Air Limbah (Sewerage)
Kota besar/metropolitan (luas
layanan) < 500 Ha
Penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik - kimiawi, proses dan hasil kegiatannya
6. Drainase Permukiman Perkotaan
a. Pembangunan saluran di Kota Besar & Metropolitan
Perubahan bentang alam dan lahan, perubahan kualitas air di bagian hilir saluran.
Drainase Utama (panjang) < 5 Km
Drainase Sekunder dan Tertier
(panjang) 1 Km - 5 Km
b. Pembangunan Saluran di Kota Sedang
Drainase Utama (panjang) < 10 Km
Drainase Sekunder dan Tertier
2 Km - 10 Km *)
c. Pembangunan Salurang di Kota > 5 Km
*) Pembangunan drainase sekunder dan tertier di kota sedang kemungkinan melewati pemukiman padat
7. Pembangunan Bangunan Gedung
(luas lantai) < 10.000 m2 bangkitan LHR, air limbah, sampah, peningkatan kebutuhan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (air bersih, air limbah, jalan akses, drainase, area parkir), perubahan KDB, KLB, peningkatan kaki lima (PKL), peningkatan emisi gas, bahan yang bersifat ozon
8. Air Bersih Perkotaan
a. sosial antar konsumen air bersih, konflik pemakaian sumber daya air, perubahan pasokan air, penurunan muka tanah (land subsident) akibat penyedotan air tanah yang
Pengambilan air baku dan sungai, danau dan sumber air lainnya
(debit) 50 liter/det s/d 250
e. Pengambilan air tanah dalam > 5 liter/det dan < 50
liter/det
*) Skala besaran wajib UKL/UPL
untuk pengambilan dari mata air
BAB 4 10 Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi UKL - UPL untuk Bidang Pekerjaan Umum/Cipta Karya
No. Jenis Usaha/Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
9.
Pembangunan Kawasan Terpadu :Pembangunan meliputi Permukiman, perkantoran, pendidikan, olahraga, kesehatam, tempat ibadah, pusat perdagangan dan perbelanjaan
Luas Lahan 5 Ha Perubahan bentuk lahan,
penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik - kimia, biologi, proses dan hasilnya prasarana dan sarana perkotaan (air bersih, sanitasi, sampah, drainase, areal parkir), perubahan KLB, KDB,
peningkatan PKL
Luas Lantai Bangunan < 10.000 m2
10. Pembangunan Kawasan Permukiman untuk Pemindahan Penduduk dan atau Permukiman Kembali
a. Jumlah penduduk yang
dipindahkan 50 KK - 200 KK
Perubahan bentang alam dan bentuk lahan, eksploitasi sumber daya alam, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial ekonomi, budaya, penerapan teknologinya mempengaruhi lingkungan fisik - kimia - biologi, mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam
Perubahan tata guna lahan kawasan, ketidakpuasan atas pemberian
Catatan : *) ke dalam kegiatan ini termasuk kawasan yang bencana alam dan bencana sosial, dll
Sumber : Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, Nomor : 17/KPTS/M/2003, Tanggal : 3 Februari 2003
Keterangan :
1. Semua kegiatan yang memerlukan disposal area dan/atau borrow area dengan luas > 1 Ha (kawasan perkotaan) dan/atau
> 5 Ha (kawasan perdesaan), memerlukan UKL/UPL
2. Klasifikasi kota menurut sumber dari National Urban Development Strategic (NUDS) : a. Kota Metropolitan Populasi >1.000.000 jiwa
BAB 4 11 Pengadaan Lahan/Tanah
Pengadaan tanah dan pemukiman kembali terpicu jika suatu proyek yang akan
didanai berlokasi pada tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh
usaha privat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah
bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau
sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena
dampak negatif akibat pengadaan tanah ini. Prinsip pengadaan tanah dan pemukiman
kembali harus dilakukan secara :
a. Transparan: Proyek dan kegiatannya yang terkait harus diinformasikan
secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi
harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman,
atau lainnya) yang akan terkena;
b. Partisipatif: Warga yang mungkin perlu dipindahkan (Displaced People - DP)
harus terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan
lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, dan lokasi pemukiman kembali;
c. Adil: Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan warga
yang terkena dampak. Warga dimaksud memiliki hak untuk mendapatkan
kompensasi yang memadai, seperti tanah alternatif dan/atau uang kompensasi
yang sama dengan harga pasar tanah dan aset. Biaya terkait lainnya, seperti biaya
pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh Pemrakarsa.
Warga yang terkena harus diberi kesempatan untuk membahas secara terpisah di
antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah kompensasi
dan/atau pemukiman kembali;
d. Terdapat sejumlah cara untuk menghitung kompensasi:
i). tanah, berdasarkan nilai pasar setempat yang mempunyai nilai ekonomi atau
keuntungan lokasional yang sama, yang berlaku pada saat pembayaran ganti rugi;
ii). bangunan, berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi/kualitas bangunan
yang sama;
iii). tanaman, sesuai dengan harga pasar, ditambah perhitungan atas kerugian
non-material; dan
iv). aset lain, diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan
memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk memperoleh aset
BAB 4 12
e. Pihak-pihak terkena yang dimaksud di sini dapat termasuk orang, badan
hukum, atau lembaga yang, karena implementasi proyek, terkena dampak dalam
bentuk seperti: a). faktor fisik, berupa tanah, bangunan, tanaman, atau aset
lainnya; dan b). faktor non-fisik, berupa manfaat
lokasional, akses ke tempat kerja, infrastruktur, dan sebagainya. Berdasarkan
alas haknya, kategori spesifik warga atau pihak yang terkena adalah sebagai
berikut: i).pemilik – orang yang memiliki hak atas tanah, termasuk masyarakat
adat pemegang hak ulayat; ii). penyewa - orang atau pihak yang menguasai tanah
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan tertentu dengan pemilik tanah; iii).
penggarap – orang atau pihak yang menguasai tanah secara fisik tanpa alas hak,
atau perjanjian dengan pemilik tanah; dan iv). nadzir – orang atau pihak yang
mengelola tanah wakaf.
f. Warga atau pihak yang terkena perlu menyepakati suatu nilai kompensasi
tertentu, atau jika dapat diterima, secara sukarela menyumbangkan
sebagian tanah dan asetnya kepada proyek. Pertemuan dan diskusi di kalangan
warga atau pihak yang terkena, difasilitasi oleh Forum Stakeholders, akan diatur
untuk menjamin bahwa warga atau pihak tersebut dapat mengambil keputusan
secara independen.
g. Pemberian secara sukarela hanya dapat dipertimbangkan jika warga yang
terkena mendapatkan manfaat langsung yang jauh melebihi harga tanah
(dibuktikan dengan perhitungan yang dilakukan oleh kedua belah pihak), sama
dengan atau kurang dari 10% dari luas tanah tersebut, dan dikuatkan oleh surat
persetujuan yang ditandatangani oleh warga dimaksud setelah mereka
melakukan pembicaraan terpisah seperti dimaksud pada butir F di atas dan
mendapatkan penjelasan atas hak-hak mereka. Tim Pemantau Safeguard harus
memastikan bahwa tidak ada paksaan atas warga tersebut untuk memberikan
tanahnya secara sukarela. Persetujuan ini harus didokumentasikan dalam
dokumen resmi (legal).
h. Proyek harus sudah memiliki batas-batas (alignment) tanah yang
dibutuhkan, jumlah warga yang harus dipindahkan, informasi umum
tentang pendapatan dan mata pencaharian warga tersebut, dan harga pasar
tanah yang berlaku, yang diajukan oleh Pemrakarsa dan didukung oleh formulir
NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), sebelum pengadaan tanah (dengan atau tanpa
BAB 4 13
Apabila ada konflik atau inkonsistensi antara peraturan-perundangan yang berlaku di
Indonesia dan prinsip atau prosedur yang ditetapkan dalam kerangka pengadaan
tanah ini, maka Pemerintah Republik Indonesia, termasuk Pemerintah
Kota/Kabupaten peserta USDRP, akan mengabaikan peraturan- perundangan
tersebut sejauh diperlukan, sehingga implementasi kerangka ini dapat berlangsung
efektif :
- Proyek harus disosialisasikan dan dikonsultasikan dengan pihak yang
berkepentingan, khususnya warga yang dipindahkan.
- Sosialisasi dan konsultasi harus meliputi: informasi menyeluruh mengenai
ukuran, isi, rencana pelaksanaan, keuntungan dan risiko, serta dampak negatif
yang mungkin terjadi akibat proyek yang diusulkan.
- Warga yang dipindahkan harus memahami hak-haknya, memiliki cukup
waktu dan kesempatan untuk berdiskusi dan mengambil keputusan secara
independen.
- Setiap keputusan dan rencana safeguard harus diinformasikan secara luas
kepada orang-orang yang dipindahkan.
Yang berhak menerima santunan :
Pemilik-pemegang hak atas lahan, termasuk lahan ulayat (masyarakat adat),
bangunan, tanaman, atau aset lainnya;
Penyewa-menguasai lahan berdasarkan perjanjian dengan pemilik lahan;
Penggarap-menguasai lahan secara fisik tanpa alas hak, dengan atau tanpa ijin
pemilik lahan;
Nadzir, bagi lahan wakaf
Cara menghitung kompensasi :
Prinsip: kompensasi merupakan biaya penggantian nyata yang memungkinkan
warga yang terkena proyek dapat membeli lahan, bangunan,atau aset lainnya sesuai
dengan besaran dan kualitas yang dimiliki sebelumnya.
Contoh cara menghitung :
Lahan: berdasarkan nilai pasar setempat, untuk nilai dan keuntungan
lokasi yang sama, yang berlaku saat pembayaran ganti rugi;
Bangunan: berdasarkan nilai pasar setempat untuk kondisi / kualitas
BAB 4 14
Tanaman: sesuai harga pasar, ditambah dengan perhitungan atas kerugian
immaterial
Aset lain: diganti dengan aset yang minimal sama, atau dengan
memperhitungkan biaya untuk memperoleh aset yang sama
Pengaduan /klaim :
Keluhan atau pengaduan berkenaan dengan pelaksanaan pengadaan lahan
disampaikan ke :
Pemda, sebagai Pemrakarsa
Forum Stakeholders
Tim Pengawas Safeguards
Materi yang tertuang dalam dokumen AMDAL/UKL/UPL :
Identitas Pemrakarsa: nama lembaga, nama penanggungjawab rencana
kegiatan, dan alamat kantor.
a. Rencana Kegiatan : nama, lokasi, skala kegiatan, garis besar komponen
rencana kegiatan (Prakonstruksi, konstruksi, dan operasi)
b. Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi: kegiatan yang menjadi sumber
dampak, jenis, dan besaran dampak
c. Program Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan: langkah-langkah
untuk mencegah dan mengelola dampak, termasuk untuk menanggulangi
keadaan darurat; Kegiatan pemantauan, tolok ukur untuk menilai efektivitas
pengelolaan lingkungan.
d. Tanda Tangan dan Cap: menyatakan komitmen Pemrakarsa untuk
melaksanakan UKL/UPL tersebut.
4.2.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1)
perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman
hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan
kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau
lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap
BAB 4 15
rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak
terhadap isu-isu tersebut.
Tahap selanjutnya setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses
penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM
tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen
Lingkungan Hidup No.9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM
Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu
dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan
BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh
terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan
hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah
Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya. b) Identifikasi
Isu Pembangunan Berkelanjutan.
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu
Wilayah
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan
kebijakan, rencana, dan/atau program dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana
dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada
pembangunan berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan beberapa alternatif
untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau
program yang ada.
Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan
kebijakan, rencana dan/atau program ini dengan mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak
BAB 4 16
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau
program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
4.2.3 AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup,
yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
4.3 Analisis Ekonomi
4.3.1 Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan
mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu
ditindak- lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada
manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin,
mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan