• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta pemanasan global yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim dan hal ini akan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.

Meskipun sudah lewat tujuh tahun dari proses perubahan terakhir UUD 1945 pada tahun 2002, belum banyak pihak-pihak yang menaruh perhatian atas kajian konstitusi yang bersentuhan dengan permasalahan lingkungan hidup. Padahal ketentuan hasil perubahan membawa makna penting sekaligus secercah harapan bagi tersedianya jaminan konstitusi atas keberlangsungan lingkungan di alam khatulistiwa ini. Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 merupakan ketentuan kunci tentang diaturnya norma mengenai lingkungan di dalam konstitusi. Secara berturut-turut kedua Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

Pasal 28H ayat (1) : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. (huruf tebal dicetak oleh Penulis)

(2)

Pasal 33 ayat (4) : “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. (huruf tebal dicetak oleh Penulis)

Berdasarkan kedua Pasal tersebut di atas maka sudah jelas bahwa UUD 1945 juga telah mengakomodasi perlindungan konstitusi (constitutional protection) baik terhadap warga negaranya untuk memperoleh lingkungan hidup yang memadai maupun jaminan terjaganya tatanan lingkungan hidup yang lestari atas dampak negatif dari aktivitas perekonomian nasional.

Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap warga negara berhak dan memperoleh jaminan konstitusi (constitutional guranteee) untuk hidup dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk tumbuh dan berkembang.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan upaya untuk melakukan tindakan pengawasan terhadap suatu aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang terutama perusahaan-perusahaan yang menimbulkan dampak besar tehadap lingkungan. Dalam hal ini dampak lingkungan hidup diartikan sebagai pengaruh

(3)

perubahan pada lingkungan hidup yng diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan1.

Oleh karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewajiban bagi negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.

Ketentuan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya serta perlu dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan, sehingga lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan.

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

1

Lihat pasal 1 butir 26 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(4)

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan standar yang tidak hanya ditujukan bagi perlindungan lingkungan, melainkan juga bagi kebijaksanaan pembangunan, artinya :

Dalam penyediaan, penggunaan, peningkatan kemampuan sumber daya alam dan peningkatan taraf ekonomi, perlu menyadari pentingnya pelestarian fungsi lingkungan hidup, kesamaan derajat antar generasi, kesadaran terhadap hak dan kewajiban masyarakat, pencegahan terhadap pembangunan yang desktruktif (merusak) yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, serta berkewajiban untuk turut serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan pada setiap lapisan masyarakat.2

Pembangunan bertemakan sustainable development sudah dilakukan di banyak negara yang telah menghasilkan berbagai kemajuan di berbagai bidang, baik bidang teknologi, produksi, manajemen ekonomi, pendidikan dan informasi yang kesemuanya itu telah meningkatkan kualitas hidup manusia.

Oleh karena itu untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang dibutuhkan sebuah perencanaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga

2

Alvi Syahrin, Pembangunan Berkelanjutan (Perkembangannya, Prinsip-Prinsip dan Status Hukumnya), Fakultas Hukum USU, Medan, hal. 27. Perhatikan juga, Koesnadi Hardjasoemantri,

Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Edisi ke-7, Cetakan ke-14, Yogyakarta, 1999, hal. 18-19

(5)

dapat memberikan jaminan, perlindungan, kepastian, dan arah bagi pembangunan. Instrumen yang dibutuhkan itu menurut Lili Rasjidi adalah “hukum”3. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat.

Sifat ganda dari fungsi pembangunan adalah pada satu sisi berfungsi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (progresif), sedangkan pada sisi lainnya dapat merosotkan kualitas hidup manusia (regresif). Untuk itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan dengan penetapan desain pembangunan, termasuk perhitungan terhadap risiko dan cara mengatasi risiko tersebut. Di dalam suatu masyarakat hukum fungsi perencanaan dan penanggulangan itu dilakukan dengan pemanfaatan hukum.

Salah satu kegagalan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dalam mengaktualisasikan pembangunan berkelanjutan menurut Mas Achmad Santosa adalah “ketidakmampuan para penentu kebijakan untuk mengintegrasikan ketiga pilar pembangunan berkelanjutan (ekologi, ekonomi, sosial budaya) dan ketiga pilar tersebut dengan good governance ke dalam proses pengambilan keputusan kebijakan negara”.4

Selanjutnya Lili Rasjidi mengemukakan bahwa: “Hukum berfungsi mengatur, juga berfungsi sebagai pemberi kepastian, pengamanan, pelindung dan penyeimbang, yang sifatnya dapat tidak sekedar adaptif, fleksibel, melainkan juga prediktif dan

3

Lili Rasjidi dan I.B. Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 118

4

Mas Achmad Santosa, Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan, Makalah, Training Pengelolaan Lingkungan Hidup Bagi Eksekutif, Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta, 2004, hal. 3

(6)

antisipatif. Potensi hukum ini terletak pada dua dimensi utama dari fungsi hukum yaitu fungsi preventif dan fungsi represif”.5

Hukum merupakan instrumen dari “sosial kontrol”6, dan “sarana perubahan sosial atau sarana pembangunan7, maka pengaturan hukum diperlukan guna mencegah dan menanggulangi dampak negatif dari pembangunan. Kebutuhan terhadap pengaturan hukum secara komprehensif menjadi alasan bagi istilah “pengaturan hukum” sebagai bagian dari keseluruhan judul penelitian ini. Pengaturan hukum menurut Alvi Syahrin “mencerminkan bagaimana suatu bangsa berupaya menggunakan hukum sebagai instrumen mencegah dan menanggulangi dampak negatif dari pembangunan”.8

Soedikno Mertokusumo, mengemukakan bahwa :

Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan kepada kaedah-kaedah.9

5

Lili Rasjidi, Opcit, hal. 123. 6

Edwin Patterson. Law In A Scientific Age, Columbia University Press, New York, 1963, hal. 3

7

Mochtar Kusumaatmadja. Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional Suatu Uraian tentang Landasan Pikiran Pola dan Mekanisme Pembaharuan Hukum Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1976, hal 12-15.

8

Alvi Syahrin. Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal. 11

9

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hal. 38

(7)

Sedangkan peranan hukum menurut Ateng Syafruddin adalah “untuk menstrukturkan seluruh proses (pembangunan) sehingga kepastian dan ketertiban terjamin”.10

Hukum bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya bolehh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.11

Hukum lingkungan merupakan bidang ilmu yang masih muda yang perkembangannya baru terjadi pada dua dasawarsa terakhir ini. Apabila dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek lingkungan, maka panjang atau pendeknya sejarah tentang peraturan tersebut tergantung daripada apa yang dipandang sebagai “environmental concern” (perhatian terhadap lingkungan).12

Menurut Siti Sundari Rangkuti, bahwa “hukum lingkungan sebagai hukum yang fungsional yang merupakan potongan melintang bidang-bidang hukum klasik sepanjang berkaitan dan/atau relevan dengan masalah lingkungan hidup”.13 Artinya, hukum lingkungan mencakup aturan-aturan hukum administrasi, hukum perdata,

10

Ateng Syafruddin. Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup dalam Kaitannya dengan Wewenang Pemerintah dalam Hal Perizinan, Makalah, Penataran Hukum Lingkungan, FH Unair., 1992, hal. 5

11

Sudikno Mertokusumo. Opcit, hal. 38. 12

Koesnadi Hardjasoemantri. Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada Press, Yogyakarta,1999, hal.36

13

Alvi Syahrin. Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Fakultas Hukum USU, Medan, 1997, hal. 1

(8)

hukum pidana dan hukum internasional sepanjang aturan-aturan itu mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup. Pencakupan beberapa bidang hukum ke dalam hukum lingkungan berdasarkan pemikiran para pakar ekologi, bahwa “masalah lingkungan harus dilihat dan diselesaikan berdasarkan pendekatan menyeluruh dan terpadu”.14

Law enforcement atau penegakan hukum lingkungan terhadap pencemar dan perusak lingkungan diperlukan sebagai salah satu jaminan untuk mewujudkan dan mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan. Oleh karena itu, meningkatnya kepatuhan pelaku pembangunan untuk menjaga kualitas fungsi lingkungan menjadi sasaran prioritas di bidang penaatan lingkungan. Program-program di bidang penaatan lingkungan ini mencakup: pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan dan pengembangan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehingga perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum

14

Takdir Rahmadi, Munadjat Danusaputro. Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Binacipta, Bandung, 1981, hal. 36

(9)

sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.

Fungsi preventif yaitu fungsi pencegahan, yang dituangkan dalam bentuk pengaturan pencegahan yang pada dasarnya merupakan desain dari setiap tindakan yang hendak dilakukan masyarakat, yang meliputi seluruh aspek tindakan manusia, termasuk risiko dan pengaturan prediktif terhadap bentuk penanggulangan risiko itu. Sedangkan represif adalah fungsi penanggulangan, yang dituangkan dalam bentuk penyelesaian sengketa atau pemulihan terhadap kerusakan keadaan yang disebabkan oleh risiko tindakan yang terlebih dahulu telah ditetapkan dalam perencanaan tindakan itu.

Di bidang pengendalian pencemaran, penegakan hukum pidana dan administrasi lingkungan menjadi salah satu kegiatannya. Indikatornya adalah meningkatnya efektifitas penegakan hukum pidana dan administrasi lingkungan, terlaksananya advokasi litigasi kasus pidana lingkungan, pembinaan dan optimalisasi, peningkatan jumlah dan kapasitas Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, serta terselenggaranya sistem penegakan hukum satu atap di daerah.

Masih dalam lingkup pengendalian pencemaran, penegakan hukum perdata dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan kegiatan utamanya. Indikator kegiatan ini adalah meningkatnya efektifitas penegakan hukum perdata dan penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan, terbentuknya jaringan antara ahli, organisasi non politik (LSM), pengacara dalam penanganan gugatan lingkungan,

(10)

tersedianya tata cara gugatan perdata tentang strict liability (tanggung jawab mutlak) dan polluters pay principle (prinsip pencemar membayar) dan meningkatnya litigator perdata lingkungan.

Penaatan hukum di bidang lingkungan hidup oleh para pelaku kegiatan di bidang lingkungan hidup mutlak diperlukan untuk mencegah dampak negatif dari kegiatan yang dilakukan. Menurut struktur ketatanegaraan di era otonomi daerah, koordinasi pengelolaan lingkungan termasuk penaatan hukum berada di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota. Karena itu diperlukan kerja sama yang baik antara institusi di tingkat pusat, dalam hal ini Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan Badan Lingkungan Hidup Provinsi, utamanya dalam hal penguatan kapasitas kelembagaan di bidang penegakan hukum.

Dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009, disebutkan bahwa untuk mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik, diperlukan adanya fungsi pengawasan, pemantauan dan penyidikan. Pengawasan dan penyidikan merupakan salah satu komponen penting dalam penegakan hukum baik hukum administrasi, perdata maupun pidana.

Dalam melaksanakan pengawasan dan pemantauan kualitas lingkungan hidup di daerah, Pemerintah Indonesia memiliki Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang disingkat dengan (PPLHD) seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 bahwa dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.

(11)

Peranan, fungsi dan kedudukan serta kewenangan PPLHD dimaksud lebih dipertegas lagi dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 58 Tahun 2002 tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di Provinsi/Kabupaten/Kota.

Dalam upaya penegakan hukum preventif dan represif, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara yang selanjutnya disingkat dengan BLHSU berkewajiban melakukan pengawasan dalam penerapan persyaratan izin dan peraturan perundang-undangan di bidang hukum lingkungan dengan tujuan antara lain untuk memastikan tingkat penaatan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Untuk melaksanakan kewenangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah Provinsi Sumatera Utara telah dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Utara (BAPEDALDASU), sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 2001 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Pelaksanaan kewenangan pengawasan dimaksud dibebankan kepada Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) Provinsi Sumatera Utara seperti yang diamanatkan oleh UUPPLH yang berada di bawah instansi BLH Provinsi Sumatera Utara. Bagaimana peranan PPLHD ini sangat bergantung dengan stakeholder di BLH Provinsi dan PPLHD itu sendiri. Dan tanggung jawab PPLHD itu juga kembali kepada pejabat pengawas dimaksud dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara.

(12)

Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, banyak hal yang dihadapi termasuk kendala dan hambatan baik yang berasal dari faktor internal BLH Provinsi Sumatera Utara maupun faktor eksternal.

Dengan demikian, efektifitas penegakan hukum lingkungan sebenarnya terletak pada jalur administrasi oleh pejabat-pejabat administrasi yang berwenang yang dalam hal ini Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD). Jalur inilah yang pertama harus diusahakan dan diterapkan, sedangkan jalur pengadilan itu baru ditempuh apabila timbul konflik. Dalam prakteknya, peran PPLHD belum begitu maksimal dengan segala kendala yang dihadapinya, padahal mekanisme pengawasan dan pengaturan serta penerapan sanksi oleh aparatur pemerintah itu jauh lebih berdayaguna dan berhasil guna untuk menjamin kelestarian lingkungan, asalkan dilaksanakan secara konsisten dan kontinu dengan tidak pandang bulu.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peranan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara.

2. Bagaimana tanggung jawab Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara.

(13)

3. Kendala – kendala apa yang dihadapi Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peranan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara. 3. Untuk menemukan kendala – kendala yang dihadapi Pejabat Pengawas

Lingkungan Hidup Daerah dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu baik secara teoritis maupun secara praktis, yakni tentang :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan mempunyai arti penting bagi Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan. Dan diharapkan dapat memberi manfaat dalam

(14)

pengembangan ilmu pengetahuan bagi bidang ilmu hukum secara umum dan hukum lingkungan secara khusus.

2. Secara praktis

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) dan aparat penegak hukum dalam upaya penegakan hukum lingkungan di Sumatera Utara.

b. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan ilmu hukum terutama dalam bidang hukum lingkungan, khususnya mengenai Peranan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) di Sumatera Utara.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Peranan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah Dalam Rangka Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup di Daerah Sumatera Utara” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut asli dan sesuai dengan azas-azas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

(15)

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting, sedemikian pentingnya sehingga menurut David Madsen sebagaimana dikutip oleh Lintong O. Siahaan mengatakan “The basic purposes of scientific research is theory he adds that a good theory properly seen present a systematic view of phenomene by specifiying realitations among cariables, with the purposes of exploring and prediction the phenomenona”15

Penelitian hukum dalam rangka penulisan tesis ini dimulai dari pembahasan tentang pengawasan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia dan Sumatera Utara pada khususnya. Pengawasan dimaksud dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pengertian tentang pengawasan menurut definisi penekanannya sama.

Beberapa definisi yang diberikan terhadap pengawasan antara lain dari George R. Tery yang mengemukakan bahwa pengawasan adalah:

“determinasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan”

Selanjutnya, Terry (dalam Sujamto),menyatakan:

“Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasannya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana”

15

Siahaan, Lintong O. Prospek PTUN sebagaimana Penyelesaian Sengketa Administrasi Indonesia,

(16)

Seorang pakar lain yaitu Dale (dalam Winardi) menyatakan bahwa:

“pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan”

Dari pendapat tentang pengawasan di atas diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan tujuan dengan tujuan–tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan.

Berkaitan dengan penulisan tesis tentang judul dimaksud, pengawasan lingkungan hidup juga berlandaskan kepada definisi diatas dengan objeknya lingkungan hidup yang dalam hal ini diperankan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup.

2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan dengan konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan tesis ini. Konsep adalah suatu bagian yang terpenting dalam perumusan suatu teori. Peranan konsep pada dasarnya dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan

(17)

pengertian antara penafsiran mendua (debius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian disertasi ini.

Pasal 3 huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlidungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia. Artinya bahwa orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum berhak untuk menikmati lingkungan hidup yang tertata apik (asri) dan memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga terwujud lingkungan yang harmoni dimana manusia Indonesia dapat berkembang dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis. Secara tidak langsung, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan suatu lingkungan yang baik dan sehat tersebut.

Dengan adanya hak asasi sosial atau hak subjektif ini, maka setiap warga negara berhak menuntut negara untuk mewujudkan suatu lingkungan yang baik dan sehat.

Heinhard Steiger dengan tulisan “The Fundamental Right to a Decent Environment” dalam “Trends in Environmental Policy and Law” menyatakan bahwa “apa yang dinamakan hak-hak subjektif (subjective right) adalah bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang”.16

16

Rachmadi Usman. Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 75.

(18)

Dengan hak-hak subjektif tersebut akan diberikan kepada yang mempunyainya suatu tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat itu dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur hukum, dengan perlindungan hukum oleh pengadilan dan perangkat-perangkat lainnya. Tuntutan tersebut mempunyai 2 (dua) fungsi yang berbeda, yaitu fungsi pertama, adalah yang dikaitkan pada hak membela diri terhadap gangguan dari luar yang menimbulkan kerugian pada lingkungannya, sedangkan fungsi yang kedua dikaitkan pada hak menuntut dilakukannya sesuatu tindakan agar lingkungannya dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki.

Penegakan peraturan perundang-undangan perlu sekali bagi perlindungan hukum lingkungan hidup seseorang. Perlindungan ini biasanya dilaksanakan melalui proses peradilan. Akan tetapi, adapula kemungkinan-kemungkinan lain guna penegakan hukum lingkungan, sepeti misalnya hak untuk berperan serta dalam prosedur administratif atau untuk mengajukan permohonan banding kepada lembaga-lembaga administratif yang lebih tinggi.

Apabila hak atas lingkungan yang baik dan sehat dihubungkan dengan kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, berarti lingkungan hidup beserta dengan sumber daya yang terdapat di dalamnya merupakan milik bersama dan dengan sendirinya tidak hanya melindungi kepentingan individual, kelompok orang atau badan hukum saja, tetapi juga melindungi kepentingan bersama secara menyeluruh dari orang yang mendiami lingkungan hidup tersebut. Karena itu, masyarakat atau individu dapat mengajukan gugatan ganti kerugian dan/atau tuntutan

(19)

melakukan tindakan tertentu terhadap individu, kelompok orang atau badan hukum yang telah melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, yang membawa akibat pada terganggunya kelestarian fungsi lingkungan hidup yang baik dan sehat tersebut.

Guna mencegah terjadi permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup diperlukan sebuah pengawasan yang eligible (memenuhi syarat) dan dilengkapi dengan perangkat-perangkat hukum sebagai dasar pengawasan itu sendiri. Secara terminologi menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor 7 Tahun 2001 bahwa pengawasan lingkungan hidup adalah kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh PPLH dan PPLHD untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.

Ironisnya, meskipun konstitusi dan Undang-Undang berikut peraturan perundang-undangan lainnya telah mengamanatkan bahwa pemerintah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan dan/atau usaha, namun dalam kenyataannya pengawasan dimaksud belum dapat berjalan dengan optimal. Masih banyak kendala yang dihadapi oleh pemerintah yang dalam hal ini dijalankan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) untuk melakukan pengawasan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup khususnya di Sumatera Utara. Kendala itu muncul baik dari lingkup internal maupun eksternal institusi Badan

(20)

Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara. Oleh karenya, dalam tesis ini, penulis akan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pengawasan dan kendalanya berikut solusi penyelesaian kendala tersebut.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan rumusan penelitian maka penelitian ini dilakukan dengan yuridis normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang menggambarkan prinsip-prinsip hukum dalam pengawasan lingkungan hidup di daerah Sumatera Utara yang diaplikasikan oleh aparatur pemerintahan yang disebut dengan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah.

2. Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan sehingga data yang dikumpulkan pada dasarnya merupakan data sekunder. teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelaahan kepustakaan berupa peraturan perundang – undangan yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Dilakukan pula penelaahan terhadap bahan – bahan hukum lainnya, seperti karya ilmiah dan kamus yang membantu dalam menganalisis dan memahami kajian masalah peranan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah Sumatera Utara.

(21)

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui data kepustakaan dan sebagai pendukung digunakan data lapangan yang pengumpulan datanya melalui wawancara17.

3. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Dalam menjelaskan prosedur pengambilan dan pengumpulan data ini, sangat berkaitan dengan cara untuk memperoleh data yang relefan dengan permasalahan yang akan diteliti dalam disertasi ini. Untuk memperoleh data yang relepan dengan permasalahan yang akan diteliti, dilaksanakan dua tahap penelitian:

1. Kepustakaan dan Dokumen

Sumber data kepustakaan dan dokumen diperoleh dari : a. Bahan hukum primer, terdiri dari :

1. Norma atau kaedah dasar; 2. Peraturan Dasar;

3. Peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Perda ataupun Pergub.

b. Bahan hukum sekunder, seperti: hasil-hasil penelitian, artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya dari kalangan pakar hukum.

17

Wawancara merupakan alat pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara yaitu pewawancara (interviewer), responder, pedoman wawancara yang digunakan pewawancara dan situasi wawancara. Sedangkan pedoman yang digunakan pewawancara menguraikan masalah penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan. Isi pertanyaan yang peka dan tidak menghambat jalannya wawancara. Herman Tarsito, Pengantar Metodologi Penelitian. Buku Pedoman Mahasiswa, Jakarta: Gramedia, 1917, hal. 171

(22)

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder tersier (penunjang) di luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari: Sosiologi, Ekologi, Teknik, Filsafat, dan lainnya yang dipergunakan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian. Surat kabar, majalah mingguan juga menjadi sumber bahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan pengaturan penegakan hukum lingkungan.

2. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan yang dilaksanakan merupakan upaya memperoleh bahan-bahan langsung berupa dokumentasi dari instansi pemerintah yang berwenang dan terkait dengan penegakan hukum lingkungan. Hal ini dilakukan oleh karena kemungkinan besar tidak semua bahan-bahan yang diperlukan dapat diperoleh atau tersedia di perpustakaan, dalam hal ini dilakukan wawancara dengan aparatur pengelola lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu diadakan pengumpulan data, kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditafsirkan secara logis dan sistematis, kerangka berpikir deduktif dan induktif akan membantu penelitian ini khususnya dalam taraf

(23)

konsistensi, serta konseptual dengan prosedur dan tata cara sebagaimana yang telah ditetapkan oleh asas-asas hukum yang berlaku umum dalam perundang-undangan.

Kegiatan analisis dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui wawancara (Dept Interview) secara langsung dan terarah, inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, jurnal, bulletin, majalah, surat kabar dan artikel yang berkaitan dengan judul penelitian untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisa penelitian. Dengan analisa kualitatif juga dilakukan interpretasi. Berdasarkan metode interpretasi ini diharapkan dapat menjawab permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

Penelitian hukum normatif yang dilakukan disini mengutamakan penelitian tentang peranan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melakukan inversi terhadap hasil pemodelan matematika dari data fisis hasil observasi maka dapat diperoleh nilai dari variabel- variabel dan parameter

Dengan demikian, hasil pengamatan para pedagang Gujarat di abad 14 M tentang kondisi masyarakat muslim pribumi yang pasif, merupakan closing statement yang menunjukkan

Kemampuan mahasiswa dalam menganalisis prosa fiksi jenis cerpen pada kelas eksperimen, selama penerapan strategi pemampatan mengalami peningkatan yang lebih baik

Pada perdagangan hari ini, kami perkirakan harga Surat Utang Negara masih akan berpeluang mengalami kenaikan dengan masih didukung oleh kenaikan cadangan devisa

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini untuk mengidentifikasi dan mengetahui populasi cacing tanah di sekitar lubang resapan biopori (LRB) yang diisi

empat tahapan (level) perkembangan yaitu perkembangan level 1, 2, 3 dan level 4. Level 1: perkembangan yang paling raendah. Anak masih belum bisa melakukan interaksi

Terlihat dari hasil prestasi belajar sejarah siswa kelas X-1 sebagai kelompok eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran dengan Metode Jigsaw, memperoleh jumlah nilai

[r]